Cerita ini dibuat oleh S. Oyabun

Don't like don't read.

Disclaimer: Masasshi Kishimoto

Genre: Angst & Hurt/Comfort

Rating: T

Notice: Boys Love, Typo, EYD, Abal and Out Of Character

Pairing: Uchiha Sasuke and Uzumaki Naruto

Mind to R&R

Chapter 1: First Job on 13th Day.

The God of The Death

Chapter 1

First Job on The 13th Day

"Kau akan harus membereskan korban sebanyak 13 orang dalam tugasmu ini. Kau harus menyelesaikannya sebelum hari ke-100-mu. Ingat, dalam pekerjaan ini, "belas kasihan" tidak dibutuhkan. Kau harus mengakhiri nyawa orang yang akan kau hilangkan dan itu sudah tugasmu sebagai malaikat pencabut nyawa. Dan kau akan memulai tugasmu pada hari ke-13. Usahakan agar orang terdekatmu—khususnya teman sekolah—agar tidak tahu tentanng identitas aslimu"

Hal itulah yang selalu terngiang di pikiran cowok yang saat ini sedang berada diatas tingkat tertinggi sebuah gedung pencakar langit. Mata kelamnya menerawang jauh pada sebuah gedung kosong yang saat ini tampak mengeluarkan suara rintihan orang yang sedang tersiksa. "Sudah mendekati ajal, huh?" ucapnya seraya menatap jam tangannya yang menunjukkan tepat jam 12 malam, "Sepertinya, aku harus menodai tanganku untuk yang pertama kalinya malam ini," seraya terbang menuju gedung yang daritadi diamatinya. Sayap hitamnya tak kalah kelam oleh langit malam ini. Mengepak, menimbulkan suara bak seribu serdadu burung sedang berimigrasi. Namun, hal itu terdengar seperti nyanyian indah bagi para manusia yang sedang tertidur lelap malam ini.

Saat ini dia sudah berada diatas gedung kotor tersebut sambil melihat kebawah—penyiksaan terhadap seorang gadis yang sedang berteriak, merintih dan menangis. Mata kelam itu hanya menatap hal itu dengan pandangan flegmanya. Tak ada ekspresi apapun yang ditampilkannya saat ini. Seakan hal tersebut sudah menjadi pandangannya setiap hari, jam, menit bahkan detik.

Hal yang tampak adalah dua orang remaja laki-laki yang sedang menyiksa seorang cewek menggunakan besi panas yang membara. Salah satu dari remaja itu bergerak perlahan mendekati gadis yang sedang berteriak histeris, sambil memegang besi panas tersebut dan menempelkannya diantara selangkangan gadis tersebut. Hanya teriakan gadis itu yang dapat terdengar. "Hm, sepertinya kau gadis yang cukup berisik, yah? Bukankah biasanya kau suka memamerkan bagian kewanitaanmu terhadap pria-pria yang membayarmu hah?" ucap pria itu sambil berjongkok dihadapan sang gadis tersebut. Tampak darah segar mengucur dari bagian kewanitaan gadis tersebut. "Tidak. Kau salah paham Hidan, a-aku tidak pernah b-be-berniat melakukan hal iitu. Kau salah paham, k-ku mohon percayalah." Elaknya terhadap pria yang bernama Hidan tersebut. "Hoo, kau masi saja mengelak meskipun aku mempunyai buktinya heh? Kisame! Bisa kau panaskan besi ini untukku lagi!" katanya seraya memberikan besi itu terhadap rekannya yang menganggukkan kepalanya. "Kau tidak tahu betapa aku mencintaimu dengan sepenuh hati, Konan!" pria itu mendekat ke arah Konan—gadis itu—seraya menerima kembali besi yang baru dipanaskan oleh Kisame tadi.

