Konoha airport..

Berpuluh-puluh orang baru saja keluar dari Konoha Airline secara bergantian setelah kendaraan terbang itu melandas tepat pukul delapan pagi waktu setempat. Senyuman, tangisan, rindu, semua ekspresi terlukis pada tiap orang yang baru saja keluar dari pesawat tersebut. Semuanya nampak bahagia hanya segelintir orang yang nampak biasa saja—mungkin orang-orang itu datang kemari untuk berbisnis atau berkerja atau… ah sudahlah banyak alasan.

Penumpang terakhir yang keluar adalah seorang gadis manis berambut merah jambu sebahu, ia terlihat tidak terburu-buru seperti penumpang lainnya yang segera berlari menuju ke dalam bandara bahkan suhu minus dua derajat celcius tak membuat kaki kecilnya melangkah lebih cepat untuk menikmati pemanas yang disediakan didalam sana. Ia masih berjalan santai sambil sesekali menutup matanya dan menyesap dalam-dalam udara dingin bandara. Padahal puluhan pramugari dan para pilot sudah menyalipnya terlebih dahulu dan memperingatkannya untuk lebih cepat berjalan agar ia tak terkena flu atau membeku? Tetapi tetap saja gadis itu tak mempercepat langkahnya hingga beberapa menit kemudian.

Hawa hangat segera menerpa tubuh si gadis ketika ia memasuki bagian dalam bandara yang ternyata ramai. Tangannya yang membiru mulai berubah menjadi putih lagi seiring lamanya ia berada dalam ruangan ini. Si gadis segera berlari untuk mengambil koper-kopernya dan segera memindahkanya ke atas trolley setelahnya. Tangan mungilnya mulai mendorong trolley berat didepannya dengan semangat. Berkali-kali ia menggumamkan kata 'permisi' pada tiap orang yang menghalangi jalannya. Parfum menyengat, suara berisik, orang-orang yang berlalu lalang dengan ponsel yang menghiasi telinga dan mempercepat langkahnya, serta peluk dan ciuman menghiasi pemandangan tiap sudut Konoha Airport.

'Hmm… inilah Konoha dan disinilah aku akan mulai bertualang,' batin gadis pinky semangat meninggalkan Konoha Airport yang semakin ramai.

.

.

.

Intro lagu It's my life dari Bon Jovi memenuhi ruang dengar mobil Mercedez Guardian keluaran terbaru.

This aint a song for the brokenhearted

No silent prayer for the fait departed

And I aint gonna be just a face in the crowd

You're gonna hear my voice when I shout it out loud

Seorang pemuda berkacamata hitam didalamnya berkali-kali mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar alunan lirik dari sang voklais, sesekali bibir tipisnya ikut menyanyikan bersama dan menginjak pedal gas semakin kencang menembus jalan raya yang mulai lenggang seolah mengikuti alur lagunya yang memasuki chorus. "It's my life it's now or never I aint gonna life forever I just wanna live while I'm alive," teriaknya.

(It's my life)

My heart is like an open highway

Like Frankie said, "I did it my way"

I just wanna live while I'm alive

Cause it's my life

Si pemuda berambut hitam pekat itu mengeraskan volume tape dalam mobilnya ke titik high, naluri rockernya memuncak mendengar lagu favoritnya itu. Suasana jalanan yang sepi sekali semakin menunjang hasrat pemuda tampan itu untuk menyalurkan keinginannya untuk mengebut. Entahlah mendengar lagu ini membuatnya merasa ia adalah actor dalam video klip lagu itu yang begitu berani menyerempet bahaya. Dan ia juga harus menyerempet bahaya seperti saat ini, mobilnya masih dalam kecepatan 200 km/jam diatas jalan yang mulai menyempit dan ramai lalu lalang orang.

Sementara itu seorang gadis kecil sedang berlari-lari kecil diatas sepatu rodanya memutari taman yang penuh bunga-bunga. Badannya meliuk-liuk lincah melewati tikungan yang ada ditaman itu. Kepalanya ber-headbang ria mendengar suara rock dari vokalis favoritnya.

