Naruto © Masashi Kishimoto

Rate : M

Pairing : NaruSaku

Warning : OOC Akut. Gaje. AU. MISTYPO. Dan segala macam kesalahan lain yang ada di dalamnya.

Gak suka gak usah baca..:)

Don't read it if you don't like it, don't bash..^^

Happy Reading...

.

.

Seducing You © Raye. Harrogath

Beta-reader/Editor © HzL

.

.

.

.

"Selamat pagi Sakura-chan. Pagi ini cuacanya terlihat cerah dan menenangkan ya..."

Itulah kalimat sapaan yang terdengar oleh Sakura pada pagi hari ketika ia baru saja menghidupkan komputernya. Ia berusaha menahan rasa amarah yang tiba-tiba muncul mendengar kata sapaan, yang dilontarkan oleh pria tak berperasaan yang merangkap sebagai bosnya. Mendongakkan kepalanya dari layar komputer di hadapannya, ia bertatapan dengan pemilik mata berwarna sapphire indah yang sedang tersenyum sensual. Tak jauh di belakangnya, seorang pria berjalan ke arah mereka tampak sibuk berbicara dengan seseorang di ponselnya.

Sakura mengalihkan pandang lagi kembali kepada si pria berambut pirang, yang merupakan bosnya itu. Namikaze Naruto. Pria berusia 29 tahun, pimpinan Uzumaki Group sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan, dan properti itu tersenyum ceria. Dan Sakura bisa menebak hal apa yang mampu membuat sang bos terlihat senang.

"Dobe." Pria yang berada di belakang Naruto, yang diketahui Sakura sebagai Uchiha Sasuke, berjalan mendekati Naruto dengan raut wajah serius. Orang yang dulu sempat membuatnya jatuh hati, sebelum pada akhirnya ia tahu bahwa pria itu telah memiliki tunangan.

Sakura memperhatikan dari balik kacamata frame tipisnya, Sasuke membisikkan sesuatu yang ditanggapi dengan raut wajah tak kalah serius oleh Naruto, sebelum akhirnya pria itu berbalik, dan meninggalkan mereka semua.

Naruto memandangi kepergian Sasuke selama beberapa saat, sebelum pada akhirnya kembali memandang Sakura dengan senyum cerah terpasang di wajahnya.

"Selamat pagi, Namikaze-san." Jawab Sakura dengan nada manis.

Naruto melambaikan tangannya. "Ayolah Sakura-chan. Berhentilah memanggilku secara formal begitu." Keluhnya.

Sakura berharap ia memakai kacamata hitamnya, dan bukannya kacamata sehari-hari seperti sekarang ini agar ia kebal dari pesona Naruto. Tak dapat dipungkiri, pesona sang bos akhirnya mampu meruntuhkan tameng yang dibangunnya. Hanya saja, kelihatannya ia akan mengalami patah hati untuk yang ketiga kalinya, karena sang bos tak menunjukkkan tanda ketertarikan yang sama padanya.

Oke, Naruto memang selalu menyapanya dengan ramah, memperlakukannya dengan baik, tersenyum padanya, dan hal-hal lain yang mungkin dipikirkan dapat membuat seorang wanita berpikir bahwa sang pria tertarik padanya. Tapi, Sakura tahu dengan jelas kenapa ia melakukan itu. Tentu saja karena ia adalah pegawai kepercayaannya. Tangan kanannya. Lagipula, dengan para model, ataupun bintang film yang mengelilingi putra kebanggaan pasangan Namikaze Minato dan Kushina itu, Sakura jelas bukanlah pilihan utamanya untuk diajak bersenang-senang.

Sakura lagi-lagi merutuki dirinya yang kelihatannya selalu saja jatuh cinta pada orang yang salah. Ia masih ingat dengan cinta pertamanya yang terjadi pada masa sekolahnya. Sosok Sabaku Gaara yang begitu mempesonanya. Dengan rambut merah menyala, dan tatapan mata tajam begitu membuatnya bertekuk lutut. Sayang sekali Gaara meninggalkannya, hanya karena Sakura lebih memilih mementingkan sekolahnya daripada membolos bersama pria itu.

