Avari. Salah satu ras Elf yang paling primitif dan tradisional. Di hutan besar Orome mereka tinggal. Jika mencari pekerjaan diluar desa, paling tinggi jabatan yang diberikan adalah Pengantar Pengantar Barang. Dan orang Avari yang menerima tugas itu akan menaikkan status keluarganya di desa, karena menjadi kepercayaan bangsa Noldor yang berpendidikan dan kulturnya kompleks.

Hari itu seorang pembawa pesan raja Finwe datang ke desa. Seorang ellon dengan seragam kerajaan Tirion dan kuda biakan bangsa Noldor berdiri gagah di tengah kerumunan. Mereka semua penasaran dan terkagum-kagum dengan kuda biakan besar itu. Sang pembawa pesan turun dari kudanya. Dia membuka gulungan dengan stempel merah Tirion dan tulisan Tengwar khas bangsa Noldor.

"Saudaraku, kaum Avari. Dengarlah pengumuman Baginda Finwe yang ditujukan untuk desa ini! Jika kalian memiliki anak, kakak, adik, maupun kerabat yang belum terikat dan telah memasuki kedewasaan, maka ajukan mereka atau diri kalian sendiri untuk mendapatkan kehormatan menjadi bagian dari kerajaan Tirion. Bagi mereka yang bersedia, maka segala keperluan dan kebutuhan keluarganya di desa akan ditanggung kerajaan. Mereka yang ikut akan berkumpul di balai desa sebelum cahaya Telperion muncul. Bawalah perbekalan seperlunya untuk perjalanan dua minggu."

Orang-orang bergumam semangat. Ini satu-satunya kesempatan mereka menaikkan hidupnya. Sebuah kebanggaan bagi masyarakat pedalaman jika ada keluarganya bekerja di kerajaan seagung Tirion. Mereka telah melihat salah satu keluarga yang putranya bekerja sebagai tukang kebun istana kini hidupnya makmur, karung-karung gandum, pakaian bagus dan permata datang tiap tiga bulan sekali sebagai upahnya.

"Kau dengar itu?!" Seru Darish pada putrinya. "Kebetulan sekali kau baru masuk usia dewasa. Ini sebuah pertanda, Narwen! Kau akan mengubah kehidupan Kita!"

Narwen menatap ayahnya dengan ragu, "Tapi adar, aku dengar orang Noldor sangat sombong dan merendahkan kita. A-aku takut tidak akan betah disana."

Beberapa orang yang bekerja di Tirion setahun sekali pulang. Mereka sering berkisah tentang kekayaan dan kemegahan kota kerajaan itu. Beberapa diantaranya menceritakan kultur masyarakat Noldor yang memiliki kebudayaan tinggi dan terpelajar.

Darish memeras bahu putrinya, "Kita adalah Avari. Jika kita bisa bertahan hidup ditengah hutan begini, maka hidup di kota pasti tidak akam terlalu buruk, kan? Memang aku juga mendengar kesombongan orang Noldor terutama pada kaum kita. Tapi acuhkan saja mereka. Karena mereka tidak sadar bahwa mereka sangat membutuhkan Kita."

Nada bicara Darish penuh simpati dan juga harapan. Bagi kaum Avari yang terbelakang dan polos, janji-janji yang diberikan jika menjadi pelayan istana sangat menggiurkan. Seakan itu adalah lentera untuk mencerahkan masa depan mereka. Tapi Narwen tidak begitu melirik tawaran itu. Dia mencintai desa dan hutannya, dia mencintai kebebasan mandi di sungai jernih dan dingin, menjelajahi hutan hijau dengan serigala peliharaannya, dan melompat dari satu pohon ke pohon lain. Dan prospek tentang hidup di kota, bahkan istana, yang tertutup bagaikan burung dalam sangkar emas. Tidak menarik sama sekali.