This is for ones who stood their ground

For Tommy and Gina who never backed down

Tommorow's getting harder make no mistake

Luck aint even lucky, gotta make your own breaks

Kepala si gadis mulai ber-headbang ria ketika Jon(vokalis band itu) mulai menyanyikan bagian chorus.

It's my life

it's now or never

I aint gonna life forever

I just wanna live while I'm alive

(It's my life)

My heart is like an open highway

Like Frankie said, "I did it my way"

I just wanna live while I'm alive

Cause it's my life

"You better stand fall when they're calling you out don't blend don't break baby, don't back down," si gadis memilih menyanyi bagian yang mampu dijangkau pita suaranya—bagian setelah second chorus.

It's my life

it's now or never

I aint gonna life forever

I just wanna live while I'm alive

It's my life- Bon Jovi mulai memasuki ending part, si pemuda semakin memeperdalam injakan pedalnya, ia ingin menyelesaikan semua ini. Tempat tujuannya tinggal beberapa blok lagi, entah dari mana pikiran untuk segera sampai ditempat tujuannya tepat lagu yang diputarnya akan berhenti muncul dalam otaknya. Ia semakin tak peduli, lagunya tinggal beberapa detik lagi. Ia memencet roda gigi kecepatan Mercy-nya yang berada tepat diatas tapenya untuk naik satu tingkat. Tapi nampaknya terlambat, Bon Jovi sudah mengakhiri lagunya dan si pemuda dibuat kecewa—melalaikan konsentrasi menyetirnya. Ia tak sadar seorang gadis berambut pink menyebrang didepannya.

Si gadis terbawa suasana, apalagi ketika Jon mulai memasuki bagian akhir it's my life. Si gadis mempercepat laju sepatu rodanya sebegitu cepatnya bahkan hampir menabrak tukang sapu taman dan berhasil membuatnya kaget dan mengumpat. Si gadis meringis dan berkali-kali mengucapkan maaf tanpa memperlambat laju sepatu rodanya.

(It's my life)

My heart is like an open highway

Like Frankie said, "I did it my way"

I just wanna live while I'm alive

Cause it's my life

Si gadis mulai berteriak asal dan semakin terbawa feel lagu itu. Lagu favoritnya benar-benar mempunyai soul, setip pagi ia selalu memutar lagu ini dan mendengarnya membuat dirinya begitu merasa hebat dan bersemangat. Si gadis menutup matanya ketika garis penyebrangan tinggal beberapa langkah lagi. Tepat saat lagu Bon Jovi berhenti ia merasakan sakit yang sangat pada kaki kanannya dan tak lama kemudia ia terjatuh dengan kepala membentur aspal yang panas. Ia membuka matanya dan menatap banyak orang yang mengitari tubuhnya dari atas dan sebuah mobil mewah hanya berjarak beberapa inchi dari dirinya sedetik kemudian ia sadar bahawa ia telah ditabrak sebuah mobil Mercy hitam itu, lalu disampingnya seorang pemuda berkacamata hitam dan berambut sewarna dengan kacamatanya sedang berjongkok.

.

.

.

"Sasuke… sasuke?"

"Hn?" seorang pemuda tersentak dari lamunan panjangnya.

"Kau melamun? Wow, jarang sekali, oh bahkan kau tak pernah melakukan kegiatan itu!" pemuda berambut pirang jabrik meloncat-loncat tak percaya.

"Jadi maksudmu apa memanggilku?" Sasuke—pemuda itu bertanya ketus.

"Tentu saja ayo bermain cricket! Kau pikir kau kemari hanya untuk melamun, hah?"

Sasuke melesat pergi menuju lapangan cricket sambil memasang helmnya rapat-rapat. Ia sudah siap dari posisinya sebagai penyerang.