Hey, jangan salahkan dia jika lebih mementingkan sekolahnya. Ia tak berasal dari keluarga yang memiliki banyak uang, beasiswa adalah satu-satunya hal yang mampu membuatnya bertahan di sekolah elite itu. Jadi tentu saja, Sakura tak ingin mengambil resiko kehilangan kesempatannya untuk melanjutkan sekolahnya.

Pada masa kuliah, ia sama sekali tak sempat memikirkan masalah percintaan. Hidupnya hanya fokus pada dua hal, menyelesaikan pendidikannya, dan bekerja paruh waktu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Penuh perjuangan, yang membuatnya menjadi wanita tegas yang tak mudah menyerah. Bukan berarti saat itu dia menjauhkan diri dari pria seutuhnya.

Beruntung pada waktu itu ia bertemu dengan Senju Tsunade, salah satu langganan tetap di cafe tempat Sakura bekerja paruh waktu setelah tamat kuliah, dan wanita itu terlihat menyukainya, sehingga menawarinya pekerjaan untuk menjadi asisten pribadi merangkap sekretaris cucu kesayangannya, yang tentu saja tak mungkin ditolaknya.

Ia bekerja langsung di bawah Namikaze Naruto, pria ramah yang ia anggap sering menganggap enteng masalah, dan terlalu santai. Tentu saja, bukan berarti pria yang lebih tua 3 tahun darinya itu tak memiliki momentnya sendiri untuk bersikap serius. Ada kalanya ia bersikap serius, meskipun kesempatan seperti itu dapat dihitung dengan jari. Selain dari itu, ia terus-menerus menghabiskan waktunya dengan membuat Sakura gerah karena marah atau malu, atau berkencan.

Dan disanalah Sakura bertemu dengannya. Uchiha Sasuke, sang pengacara tampan yang menjadi sahabat dekat Namikaze Naruto, dan bertanggungjawab atas segala permasalahan hukum di perusahaan itu, meskipun pria itu memiliki firma hukumnya sendiri.

Oke, siapa sih yang tak akan tertarik pada pria itu. Dengan gayanya yang serius dan tak banyak bicara, begitu kontras dengan Naruto yang begitu cerah menyilaukan. Sasuke bagaikan kegelapan malam, yang mampu membuat seseorang tertarik akan kesan misterius yang ditimbulkan. Tentu saja jangan lupakan nama besar yang disandangnya. Uchiha. Selain itu wajahnya yang tampan, meskipun dengan gaya rambut yang seperti pantat bebek itu, merupakan salah satu poin tambahan yang mampu membuat Sakura bergerak tak nyaman di kursinya setiap kali bertemu dengannya.

Awalnya Sakura berpikir ia memiliki kesempatan untuk mendapatkan pria itu. Lagipula pengacara pasti menyukai wanita yang pintar, dan mandiri kan? Yah, setidaknya itu yang dikatakan oleh Sasori, sahabatnya. Kalau begitu, Sakura jelas memiliki kriteria itu. Ia pintar, tentu saja, jika tidak dia tak mungkin mampu mempertahankan posisinya di perusahaan ini. Mandiri apa lagi. Ia sudah terbiasa mengurus dirinya sendiri sejak usia belia. Ia bukan gadis manja yang bisanya merengek menuntut dibelikan barang-barang tak berguna. Dan ia tak merasa dirinya jelek. Yah, mungkin ia memiliki warna rambut yang tak biasa, tapi setidaknya ia tak seperti wanita-wanita lain yang berpakaian serba irit, dan memamerkan tubuh mereka. Seseorang seperti Uchiha Sasuke pasti tak akan menyukai itu kan?

Dan tentu saja, berbekal kepercayaan diri tinggi, Sakura mencoba mendekati pria itu. Apapun yang ada dalam pikiran kalian tentang cara Sakura mendekati Sasuke sebaiknya singkirkan. Ia tidak mendekati pria itu dengan agresif, tentu saja. Hanya berawal dengan sapaan singkat, dan menawarkan minum setiap kali pria itu datang berkunjung. Itu saja. Rasanya Sakura ingin sekali menghantamkan kepalanya berulang kali ke meja jika mengingat hal itu lagi.