Namun dia melihat mata adarnya yang memohon, panen perkebunan musim ini tidak sebanyak sebelumnya, hewan-hewan makin sulit diburu, sehingga persediaan makanan tidak akan cukup sampai musim dingin nanti.

Narwen menghela napas, "Tapi jika aku tidak betah? Apa aku boleh pulang?"

Darish tersenyum lembut, "Bagaimana jika kau mencoba dulu setahun disana? Setelah itu saat kau pulang kesini bersama yang lainnya, kau boleh memutuskan akan kembali kesana atau tidak."

"Ah ya! Itu ide bagus adar! Aku akan melihat apa aku cocok disana atau tidak."

"Jadi kau setuju?" Tanya Darish.

Narwen mengangguk semangat, "Ya, tentu. Lagipula aku juga penasaran, dari kecil Paman Raimer selalu menceritakan kota itu."

Helaan napas keluar dari mulut Darish. Dia berharap upah putrinya akan cukup untuk istri dan putranya yang baru lahir, Daego. Setidaknya jika dihitung-hitung akan cukup sampai tujuh kali musim dingin. Selama itu dia akan coba menanam anggur di kebunnya dan memagarinya agar kambing hutan tidak bisa masuk. Dia mendengar orang Noldor sangat menyukai wine, mungkin dia bisa menjual anggur pada produsen wine disana. Yah, itu sudah lumayan.

"Ini tunik untuk musim dingin, memang agak kusam, tapi setidaknya masih kayak pakai." Kata Nenna, ibu nya Narwen sambil memasukkan kain kedalam tas. Dia keluar kamar dan kembali lagi dengan sebuah gaun biru, motifnya sederhana. "Ini gaun yang dibuat Nenekmu untuk upacara pengikatanku dan adarmu. Bawa ini, sangat penting kalau ada perayaan disana."

Narwen memutar bola mata, "Naneth, aku hanya pindah selama setahun. Bukan selamanya."

Nenna mengibaskan gaun itu ke kepala putrinya dengan jengkel dan Narwen mengaduh, "Kau ini. Jarang-jarang kita dapat kesempatan begini. Kau tahu kan semakin lama makanan makin sulit dicari, cobalah beradaptasi disana. Setidaknya lakukan ini untuk adikmu."

Nenna menggendong bayinya pada Narwen, "Lihatlah dia. Kasihan sekali jika dia sampai kelaparan karena kakaknya malas bekerja." Daego terkekeh, suaranya menggemaskan, "Apa? Kau mau tiapa hari sarapan dengan roti keju dan susu?" Tanya Nenna pada Daego, menyindir Narwen. "Ya, tenang saja. Kakakmu yang cantik akan memberikannya untukmu. Iya kan Narwen?"

Narwen memutar bola mata untuk yang ke sekian kalinya. "Ya." Jawabnya malas.

Ibunya langsung berseri-seri dan menaruh Daego di kasur. Dia melanjutkan aktivitasnya menjejal segala Jenis pakaian terbaik dalam tas. Narwen hanya duduk pasrah melihat antusiasme ibunya. "Nak, ingat kanapa yang kau lakukan untuk membuat rambut keriting?"

Narwen menarik napas, "Menggulungnya dengan kain basah semalaman."

"Bagus." Jenna berpikir lagi, "Disini ada ramuan jika kau ingin keritingannya tahan lama. Dan jika sudah selesai, pakai yang di botol biru untuk meluruskannya dengan cepat. Dan-dan..." Suaranya makin mengecil dan menghilang. Narwen melihat punggung ibunya terisak dan seketika dia merasa sedih.

"Naneth..." Gumam Narwen, membalikkan tubuh ibunya agar menghadap dirinya. Dia melihat air mata mengalir di pipi ibunya.

"Maafkan aku dan adarmu." Kata Nenna, memeluk Narwen. "Kami tidak punya pilihan lain. Maaf memberimu beban ini..."

