"People say drugs are bad. Bu so are kisses … from someone that don't love you."
unknown
.
.
.
.
.
.
DISCLAIMER: I DO NOT OWN NARUTO. All publicly recognizable Naruto characters, settings, etc. are the property of SJ and the mangaka. No money is being made from this work. No copyright infringement is intended. Little bit inspired from Untouchable © masstar (Webtoon) I write this only for fun!
.
.
.
.
Warning (s): AU, Drama, Fantasy, Romance/Comedy and OOC (I made Naruto 23 y.o and Sakura 21 y.o)
.
.
Zaman dahulu kala, ada makhluk yang tinggal di tengah-tengah manusia. Ketika daratan ini masih penuh dengan hutan, ia tinggal berbaur di antara kita, menyamar seperti serigala berbulu domba. Ia bukan manusia, bukan pula hewan. Mungkin ia terjebak di antara kedua dunia itu. Ratusan tahun lalu. Mereka hidup di antara kita. Ada yang bilang, mereka memakan manusia, hanya menyisakan tubuh yang kering kerontang karena kehilangan jiwa, menggeletakkannya di jalan-jalan setapak hutan.
Kadang ada penduduk yang ketakutan, kadang ada yang merasa aman, terlebih bagi mereka yang merasa adalah orang baik.
Karena korban yang terbunuh itu biasanya penjahat desa, perampok, penjarah, atau semacamnya. Pihak keamanan negara pun diam-diam menghentikan penyelidikan. Bahkan kepala polisi di zaman itu bilang, untuk apa mengejar makhluk magis yang bahkan malah membantu mereka membasmi kejahatan?
Toh, manusia-manusia rubah itu tak membunuh setiap hari.
Ya, manusia rubah.
Dan kini, waktu telah berganti. Danau telah dipersempit. Lahan kosong berubah menjadi bangunan tinggi dan perumahan. Kereta kuda digantikan mesin. Segalanya telah berubah.
Bahkan legenda itu berubah menjadi mitos.
Namun sama seperti tak ada yang bisa membuktikan apa legenda itu nyata atau tidak, tak ada pula yang bisa membuktikan bahwa manusia-manusia rubah itu sudah tidak ada.
Bagaimana jika mereka ada?
.
.
.
.
DARE YOU TO KISS ME
.
.
.
Namanya Haruno Sakura.
"Hidupku membosankan."
"Dalam tiga minggu ini, ini adalah siang ke-dua puluh satu kau mengatakannya, Sakura." Tenten menata bungkusan-bungkusan cokelat, mengeluarkannya dari kardus yang diambilkan Lee dari gudang persediaan minimarket. Perempuan berambut brunette yang dikepang dan cepolan kecil itu menatanya dengan rapi ke raknya. "Itu artinya, kau sudah mengatakan hal yang sama setiap hari dalam tiga minggu ini."
Sakura menguap. Ia berdiri malas di meja kasir minimarket tempatnya bekerja.
"Jangan bermalas-malasan. Betulkan plakat nama di dadamu itu," omel Tenten sambil mendorong troli kecil, bersiap ke gudang lagi mencari Lee. "Kautahu hidup semua orang sama saja. Dan semembosankan apa pun, kau akan kesusahan membayar iuran bulanan apartemenmu kalau kau tidak bekerja."
"Ya, ya, ya. Aku tahu aku harus semangat." Sakura tersenyum lebar, dibuat-buat. "Ganbatte!"
"Wajah malasmu bisa membuat pelanggan ketularan malas. Tapi seruan 'semangat'-mu itu bahkan bisa membuat pelanggan batal masuk ke minimarket."
Sakura mengerucutkan bibirnya.
"Ini hidup yang kaupilih."
"Iya, Nenek!" seru Sakura enteng, melambaikan tangannya pada Tenten yang menjulurkan lidahnya sembari berlalu menuju gudang belakang. Memang benar, ini hidup yang Sakura pilih. Sudah bagus ia bisa kabur dari Kyoto—dari neneknya, Tsunade. Ia sejak dulu ingin mandiri. Sudah setahun ia hidup di Tokyo. Mandiri sih mandiri. Tapi lama-lama ia bosan juga.
Bangun pagi. Kalau ada shift kerja pagi, ia masuk pagi. Kalau ada kuliah yang tidak bisa ditinggalkan, ia tinggal cari rekan untuk tukar shift. Setelah itu, ia akan melayani pengunjung minimarket. Mengucapkan salam seperti biasa, memasang senyum, bekerja keras, lalu kuliah, lalu pulang, kemudian melompat ke ranjang apartemennya, tertidur tanpa sempat mandi, lalu weker akan berbunyi, dan ia akan siap-siap bekerja lagi. Akhir minggu atau jika ia libur kerja, ia akan menenggelamkan diri dalam tumpukan gunung buku pelajaran yang tebalnya mengalahkan tumpukan batako bangunan.