Meakipun demikian, usahanya kelihatannya membuahkan hasil. Sasuke mulai berbincang dengannya sembari menghabiskan waktu, jika ia terpaksa menunggu kedatangan Naruto. Dan ia merasa sangat bahagia karena Sasuke menganggapnya sebagai teman mengobrol yang baik. Biar bagaimanapun itu merupakan langkah awal yang baik, bukan?

Tentu saja, perasaannya yang berbunga-bunga itu luput dari pengawasan tajam Naruto, yang selalu mencoba mengganggunya setiap kali pria itu melihatnya tertawa ketika berbincang dengan Sasuke. Tetap saja ia mengacuhkannya.

Hingga sang bos memberitahunya secentil info tentang kehidupan pribadi Sasuke. Adegan itu masih terbayang jelas dalam ingatannya. Siang hari, sesaat sebelum makan siang. Naruto yang baru saja keluar dari ruangannya menghampirinya. Mengatakan padanya bahwa ia ingin pergi membeli hadiah yang akan ia berikan kepada Sasuke sebagai hadiah pertunangan. Menjelaskan secara tak langsung padanya, bahwa sosok tampan itu telah menjalin komitmen dengan seseorang.

Sakura tak peduli, awalnya, toh mereka baru bertunangan. Masih ada kesempatan. Namun, begitu melihat cincin yang melingkar di jari manis Sasuke, ia tahu ia tak akan bisa mendapatkannya. Sasuke telah memantapkan pilihan, dia bukan tipe pria yang akan berubah pikiran begitu saja.

Dan Sakura pun mundur. Ia tak ingin berharap lebih jauh lagi kepada orang yang sedari awal tak pernah memberinya kesempatan. Tapi, hal itu memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Jika kau bertemu sosok yang membuatmu patah hati, tanpa memiliki alasan untuk menghindar, menurutmu bagaimana? Tentu saja mau tak mau kau harus menghadapinya. Untunglah Sakura pemain sandiwara yang hebat. Meskipun ia menangis darah di dalam, ia mampu bersikap profesional setiap kali bertemu dengan Sasuke.

Nah lalu bagaimana mungkin ia jatuh cinta pada Namikaze Naruto? Apa yang menyebabkan ia jatuh cinta pada Sang Bos genit itu?

Bagaimana kalau fakta bahwa mereka bertemu setiap hari? Selalu menghabiskan waktu bersama? Bersilat lidah membalas argumen dari masing-masing pihak dengan kekeraskepalaan yang seimbang?

Atau fakta bahwa Naruto bukan hanya seorang bos. Ia juga menawarkan hubungan persahabatan pada Sakura, tak peduli bahwa wanita itu lebih muda darinya. Meskipun sebenarnya tetap saja Naruto tak tahu apapun tentangnya, dan masih menganggap Sakura sebagai sosok dingin. Perawan dingin tepatnya.

Dan Sakura sangat bersyukur karenanya. Pria itulah yang membantunya secara tak lansung mengatasi patah hati yang dirasakannya karena cinta tak berbalas. Pria itu jugalah yang memberitahu bahwa hubungan pertunangan Sasuke, dan wanita yang bersamanya itu tak semulus yang dia bayangkan.

Tapi hal itu tak berarti apapun bagi Sakura. Karena ia jelas telah menemukan objek baru bagi afeksinya. Yang sayangnya, mungkin akan kembali berakhir dengan sia-sia.

Sosok itu tentu saja Namikaze Naruto. Mungkin banyak yang akan mengatakan bahwa dia terlalu mudah beralih hati. Terlalu mudah untuk jatuh cinta. Tapi, salahkah dia? Jika dia terus menerus bertemu dengan seorang pria tampan, yang selalu memperlakukannya dengan baik, yang selalu mencoba menyenangkannya terutama setelah dia patah hati, tentu saja akan ada setitik perasaan yang mau tak mau muncul.

'Sayang, aku hanyalah sesosok asisten pribadi yang bisa diandalkan', pikirnya getir. 'Jika saja aku memiliki dada yang besar, dan bukannya jidat yang lebar, mungkin dia baru akan memperhatikanku'.

