'Srak'

Sasuke menggeser kertas yang telah ia tandatangani. Membaca kertas dibawahnya yang menunggu untuk ia tanda tangani juga. Mengeryitkan dahi dan membenahi letak kacamatanya yang melorot, sebelum menggoreskan tanda tangannya diatas kertas putih itu.

Tepat setelah itu, Sasuke melepaskan kacamatanya lalu bersandar pada kursinya, menghela nafas panjang setelah berkutat dengan kertas-kertas itu selama hampir 2 jam lamanya.

Melirik pada cangkir kopi di sebelah kirinya yang ia yakini telah mendingin akibat terlalu lama ia biarkan. Entah apa tanggapan orang yang membuatkan kopi itu, tapi Sasuke yakin ia tak akan di pedulikan jika Sasuke meminta dibuatkan kopi lagi. Akhirnya dengan terpaksa, Sasuke meraih gagang cangkir tersebut lalu meminumnya dengan cepat. Terlalu menyeramkan bagi Sasuke untuk meminum kopi dingin itu. Tapi jauh lebih menyeramkan jika tidak diminum.

Setelah membuat lidahnya tersiksa, Sasuke bangkit, merenggangkan tubuhnya lalu keluar dari ruangan kecil itu. Membawa kaki jenjangnya menuju lantai bawah. Berniat untuk ke dapur sebelum matanya menangkap pintu kamar yang ada di dekat ruang kerjanya sedikit terbuka.

Sasuke menghentikan langkahnya lalu melangkah masuk dengan sangat hati-hati. Kamar yang ditempati oleh putranya ini nampak gelap, dan hanya remang-remang lampu tidur yang membantu mata Sasuke untuk melihat. Disana, Sasuke melihat sang putra telah tertidur dengan posisi yang menurutnya begitu jelek. Bermaksud mendekat untuk membenahi selimut sang anak yang jatuh ke lantai ketika matanya mengerling pada meja nakas dekat ranjang. Sasuke melihat sebuah lingkaran besar yang melingkari sebuah angka 10. Mendekati kalender tersebut lalu membaca note kecil disana.

'Happy Birthday Papa'

Sasuke mencelos, lalu menatap sang putra yang masih berumur 7 tahun itu. Ia menatap kembali kalender tersebut lalu menghela nafas panjang.

Seulas senyum menghias wajah Sasuke sebelum ia menunduk untuk mengambil selimut sang anak. Menyelimuti tubuh sang putra lalu mencium keningnya.

"Have a nice dream, Menma..."

Kue untuk Papa

a fanfic from Akira Veronica Lianis

I do not own Naruto

Dedicated for Naruto's Birthday present

Naruto sibuk menggoreng telur, ketika tiba-tiba ia merasakan sepasang lengan kecil melingkari pinggangnya. Ia menoleh dan mendapati kehadiran Menma.

"Morning, papa..." sapa Menma.

"Morning too, Menma..." balas Naruto lalu mematikan kompor kemudian mengangkat tubuh Menma. Mengecup singkat dahi Menma lalu meletakkannya diatas kursi.

"Apa kau sudah membangunkan tousan?" tanya Naruto sembari membantu Menma untuk memasang lap di atas paha Menma.

Menma mengangguk singkat untuk menjawab pertanyaan papanya.

"Sarapan omelet lagi pa?" tanya Menma saat melihat sang papa meletakkan sepiring omelet di depannya.

"Apa kau ingin cornflakes? Aku akan menyi-"

"Tidak usah, pa! Aku hanya mau jus tomat," potong Menma cepat.

Naruto membuka tutup mulutnya seraya mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia kemudian kembali menuju tempat ia memasak, menyiapkan gelas untuk ia isi jus tomat.

2 gelas sudah Naruto lap hingga bersih. Ia lalu membawa gelas itu menuju kulkas, mengambil ceret yang telah berisi jus tomat. Menuangkannya ke dalam gelas itu lalu membawanya ke meja makan.

Disana Naruto melihat kehadiran orang lain. Terlihat masih berantakan.

Setelah meletakkan jus tomat milik Menma, Naruto beralih pada Sasuke untuk meletakkan jus tomat yang lain.

"Morning, dear..." ujar Naruto seraya mencium bibir Sasuke singkat.

"Hn."

"Kau berangkat jam berapa?" tanya Naruto sembari mengambil omelet Sasuke di tempat ia masak tadi.

"Aku akan mengantar Menma setelah ini," kata Sasuke, menyambut sepiring omelet yang diulurkan oleh Naruto.

"Jangan bercanda. Kau masih seperti itu Sasuke," kata Naruto seraya menunjuk penampilan Sasuke dengan matanya.

"Siapkan baju untukku, cepat."

Naruto memutar kedua bola matanya dengan bosan. Tapi kakinya tetap melangkah meninggalkan sang suami yang sarapan dengan anaknya.

Selepas kepergian Naruto. Menma langsung menatap tousannya dengan keji.

