Black or White
Jung Jaehyun
Lee Taeyong
Johnny Seo
Ten
NCT Member
NCT belongs to God, Their Parents and SM entertainment
Cerita ini hanya delusi penulis, semua kejadian hanya rekayasa semata.
...
Chapter 1
...
"Bagaimana Jaehyun-ssi? Apa kau ingin mencoba pasien unik yang kukatakan kemarin?" Jaehyun mendongakkan kepalanya, menjauhkan konsentrasinya dari setumpuk berkas yang ada ditangannya dan menjatuhkan tatapannya pada Professor yang kini berstatus sebagai pembimbing tugas akhirnya.
"Kasus yang dimilikinya sungguh menarik dan cocok untuk tugas akhirmu." Namja jenius berumur tiga puluhan tahun itu berjalan kearahnya lalu menjatuhkan sebuah berkas tepat ditangannya. "Ini pelajari terlebih dahulu. Kalau kau tertarik, aku akan menyerahnya padamu." Katanya sambil melangkahkan kaki meninggalkan Jaehyun. "Jangan lupa bereskan semua berkas-berkas ini. " Katanya lagi sebelum terdengar bunyi pintu tertutup.
"Nde, Professor Choi." Teriaknya memastikan sang Professor mendengar perkataannya, dia menghela napas perlahan, lalu pandangan matanya kini jatuh pada tumpukan berkas yang bukan hanya berserakkan diatas meja tetapi juga diatas lantai.
Dia –yang merupakan asisten di tempat konseling ini, mau tak mau dia harus mengerjakan semua yang dikatakan oleh Professornya. Selain untuk mendapatkan pelajaran dari semua kegiatan konseling yang dilakukan Professornya itu, Jaehyun juga mendapatkan pelajaran gratis dari Professornya itu.
Kini matanya kembali jatuh pada map berwarna kuning yang diberikan Professornya itu, entah mengapa ada rasa penasaran yang mengelubungi dirinya. Beberapa hari yang lalu, Professornya itu sempat mengatakan hanya sekilas, dan Professor hanya mengatakan tentang seseorang yang berkepribadian ganda, dan kasus itu bukanlah sesuatu yang mengejutkan serta sungguh sangat biasa untuk tugas akhirnya tetapi sungguh ada suatu magnet yang menarik tangannya untuk membuka map itu.
"Lee Taeyong, 21 tahun."
Dia berada di sudut ruangan. Matanya menatap lurus satu meja yang selalu menjadi pusat perhatian, setiap pasang mata akan melirik padanya, dan sebagiannya lagi bahkan menyampaikan salam dan kata-kata kepada salah satu center, namja berwajah tak seperti kebanyakan orang Korea, karena tentu saja, dia merupakan pindahan dari negeri yang berjuluk negeri seribu pagoda.
Namja yang sangat handal dalam bersosialisasi, dengan senyum yang sangat manis –tidak ada yang dapat menahan senyumannya itu, dan jangan lupa skill menari yang mumpuni, serta wajah manisnya yang mampu membuat semua orang jatuh ke dalam pelukkannya.
Dia ingin juga seperti itu, dia ingin sekali menjadi pusat perhatian. Tetapi sungguh dia sama sekali tidak bisa mengalahkan semua sinar yang dipancarkan oleh namja itu, terlalu sulit. Dia benci dengan namja itu, apalagi sekarang-
"Hyung." Namja keturunan Thailand itu melambai kearahnya membuat beberapa orang yang berada disamping kini terlihat terkejut.
Dia dapat mendengar semua perkataan yang diajukan oleh beberapa orang disekitar namja itu.
"Ten, kau kenal dengannya."
"Aku bahkan tidak tahu dia kuliah di kampus ini dan kau yang baru saja pindah mengenalnya."
"Tentu saja, dia hyungku."
Hyung, tidak sama sekali bukan. Kebetulan saja, Ibu namja bernama Ten itu menikahi Ayahnya, bukan berarti mereka menjadi kakak beradik, bukan? Dan dia juga yang mengakibatkan Ayahnya menaruh semua atensi kepada Ten, bukan dirinya lagi.