Bekerja selama dua tahun, membuat Sakura telah mengenal baik pria itu, meskipun Naruto tak bisa mengatakan hal yang sama tentangnya. Ia selalu bersikap tertutup tentang masalah pribadinya. Sudah cukup memalukan bahwa sang bos mungkin mengetahui perasaannya terhadap teman baiknya. Ia tak perlu tahu tentang perasaan terbaru Sakura, dan membuat segalanya menjadi aneh.

"Oh baiklah, Naruto-sama." Kata Sakura mengalah.

Namikaze Naruto. Pria yang sedang berada di puncak kesuksesannya itu tertawa lebar. "Ayolah, Sakura-chan. Sedikit bergembira tak ada salahnya."

Oh yeah. Sakura tentu saja akan gembira karena Naruto menambahkan suffiks 'chan' di belakang namanya jika saja ia tak mengetahui dengan jelas alasan Naruto yang bersikap ceria seakan baru memenangkan lotre.

Wajah ceria. Suara yang penuh kepuasan maskulin. Dan komentarnya tentang cuaca sudah cukup menjelaskan bahwa pria itu mengalami malam yang hebat. Dan Sakura kembali merasa jengah, menyadari bahwa ia kembali menjadi sosok wanita yang luput dari perhatian para pria.

"Aku bergembira." Jawab Sakura. "Lihat senyumku." Dan ia tersenyum palsu.

Naruto menggeleng. "Sayang, berhenti. Kau terlihat mengerikan dengan senyum palsumu." Katanya terkekeh. "Mengingatkanku pada sepupu Sasuke."

Sakura mengacuhkannya dan mengambil map berwarna merah dari berbagai tumpukan map yang telah tersusun rapi di mejanya. Ia berdiri sewaktu melihat pria itu membuka pintu masuk ruangannya, dan berjalan mengikutinya.

"Sejak kapan kau menyamakanku dengan orang lain?" Gerutu Sakura. "Kupikir aku tak ada duanya?"

Naruto tertawa, ia menoleh. Matanya berkilat jahil.

"Ouch. Dan si ratu sinis kembali menyerang. Sakura ... Sakura ... Apa yang akan kulakukan tanpamu?" Ia menggelengkan kepalanya, dan duduk di kursi kerja mahalnya.

Sakura mendengus. "Banyak. Menghabiskan waktumu dengan hal tak berguna salah satunya. Atau mungkin menyiksa penggantiku."

"Menyiksa pengantimu?" Ulang Naruto tak percaya. "Kami-sama, Sakura-chan. Apakah itu berarti selama ini aku menyiksamu?"

Sakura hanya mengangkat bahu. "Tanpa kau sadari, meskipun aku yakin kau sadar sepenuhnya waktu melakukan itu."

Naruto kembali tertawa. "Nah nah, dan kau kembali mengajakku berdebat."

"Aku hanya mengatakan kenyataan, baka. Seharusnya dengan seluruh tugas yang harus kulakukan, aku pantas mendapatkan kenaikan gaji."

Naruto menyandarkan badannya di kursi. "Pernahkah ada yang mengatakan padamu bahwa kau itu mata duitan, Sakura-chan?"

"Wanita itu punya banyak kebutuhan, Naruto-sama." Jawab Sakura santai sambil meletakkan arsip di meja pria itu. "Dan lagi aku tak percaya dengan yang namanya gratisan. Nah, kau perlu memeriksa arsip ini selagi membalas email. Apakah ada hal lain yang kau butuhkan?"

Naruto mengambil arsip di meja itu, membukanya dengan malas, lalu melemparnya lagi ke meja.

"Ck. Ck. Ck. Padahal aku ingin memberimu tiket ke acara amal malam ini." Kata Naruto dengan penuh sesal.

Sakura memicingkan matanya. "Gratis?" Tanyanya. "Kau tidak mengharapkan apapun dariku, kan? Menjadi penyelamat apapun masalah yang akan terjadi nanti, misalnya?"

"Kau tahu, ucapanmu itu benar-benar menusuk hati. Apakah aku sejahat itu?"

Sakura jelas-jelas menjawab tanpa ragu sembari bersekap. "Hn."

Membuat ujung mata Naruto berkedut. Persis sekali dengan Sasuke. Membuatnya mau tak mau teringat pada si pantat ayam itu.