"Kenapa kau repot-repot mengantarku, Sasuke?" tanya Menma dengan nada ketus.

"Sopanlah sedikit. Biar bagaimanapun aku adalah orang tuamu," nasihat Sasuke, jengah dengan kelakuan buruk sang putra.

Menma hanya memasang wajah tak peduli. Ia kembali melanjutkan sarapannya ketika sang tousan memanggilnya.

"Menma..."

"What?!" seru Menma kasar.

"Aku ingin mengajakmu bekerjasama."

Menma menyipitkan matanya, tak mengerti maksud dari ucapan sang tousan.

"Bukankah papa sebentar lagi ulang tahun? Bagaimana kalau-"

"Tidak usah, sas. Biar aku sendiri saja yang membuat surprice untuk papa," sela Menma, benar-benar tidak sopan.

Sasuke menggeram rendah, tahu betul sang putra yang benar-benar keras kepala. Ia memutar otak, bagaimanapun caranya Sasuke harus bekerjasama dengan sang putra untuk memberi kejutan ulang tahun untuk Naruto.

"Memangnya kau bisa apa?" Nada suara Sasuke terdengar ketus, mengerti bahwa putranya tidak bisa diajak bicara lembut.

"Apapun yang tidak bisa kau lakukan," balas Menma sengit.

Sasuke mengumpat dalam hati. Inilah jadinya jika sang anak pernah diasuh oleh orang yang bernama Namikaze Kyuubi dan Uchiha Itachi. Sasuke yakin pasangan iblis itu sudah meracuni pikiran anaknya hingga berlaku buruk padanya. Benar-benar tak bisa dibiarkan. Sasuke bersumpah dalam hati akan membalas dendam kakak kandung dan kakak sepupunya itu.

'tek'

Menma menyudahi sarapannya. Ia meraih jus tomatnya, lalu meneguknya sampai habis.

Tak lama kemudian Naruto muncul, membawa tas ransel milik Menma.

"Sudah selesai sayang?" tanya Naruto seraya menyodorkan ransel itu pada Menma.

Menma mengangguk singkat, meraih ranselnya lalu dipakainya.

"Aku berangkat sendiri saja pa."

Naruto mengerutkan dahinya, menatap Sasuke sekilas lalu beralih pada sang putra.

"Papa tidak mengijinkanmu berangkat sendiri," ujar Naruto, mengundang decakan kesal sang putra.

"Aku nanti telat pa..." rengek Menma.

Naruto menggelengkan kepalanya. Menatap Sasuke yang tengah menatapnya juga.

"Lanjutkan nanti saja sarapannya. Aku sudah menyiapkan bajumu di kamar."

Sasuke tersenyum tipis sebelum bergegas menuju kamarnya.

Naruto sendiri beranjak menuju counter, mengambil kotak bekal Menma.

"Jangan seperti itu pada tousan, Menma..."

Menma duduk kembali di kursi. Melipat kedua tangannya di depan dada dengan bibir mengerucut.

"Ingat tidak apa yang papa ajarkan tentang cara menjadi seorang gentleman?" tanya Naruto dengan tangan yang sibuk menuangkan jus tomat di botol minum Menma.

"Iya..." balas Menma dengan malas.

"Apa kau tidak ingin jadi gentleman?"

"Tentu saja ingin papa..."

"Nah, jadi berhentilah memusuhi tousan. Tousan itu sangat menyayangimu."

"Tapi dia menyakiti papa," protes Menma.

"Siapa yang bilang kalau papa disakiti tousan?"

"Aku mendengarnya sendiri pa. Papa malam itu kesakitan kan. Dan tousan malah menyuruh papa berteriak, lalu mengancam akan mencubit papa kalau papa tidak menurut. Aku tahu rasanya dicubit itu sakit pa... Makanya waktu tousan bilang begitu aku ingin menghajar tousan. Tapi aku tidak berani masuk kamar karena papa mengajariku untuk tidak masuk kamar orang sembarangan. Makanya aku kembali lagi ke kamar dan berjanji akan membalas perbuatan tousan pada papa," tutur Menma dengan satu tarikan nafas panjang.

Naruto hampir menjatuhkan bekal Menma. Ia begitu terkejut mendengar penuturan sang putra tercinta. Ditambah ekspresi seram dari pria di belakang Menma.

Naruto tahu betul apa yang terjadi pada malam itu. Tapi ia sama sekali tak menyangka bahwa Menma akan menguping kegiatan panasnya dengan Sasuke. Dia benar-benar bingung harus bagaimana menjelaskan ke salah pahaman pada otak Menma yang masih anak-anak. Demi Tuhan, Naruto ingin menenggelamkan kepalanya ke dalam larutan jus tomat saking malunya.

"Ehem."

Sasuke yang sedari tadi berdiri di belakang Menma berdehem keras. Menyadarkan Naruto yang nampak sangat shock.

