I&U
Summary: Aku dan kamu selalu memiliki kata di tengahnya untuk saling mengenal. 31 hari bersama Soukoku dengan tema berbeda #InOktober #I_you
Disclaimer: Asagiri Kafka
Warning: OOC, gaje, kepanjangan buat drabble (?), typo, feel ga ngena, dll.
#Days 1: I See You
Apa arti dari diciptakannya sebuah perasaan bernama cinta?
Senja belum pernah semerah ini.
Dazai Osamu ditemani sekaleng bir tengah menikmati camar yang terbang merendah. Membawa pergi angannya bersama angin musim gugur yang menari dengan dedaunan. Dulu, jauh-jauh bulan sebelum September tiba, sekitar pertengahan Juni pada teriknya musim panas, ia pernah menikmati senja bersama orang lain. Pertemuan misterius itu -sebuah kebetulan yang agaknya menyenangkan sekaligus menyebalkan, telah membawa Dazai pada Nakahara Chuuya -salah seorang dari penikmat senja di pinggir sungai Yokohama.
Teman sorenya yang pemarah namun menggemaskan. Seorang penikmat senja dengan topi jerami sebagai ciri khasnya.
"Dulu, kamu duduk di sampingku. Tetapi sekarang, aku 'menyaksikanmu' dari depan sini." Jeda sejenak. Dazai meneguk habis sekaleng bir yang sempat terabaikan. Merapatkan syal mencari kehangatan.
"Apa kamu malu sampai memerah seperti itu, Chuuya?"
Chuuya itu ibarat senja. Dazai memiliki alasan kuat untuk menganggapnya demikian. Sebagai penikmat senja, maniak perban itu paham betul tiada kata yang mampu untuk menggambarkan indahnya senja. Melebihi puisi, majas dan dongeng, mata adalah penerjemah terbaik untuk memahami keindahan semacam itu.
Begitupun Chuuya. Di balik sumpah serapah, ujaran kebencian dan amarah yang ditunjukkan, Dazai telah memaknainya sebagai keindahan yang menyerupai senja -sekalipun ditinggalkan oleh kata-kata, kehabisan penjelasan bahkan tunduk membisu, ia tetap mampu untuk memahaminya dengan baik. Karena begitulah hakikat senja, keindahannya tak perlu disuarakan agar dunia ketahui atau orang lain mengerti.
"Yang lebih penting, aku telah menemukan jawabannya. Apa arti dari diciptakannya sebuah perasaan bernama cinta." Tahu-tahu giliran gelap malam menyapa. Senja telah pergi digantikan gemerlap bintang dan cahaya rembulan.
"Besok kuberitahu jawabannya. Lain kali jangan buru-buru, Chuuya. Aku masih rindu padamu."
Indah, dan kepergiannya mengenal waktu. Ketika orang-orang perlahan menyukai senja, 'ia' akan pulang sembari digantikan malam, mematahkan hati mereka yang ditinggalkan dengan perasaan rindu. Begitupun Chuuya, ia tahu kapan harus menghilang -yakni ketika Dazai menjatuhkan diri untuk cinta kepadanya. Sewaktu pria jangkung itu menaruh harap pada senja yang esok datang dan membawanya menemui sang pujaan.
Karena itu cinta diciptakan.
Agar berapa kalipun senja menemui dan Dazai menatapnya dalam ribuan kesempatan, ia akan ingat untuk jatuh cinta sekali lagi, lagi dan lagi.
#Days 2: I Thank You
Antara maaf dan terima kasih, kira-kira mana yang paling banyak untuk Dazai ucapkan kepada Chuuya?
Pada sebuah perjalanan pulang sehabis bekerja. Dazai mengingat baik-baik Kamis itu, hari yang membawa keberuntungan padanya dengan mendatangkan Nakahara Chuuya dan 4 kantong penuh belanjaan.
Terlepas dari posisi musuh dan pekerjaan, membantu Chuuya membawa 2 kantong belanjaan tentu bukan masalah. Reuni kecil-kecilan semacam ini sulit terjadi untuk kedua kalinya bila mereka telah kembali pada status masing-masing.
"Sekarang pergilah. Aku tidak butuh bantuanmu dalam memasak." Chuuya masih sama galaknya. Hanya terlihat imut di mata Dazai seorang.
"Tidak perlu malu-malu, Chuuya. Aku ingin makan masakanmu juga." Sementara idiot tetaplah idiot. Tanpa permisi maniak topi itu membanting pintu.
TOK ... TOK ...
"Apalagi?!"