"Tidak ada syaratnya." Katanya dengan nada nada tersindir. "Aku tulus memberimu tiket itu."

"Tiket itu seharga apartemen yang kusewa selama sebulan. Dan kau mengharap aku percaya semudah itu?" Balas Sakura dengan nada tak percaya.

"Kenapa kau tak percaya saja sih?" ia berkata dengan jengkel sambil memijit ujung hidungnya. "Aku tak punya maksud apapun. Anggap saja itu sebagai hasil kerja kerasmu selama ini."

Dan Sakura kehilangan kata-katanya. Matanya terbelalak kaget. "Serius?"

Raut wajah Naruto tampak tersinggung. "Aku tak pernah main-main jika menyangkut hal seperti ini, Sakura-chan."

"Ah ... Aku ..." Sakura terdiam. "Te-terima kasih Naruto-sama. Ah, aku sudah tak sabar lagi untuk bersantai dan bersenang-senang malam ini kalau begitu." Ia menambahkan dengan nada gembira, meskipun di hatinya masih terbersit rasa curiga.

Kenapa Naruto mau memberikan tiket mahal seperti itu cuma-cuma kepadanya? Kalau hanya masalah kerja keras, ia sudah mendapatkan gaji yang lebih jauh dari kata sepadan. Jadi pasti bukan itu. Kepala Sakura mendadak terasa pening memikirkan hal maksud tersembunyi Naruto.

Raut wajah Naruto yang tiba-tiba terlihat begitu ceria semakin memperkuat keyakinan Sakura.

"Jadi, siapa yang akan kau ajak?" Tanya pria itu dengan nada santai.

"Teman." Jawab Sakura cepat. Terlalu cepat malah.

Naruto menyeringai. "Teman pria?"

"Ada masalah dengan hal itu?" Sebelah alis Sakura terangkat. Matanya berkilat berbahaya. Apa Naruto sedang berpikir bahwa Sakura tak punya teman pria sama sekali? Apa pria itu berpikir ia bahkan tak memiliki ketertarikan seksual?

"Tidak. Senang mendengarnya." Jawab Naruto sembari bersiul. "Karena selama ini kau tidak pernah diantar jemput seorang pria, kupikir kau tak punya pacar."

Dan itu mungkin saja karena sang pria sedang terlalu sibuk bekerja daripada mengantarku."

"Ah, itu menyedihkan." Naruto menggelengkan kepalanya. "Seorang pria, setidaknya wajib mengantar jemput kekasihnya selagi dia bisa."

"Dan bagaimana kalau sang kekasih sendiri yang menolak karena ia terlalu mandiri untuk sekedar pulang pergi."

"Dan aku akan merasa bahwa sang pria lebih pantas menjadi teman ketimbang kekasih."

1-0.

Dengan kemenangan ada di pihak Naruto. Sial. Merasa ia hanya akan menghabiskan waktunya dengan berdebat hal tak berguna bersama pria itu, Sakura membalikkan badannya keluar dari ruangan tanpa berkata apapun lagi pada Naruto yang terkekeh.

Sakura menghempaskan dirinya ke kursi belakang meja, masih merasa tak terima bahwa kali ini ia kalah berdebat dengan Naruto. 'Apa-apaan pria itu', pikirnya kesal. 'Mengapa dia seolah-olah heran jika aku pergi dengan seorang teman. Dan teman itu berjenis kelamin pria'.

Sakura kembali termenung. Apakah pria itu benar-benar berpikir bahwa Sakura adalah wanita yang dingin? Pria itu bahkan tak tahu apapun tentangnya, apapun yang dipikirkan pria itu tentangnya hanyalah berdasarkan asumsinya saja. Dan Sakura merasa kecewa bahwa asumsi pria itu terhadapnya sangatlah menyedihkan.

Memangnya dia wanita yang sama sekali tak punya rasa ketertarikan terhadap lawan jenis? Tidak. Sakura hanya memiliki prioritas terhadap hal-hal yang harus dipikirkannya. Lagipula, ia menyukai Uchiha Sasuke, dan jelas-jelas ia patah hati sewaktu tahu sang pengacara tampan itu telah memiliki tunangan. Nah, itu bukti bahwa ia masih memiliki perasaan, bukan?