Seperti itu setiap hari.
Tidak bisakah ia mendapat hidup yang menyenangkan?
"Hidupku membosankan," keluh Sakura ke sekian puluh kalinya.
.
.
O.o.O.o.O
.
.
Ponsel Naruto berdering.
Sai bisa jadi sangat menyebalkan. Baru saja dia turun dari taksi dan mengatakan ia akan mampir membeli sesuatu, pesan masuk Sai sudah masuk bertubi-tubi. Baru juga kurang dari lima menit ia berdiri di rak majalah dan buku, Sai sudah menerornya dengan jadwal pemotretan. Sai yang sebenarnya adalah manajernya Sasuke itu bahkan bilang ia sudah membawa mobilnya tak jauh dari restoran fastfood di ujung jalan.
Naruto mengantongi ponselnya lagi lalu menimang buku tipis di tangannya.
"Maaf. Tidak boleh membaca di sini, harus membelinya."
Naruto memandang buku dongeng di tangannya lalu mengalihkan tatapannya pada pemuda berambut batok kelapa dengan alis tebal yang membawa kardus produk minimarket di ujung lorong. Ia ditegur? Naruto memicingkan matanya.
"Buku murah begini saja. Aku akan membelinya!" seru Naruto tak senang.
Pemuda itu menenggak isi minuman isotoniknya lalu meraih salah satu majalah tak jauh dari sana. Menenteng sebuh majalah, sebuah buku dongeng tentang manusia rubah, dan sebotol minuman, ia berjalan ke kasir.
"Cih, bagaimana bisa dia tidak mengenali wajahku?" Naruto mendengus. Ia lirik lagi majalah mode yang ia tenteng. Cover-nya memasang wajah Naruto. Edisi terbaru sudah edar rupanya. Tadi ia berniat mencari minuman saja. Tapi karena lemari minuman ada di samping rak buku dan majalah—lalu voila, ia melihat wajahnya di cover sebuah majalah, jiwa narsisnya memaksa pemuda itu untuk mampir ke rak buku dan majalah.
Lalu majalahnya berjejer dengan buku dongeng tipis dengan ilustrasi gambar jelek yang berjudul Legenda Manusia Rubah. Ia tak berniat membelinya. Tapi Naruto mengakui ia memang sempat membaca isinya.
Naruto meletakkan barang belanjaannya secara sembarangan di meja kasir. Seorang gadis berambut merah muda—pilihan cat warnanya aneh benar—berjaga di sana. Gadis itu menyebutkan jumlah yang harus Naruto bayar dan Naruto memberinya kartu kreditnya. Naruto lalu meraih lagi majalahnya, lalu meletakkannya, mengangkatnya, dan meletakkannya. Mengakui atau tidak, Naruto menunggu reaksi berarti dari gadis di hadapannya.
'Ayolah, masa dia juga tidak sadar kalau pembelinya ini fotonya nampang di majalah?'
Gadis dengan tag nama Haruno Sakura itu menyodorinya sebuah pen. "Tolong tanda tangan."
Wajah Naruto sumringah. "Ah, mau aku tanda tangan di sebelah mana? Atas? Bawah?"
Sakura mengernyitkan dahinya. Ia menyodorinya struk bukti pembayaran gesek kartu kredit pengunjung minimarketnya. "Di sini."
Naruto diam sesaat.
Mendadak hening.
"Halo?" tanya Sakura.
Naruto mendecak. "Hei, kau tidak sadar ya siapa wajah di sampul majalah ini?"
Sakura menundukkan wajahnya ke meja. Dipandanginya sesaat. Ada tagline beritanya juga. Namanya Uzumaki Naruto. "Ah, model majalah, ya?"
Naruto akhirnya tertawa bangga. "Jadi, mau minta tanda tangan?"
Sakura memiringkan kepalanya sesaat. Ia lalu mendongak dan tersenyum ramah.
'Manis juga.'
"Cukup yang di struk saja, Uzumaki-san." Senyum Sakura masih terkembang.
"Hahahaa—apa?" Tawa Naruto menguap seketika.
"Struknya."
"Aku tidak percaya ini." Naruto menandatangani struknya dengan kesal. Ia membanting pena di tangannya dan langsung meraih majalah dan botolnya lalu pergi keluar minimarket dengan wajah kesal. Mukanya merah padam.