Dia benci namja bernama Ten itu. Dia menyampirkan tas di lengannya, membiarkan Ten yang terus memanggil namanya.
"Kau sepertinya tertarik dengan kasus ini, Jaehyun." Jaehyun mendongak, matanya kini beralih mengikuti pandangan Professornya yang baru saja masuk ke ruangan yang ternyata masih berserakkan dan sama sekali belum pantas untuk dijadikan ruang konseling, bisa saja para pasien akan memiliki gangguan lainnya setelah konseling di ruangan ini.
Jaehyun tertawa canggung, karena terlalu fokus kepada berkas ditangannya ini, dia jadi lupa terhadap tugas dan seluruh keadaan sekitarnya, bahkan diluar sana, lentera gelap telah membalut langit.
"Ada sesuatu yang ingin kau tanyakan?" Katanya ketika dia mendapatkan wajah kebingungan di wajah mahasiswa kesayangannya itu.
"Jadi warna rambutnya benar-benar bisa berubah ketika kepribadiannya berubah." Professor Choi tersenyum perlahan, dia menarik sebuah kursi dan duduk dihadapan Jaehyun.
"Begitulah yang dikatakannya ketika aku menghipnotisnya. Dia menolak ketika aku menyuruhnya untuk perawatan." Dia menunggu sampai Jaehyun menujukkan raut lainnya di wajahnya. "Mungkin ada sebuah reaksi kimia yang terjadi dan membuat rambutnya berubah warna. Aku juga tidak tahu secara pasti."
"Dan itulah tugasmu, Jung Jaehyun, membawanya, Lee Taeyong, untuk mau memasuki ruang konseling ini." Katanya lagi, membuat Jaehyun menghela napasnya perlahan, sepertinya inilah adalah tugas berat.
Musik keras kini memasuki pendengarannya, dia tersenyum perlahan ketika kakinya telah berhasil memasuki ruangan remang-remang dipenuhi para pria dan wanita yang sibuk dengan urusan masing-masing. Ada yang menarik di lantai dansa, ada para pasangan yang sedang make out disetiap sudut ruangan yang membuat sedikit muak, dan beberapa orang yang berada di konter bar yang kini membiarkan tenggorokan mereka merasa minuman paling nikmat dan memabukkan.
Dia menyisir rambut hitamnya dengan jari-jari tangannya, sambil memikirkan apa yang harus dilakukan pertama di hari bebas pertamanya, membawa tubuh Taeyong untuk bersenang-senang, daripada harus mengurung diri di kamar.
Apa dia harus membiarkan mulutnya mengesap minuman terlebih dahulu atau menggerakkan badannya, atau—
"Kau lagi." Dia menolehkan kepalanya, menatap seorang namja berbelah tengah yang memang sudah sering dia lihat, seingat dia namja disebelahnya ini adalah seorang DJ. Tetapi mengapa dia memilih berada disini daripada diatas singgasananya, membiarkan musik secara datar bergemang.
Dia memutar kepalanya kearah lain tak berniat menatap namja itu, tidak sama sekali tidak terlalu menarik di matanya.
"Siapa namamu?" Serunya perlahan tepat di dekat telinganya, memastikan setiap kata itu masuk dengan tepat.
"David." Serunya dengan tidak berminat. Matanya masih sibuk berpedar di setiap sudut, berusaha membuat namja itu menyerah terhadapnya.
"Namaku Johnny, Johnny Seo." Dia menolehkan kepalanya kembali menatap Johnny, kalau dia perhatikan lebih dalam lagi ternyata Johnny adalah namja yang menarik, dia punya bentuk mata yang lucu dan bibirnya yang menarik.
Tidak. Tidak. Dia sudah berjanji tidak akan melakukan one night stand, dia memang agak benci dengan Taeyong, tetapi dia tidak akan membiarkan seseorangpun menyentuh tubuh Taeyong walau sejengkal.
"Senang bertemu dengan." Serunya lagi, sebelum akhirnya berjalan kearah konter bar, meninggalkan Johnny yang kini memasang wajah ingin tahunya.
"Menarik." Seringainya muncul, matanya masih melihat punggung David.