Tapi tentu saja ia tak mungkin mengakui pada sang bos bahwa ia menyukai sahabatnya. Dan tentu saja lebih tak mungkin lagi jika ia mengakui bahwa ia menyukai bosnya sendiri.

'Ya. Dan Lihat akibatnya padamu. Ia bisa saja berpikir kau menyukai wanita ketimbang pria',omel Sakura pada dirinya sendiri. Sakura menghela nafas. Apakah ia benar-benar menyedihkan seperti itu? Apakah Naruto benar-benar menganggapnya menyedihkan? Apakah karena Sakura lebih suka menutupi perasaannya karena tak ingin patah hati untuk kesekian kalinya jadi ia terlihat seperti seorang wanita dingin?

Sakura menghela nafas panjang. Mungkin sudah waktunya ia keluar dari pekerjaan ini. Sebuah keputusan yang harusnya ia ambil sewaktu ia patah hati karena Uchiha Sasuke. Salahkan dirinya yang terlalu lembek terhadap permintaan Naruto, dan menuruti keinginannya untuk tetap bekerja pada pria itu. Tapi, kali ini ia tak bisa lagi. Ia tak mungkin terus menerus menahan perasaannya sementara Naruto berparade membawa wanita satu, wanita dua, wanita tiga, setiap minggunya. Ia tak mungkin bisa tahan jika harus bekerja, sementara hatinya menginginkan perhatian Naruto, merasa cemburu setiap kali pria itu tertarik pada wanita baru.

Sakura tak lebih dari sekretaris merangkap asisten pribadi yang efisien. Hanya itu. Tak lebih. Tak mungkin bisa membuat Naruto, sang playboy itu tertarik.

Perasaan yang ia rasakan pada Naruto, melebihi dengan apa yang ia rasakan terhadap Uchiha Sasuke. Dan itu membuatnya takut. Sakura sama sekali tak pernah bisa mengerti para wanita yang mau saja melibatkan diri dalam kekacauan karena pria, juga kehilangan harga diri, dan semua sikap karena ditolak habis-habisan. Tidak. Sakura tak akan pernah mau menjadi seperti wanita itu.

Bersikap bijaksana dan berpikiran rasional. Itu yang harusnya dia lakukan sekarang. Tapi tetap saja, meskipun otaknya mengingatkan dia untuk berhenti berharap dari Naruto, perasaannya menolak hal itu. Ada sesuatu di dalam diri Naruto yang seakan menariknya mendekat. Dan sekeras apapun usaha Sakura untuk menghalanginya, selalu saja diakhiri dengan kegagalan.

Ia sama sekali tak ada hak untuk merasa cemburu. Cemburu hanyalah perasaan getir yang muncul karena ia menginginkan Naruto. Ia harus menyingkir dari tempat ini. Pindah kerja. Itu tindakan paling rasional. Senin pagi surat pengunduran diri itu harus sudah berada di meja Naruto.

Di acara amal malam ini, yang diselenggarakan oleh Gentle Foundation, Naruto pasti akan mengajak salah satu model cantiknya. Dan hal itu semakin menegaskan kepada Sakura bahwa ia seharusnya tak banyak berharap.

Karena itu Sakura merasa ia harus berhenti. Karena itu ia harus menjauh dari Namikaze Naruto. Pria itu jelas membawa pengaruh buruk dalam keseimbangan hidupnya yang terjaga selama ini.

Naruto sendiri sepertinya sedang sibuk memikirkan fakta bahwa sang sekretarisnya yang dingin itu akan mengajak seorang pria. Menarik minatnya lebih daripada yang ia inginkan. Dan tidak. Ia tak tertarik padanya. Hanya penasaran dengan tipe yang disukai Sakura.

Oh iya tahu, tentu saja, bahwa wanita itu menyukai Sasuke. Tak sulit menyimpulkan jika wanita seperti Sakura yang sama sekali sulit didekati begitu bersikap terbuka, bersikap baik pada pria dingin seperti Sasuke.

Heh, bukan hal aneh sebetulnya. Sejak dulu ia sudah tahu kalau sahabatnya itu adalah magnet wanita.