"Hei, Sasu liburanmu oke?" tanya pemuda berambut merah yang tak kalah siap darinya.

"Yeah, hanya berjemur di Hawaii. Kau?"

"Tidur sepanjang hari di kota ini. Oh, ya kau baik-baik saja?"

"Hn, memang kenapa?"

"Tidak, aku tadi sepertinya melihat bercak darah dibagian depan mobilmu."

"Aku baik," jawab Sasuke datar.

"Hei Gaara, Sasuke, siap?" teriak Naruto.

.

.

.

Suasana dingin nan indah memenuhi pandangan mata Konoha city pagi ini. Salju yang masih menumpuk dijalanan, orang-orang yang bersama-sama membersihkan jalanan aspal dari salju dan anak-anak kecil berlari-lari sambil melempar salju satu pada lainnya. Suasana yang penuh dengan kehangatan dan kekeluargaan.

Seorang gadis berambut marun tersenyum melihat pemandangan pagi hari ini. Dikotanya dulu suasana juga seperti ini, pagi hari penuh sapaan dan keceriaan. Dan satu lagi, alunan piano akan selalu terdengar dari dalam rumahnya.

'Hah… baru dua hari meninggalkanya sudah rindu seperti ini,' pikirnya.

"Sakura!", sapa seorang bocah kecil bersyal panjang.

"Pagi, Konohamaru. Mau ke sekolah?"

"Yeah, emm… aku tidak tahu kau digips."

"Ah, ini kemarin ada seseorang yang menabrakku ditaman. Tenang saja aku baik-baik saja."

"Lalu orang itu bagaimana?"

"Aku tidak tahu, ketika sadar aku sudah di rumah sakit dan saat kutanya pada suster disana katanya pemuda itu sudah membayar pengobatanku."

"Hash! Dasar lelaki tak bertanggung jawab. Ayo berangkat," Konohamaru mengamit lengan Sakura dan berjalan bersama menuju halte bus.

Hari ini adalah hari terlama dan terpagi yang pernah Konohamaru rasakan. Hari ini adalah hari pertama dalam hidupnya ia berangkat ke sekolah pukul tujuh tiga puluh dan hari pertama baginya untuk berjalan lambat menuju halte (karena biasanya ia akan berlari takut ketinggalan bus).

Sesampainya naik dalam bus banyak teman-teman Konohamaru yang tak percaya dengan kedatangan Konohamaru yang sangat pagi. Berbagai pertanyaan aneh mengusik Konohamaru tentang ia mimpi apa, ia sakitkah atau bahkan yang lebih parah apakah ia Konohamaru? Dan itu semua berujung dengan tertawaan.

"Kau cukup terkenal ya?" tanya Sakura sambil tersenyum.

"Tidak, mereka memang suka mengejekku. Karena biasanya aku akan menumpangi bus ketiga setelah bus ini."

"Berangkat pagi denganku tidak meropotkanmu, bukan?"

"Tentu saja," Konohamaru tersenyum manis tak sadar jika senyumannya membuat beberapa gadis cilik disekitarnya merona.

Sepuluh menit kemudian Sakura sudah turun dari halte bus dan mulai mandiri berjalan sendiri menopang kaki gipsnya dengan kedua tongkat yang diapit kedua lengannya. Ia terpukau ketika melihat bangunan didepannya. Bangunan yang begitu artistic dan megah. Konoha Musical Academy. Gerbang depan berukir dan air mancur dengan patung-patung putri duyung yang mengitari kolam sambil menuangkan air jernih menghiasi bagian depan sekolah musik ini, tak lupa dengan rumput hijau yang luas dengan beberapa batu paving sebagai penapak kaki.

Sakura memasuki bangunan bergaya Eropa kuno yang disebut sebagai gedung utama KMA-Konoha Musical Academy. Puluhan lukisan berlabel internasional yang Sakura tahu tergantung disana seperti Monalisa milik Leonardo Da Vinci, Women in The Garden-nya Monet, bahkan lukisan Picasso. Sakura tak tahu apa itu asli apa tidak yang jelas ini benar-benar mirip dengan aslinya. Sakura masih terpesona dengan lukisan-lukisan itu tak sadar jika…

"Kau buta?" bentak seorang gadis berkacamata berframe hitam.