"Tidak naneth, aku senang bisa membantu kalian. Nanti aku akan berusaha betah disana. Lagipula aku tidak sendirian..."

Pada Zaman Pertama penciptaan Arda, Eru Illuvatar sang Pencipta menumbuhkan dua pohon cahaya yaitu Laurelin yang bercahaya kuning dan Telperion yang bercahaya putih. Tidak ada matahari dan bulan saat itu, hanyalah langit bertabur bintang-bintang Varda. Dan tiadapula siang dan malam, semuanya ditentukan oleh pergantian cahaya dari two-trees yang menyinari langit Valinor.

Dahulu sekali saat bangsa Eldar pertama dibangkitkan di pesisir Cuivilien, Valinor dan Endor (Middle-earth) adalah satu benua. Disinari cahaya dua menara buatan Valar Aule. Namun Melkor / Morgoth berhasil menghancurkan dua menara itu, membuat kegelapan tiba-tiba menyelimuti Arda. Peperangan besar-besaran antar Valar menjadi kiamat pertama di Arda, ombak bergulung setinggi pohon mallorn, tanah retak dan gunung runtuh, hingga puncaknya benua itu terbagi menjadi dua dan Melkor berhasil dikurung para Valar di Dunia Hampa.

Setelah kehancuran dua menara itu, akhirnya melalui kekuatan Eru, Valar Yavanne sang penjaga hutan menumbuhkan dua pohon di benua Valinor. Meskipun kini cahayanya tidak pernah sampai ke benua seberang, membuat langit Endor terus menerus gelap. Itulah sebabnya Eldar yang masih berada di Endor dijuluki Moriquendi atau Elf Kegelapan. Karena mereka tidak pernah melihat cahaya Two-trees.

Hari itu cahaya kuning di langit menandakan Laurelin telah bangun. Sebuah kereta kencana terisi penuh delapan orang Avari. Tiga elleth dan lima ellon. Setengah lusin prajurit dikirim dari Tirion sebagai pengawal dan pengawas.

Narwen berbincang seru dengan sahabatnya, Amareth, yang juga tidak sabaran melihat dunia diluar hutan Orome. "Dan pamanku bilang, gerbang kotanya saja terbuat dari emas dan permata! Orang-orang disana sangat cerdas, mereka bisa membaca buku tebal." Kata Amareth.

Salah satu ellon yang juga ada di kereta kencana, menambahkan. "Aku juga dengar prajurit Tirion adalah prajurit terhebat di Valinor! Badan mereka besar-besar dan berotot!"

Roda kereta tidak sengaja tersandung batu, membuat delapan orang itu melonjak dari kursinya. Amareth memegangi bokongnya, meringis, "Ohh aku tidak tahu sampai kapan akan tahan di kereta ini."

"Inilah resikonya hidup di pedalaman, jauh dari manapun. Tapi aku bertaruh semua ini akan terbayar saat kita sampai di Tirion." Kata elleth berambut coklat di sebelahnya.

Amareth cekikikan geli, "Ohhh aku penasaran bagaimana ellon-ellon Noldor disana. Katanya pangeran Feanor adalah ellon tertampan diantara para Eldar, sayang sekali dia sudah menikah. Tapi kabar baiknya, dia punya tujuh putra yang mewarisi ketampanannya juga!"

Kelima ellon memutar bola mata. Elleth yang duduk di sebelah Amareth mencodongkan badannya ke depan dengan wajah serius dan berbisik, "Meskipun mereka tampan, tapi kabarnya keluarga mereka tidak wajar. Maksudku, biasanya kaum Eldar hanya cukup punya dua anak. Dan kabarnya, kelima putra pangeran Feanor adalah penyimpangan."

Ketujuh elf lain hening seketika dan elleth tadi makin mengecilkan suaranya agar prajurit berkuda di luar kereta tidak mendengar percakapannya. "Katanya, hanya dual anak pertamanya yang normal...Tuan Maitimo dan Tuan Cano. Saat putra ketiganya, Tuan Tyelco lahir, mereka sangat bahagia karena ketampanan Tuan Tyelco paling dibanggakan di istana Finwe. Tapi dia dibilang berwajah dua, seperti iblis bertubuh malaikat..."