'JLEB'

Besi tersebut ditusukkan kepada kewanitaan gadis tersebut. "Aaaaaaarrgh" gadis itu berteriak sekeras-kerasnya. Dan 'JLEB' stelah diacabut besi itu ditusukkan kembali ke kerongkongan gadis tersebut, berkali-kali sampai tembus dan ehernya Nampak akan putus. Darah segar mengalir dan bercipratan kemana-mana. Gedung yang koto itu kini tampak kotor dengan darah yang berlimpah dan bau anyir yang menyeruak bak aroma busuk di lautan darah. "HAHAHAHAHA, kau lihat itu. Dia tidak akan bisa merayu pria-pria itu lagi degan suaranya dan yang terpenting, aku sudah menghancurkan tempat pria-pria itu menanamkan benihnya. Kau lihat Kisame, aku membunuhnya. Aku membunuhnya! HAHAHAHA. Aku puas. Aku puaaaaasss!" pria tersebut tertawa histeris sambil memandang—mantan—kekasihnya yang tergeletak bergelimang darah segar. "Ayo, kita harus pergi dari sini psikopat. Kau tidak mau katahuan membunuh orang dan dikutuk oleh dewa Jashinmu itukan?" ajak Kisame seraya menyeret temannya tersebut, agar keluar dari gedung busuk tersebut. "Bye, my darling. Aku mencintaimu. Tidak! Aku mencintai darah dan teriakan pilumu, HAHAHAHA."

Begitulah, kedua pria tersebut pergi begitu saja, meninggalkan tubuh gadis tersebut yang sudah terbungkus warna pekatnya darah. Tidak ada rasa bersalah sama sekali. Sementara mereka pergi meninggalkan gedung tersebut, diatas sana ada seorang bocah berumur 15 tahun yang hanya menatap datar terhadap tubuh gadis tersebut. Perlahan matanya terpejam, menyembunyikan bola mata berwarna kelamnya. Saat dia membukanya, dia sudah berada di depan tubuh gadis tersebut. "Ck, kotor sekali pekerjaan mereka. Kriminal heh? Gadis yang malang." Kemudian dia meletakkan tangn kirinya ke kepala gadis tersebut. Perlahan-lahan cahaya biru muncul dari tangannya dan sedetik kemudian cahaya biru itu memadat dan membentuk sebuah buku kecil berwarna merah pekat. "Dilihat dari warna bukunya, gadis ini mempunyai catatan kehidupan yang buruk." Dia membuka buku itu perlahan, "Ternyata benar. Hanya seorang penggoda huh? Pantas saja pacarnya marah." Kemudian dia melempar buku itu keatas dan dalam sekejap, buku itu hangus terbakar api hitam yang dia dikeluarkan hanya dengan menjentikkan tangannya. "Pembunuhan yang tidak buruk untuk pekerjaan pertamaku. Aku harap pembunuhan berikutnya akan lebih menarik dari ini." Dan dia berjalan keluar dari gudang tersebut dan dalam hitungan detik dia sudah menghilang dari tempat tersebut.

-Rubrum&Niebieski-

Pagi yang cerah , terlihat dari sinar-sinar metahari yang suci menyinari hampir seriap sudut bumi. Sinar yang sangat tajam sehingga dapat menembus jendela kamar seorang pemuda yang saat ini sedang menggeliat tak nyaman karena terpaan sinar matahari tersebut. Naruto Uzumaki, pemuda berambut kuning jabrik itu mengerjab-kerjabkan matanya beberapa kali. Akhirnya matanya terbuka lebar, menampilkan iris seindah langit tak berawan. Perlahan dia bangun dan duduk di pinggir ranjang ukuran king size miliknya. Kemudian dia meraih jam kecil yang ada di atas meja di sebelah ranjangnya."Hmmm" dia bergumam melihat jam tersebut.

Tik….

Tik….

Tik….

"Ehhhhh? Sudah jam seginiiii? Ya ampun aku harus begegas kalau tidak mau terlambat." Dia langsung berlari menuju kamar mandi yang tidak jauh dari tempat tidurnya. Mencuci mukanya dan menggosok giginya kemudian berpakaian yang—menurutnya sudah sangat—rapi. Karena nyatanya baju kemeja putih yang digunakannya tidak dimasukkan, dua kancing teratas dibiarkan terbuka dan dasinya hanya di letakkan di lehernya begitu saja. Dia berlari keluar apartemennya dan melihat mobilnya di garasi. "Kalau aku menggunakan mobil, bisa-bisa aku terjebak macet. Sebaiknya aku berlari saja. Lagipula jarak dari sini ke sekolah tidak terlalu jauh." Akhirnya dia memutuskan untuk berlari setelah bergumam sendiri kepada dirinya.