Sakura melongo sebentar. Ketika punggung pemuda pirang itu sudah menghilang, ia tertawa dan menggelengkan kepalanya. "Dasar gila. Narsis sekali."
"Ada apa, Sakura-chan?" tanya Lee yang barusaja selesai dengan pekerjaannya.
"Ada orang aneh."
"Ah, jangan-jangan yang pirang, ya," tebak Lee, "tadi dia membaca buku ini—lho. Dia benar-benar tidak membelinya, ya!" Lee menunjuk buku dongeng di meja kasir.
"Eh?" Sakura melongo. "Oh, dia tadi sudah bayar. Ditinggal, ya? Ah, buku ini…." Sakura memandangi sampulnya sebentar.
Lee melongo ketika Sakura menentengnya dan keluar dari area kasir.
"Ini akan kuserahkan. Pasti dia belum jauh."
.
.
O.o.O.o.O
.
.
Mood Naruto memburuk.
Sebenarnya, ia jarang memuji seorang gadis dengan sebutan manis. Tidak ada yang benar-benar membuatnya tertarik di dunia ini. Lagi pula, hidup sebagai model, ia lebih sering melihat yang lebih cantik ketimbang pegawai minimarket kecil di sebuah gang seperti tadi. Siapa tadi namanya? Ah, Haruno Sakura. Namanya pasaran, dan selera cat rambutnya itu aneh bukan main.
Ah, tak biasanya ia memikirkan orang asing cukup lama. Pasti karena tadi ia dipermalukan secara tidak langsung.
Naruto membenahi letak kacamatanya, mengangkatnya dan mengaitkannya di kerah kemeja tanpa lengan berwarna putih dan navy yang membuat lengan berotot dan berkulit terbakar matahari itu terlihat jelas—sesekali membuat pengguna jalan yang lain menoleh pada Naruto.
Lampu penyeberangan jalan masih merah. Beberapa mobil dan kendaraan umum melintas. Naruto mendengus ketika melirik layar ponselnya dan segera melihat seberang jalan. Ada sedan hitam milik Sai di ujung sana. Didapatinya Sai berdiri di salah satu kedai creepes untuk mengantri.
Tet, tet. Tet, tet.
Suara lampu penyeberangan pengguna trotoar berbunyi tepat ketika lampunya berubah hijau. Naruto melengang santai ketika telinganya samar-samar mendengar sesuatu. 'Uzu—maki, Uzuma—ki.' Seperti memanggil namanya.
Naruto hampir menghentikan langkahnya, tapi mengingat kejadian agak memalukan di minimarket, ia tahu ini pasti persona dalam tubuhnya yang mengatakan bahwa ada fans memanggil-manggil namanya, ck.
"Uzumaki-san!"
Tapi kenapa makin jelas?
Naruto terdiam. Ia menghentikan langkah kakinya ketika sesuatu menabrak punggungnya. Naruto menoleh ke belakang. Sebuah buku cerita jatuh di dekat kakinya setelah tadi menghantam pelan punggungnya.
"Kau ini, hah, dipanggil-panggi—hah. Haah!"
Si kepala kembang gula itu ada di seberang jalan, memegangi lututnya sambil berusaha berjalan terseok-seok. Beberapa orang lain yang menyeberang menoleh melihat Naruto sembari terkikik dan sisanya menatap Sakura keheranan. Perempuan itu berjalan pelan mendatangi Naruto. Begitu ada di hadapannya, ia memungut buku di dekat kaki Naruto dan memberikannya.
"Belanjaanmu ketinggalan. Buku itu. Masuk dalam daftar yang kaubayar tadi!"
Naruto menatap Sakura tak percaya. Gadis ini berlarian seperti orang kesetanan, hanya untuk menyerahkan buku cerita ini?
"Ini." Sakura mendorong buku itu ke dekapan Naruto.
"Aku sudah baca saat di minimarket tadi. Kalau bukan karena temanmu yang rambutnya aneh—astaga, apa semua pegawai minimarket itu tadi rambutnya aneh-aneh?" Naruto menepukkan tangannya. "Aku baru sadar."
"Apa?" Sakura melongo.
"Ah, lupakan. Bawa saja bukunya lagi. Aku tidak butuh."
"Mana bisa begitu?"
"Tentu saja bisa. Toh, aku sudah membayarnya."
"Karena kau sudah bayar, maka dari itu kau harus membawanya!" seru Sakura tanpa sadar.
"Kenapa kau yang sewot?"
"Karena kau ngotot. Jangan mentang-mentang karena uangmu banyak."