Naruto pun menelan ludahnya dengan paksa. Menghampiri Menma lalu memasukkan bekalnya ke dalam ransel biru dongker milik Menma. Usainya Naruto jongkok di depan Menma, menyamai tinggi tubuh sang anak. Ia acak rambut raven sang anak lalu mengecup keningnya.

"Menma... Lupakan apa yang kau dengar malam itu. Papa sungguh baik-baik saja. Buktinya papa dan tousan rukun seperti biasanya. Kami saling menyayangi dan tidak akan pernah menyakiti. Kau percaya pada tousan kan?" jelas Naruto dengan hati-hati, takut dia salah bicara dan meracuni pikiran anaknya.

Menma nampak berfikir lalu menoleh ke belakang.

"Jangan pernah menyakiti papa lagi."

Sasuke mengangguk, mengiyakan perkataan sang anak. Ia lalu mengulurkan tangannya lalu diraih oleh tangan mungil Menma.

Naruto tersenyum, setidaknya kali ini Sasuke tidak akan lagi mengadu padanya tentang kelakuan buruk sang anak.

"Aku pergi dulu," pamit Sasuke dengan satu tangannya lagi meraih tengkuk Naruto lalu mencium keningnya.

"Iya..."

Sasuke kemudian pergi, diikuti sang anak yang menggandeng tangannya. Namun baru beberapa langkah, Naruto menghentikannya.

"Sasuke, aku ada janji setelah ini. Jadi kau siap-siap sendiri ya nanti," kata Naruto.

Sasuke mengangguk lalu kembali melangkah keluar dari rumahnya. Mengantar sang putra tercinta ke Elementary School.

Jarak sekolah Menma dari rumah cukup jauh. Sekitar 2 km. Setiap hari ia berangkat dengan sepeda, mengayuh beberapa menit untuk mencapai sekolahnya. Namun terkadang jika sang papa tidak sibuk, dia akan diantar jemput ke sekolah. Itu pun jika Menma mau diantar. Anak sok dewasa itu lebih memilih pergi sendiri ke sekolah, karena menurutnya dia akan nampak kekanakan jika diantar oleh orangtuanya. Tapi beda ceritanya jika sang papa lah yang memaksa. Entah kenapa setiap kata yang keluar dari mulut sang papa adalah suatu hal yang mutlak untuk dilaksanakan oleh Menma. Mungkin karena papa nya adalah orang yang paling dia sayangi melebihi siapapun, makanya Menma tidak bisa membantah sang papa.

Termasuk paksaan sang papa untuk mau diantar ke sekolah oleh tousan-nya. Biar sekesal apapun Menma pada sang tousan. Jika papa nya meminta ia untuk bersama sang tousan, maka ia tak punya wewenang untuk menolaknya. Bisa dibilang, semua ucapan Naruto adalah ultimatum bagi Menma.

Beda Naruto, beda lagi Sasuke. Pria yang dipanggil tousan oleh Menma ini hanya dianggap orang lain oleh Menma. Pria yang marganya disandang Menma juga ini adalah pria yang dingin. Ia juga tidak pernah menyenangkan hati Menma. Sering pulang larut malam, bahkan jarang pulang. Tousan nya juga jarang sekali mengajaknya bicara. Padahal pamannya yang memiliki wajah hampir serupa dengan Sasuke, begitu menyenangkan dan agak cerewet menurut Menma. Juga menurut paman Kyuubi, tousan Menma itu konon adalah orang yang jahat. Paman Kyuubi juga selalu memperingatkan Menma agar menjaga jarak dengan sang tousan. Pokoknya tousan Menma itu tidak baik untuk siapapun. Buruk rupa dan buruk hati.

"Apa aku pernah berbuat salah padamu?" tanya Sasuke setelah beberapa menit sunyi melingkupi ayah dan anak itu.

"Tidak," tukas Menma.

"So... Kenapa kau terlihat membenciku, kids... Apa karena kau berfikir bahwa aku menyakiti papamu?"

"Bukan."

"So what?"

"Uncle Kyuubi says that you are wicked,"

"And you believe in his?"

"Yeah."

Sasuke mendengus.

"But papa told me that you love me so much."

"It's true, Menma. I love you so much."

"Yeah, I believe in you... I feel Uncle Kyuubi hate you."

"Hn."

Diam.

Sasuke melirik Menma yang nampak enggan bicara lagi.

"So... Mau bekerjasama dengan tousan?"

Menma menoleh kearah Sasuke. Menatapnya dalam-dalam untuk mencari dimana rencana jahat sang tousan. Tapi Menma tak menemukan sikap jahat di mata sang tousan. Hingga tanpa sadar bibir Menma bergerak untuk menyetujui ajakan sang tousan dalam sebuah pernyataan.

"Sepulang sekolah di Yamanaka's Bakery."

Sasuke mengembangkan senyumnya. Mengikuti apapun yang akan dilakukan sang anak nanti.

TBC

Nantikan Chapter Berikutnya

-Akira-