Setelah beberapa saat akhirnya dia sampai di depan gerbang sekolahnya. Dia melihat gerbang yang tertulis Konoha High School sudah tertutup sebelah, dan bergegas memasuki wilayah sekolahnyal. Baru saja dia membuka loker—dengan terburu-buru dan keringat yang cukup banyak terlihat di tubuh tannya—sedetik kemudian terdengar bunyi bel tanda pelajaran akan segera dimulai. Akhirnya dengan sisa tenaga yang di punya, dia berlari menuju kelasnya yang berada di lantai 3. Saat pintu kelasnya sudah terbuka, di bergegas mebukanya sraya berucap, "Sensei, maafkan saya karena telat." Dia membungkukkan badannya dan menghadap meja guru. Seketika kelasnya menjadi hening. Selang beberapa detik, gelak tawa terdengar riuh di kelas tersebut. Dia bingung, apa yang membuat temannya tertawa. Dia menegakkan tubuhnya perlahan dan melihat ke tubuhnya sendiri dan dia merasa tidak ada yeng aneh dengan pakaiannya. Dia menatap meja guru dan, "Apaaa? Gurunya mana? Terus? Tadi aku hormat dan minta maaf pada siapa?" dia terdiam, dan memperhatikan temannya yang masih tertawa. Sial! Rutuknya pada dirinya sendiri.

"Woi, Naru kau masi hidup tidak?" Tanya temannya yang memiliki tato segitiga terbali di kedua pipinya, Kiba Inuzuka. "Hehehe, aku tidak sadar kalau ternyata Kakashi-sensei belum datang." Naruto kemudian menghampiri Kiba yang sedang duduk diatas mejanya di pojo belakang, tepat di sebelah jendela. Sementara itu, ada seorang murid yang menatap Naruto dengan mata hitamnya dengan seksama.

Tiba-tiba Hinata datang seraya berkata, "Na-naruto-kun, ini ada ti-titipan dari Gaara-senpai," ucapnya seraya memberikan sebuah kotak bento. Naruto hanya membalasnya dengan cengiran seraya berkata, "Thanks Hinata-chan." Gaara memang selalu memberikan bekal kepada Naruto setiap harinya. Hal tersebut dilakukan Gaara agar dia tidak terlalu sering memakan makanan yang kurang—menurut Gaara—sehat. 'BRAK' terdengar bunyi pintu kelas Naruto terbuka. Kemudian muncullah Kakashi-sensei sambil membawa buku kecil berwarna orange yang selalu dibawanya kemana-mana. Guru yang memiliki rambut berwarna perak mencuat keatas dan masker yang hampir manutupi seluruh wajahnya berjalan perlahan menuju kursinya, "Selamat pagi anak-anak. Maaf bapak telat. Tadi bapak menemani seorang nenek nyebrang di tengah jalan," ucapnya sambil tersenyum. "Ketahuan banget bohongya. Seharusnya kan nyebrangin itu nenek dari pinggir jalan, bukanya di tengah jalan. Keburu ketabrak nanti neneknya." Gerutu seorang murid dibarisan belakang. Sementara anak-anak yang lainnya Cuma cengengesan mendengar komentar seorang cowok blonde yang tidak lain dan tidak bukan, Naruto.

"Ck, mendoukusai!" sambung cowok yang rambutnya diikat keatas seperti nanas, Shikamaru nara. "Hei, Shika kau kenapa tidur terus sih?" timpal Neji Hyuuga—cowok yang memiliki rambut coklat panjang dan mata berwarna lavender—yang duduk di sebelahnya. Yang ditanya henya menenggelamkan kepalanya kedalam lipatan tangannya diatas meja. "Hahaha, Neji, kau tidak perlu menanyakannya lagi. Bukankah dia memang selalu tidur damana dan kapanpun dia berada," Neji hanya menanggapinya dengan senyum.

Naruto yang mendengarnya hanya ketawa—nyaring—sambil menggebrak-gebrak meja. Tiba-tiba… 'CTAK' sebuah kapur melayang ke kepala Naruto. "Adududuh, sakit. Siapa yang berani-berani ngelampar aku?" tanyanya—entah pada siapa. "Duduk yang benar atau kapur kedua akan melayang kembali Na-ru-to," ucap Kakashi-sensei yang merupakan tersangka dari si pelempar kapur. Naruto hanya memegangi dahinya yang merah seraya kembali duduk.