"Hei!" Naruto merengut. "Kenapa bawa-bawa soal uangku banyak atau tidak."
"Makanya, Uzumaki-san, model yang terkenal, bawa saja buku ini."
"Segitunya tak ingin buku jelek ini stoknya menumpuk di minimarket, ya?" dengus Naruto enteng. "Buku begini harusnya di toko buku, kenapa malah ada di minimarket kecil begitu? Pasti saking tidak lakunya. Lagi pula, siapa yang mau membaca legenda kuno Manusia Rubah?"
"Kau yang membacanya."
Naruto mendecak. "Buang sajalah."
Plakk!
Sakura memukul kepala Naruto dengan buku di tangannya—lalu mendorong buku itu ke dada Naruto. "Silakan buang dengan tanganmu sendiri! Aku pergi." Sakura bergerak mundur.
"Pergi saja san—"
Sebuah mobil van besar berdencit keras disertai suara klakson yang melengking.
Mata Naruto melebar. Lampu penyeberangannya sudah merah tanpa ia dan Sakura sadari. Sebuah mobil yang melaju sudah siap menyambar tubuh Sakura dari samping.
Lalu segalanya di dalam pandangan Naruto berubah lambat.
Sampai debu dan udara tipis yang menggoyangkan helai rambut Sakura terlihat jelas di mata Naruto. Dalam sepersekian detik, Naruto mengulurkan tangannya. Dengan sangat mudah, ia menarik satu pergelangan tangan Sakura, menariknya sekuat tenaga.
Suasana kembali bising ketika van itu melewati jalanan penyeberangan tanpa menabrak Sakura.
Namun sebagai gantinya—
"Naruto?"
Mata Sakura melebar sempurna. Ia menduduki kaki, tepatnya paha Uzumaki Naruto, setelah menabrak tubuh pemuda itu dan membuat Naruto kehilangan keseimbangan, ia jatuh terduduk dengan Sakura di atasnya, dan wajah yang saling menempel.
Lebih tepatnya—berciuman!
Naruto melongo. Dalam sekejap, ia merasa waktu melambat sesaat dan matanya berputar. Kepalanya terasa ringan dan pikirannya sempat terbang.
"Naruto?" Suara Sai.
Sakura mendorong bahu Naruto dan memegangi mulutnya.
Apa itu tadi!
Tepukan di bahu Naruto membuat pemuda itu mendongak. Ada Sai yang menunduk menanyakan apa ia baik-baik saja. Tidak, yang tadi itu tidak baik-baik saja. Ia merasa sesuatu yang berbeda.
Berbeda sekali.
"Aduh gigiku…" Sakura merengek. Ia memegangi bibirnya sendiri. Ada setitik darah di belahan bibirnya.
Naruto menyentuh bibirnya sendiri. Tadi itu … ciuman tak sengaja. Tapi kenapa rasanya—
Sakura berhenti mendesah ketika ia lihat wajah pemuda pirang itu mendekati wajahnya. Belum sempat ia kaget, sebuah tangan menangkup rahangnya, seperti menarik wajah Sakura mendekat. Mata Sakura melotot. Dengan cepat ia mengangkat tangan kirinya dan melayangkannya di mulut Naruto, menahan wajah Naruto.
"Mau ap—" Tangan kanan Sakura memukul kepala Naruto.
Sontak Naruto meringis merasakan pukulan di sisi kepalanya.
"Gila! Kau ini mesum, ya!" Sakura buru-buru bangkit berdiri. Ditatapnya tajam Naruto.
"Nona, kau—"
"Apa!" Sakura menyemprot Sai sekalian. "Mimpi apa aku semalam!" Sakura menyingkir dan berjalan menjauh, berjalan dengan sangat cepat, mengabaikan tatapan dan cekikikan orang-orang. Ia berjalan sambil mengomel, meninggalkan Naruto yang masih melongo dan terduduk.
Naruto terdiam sesaat. Diliriknya buku yang tergeletak tak berdosa di sampingnya.
"Ada yang salah?" tanya Sai tenang, sedikit berbisik. "Apa karena darah di bibirnya tadi?"
"Kau tahu aku, kami, sudah tidak tertarik dengan darah manusia."
Sai tersenyum. "Ayo pergi. Kau bisa cari model untuk kaucium dan kaucuri sedikit aroma jiwanya. Nanti ada beberapa sesi dengan model-model pendatang baru untuk iklan springbed."
Kali ini Naruto menoleh. "Bukan. Energinya … rasanya berbeda."
"Beda?"
"Rasa gadis itu … enak."