Looks. Money. And fame. Complete package.

Selalu begitu, semenjak mereka bersekolah, Sasuke selalu saja dikerubuni oleh para wanita, meskipun sang sahabat sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda ketertarikan pada satu orang pun diantara mereka. Tentu saja. Perhatian pria itu hanya tertuju pada satu orang. Selalu begitu. Ironisnya, wanita yang dia inginkan, justru sepertinya enggan berdekatan dengannya.

Naruto tersenyum mengingat wanita yang saat ini berhasil membuat Sasuke uring-uringan. Mungkin ia harus sedikit menasehatinya, menyuruhnya memberikan sedikit kesempatan untuk Sasuke. Ia merasa sedikit simpati terhadap kehidupan cinta sahabatnya itu.

Pikirannya lalu kembali teralihkan pada wanita yang menjadi sekretarisnya saat ini. Wanita yang selalu bersikap tertutup kepadanya, meskipun ia sudah menawarkan persahabatan padanya. Wanita tenang yang dingin. Wanita yang sepertinya menyukai pria yang rapi dan konservatif.

Seseorang yang aman, tak pernah melanggar hukum, memiliki jam kerja normal, serius, teratur, dan mungkin berkacamata. Seseorang yang seperti Sasuke. Tapi, Sasuke sama sekali tak seperti itu. Ia hanya pintar menyembunyikan sifat aslinya yang sering seenaknya sendiri, dan tak mau kalah. Sakura tertipu, dan menyukai apa yang ditampilkan oleh Sasuke selama ini.

Sessorang yang pekerjaannya berhubungan dengan hitung-hitungan. Akuntan. Nah, itu mungkin pas dengan pria pilihan Sakura, Naruto mengganggukkan kepalanya dengan puas. Tapi tetap saja hal itu tak mengenyahkan keingintahuan Naruto terhadap diri Sakura di luar jam kerja.

Bagaimanakah wanita itu bersikap? Apa saja yang ia sukai? Dan hal itu semakin lama semakin mengganggunya. Sebenarnya alasan di balik Naruto memberikan tiket itu, adalah karena ia ingin melihat bagaimanakah penampilan Sakura saat di pesta nanti, dan dengan siapa ia akan datang.

Sakura membuatnya penasaran, bahkan ia mulai memikirkannya sewaktu sedang bersama wanita lain, merindukan kecerdasannya. Dan juga berpikir apa yang sedang wanita itu lakukan saat malam hari? Apakah dia sendirian atau sedang bersama seseorang? Seperti apa dia di tempat tidur? Dan semua itu harus dihentikan.

Demi Tuhan. Sakura adalah sekretaris terbaiknya, dan ia tak boleh mengacaukan situasi kerja yang telah berjalan dengan baik selama ini. Ia tak mau kehilangan seseorang yang berharga seperti Sakura, hanya karena ia sama sekali tak bisa menahan keingintahuannya tentang wanita itu. Tak bisa menahan hasratnya yang tergoda akan kehadiran Sakura.

Naruto memaksakan dirinya memusatkan perhatian pada email yang harus di baca dan dibalas. Setidaknya keingintahuannya tentang sosok pria dalam hidup Sakura akan terjawab malam ini. Dan jika memang wanita itu akan datang bersama seseorang yang serius, berarti terjawab sudah pertanyaannya selama ini. Sakura bukanlah seorang wanita yang bisa dipermainkan.

Setelah seluruh pekerjaannya selesai, Naruto memanggil wanita itu masuk kembali ke ruangannya. Ia memperhatikan dengan seksama sewaktu wanita itu berjalan ke arahnya. Setelan rapi, klasik yang selalu menjadi pilihan setiap wanita karir yang bijaksana. Panjang rok yang sempurna, yang pas di lutut. Sakura memang cantik, namun terlalu kaku. Sifatnya yang terkesan tenang berbanding kontras dengan rambut pinknya yang dijepit membentuk sanggul yang rapi. Dan Naruto merasakan keinginan aneh untuk melepaskan jepitan-jepitan itu dan menyisir rambut yang terlihat halus itu dengan jemarinya.

"Apa pekerjaan pasanganmu itu?" Tanyanya tiba-tiba, membuat Sakura memandangnya dengan bingung.