Dia tersenyum. Matanya kini tidak beralih pada sebuah bungkusan yang kini berada ditangannya, beberapa kali kepalanya terangkat menatap pintu yang kini berada dihadapannya. Dia tidak bisa masuk kedalam, dia hanya akan menunggu diluar, menunggu Jaehyun menyelesaikan semua tugasnya.
"Ten hyung." Ten kini memasang senyum terbaiknya. Dia memandang Jaehyun sambil menyodorkan bungkusan ditangannya.
"Makan malam untukmu." Katanya membuat Jaehyun mengambil bungkusan itu, melihat kedalamnya dan tersenyum ketika melihat bungkusan yang berisi kue yang sangat dia sukai. "Pasti Professor Choi memberikan tugas yang sangat berat kepadamu." Kini mereka berjalan bersisian diantara lorong kampus yang cukup lengah.
"Tidak terlalu sih, aku kan jenius." Ten sungguh ingin melemparkan pukulan ke kepala besar milik Jaehyun. "Aku bercanda. Kenapa kau pulang selarut ini, hyung?" Kata Jaehyun mencoba menyelamatkan dirinya dari tindak kekerasan yang akan dilayangkan Ten kepadanya.
"Aku ada latihan menari. Dan kau sendiri, padahal sudah mampir lulus tetapi mengapa kau masih berada di kampus sampai selarut ini? Bukankah ruang konseling tutup pada jam lima sore?" Serunya perlahan.
"Tentu menyelesaikan tugas akhirku, hyung." Kata Jaehyun, senyum terjalin di wajahnya, jika dia menyelesaikan tugas yang diberikan pembimbing tugas akhirnya itu, maka makin cepat studinya terselesaikan.
"Enaknya. Aku bahkan tidak tahu berapa lama lagi kuliah disini, aku bahkan harus mengejar semua pelajaran yang belum ku pelajari di Thailand. Kau lebih muda dariku tapi kau sudah mau menyelesaikan tugas akhirmu." Dia mengerucutkan bibirnya, membuat Jaehyun kini yang tengah menatapnya tersenyum melihat tingkah namja yang berumur satu tahun lebih tua darinya itu.
"Makanya kau harus belajar dengan baikdan berhenti menjadikan dirimu populer." Jaehyun kembali melanjutkan langkah kakinya.
"Kau bahkan bisa sukses dalam keduanya." Kesalnya.
"Pokoknya semangat hyung. Aku selalu mendukungmu." Seru Jaehyun, dia meletakkan tangannya kanannya di pundak Ten, yang sudah bisa membuat semburat merah kini menghiasi wajahnya, dan untungnya Jaehyun telah berpaling darinya sehingga dia sama sekali tidak melihatnya.
Jung Jaehyun, seseorang yang selalu berhasil membuat hatinya menghangat. Ten memandang punggung itu sebentar sebelum akhirnya berlari menyusul Jaehyun.
"Kau mau mengantarkanku malam ini, bukan?"
"Kalau kau takut gelap, mengapa kau suka sekali menungguku sih?"
Ten tersenyum, tentu karena dirinya ingin pulang bersama Jaehyun, sama seperti layaknya pasangan kekasih.
To Be Countinue
Author note:
Haii, aku kembali
Maafkan aku karena aku kembali pada fanfic lain, sumpah aku mendadak writer block dan nggak dapat feel di Fanfic yang kemarin.
Ini fanfic udah lama aku fikirin, semenjak fanart black and white Taeyong dari chelpyu muncul, sumpah itu keren banget. Idenya tiba-tiba muncul begitu saja disaat badanku mendadak nggak enak /pusing dan lain-lain/ dan fanfic ini tercipta kurang dari 6 jam dan nggak aku baca lagi /cuman sekilas/.
Jadi tolong kirimakan kritik dan sarannya yah...
Oh iya, aku ini pencinta thiller, horror, crime, mystery, medical, dark tales dan psikologis theme, kayak Dr. Frost, God quiz dan hansel and gretel *yang movie koreanya* jadi yang gini fanficnya
Oh iya ada beberapa hal yang aku serempetin yah,,
Sekali lagi review juseyp
...