"Belanjaanmu ketinggalan. Terus kepitingnya ...", "Ok. Bye." BLAMMM! Pintu kembali dibanting. Dazai mengetuknya lagi sambil tersenyum.
"KAU MAU APA SIH SE ...", "PAKETMU DATANG, SAYANG~" Serunya loncat memeluk sang malaikat tsundere. Salahkan Chuuya begitu manis, Dazai tidak tahan jadinya.
"Menyingkir dariku dan duduk di sofa!"
"Aku mau sup kepiting."
"Iya, iya! Cepat duduk."
Apartemen bergaya minimalis itu masihlah sama. Koleksi topi anehnya bertambah sementara sofa hijau yang biasa Dazai duduki belum berubah. Dia masih hafal tempat favoritnya. Tahu di mana letak majalah fashion bahkan mengingat persis tempat persembunyian alkoholnya. Berusia kepala dua sekalipun, tidak ada majalah dewasa yang terselip di antara rak bukunya.
Chuuya tetaplah Chuuya. Mengetahuinya ia kembali tersenyum.
"Chuuya? Boleh aku bertanya sesuatu?"
"Apapun asal jangan membantu di dapur."
"Jika aku diberi seribu kesempatan untuk mengucapkan terima kasih atau maaf padamu. Menurutmu mana yang paling banyak kuucapkan?"
"Jelas, kan, maaf. Kau meninggalkan Port Mafia tanpa pamit. Membuatku terus menunggu, sendirian. Be-belum lagi kau membuatku marah-marah terus. Aku bisa cepat tua karenanya."
"Daripada minta maaf karena membuatmu menunggu. Aku lebih memilih berterima kasih telah menungguku."
"Untuk apa coba?! Si-siapa juga yang menunggumu?"
"Terima kasih juga tetap menjadi rumah untukku berpulang. Chuuya tidak pernah berubah. Marahmu masih untukku, begitupun rasa bencimu yang begitu mendalam. Aku senang saat mengetahuinya."
"Dasar orang aneh! Terus menjauhlah dariku!" Tahu-tahu Dazai berdiri di belakangnya. Terlalu asyik memasak membuat Chuuya sangat lengah.
"Lalu, satu hal paling berharga yang ingin kuucapkan, terima kasih telah membuatku jatuh cinta hanya padamu. Sekarang dan seterusnya, bolehkah aku terus memilikimu?"
Setelah ini Chuuya pastikan, Dazai akan meminta maaf telah membuatnya gelagapan.
#Days 3: I Understand You
"Aku membencimu, Dazai sialan!"
Itu artinya Chuuya minta dimanja. Dazai akan menciumnya sampai ia berhenti bilang demikian. Kalau masih keras kepala? Tinggal cium lagi. Chuuya pun menyerah dengan wajah memerah yang selalu Dazai tunggu-tunggu.
"Tinggalkan aku sendiri."
Lantas, apa Dazai menurutinya kemudian berlalu? Jika Chuuya menginginkan hal sebodoh itu, dia akan berlari dan memeluknya sambil membisikkan kalimat tersebut, 'bahwa aku ada di sini dan Chuuya selalu memilikku. Karenanya, kamu boleh menangis sekarang'.
"Jangan tinggalkan aku."
Satu-satunya kalimat terjujur yang Dazai sukai, tanpa sumpah serapah ataupun menyelipkan sarkastik. Chuuya menjadi lebih manis saat ia berlari dan memeluk tubuh jangkung sang rekan. Bila demikian, sesulit apapun caranya kembali, Dazai tetap menginginkan sebuah kepulangan.
Dazai selalu mengerti segala tentangnya. Hanya 1 hal yang gagal ia pahami; kenapa Chuuya meninggalkannya secepat ini tanpa mengatakan apapun?
Dia hanya mengerti cara memeluk Chuuya. Tidak dengan dirinya sendiri.
#Days 4: I Forgive You
Tanggal 19 Juni Sabtu itu, festival musim panas kembali diadakan usai diumumkan 2 minggu lalu. Cuti telah diberikan oleh para boss. Termasuk Mori Ougai yang meliburkan anggota Port Mafia. Toh selain anak buahnya, dia pun ingin bersenang-senang dengan menikmati kembang api bersama Elise.
"Chuuya-san tidak ikut?" Tanya seorang anak buahnya yang berkulit pucat itu. Eksekutif muda sekaligus pria yang dimaksud menggelengkan kepala sambil mengenakan helm.
"Ikutlah bersama kami. Ada baiknya Chuuya-san bersenang-senang."