"Ck, dobe" ucap cowok yang baru saja mengambil peran dalam percakapan di kelasnya. Cowok dengan bola mata berwarna kelam, kulit putih bak porselen, dan rambut raven yang mencuat sperti pantat bebek, Sasuke Uchiha.

"Apa kau bilang teme? Kau ngajak berkelahi ya? Ayo si-auchh! Hei, siapa yang berani-bera—" ucapannya terpotong dengan lemparan kapur Kakashi-sensei yamg kedua dalam waktu pagi ini.

"Diam atau keluar 'NARUTO'," ucap Kakashi-sensei memberikan penekanan pada namanya. Akhirnya dengan terpaksa Naruto duduk kembali, tentu saja setelah member Sasuke pandagan tajam terlebih dahulu. Sementara Ino Yamanaka dan Sakura Haruno—yang merupakan teman satu kelas Naruto—hanya cekikikan melihat tingkah teman-temannya tersebut.

"Baiklah, kita akan memulai pelajaran. Silahkan buka buku matematika kalian halaman 125. Tolong perhatikan rumus-rumus yang kemarin telah bapak jelaskan. Kemudian kerjakan soal-soal yang ada di halaman tersebut." Lalu anak-anak segera mengeluarkan buku mereka dan mulai mengerjakannya—kecuali Shikamaru yang daritadi masih tertidur pulas.

-Rubrum&Niebieski-

Akhirnya bel istirahat berbunyi—menandakan bahwa jam pelajaran telah usai. Para murid KHS berhamburan keluar kelas, ada yang menuju kantin untuk sekedar mengisi perut, pergi ketaman sekolah ataupun ke perpustakaan. "Naru, ayo ke kantin. Aku lapar nih," ajak Kiba. "ehm, maaf Kiba. Aku ada keperluan sebentar. Kau pergi saja duluan dengan Shika dan Neji." Ucapnya sambil memberikan cengiran khas-nya. "Oh, yasudalah. Ayo Shika, Neji," ajaknya pada dua orang temannya yang dari tadi berdiri disebelahnya. Kemudian Naruto juga segera pergi dari tempat tersebut.

Di atap sekolah.

Tampak seorang pemuda barambut raven sedang terbaring pulas dengan tangan kanan diletakkan di kedua matanya untuk melindungi matanya dari sinar matahari, dan tangan sebelahnya diletakkan diatas perutnya. Ya, dia adalah Sasuke Uchiha.

'CKLEK'

Pintu menuju ke atap sekolah terbuka. Tampak seorang cowok berambut pirang jabrik dan bermata biru saphire, Naruto. Dia berjalan perlahan mendekati sosok yang sedang tertidur tersebut, lalu duduk disebelahnya. "Mau apa kau kesini , Dobe?" Tanya Sasuke tanpa melihat lawan bicaranya. "Bagaimana kau bisa tahu kalau ini aku, Teme?" yang ditanya hanya mendengus dan kembali menikmati tidurnya. Memang sudah rutinitas Sasuke tidur di atas atap sekolah ini. Sedangkan Naruto, dia memang menyukai tempat ini. Karena menurutnya sejuk dan tenang. Naruto bukannya membenci keramaian, dia hanya merasa perlu menenangkan diri di tempat ini setiap istirahat sekolah. "Hmm, aku hanya menenangkan diri. Tempat ini … sangat menenangkan menurutku." Kemudian Naruto beranjak menuju pagar pengaman yang ada di atap sekolah tersebut. Merasakan sejuknya angin yang membelai lembut rambut pirangnya.