"I-iblis?" Tanya Narwen, dia tidak tahu kaum Eldar bisa mempunyai sisi gelap.

Elletg tadi mengedikkan bahu, "Entahlah, tapi katanya dia selalu menggunakan pesonanya untuk menjerat orang lain. Seperti perayu ulung, siapapun yanv mendengar suara, mata, dan tubuhnya akan terhipnotis dan mengikuti perintahnya, mereka bahkan tidak menyadarinya sama sekali..."

Narwen dan Amareth bergidik, kelima ellon lainnya hanya diam penasaran. "Kemudian yang keempat?" Tanya seorang ellon.

"Yang keempat adalah Tuan Carnistir. Ini yang harus kalian antisipasi." Katanya, matanya merujuk kelima ellon di sekelilingnya. "Dia sangat kejam, tidak pernah tersenyum, dingin dan kata-katanya seperti pedang. Pamanku berkata jika marah, dia akan meminta seorang ellon datang ke kamarnya dan dia akan menghajar ellon itu sampai sekarat."

Kelima ellon tadi langsung memucat, saling memandang dengan nervous satu sama lain. Ellon berambut coklat yang wajahnya lugu, hampir ingin kembali lagi ke desanya. "Dan...dan apa yang terjadi pada korbannya itu?" Tanyanya denga suara kecil.

Elleth tadi meringis, "Tentu saja mereka akan lansung jadi pasien Healing Centre. Dan Tuan Carnistir biasanya mengancam jika sampai ada orang yang tahu, maka keluarga ellon malang itu akan dihancurkan."

Angin dingin tiba-tiba masuk dari jendela jeruji kereta, menghempas delapan orang di dalamnya. Setiap jarak yang ditempuh semakin mendekatkan mereka ke Tirion, tapi kini meraka merasa seolah sedang digiring ke neraka.

"Pangeran yang kelima, Tuan Atarince, dia adalah replika persis Pangeran Feanor. Tapi sayangnya, dia memiliki seluruh sisi gelap Pangeran Feanor."

"Maksudmu? Sisi gelap apanya? " Tanya ellon yang duduk di dekat jendela.

"Dia bagian jahat Feanor. Kecerdasannya digunakan untuk menyesatkan orang, ucapannya sangat meyakinkan dan seperti Tuan Tyelco, ketampanannya digunakan untuk menjerat para elleth. Berhati-hatilah kalian..." Dia memperingatkan kepada du elleth di sampingnya, "Dia sangat... mesum. Bersama Tuan Tyelco, dia sering menjerat wanita-wanita untuk bersetubuh, dengan cara yang kasar."

"Kasar? Bukankah bersetubuh harus dilakukan dari hati ke hati?" Tanya Narwen.

Elleth tadi bergidik,"Menurut kabar yang kudengar, Tuan Atarince memiliki kamar rahasia di basement mansion keluarganya. Tempat itu sangat gelap dan tertutup. Elleth yang menjadi incarannya akan dia masukkan ke kamar itu dan disana mereka..." Elleth tadi tidak sanggup melanjutkan. "...dan bukan hanya satu elleth, Tuan Atarince biasanya membawa dua sampai tiga elleth semalam."

Mendengar itu Narwen merasa ngeri, jijik, dan pening. Dia selama ini tumbuh dan dididik dengan lingkungan yang ketat dan menjunjung kesopanan. Dia tidak menyangka kaum Eldar juga bisa ternoda seperti itu.