"Apa kau berani menentangku, Akutagawa?"
"Jika Dazai-san berada di posisiku, dia pasti menentangmu juga." Jawaban yang berani dari sang kouhai. Chuuya menyeringai tipis sebelum menaiki motornya.
"Dan kau bukan Dazai. Bukan hakmu untuk menghentikanku."
Tanpa kompromi lebih lanjut Chuuya memacu motornya membelah gelap malam. Warna-warni lampu festival tampak menyilaukan di sepanjang jalan. Perasaan sukacita tersebut terlalu jauh untuk ia gapai dengan hati dan mata yang berkabut oleh kesedihan.
Bukan tanpa alasan Chuuya bersikap keras kepala. Tanpa Dazai yang menjanjikan kesenangan tersebut, untuk apa ia pergi menikmati festival, kesepian di tengah pertunjukan kembang api dan melahap permen apel dengan hambar? Kepergiannya 2 tahun lalu begitu menghantui dengan bekas luka yang mendalam. Terlebih perasaan bersalah akan absennya Dazai Osamu belum dapat dihilangkan sepenuhnya.
"Malam, Chuuya-san. Hari ini kunjungan sampai jam sembilan," sapa seorang dokter mendapati pembesuk setia itu turun memarkirkan motor.
Tidak seperti Kouyou, dia benci basa-basi. Chuuya segera menaiki lift menuju lantai 4. Mengunjungi kamar nomor 567 di mana raga itu terbaring tanpa jiwa yang semestinya tinggal di sana. Entah apa yang Dazai Osamu cari dalam petualangan panjangnya. Mungkinkah itu berupa kepulangan? Atau memang sebuah kepergian dalam arti sesungguhnya?
Chuuya tidak tahu. Dua tahun berturut-turut mempertanyakan dan menyaksikan pemandangan tersebut, entah sebuta apa sepasang azure nya sampai ia lupa cara menangis.
"Malam, idiot. Meski di sini idiot sesungguhnya adalah aku."
Penantian panjang dan melelahkan itu telah membawanya pada kehancuran. Hampa akibat mati rasa karena berlarut-larut dalam angan. Chuuya terlalu sombong untuk merasa yakin jika dirinya sekuat itu tanpa Dazai. Bahwa kepergian seseorang yang ia benci mustahil akan mengacaukan hari, bulan dan tahun yang selalu terasa sama.
Ternyata tanpa Dazai Osamu, rasanya jauh lebih pahit untuk Chuuya tanggung seorang diri.
"Hari ini tanggal sembilan belas Juni. Kamu tahu apa artinya? Selamat berulang tahun yang ke dua puluh empat. Maaf karena tahun lalu aku tampak menyedihkan. Meskipun sekarang lebih parah."
"Orang sepintar dirimu pasti tahu penyebabnya. Lalu setelah itu, kenapa kau tak kunjung kembali?" Intonasi suaranya merendah. Nyaris hilang bila Chuuya terlanjur goyah.
"Beberapa waktu terakhir, aku telah memikirkannya. Apa kamu takut aku akan memarahimu karena keluar dari Port Mafia? Apa itu alasannya sampai-sampai dua tahun belakangan ini kau memilih tidur?"
"Apa kamu juga takut, aku tidak akan memaafkanmu karena memilih meninggalkanku daripada bersamaku?"
Bibirnya ia gigit sampai mengeluarkan sedikit darah. Mati-matian mempertahankan suaranya agar tidak menghilang sebelum kalimat itu terselesaikan.
"Diriku di masa lalu pasti tidak akan memaafkanmu. Tetapi sekarang ... semuanya telah berubah." Kapan terakhir kali Chuuya mengenggamnya? Tangan itu kurus seakan jari-jarinya bisa patah kapanpun.
"Dazai, apapun keputusanmu aku pasti memaafkanmu. Kau boleh keluar dari Port Mafia, meninggalkanku untuk membantu orang lain sesuai impianmu. Aku tidak akan egois lagi dengan memintamu bertahan di sisiku."
"Karena itu ... kembalilah. Ditinggalkan olehmu dengan cara seperti ini ..."
Aku sangat membencinya.
#Days 5: I'm Leaving You
Teriknya matahari dilalui dengan semringah disertai senyum lebar oleh Dazai Osamu. Berpegang pada 2 alasan mengapa hari ini kebahagiaan berpihak padanya, cuma-cuma pria maniak perban itu memamerkan hari libur yang ia dapat dan janji kencannya dengan seseorang. Ya, ken-can! Pertemuan telah dijanjikan pada pukul 12. Bertepatan dengan jam makan siang di sebuah cafe langganan mereka sejak PDKT.