"Teme … apakah kau percaya tentang malaikat dengan hati iblis?" yang ditanya hanya mengangkat sebelah alisnya sembari memandangnya dengan flegma-nya. "Aku hanya bingung dengan buku yang kubaca ini—" ucapnya seraya memperlihatkan buku yang sedari tadi dibawanya, "—buku ini menceritakan tentang malaikat yang berhati iblis. Malaikat itu memiliki mata kelam yang tajam dan tidak punya hati nurani sama sekali. Bukankah malaikat itu orang yang baik, Teme?" Sasuke menatapnya sejenak kemudian berkata, "Ck. Dasar! Kau memang idiot Dobe." Naruto mendelik kesal mendengar jawaban Sasuke tadi. Dia menggembungkan pipinya dan memalingkan wajahnya, "Kau mirip seperti malaikat ini, Teme! Membuatku kesal setiap hari." Sasuke hanya ber'hn'ria. "Aku mau kembali ke kelas." Ucap Naruto seraya beranjak dari tempanya bertopang tangan tadi. "Mungkin … malaikat seperti itu memang ada, Dobe. Mungkin kau bisa menemukannya." Ucap Sasuke yag langsung membuat Naruto bergidik ngeri melihat seringaian yang bertengger di bibir tipis sasuke. "K-kau! Dasar baka Teme! K-kau piker aku takut!" bentaknya sambil menutup pintu menuju atap tersebut dengan kesar, sehingga menyebabkan debaman yang cukup keras.

Sasuke mendengus, "Mungkin kau akan segera melihatnya, Naruto." Ucapnya sembari menatap hamparan lukisan biru alam yang berada di atas langit dengan goresan putih awan yang membentuk seperti kapas tak ternoda. "Baru 14 hari aku mengenalmu. Kau sudah membuatku tertarik, Dobe," kemudian dia beranjak dari tidurnya, menuju kelas.

-Rubrum&Niebieski-

Saat ini Naruto sedang berada di depan gerbang sekolah. Matanya menarawang jauh memperhatikan murid-murid sekolah yang perlahan pergi satu per satu. Perkataan sasuke di atap tadi, membuatnya bergidik. Segera mungkin dia melangkahkan kakinya menuju apartemennya.

"Dob—"

"Gyaaaaa," Naruto berteriak histeris ketika merasakan tepukan halus di pundaknya yang membuatnya—sangat—terkejut.

"Ck, ini aku Dobe." Kemudian Naruto menoleh kebelakang dan mendapati Sasuke sedang tersenyum mengejek ke arahnya. "Ah, kau menyebalkan, Teme! Bisa tidak kau tidak mengejutkanku seperti tadi—dan hilangkan senyuman jelekmu itu dari wajahmu." Naruto mengucapkan kalimat ini dengan kesal. Sementara Sasuke hanya memutar kedua bola matanya bosan.

"Sedang apa kau, Dobe? Kau tidak takut berada di sekolah pada jam segini?" ucapnya menampilkan seringaian di bibir tipisnya. Oh, betapa sukanya dia mengerjai pemuda berwajah manis di hadapannya ini. "A-apa maksud perkataanmu tadi, Teme? Jangan selalu mengejekku! Aku tidak takut dengan ucapanmu. K-kau dengar itu, Teme!" ucapnya berusaha menyamarkan rasa takunya. Perlahan bulir-bulir keringat turun di pelipis kanannya.

"Hn. Ayo pulang," ajak Sasuke sembari berjalan mendahului Naruto yang mendecak kesal. "Kau mau pulang atau mau menginap di seko—"

"Stop! Oke-oke kita pulang dan Kau—tunjuknya pada Sasuke—berhenti mnakut-nakutiku , Teme!" Naruto berlari kecil mendekati Sasuke sembari mensejajarkan langkah mereka. "Ck, idiot," Naruto hanya diam, tidak berniat membalas peekataan Sasuke karena dia ingin sekali cepat sampai di apartemennya. Sunyi senyap tak ada satupun diantara mereka berdua yang ingin memecahkan keheningan ini. Sesampainya di pertigaan jalan mereka berpisah. Ya, apartemen mereka memang berdekatan, hanya saja tempatnya berbeda.

Apakah kau tahu … bahwa malaikat yang kita—aku dan kau—maksud berada sangat dekat dengan kita.

Tapi … tahukah kamu malaikat itu tak sebaik yang ada kau pikirkan….

Seandainya kau tahu, apakah kau masih mau mengenalku ….

Sepertinya tidak.

Kau mungkin terlalu takut …

… takut dengan kenyataan.