Sakura terhuyung dan hampir saja jatuh jika tak mampu menahan bobotnya. "Ma… maaf."

"Maaf? Kau tahu, kau habis menabrakku, tahu!"

"Iya, aku minta maaf," Sakura memelas. "Kumohon."

Gadis berrambut merah itu menatap Sakura dari atas kebawah kemudian melukiskan ekspresi jijik setelahnya. "Ah, sudahlah. Ayo pergi," gadis itu memerintah kedua temannya dibelakangnnya untuk mengikutinya.

Sakura menatap dirinya sendiri dari atas hingga ke bawah. Sepatu boots merahnya tidak ada yang salah hanya serpihan salju yang menempel disana, kemudian rok flanelnya juga tidak aja yang lubang atau apalah, lalu kaos berkerah putihnya yang ditumpuk dengan cardigan biru ditambah mantel putih-merahnya tidak ada yang tak beres. Semuanya bersih rapih. Lalu mengapa gadis tadi seperti jijik melihatnya? Apa karena…

"TETTTT…" bel pertama berbunyi Sakura bergegas menuju ruang kepala sekolah yang akan ditujunya.

"Permisi bisakah kau mengantarku ke ruang kepala sekolah?" tanya Sakura pada seorang gadis berambut pirang berkucir.

"Kau anak baru disini?" tanya gadis pirang itu agak tak ramah.

"Perkenalkan aku Sakura Haruno, aku murid pindahan dari…"

"Tak ada yang memerintahmu untuk memperkenalkan diri!"

"Temari!" seorang pemuda berambut merah dibelakang gadis pirang itu—Temari membentaknya dan mendorong Temari menjauh dari Sakura.

"Hai, aku Gaara," Gaara mengulurkan tangannya. "Senang bertemu denganmu, Sakura."

"Yeah, aku juga," Sakura menjabat tangan pemuda tampan didepannya—Gaara.

"Kau ingin ke ruang kepala sekolah?" tanya Gaara.

"Yeah, tapi mungkin nanti saja."

"Ayo aku antar."

Sakura menimbang-nimbang, ia menatap gadis pirang yang barusan bicara ketus padanya. Temari yang merasa sedang diperhatikan menatap balik dan Sakura segera membuang mukanya. "Tak usah, aku bisa sendiri."

"Oh, ayolah aku sebagai adik Temari minta maaf," Gaara menyatukan kedua tangannya dalam dekapan.

Sakura menghembuskan nafas. "Baiklah."

"Gitu sok jual mahal!" celoteh Temari entah pada siapa.

Sekolah bubar pukul tiga sore, Sakura masuk dalam kelas Mozart tingkat satu setelah mengurus administrasi dengan Gaara. Jadwal sebulan penuh sudah ia dapatkan, begitu juga dengan kunci loker, baju olah raga, buku-buku dan tentu saja microphone. Seharian ini sakura sudah berkenalan dengan setidaknya dua puluh empat orang dalam kelasnya dan lima guru ditambah Gaara dan Temari jika masuk hitungan.

Hari-hari disekolah musik ternyata tak seindah yang Sakura bayangkan, disekolah musik ini sakura lebih banyak menemukan murid-murid yang benar-benar mahir bermusik—Sakura sempat minder dan tak yakin pada kemampuannya bermusik. Tapi jauh dari itu semua Sakura menyimpan benci yang sangat pada murid-murid KMA yang suka membeda-bedakan teman. Bahkan membuat genk-genk banyak ditemui Sakura. Selain itu pengajaran di KMA sangatlah berat, ternyata tak hanya musik saja yang diajarkan, pelajaran umum lainnya seperti aljabar, kalkulus, kimia, fisika, sastra dan lainnya juga diajarkan. Sakura sendiri masih belum menunjukkan kebolehannya dalam bermusik. Ia masih mengikuti teori-teori dalam bermusik—dan ia benci itu. Menurutnya musik bukanlah otak yang bermain tetapi hati. Tiap musik harus memiliki jiwa dan jiwa itu bisa muncul dari hati.