"Hah?"
"Dia … enak sekali." Naruto menatap ke jalanan yang ditinggalkan Sakura tadi. "Aku tidak pernah menemukan rasa yang … seenak tadi."
"Sungguh?" Sai meraih buku Legenda Manusia Rubah. "Sudah lama kaummu tidak berburu dan menentukan target seperti ini. Kauyakin kau baik-baik saja?"
Naruto mendongak menatap Sai. Sebuah seringai muncul di bibirnya. Sedetik, iris matanya berubah keemasan. Hanya sedetik saja sebelum mata itu berkedip dan bongkahan irisnya kembali sewarna safir biru. "Aku harus menemukannya lagi. Menciumnya … lagi."
.
.
O.o.O.o.O
.
.
Makhluk legenda itu sesungguhnya masih ada. Dan sama seperti dulu, mereka berbaur di tengah-tengah manusia. Menyamar di tengah manusia hingga keberadaannya tak bisa diketahui manusia pada umumnya. Tapi seiring perkembangan zaman, mereka makin kuat. Mereka tak lagi membunuh. Biasanya mereka hanya perlu menghirup aroma jiwa orang lain sebagai sumber energi mereka. Itu pun tidak perlu dilakukan setiap hari.
Biasanya, yang paling efektif adalah lewat ciuman.
Beruntung, kaum Manusia Rubah dianugerahi fisik yang memukau. Mendapatkan kecupan manis dari manusia bukanlah hal yang sulit. Begitu banyak bangsa mereka yang dianugerahi kelebihan fisik seperti malaikat hidup. Lihat sahabat si pirang itu: Uchiha Sasuke. Atau sepupunya: Uzumaki Karin. Semua lahir dengan feromon yang tak dapat ditolak manusia biasa.
Uzumaki Naruto pun, sangat mudah mendapatkan makanan sumber energi utamanya itu dengan profesinya yang sekarang. Model setampan dan seseksi Naruto, mana ada yang menolak?
Mungkin hanya Haruno Sakura.
Tapi Uzumaki Naruto tak akan pernah menyerah … apalagi melepaskan … mangsanya.
.
.
.
TBC
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
A/N
Surabaya, 15 September 2015
Haloooohaaa! Daku balik lho, daku balik! Dengan fic romance berlatar fantasi untuk menemani hari-hari reader yang kangen dengan NaruSaku! Berbeda dengan Emergency Love yang full rewrite film, yang satu ini hanya terinspirasi dari idenya. Sama kayak korelasinya What Happens in Vegas sama We are Marry Now. Yang satu ini dari LINE Webtoon Korea, Untoucable. Cuman ngikutin sampai episode 75, sekarang entah berapa. Silakan cek komiknya, dan temukan perbedaannya—yep, I'm not plagiarizing the story for sure.
Fic ini mulai diketik September 2015 dan dipublish setelah semua chapternya finish (walhasil, publish di penghujung 2017, akibat kemalasan saya)
Akhir kata, saya ingin ajimumpung promo sekalian, untuk yang penasaran dengan tulisan original Masahiro 'Night' Seiran, temukan beberapa novel saya yang terbit tahun ini:
1. Dangerous Romance terbit Juni 2017
2. Lost in The Rain terbit Juli 2017
3. Forgive to Forget (versi cetakan ulang dengan stamp Best Seller on the cover )
4. Fall For Fangirl terbit November 2017
Semua novel di atas tercantum dengan nama pena original sayah: Daisy Ann
Dapatkan semua judul di atas di Gramedia, Togamas, atau toko buku terdekat di kota kalian yaa! Ada yang spesial lho. Khusus buku ke-4 di atas, yaitu Fall For Fangirl, adalah hasil duet Masahiro Night Seiran dengan author senior di fandom NaruSaku yakni 'Elvenlady' aka Pretty Angelia, lho! Berita manisnya, novel berlatar Korea tersebut kami buat based on NaruSaku as the inspiration 3 Dari sebuah oneshot lama! Nah, khusus novel Fall For Fangirl, kalian bisa DM saya atau Elven untuk pemesanan (PO) yang mana, kalian bisa mendapat TTD, Diskon 10%, dan Booklet FF NaruSaku yang menjadi inspirasinya! Tertarik? Open PO dilaksanakan hanya sampai 10 Desember ya!
Thank you again, Readers! FF ini akan diupdate biweekly atau selama Desember, akan ada kejutan-kejutan soal jadwal updatenya!
Thanks for reading the first chapter! Pemanasan! Sampai ketemu di next chapter!
REVIEW?
.
.
.
.
.
.
V