-Rubrum&Niebieski-

Naruto POV's

Ah, lelah sekali hari ini. Tulangku seperti remuk semua. Lebih baik aku mendi dulu baru setelahnya makan dan tidur. Aku sedng tidak ingin melakukan apa-apa malam ini. Dan sepertinya matahari juga sama sepertiku, sedang lelah. Lihat saja, dia sudah mulai beranjak meninggalkan singgasananya. Menyisakan pancaran jingga kemerahan dengan temabur cahaya redup yang cukup menyilaukan sekaligus menghangakan jiwa. Tenang sekali melihat warna yng membuatku sangat merindukan sosoknya. Ah, sudahlah—aku harus bergegas merilekskan tubuhku.

Aku beranjak menuju kamar mandi yang berada tidak jauh dari tempat tidur berukuran king size milikku. Mengampi handuk yang ada di atas tempat tidurku, menyampirkannya dibahuku. Perlahan aku masuk ke kamar mandiku. Aku melucuti pakaianku sampai tubuhku tak tertutup sehelai kainpun. Perlahan kunyalakan shower yang ada di kamar mandiku dan merasakan kesejukan yang perlahan mengaliri tubuhku. Mebentuk jalur-jalur air di seluruh tubuhku. Kurasakan tubuhku perlahan merileks dengan sendirinya. Setelah kurasa cukup, akupun menyudahi kegiatannku dan keluar dari kamar mandi ini.

Setelah selesai memakai piyamaku aku segera menuju ke dapur untuk membuat makan malam sederhana untukku. Ya, tinggal sendiri di apartemen yang terlalu mewah ini—untuk satu orang—cukup sepi juga. Setelah selesai dengan kegiatan makan malamku, akupun membereskan piring=piringnya dan segera mencucinya. Kurasa tubuhku sudah tak sanggup lagi untuk bertahan bahkan hanya untuk menonton televise—yang tak membutuhkan tenaga sedikitpun—di ruang tengah apartemenku ini. Ya, aku terlalu ngantuk dan lelah. Akhirnya aku beranjak ke kamarku—mebiarkan pintu kamarku terbuka—dan melatakkan tubuhku di atas kasur. Akupun segera memejamkan mataku dan tetidur lelap.

.

.

.

Naruto POV's end

Sementara itu, di sebuah apartemen lain, tepatnya apartemen milik Sasuke. Tampak seorang pemuda dengan mata onix dan rambut raven yang sedang terduduk di atas sofa berwarna biru tua sambil memegang segalas jus tomat yang baru saja diambilnya dari kulkas. Tubuh yang berbalut seragam sekolah itu tampak terlihat lelah. Tampaknya, dia baru saja sampai ke apartemennya setelah seharian penuh menuntut ilmu di KHS. Kemudian dia beranjak menuju kamarnya dan segera mandi. Sasuke juga merupakan seorang pelajar yang tinggal sendiri—sama seperti Naruto—di sebuah apartemen yang cukup mewah bernuansa putih.

Setelah selesai mandi, tangan putihnya terjulur untuk mengambil sebuah handuk yang terletak di samping pintu kamar mandi. Kemudian dia melingkarkan handuk tersebut ke pinggangnya. Tak sengaja dia melihat dia melihat keluar jendela yang berada di kamarnya yang bernuansa biru tua tersebut. Melihat warna kuning, jingga dan merah berpadu satu dalam genggaman sang langit, tampak sangat hangat. Mengingatkannya kepada seseorang yang baru-baru ini membuatnya merasakan hngat yang menjalar ketika bersama orang tersebut. Rasa-rasanya baru kali ini dia berteman dengan orang yang begitu unik dan hangat. Seulas senyum tipis terlukis di wajahnya.

Saat menikmati kehangatan pandangan langit penuh warna tersebut, tiba-tibanya perutnya berbunyi minta diisi. Dia merutuki perutnya yang mengganggu kesenanganya. Akhirnya dia mamutuskan untuk beranjak ke dapur dan mengambil beberapa tomat untuk mengisi perutnya. Bukan hanya itu, dia juga menambahkan semangkuk sup tomat sebagai makanan utamanya. Setelah selesai makan dia membereskan semuanya. Setelah itu dia beranjak ke ruang tengah untuk nonton TV. Namun sepertinya tidak ada yang menarik.