"Sa… sakuraa," panggil seorang gadis cantik membuyarkan lamunan Sakura.

"Hinata!" Ah Sakura lupa jika hanya Hinata yang membuatnya betah disini.

"Maaf aku mengganggu. Emm… apa kau berminat mengikuti eskul disini?"

"Tentu saja," Sakura tersenyum lebar sambil menggeser tempat duduknya mendekat pada Hinata. "Ada eskul apa saja?"

"Adam dance, ballet, acrobatic skating musical, band, basket, futsal, cricket, movie-maker, fotografi, sastra, robotika..."

"Kau ikut apa?" Sakura memotong penjelasan Hinata—tak sabar.

"A…aku?" Sakura mengangguk. "Ba.. ballet dan sastra."

"Wow, kau ballerina? Dan sastra? Eskul apa itu?"

"Emm… hanya membuat karangan saja seperti cerpen, scenario, lirik lagu atau apalah."

"Ah, aku tak pandai dalam hal seperti itu. Tunggu sebentar," Sakura membaca ulang kertas bertulisakan macam-macam eskul di KMA. "Apa itu acrobatic skating musical?"

"Ac-casual —acrobatic skating musical adalah eskul bermain skating dengan gerakan-gerakan acrobat yang sulit dan tentu saja dipadu dengan music dan nyanyian—seperti namanya."

"Wow, cool. Aku ikut ini saja."

"Ta… tapi audisi untuk masuk eskul itu sulit sekali."

"Audisi?"

"Yeah, audisi," Hinata menangguk. "Tiap eskul ada audisinya jadi setiap eskul diisi oleh orang-orang yang benar-benar berbakat. Dan konon untuk masuk ac-casual audisinya super ketat dan berat, habis leadernya ketus banget!"

"Tak masalah aku pasti bisa," sakura mengamati kertas itu lagi. "Dan robotika! Katamu tiap murid harus ikut eskul minimal dua maksimal tiga, kan?" Hinata mengangguk.

"Kalau begitu ayo antar aku mengambil formulirnya!" Sakura berdiri sambil menamit tangan Hinata dan tongkatnya. Disisinya Hinata hanya meneguk ludah mengingat pilihan Sakura.

Sakura dan Hinata berjalan memasuki koridor yang sepi manusia namun ramai oleh teriakan-teriakan semangat dari para lelaki menyebut-nyebut 'karin' dari jauh. Sakura ternganga melihat arena ice skating didepannya, benar-benar luas dan indah. Bangku-bangku penonton yang berjejer rapi dan menjulang tinggi makin ketas, asap mengepul dari balok es, prosotan tinggi dalam arena, salju buatan yang jatuh dari atas dan tentu saja murid-murid yang beracrobat dibawah sana.

"Wow, apa disini tempat eskul ac-casual?" tanya Sakura terkagum-kagum dan Hinata hanya mengangguk.

"Lalu dimana aku harus mengambil formulirnya?" mata Sakura berbinar.

"Dibawah sana," Hinata menunjuk sebuah pintu besar diarena skating. "Ayo Sakura."

Menuruni satu persatu tangga dan memutari arena skating ternyata cukup lama dan melelahkan bagi Hinata yang berkaki normal tanpa gips. "Itu!" Hinata menunjuk sebuah kotak penuh dengan kertas warna-warni didalamnya.

Sakura hendak mengambil salah satu kertas dari dalam kotak itu tetapi dengan tangkas sebuah tangan putih mulus nan indah mengambil kotak beserta kertasnya. "Kau mau mendaftar ac-casual?" tanya gadis pemilik tangan cantik tadi.