"Apa?"

"Kau mendengarku. Apa pekerjaannya?"

Sakura menyipitkan matanya. "Memangnya kenapa?" tanyanya. "Tak ada larangan mengenai apa pekerjaannya kan untuk datang ke acara amal itu?"

Naruto mengangkat bahu. "Sasuke selalu bilang, jika kita tahu latar belakang seseorang, kita bisa dengan mudah berbicara dengan mereka."

'Bagus. Sasuke pasti sama sekali tak suka namanya disangkutpautkan', Naruto meringis dalam hati. 'Semoga saja teme tak tahu apa-apa'.

Sakura menegapkan tubuhnya, dan dagu terangkat angkut. Emerald berkilat marah. Suatu tanda yang dikenali Naruto jika wanita itu sedang bersikap defensif.

"Benarkah?" Tanya Sakura dengan gigi terkatup rapat. "Dan bukannya itu karena kau penasaran apakah pasanganku adalah seorang pria yang dingin juga?"

Naruto mengernyit. "Hey, kau berpikiran terlalu jauh." Tentu saja ia tak akan mengakui bahwa tebakan wanita itu hampir benar. "Baiklah. Jika kau tak ingin memberitahu pekerjaannya. Setidaknya, kau bisa memberitahuku namanya."

"Kenapa?"

Naruto mengacak rambutnya, terlihat frustasi terhadap Sakura yang masih saja mencurigainya. "Menghindari kesalahan fatal saat perkenalan." Gerutunya.

Emerald Sakura masih berkilat tajam, memandang Naruto dengan tatapan penuh selidik. Anehnya, Naruto sama sekali tak terintimidasi. Ia malah senang melihat reaksi Sakura. Tak ada yang tenang dari sikapnya saat ini. Dan itu menggairahkan.

"Sasori."

"Apa?"

"Kau menanyakan namanya." Kata Sakura dengan gusar.

Naruto menganggukkan kepalanya lagi, meskipun dalam hati sedikit mengumpat karena Sakura yang biasa, yang selalu tenang telah muncul kembali. Yang sebenarnya bagus, karena pikiran Naruto telah memberikan gambaran nakal tentang apa yang akan dilakukannya jika wanita itu tetap mempertahankan sikapnya yang jauh dari kata tenang.

"Hanya Sasori?"

Sakura hanya mengangkat bahu memeluk arsip yang dikembalikan oleh Naruto padanya. Ia menatap langsung ke mata Naruto. "Dan dia sangat seksi."

What the hell..

Apa maksudnya dengan sangat seksi?!

Naruto menyipitkan matanya sewaktu wanita itu berbalik dan berjalan keluar dari ruangannya dengan seulas senyum penuh kemenangan. Ia benar. Tebakannya benar. Ada sesuatu dalam diri Haruno Sakura di balik penampilannya yamg seperti itu. Apa yang dikenakannya saat ini hanyalah kamuflase untuk melindungi diri Sakura yang sebenarnya.

Ia harus berterimakasih pada sepupunya yang sudah memberikan tiket gratis itu padanya, memberinya sebuah celah untuk melihat sisi lain dari Haruno Sakura.

Dan tentu saja, ia jelas ingin melihat Sakura dan pasangannya yang seksi itu. Puas dengan pemikiran itu, Naruto mengeluarkan ponselnya. Ia sendiri harus memastikan pasangannya malam ini akan berdandan dengan sebaik-baiknya.

ooooooooOOooooooo

To be continue

ooooooooOOooooooo

Hallo...^^

Saya balik lagi dengan fic baru. Dan jangan heran juga klo saya tiba2 muncul bikin oneshot lagi.. Ide sering datang tanpa diminta sih.. T^T. Walaupun mungkin rada2 dirty gimaaaanaaa gitu.. #eh

I know, I know, pasti pada bilang, Raye bikin fic lagi2 gak jauh dari CEO ama sekretaris.. Abisnya, saya lagi demen ambil scene kaya gitu, jadi ya gimana dong.

Terima kasih buat kalian semua yang sudah ninggalin jejak di fic ini. Baik yang fave maupun yang follow dan review. It means so much...

With Love

Raye^.^