Akhirnya dia memutuskan untuk pergi ke ruang baca pribadi miliknya. Dia mengambil sebuah buku sembari mendudukkkan dirinya di sebuah sofe berukuran untuk satu orang. Perlahan dia membuka lembaran pertama dari buku itu, tiba-tiba dia ingat perkataan Naruto di atap tadi.

'Teme … apakah kau percaya tentang malaikat dengan hati iblis?'

'Aku hanya bingung dengan buku yang kubaca ini—'

'—buku ini menceritakan tentang malaikat yang berhati iblis. Malaikat itu memiliki mata kelam yang tajam dan tidak punya hati nurani sama sekali. Bukankah malaikat itu orang yang baik, Teme?'

"Ck, dasar dobe! Terus kau anggap apa malaikat pencabut nyawa itu huh? Apakah kau tidak merasa bahwa malaikat itu tidak mempunyai hati nurani yang seenaknya saja menyabut nyawa orang dari tubuhnya dan pergi begitu saja dengan ekspresi datarnya." Ucapnya—entah pada siapa, mengingat dia hanya sendirian di ruangan ini. Sepertinya setelah mengeluarkan kalimat yang panjang itu membuatnya cukup lelah. Akhirnya diapun beranjak menuju kemarnya untuk tidur.

-Rubrum&Niebieski-

'TOK TOK TOK'

Sura ketukan pintu itu membangunkan seorang pria yang sedang terlelap tidur. Perlahan-lahan dibukanya matanya dan beralih menuju jam kecil yang ada di atas meje dekat ranjangnya. 'Jam 2 malam? Siapa yang datang berkunjung pada jam segini? Ah pasti 'dia' yang datang' batinnya seraya bangkit untuk membukakan pintu apartemennya.

Perlahan dibukanya pintu itu dan menampakkan orang yang sudah cukup dikenalnya. "Bocchama, maaf mengganggu tidur anda. Tetapi saya mempunyai denunsiasi yang harus saya laporkan segera kepada anda, Bocchama." Dia menatap orang itu sejenak dan mengangguk, menunggu kelanjutan dari omangan pria tersebut. "Mereka senang karena Bocchama sudah menyelesaikan tugas pertama dengan baik. Kedatangan saya adalah untuk member tahu korban selanjutnya untuk tugas anda yang kedua." Ucapnya sambil menyerahkan sebua poto dan kertas yang berisikan identitas dari 'korban' tersebut. Perlahan matanya membaca dan menyerap pengertian setip kata yang tertera di kertas tersebut. Namun, pada saat melihat poto yang diterimanya tadi, matanya melebar dengan ekspresi terkejut. Pelayannya yang merasakan perubahan mimik wajah tersebut terlihat bingung, "Bocchama, apa ada yang salah?" tanyanya kearena merasa khawatir dengan tuan mudanya. Pria itu hanya menggelengkan kepalanya dan mengembalikan ekspresi stoic-nya.

"Baiklah, kapan aku harus menyelesaikan tugas ini?" tanyanya sembari mengalihkan pandangannya dari poto tadi ke wajah pelayannya. "hari ke-20, tepatnya pukul 12.20, Bocchama." Ucapnya seraya membungkukkan badan. 'cih, enam hari lagi ya' batinnya, kemudian dia melihat jam tangan yang teepajang di atas TV-nya. 'tidak, sepertinya lima kurang dari enam hari, melihat sekarang sudah menunjukkan pukul 3 lewat' batinnya lagi. Kemudian dia menghela napas dan mengucapkan terima kasih kepada pelayannya. Pelayannyapun membungkukkan diri dan segera hilang dari pandangannya.

"Gadis cantik yang sombong—"

"—sepertinya hidupmu tidak lebih dari lima hari. Kuharap kau segera membuat kenangan yang berharga untukmu daripada kau menyesal. Ku doakan kau dapat bersenang-senang dengan hari-hari terakhirmu. Hmm… seperti apa ya hari kematianmu? Apakah baik-baik saja? Hmm, tapi melihat sikapmu yang baik diluar dan busuk di dalam itu—kematianmu nampaknya akan menyedihkan."

Dia memejamlan matanya sejenak, "Give me your best and do no ever let me down, oke?" ucapnya sambil menatap langit kelam yang bertabur bintang. Saat cahaya bulan menerpa wajahnya, terlihat jelas seringaian terukir di wajahnya.

.

.

.

To Be Continued