"Ya, aku mau ikut," Sakura berkata dengan berbinar-binar tetapi kemudian gelak tawa terdengar dari gerombolan yang Sakura ingat sebagai gerombolan yang Sakura temui di gedung depan KMA ketika hari pertama sekolah.

"Karin, bukannya dia gadis miskin yang menabrakmu beberapa hari yang lalu itu!" tanya seorang gadis berambut pirang panjang.

"Kenapa kau menyebut Sakura miskin, Ino!" bela Hinata.

"Habis dandanannya gak keren banget, hahaha…" tawa Ino meledak diikuti yang lain.

"Stop!" Karin memerintahkan yang lainnya untuk diam. "Jadi namamu Sakura? Hmm, kau benar-benar ingin masuk ac-casual? Sakura mengangguk dan dijaw dengan tertawaan lagi oleh Karin cs. "Oke, oke, stop. Ini benar-benar lucu, seorang gadis pincang ingin masuk ac-casual? Wowo lelucon lucu akhir tahun ini!

"Aku tidak pincang, kakiku hanya digips setengah bulan," Sakura mulai terpancing emosinya.

"Ah, sudahlah, walupun kau tak pincang sekalipun kau akan tetap ditolak!" Karin berbalik badan dan hendak meninggalkan Sakura tetapi dihadang oleh Sakura.

"Kenapa kau menolakku? Ini tak adil, kau belum melihat kemampuanku!" sakura menggenggam erat tangan Karin.

"Lepaskan tanganku," Karin mengibaskan tangan Sakura. "Tentu saja bisa, aku vice-leader diclub ini! Dan kau orang miskin dan tak pantas masuk ac-casual yang memiliki nama ini. Aku sebagai vice-leader melindungi club ini agar namanya tak tercoreng!"

"Persetan dengan omonganmu, Karin," seorang pemuda berambut merah mendekat. "Kau tak bisa memutuskan seseorang tak lolos sebelum ia audisi," pemuda yang dikenal Sakura sebagai Gaara itu semakin mendekat dengan gerombolannya yang tampan-tampan. "Iya kan, Sasuke?"

Sasuke terkejut menatap Sakura entah mengapa, ia berdehem untuk menghilangkan keterkejutannya. "Hn."

"Baiklah sekarang kau aku audisi!" Karin mengalah setelah menatap Sasuke.

"Eits, kau harus sportif nona cantik, bukankah lebih baik jika ia ikut audisi ketika kakinya sudah sembuh? Kudengar beberapa hari lagi gipsnya kan dilepas," sambung seorang pemuda imut berambut jabrik duren.

"Oke, oke kau menang gadis miskin. Tapi sebagai gantinya kau harus melakukan teknik swan ketika audisi," Karin menatap licik pada Sakura.

"Karin kau gila, itu teknik yang…" Gaara tak terima.

"Aku akan melakukannya!" teriak Sakura.

Karin menyeringai. "Kau dengar, Gaara? Dia sudah menyetujinya," Karin menjauh pergi tapi berbalik lagi. "Kusarankan ketika kau gagal dalam audisi ac-casual kau masuk dalam robotika saja sepertinya itu cocok untukmu!"

"Memang aku kan masuk club itu juga!" tantang Sakura dan dijawab terawaan dari seluruh anggota club ac-casual disitu.

"Sepertinya akan bertambah satu anggota genk nerd," jawab salah satu anggota genk Karin yang bermata biru yang indah—Shion dan tawa semakin kencang terdengar diruang itu.

"Akan kubuktikan jika aku bisa lolos! Lihat saja siapa yang akan trakhir kali tertawa," Sakura memukul keras lantai dibawahnya dengan tongkatnya. "Ayo, Hinata!"

Yahh saya sedang mencoba membuat fiksi bertema "sekolah" dan "musik"!

Haruskah saya melanjutkan?

Review for your comment..

Oya, thanks for reading xDD