"Terkadang disana juga Tuan Tyelco membawa elleth yang digodanya untuk bersetubuh, dan elleth-elleth yang habis dari kamar iti biasanya akan menghilang selama seminggu sebelum muncul lagi. Tapi mereka tidak mengingat apapun yang terjadi, yang mereka ingat adalah mereka terbangun di tengah hutan dan mencari jalan sendiri kembali ke mansion." Lanjut elleth tadi.

"Lalu, kalau tidak ada yang mengingat apapun? Dari mana datangnya rumor seperti itu?" Tanya Narwen penasaran.

Elleth tadi menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu, tapi elleth-elleth itu mengingat ada pria berambut hitam atau pirang. Aku yakin yang berambut Hitam adalah Tuan Atarince dan yang pirang adalah Tuan Tyelco. Hanya mereka berdua yang cocok terlebih reputasi mereka seperti itu. Tapi sampai sekarang, tidak ada bukti apapun untuk menuduh mereka."

Keheningan merayapi kabin kereta itu, hanya terdengar derap kaki kuda dan suara rods yang menggilas tanah. Sampai akhirnya ellon yang duduk didekat pintu bertanya, "Dan putra yang lainnya?"

"Yang terakhir adalah Tuan Telvo dan Tuan Pityo, mereka kembar dan masih elfling jadi kepribadiannya belum terbentuk. Aku tidak tahu jika mereka sudah dewasa akan jadi seperti apa. Karena semakin kebawah, anak-anak Feanor tampaknya semakin menyimpang dan tidak wajar. Dan mendengar perilaku Tuan Atarince, aku tidak bisa membayangkan bagaimana jika kembar Ambarussa itu jadinya nanti."

"Aku berharap pekerjaanku tidak membuatku berdekatan dengan orang-orang itu." Humam Narwen.

Amareth menghela napas, "Aku juga. Aku berharap akan ditempatkan di mansion pewaris Tirion lain. Seingatku Raja Finwe mempunyai empat anak lagi dari pernikahannya yang kedua."

Elleth disebelahnya menatap mereka berdua tajam, "Berhati-hatilah dengan apa yang kalian inginkan. Itu bisa berbalik arah pada kalian." Tegurnya. Narwen dan Amareth mengangguk.

Setelah berhari-hari, pepohonan hijau berganti menjadi padang rumput yang luas. Rombongan perjalanan sesekali berhenti berisitirahat sampai cahaya Telperion meredup. Lama-kelamaan pemandangan beralih kembali menjadi pepohonan, namun kali ini pepohonannya tidak selebat di hutan Orome.

"Kita sudah memasuki wilayah Tirion. Besok kita akan melihat gerbang kotanya." Kata Sang pembawa Pesan.

Calon-calon pelayan istana itu merasa lega. Punggungnya sangat pegal terus-terusan duduk dalam kereta. Terlebih jika jalanannya kasar, mereka akan terlonjak-lonjak seharian. Para prajurit itu ternyata memilih jalan pintas, mereka tidak sabar terlepas dari tugas membosankan ini dan mereka tidak peduli jika pilihan jalannya membuat penumpang kereta pengangkut menderita.

"Aku melihat Menara Mindon!" Seru Amareth, tangannya menunjuk keluar jendela. Ketujuh orang lainnya berebutan mengintip dari jendela sebelah kanan membuat kereta tidak seimbang. Seorang prajurit menendang dengan keras dinding kereta dari luar. Dan mereka segera kembali ke bangkunya.

Salah satu ellon berwajah manis dan lugu menelan ludah, "Aku merasa deg-degan. Aku- aku tiba-tiba ingin pulang." Katanya terbata-bata. Elf lainnya merasa simpati dan menepuk bahu ellon itu.

"Semua akan baik-baik saja." Kata Narwen. Saat mengucapkannya dia merasakan sensasi tidak menyenangkan di perutnya, dan itu biasanya terjadi ketika hal buruk akan menimpa dirinya. Tapi ia segera singkirkan firasat itu, jika kau menjauhi masalah maka tidak akan ada masalah yang mendatangimu.

Iya kan?