KRINGGG ...!
Celingak-celinguk sejenak, mencari tubuh mungil sang malaikat tsundere menjadi kesulitan tersendiri di tengah ramai yang hilir mudik mewarnai suasana.
"Hoi idiot perban! Kenapa kau lama sekali?!" Dazai melambai cantik pada wajah marah sang kekasih yang menunggu di pojokan. Hampir setengah jam berlalu dan Nakahara Chuuya sempurna hilang kesabaran.
"Aku hanya terlambat lima menit. Ternyata duniamu tanpaku berjalan selambat itu."
"Apa maksudmu lima menit?! Jelas-jelas sudah setengah jam berlalu!"
"Tetapi sekarang baru pukul dua belas lewat lima. Kalau Chuuya ingin bertemu denganku secepat itu, harusnya bilang dari awal."
Benar saja, baik jam saku maupun dinding menunjukkan pukul dua belas lebih lima menit. Chuuya merutuki kebodohan dan rasa panik yang tersimpan rapat dalam benak. Janji temu pada Jumat itu bukan seperti kencan yang dulu-dulu. Keinginannya menatap wajah sang kekasih dan berbicara 4 mata menjadi lebih rumit dibandingkan dengan obrolan ringan yang biasa mereka lakukan.
"Kamu tahu aku benci basa-basi. Jadi langsung ke intinya saja." Seriusnya tidak mengenakkan Dazai yang menatap dalam pada sepasang azure. Mencari kejanggalan yang menyalahi keadaan saat ini.
"Aku mau kita putus."
Tegang menyelimuti rasa hening yang perlahan menciptakan jarak. Kakao miliknya melebar dengan keterkejutan yang langsung tergantikan oleh tatapan menginterogasi.
"Tunggu sebentar, Chuuya." Seorang pelayan mendekat hendak mengambil pesanan. Ramahnya berubah menjadi ngeri sewaktu menemui Dazai lewat kontak mata.
"Pelayan, saya minta korek kuping. Masa pacar saya minta putus. Ini pasti salah."
"E-eh kami ...", "DAZAI IDIOT! AKU MEMANG MINTA PUTUS DAN KAU TIDAK SALAH DENGAR SIALAN!" Makin nyeri akibat ngeri, pelayan muda itu undur diri membiarkan mereka menyelesaikan masalahnya.
"Tidak seharusnya Chuuya tegang. Aku di sini untuk mendengarkanmu." Selalu kalem seperti itu. Dazai tahu pasti cara menenangkan badai dan mungkin, untuk menjemput pelangi juga.
"Anee-san yang memintaku melakukannya. Karena aku akan dijodohkan dengan orang lain dan sulit bagiku untuk menentangnya."
Melebihi pemahaman siapapun, Dazai tahu sebesar apa rasa cinta dan hormat yang Chuuya miliki untuk seorang Kouyou. Wanita paruh baya itu adalah mama angkat yang menemukan permata kecilnya terkapar di pinggir jalan. Setelah mengorbankan puluhan tahun demi merawat dan menyayanginya, sang senja tak mungkin setega itu membiarkan egonya memenangkan keinginannya.
"Bilang padanya, dia telah menantang orang yang salah." Sebelah alisnya dinaikkan heran. Dazai mengenggam lembut jemari yang dibalut oleh sarung tangan hitam itu.
"Hari ini Chuuya boleh meninggalkanku. Karena bagiku, pergimu adalah persiapan untuk kembali dimiliki olehku dan untuk jatuh cinta lagi kepadaku."
"Makanya suatu hari nanti, pastikan dirimu siap untuk direbut kembali."
Kekekalan tidak dikandung oleh kejadian manapun. Dazai percaya diri karena ia tahu, ditinggalkan bukan akhir dari segalanya. Manusia akan selalu memenangkan takdir bila mereka terus mencari.
Karenanya, jalan pada Chuuya akan dia temui berapa kalipun Dazai harus mencari.
Bersambung...
A/N: Haloo~ aku author baru di sini, kalo sekiranya ada kritik dan saran boleh tulis di kolom review. Sebenarnya niatku bikin drabble, tapi ntah kenapa beberapa prompt itu panjang banget jadinya. Dan karena gak tau mau digimanain lagi, jadilah dibiarkan kea gini. Setiap chapter ada 5 prompt, doain moga bisa bikin semua prompt nya hehe.
Akhir kata, terima kasih buat yang berkenan baca fic gaje ini.
