The Last Remaining Days
Summary: Sonozaki Mion, cewek 17 tahunan yang bersekolah di Yasogami High. Ia akhirnya membuka matanya lebar-lebar mengenai cinta ketika seseorang menceritakan sebuah kisah tragis yang mampu mengalahkan sifat tomboinya. SoujixNaoto (ada 2 nama char yg saya ambil dari sebuah anime. Ingat! Cuma namanya saja!! Sebab lagi2 aq kehabisan stok nama.)
Disclaimer: the real owner of P4 isssss……ATLUSSSSS!!!!
__________________________________________________________________________________________________________________________
"Kei-chan!! Temenin makan steak di Junes dong!" rengek Mion sambil menarik-narik lengan 'Kei-chan'.
"Mi-Mion, jangan panggil aku pake 'chan' dong! Malu tau!"
"Habis kamu sibuk main basket melulu. Sebel nih! Maebara Keiichi!! Temani aku!!!"
Keiichi garuk-garuk kepala. Masalahnya sebentar lagi akan ada turnamen basket, jadi ia terpaksa latihan setiap hari. Dan juga, lawan tandingnya bukan sembarangan, kali ini Yasogami High ikut partisipasi dalam turnamen yang diadakan sekolah Gekkoukan High di Port Island. Itu sebabnya belakangan ini dia jarang menemani Mion pulang atau jalan-jalan bareng.
"Kei-chan! Kok malah ngelamun sih?! Khusus kali ini kamu bolos latihan yah!"
Keiichi membelalak lebar. "Mion! Jangan sembarangan deh!" secara otomatis ia membentak.
"Kei-chan…jadi basket lebih penting dariku ya…ya sudah kalo gitu! Aku pergi sendiri!!" Mion langsung ngeloyor sambil ngedumel sendiri. Langkah kakinya sudah mirip T-Rex yang baru saja lolos dari kandangnya. Sementara dari Kejauhan Keiichi hanya menatap Mion pasrah.
Mion yang terus berjalan menyusuri Samegawa River tak sadar kalau ia berjalan tepat di pinggiran jalan. Karena pikirannya sudah tidak terfokuskan ke arah jalannya, ia jatuh terperosok dan terguling-guling ke tepi sungai. Nyaris saja ia tercebur kalau tidak ada sesorang yang menolongnya.
"ADAWWW!!! Sakiiitt!!"
"Eh, kamu nggak apa-apa?" suara itu terdengar lembut di telinga Mion. Kedua matanya masih tertutup rapat-rapat karena menahan perih di kepalanya yang terbentur. "Makanya, kalo jalan hati-hati."
"Eh, Gomenasai!"
Oang yang menolong Mion itu malah kebingungan. Dia yang jatoh kok dia yang minta maaf?
"Ngomong-ngomong, kita belum kenalan lho. Namaku Rise Kujikawa. Senang berkenalan denganmu." Wanita dewasa yang menolong Mion itu mengulurkan tangannya dan saling berjabat tangan dengan Mion yang masih malu karena tindakan cerobohnya diketahui orang lain selain Keiichi.
"Aku…Sonozaki Mion. Senang bertemu kakak." Maklum kalau Mion panggil Rise kakak. Karena kalau dilihat dari segi tampang dan gaya penampilannya, ia terlihat seperti wanita berusia 25 tahunan.
"Kulihat dari tadi kamu terus mendumal sendiri. Pasti ada masalah." Mion terkejut. Tak menyangka kalau wanita di hadapannya bisa menebak apa yang dialaminya.
"Kok…kakak bisa tahu?"
"Oh, aku ini lebih tua darimu, tentunya aku punya lebih banyak pengalaman darimu. Aku suka membantu orang memecahkan masalah. Mau berbagi cerita denganku? Siapa tahu aku bisa membantumu."
Mion berpikir sejenak. Lalu a mengangguk setuju dan duduk menghadap sungai yang berkilauan di hadapannya.
"Aku sangat sebal!"
"Kenapa?"
"Kei-chan nggak mau temani aku makan steak di Junes. Dia lebih mementingkan turnamen basketnya ketimbang aku!"
Hngg…minta ditemani makan steak…sama seperti Chie-senpai dong? Pikir Rise dengan saksama mendengarkan keluhan Mion.
"Maksudmu lomba basket antar Yasogami High dengan Gekkoukan High?" Mion pun mengangguk. "Lalu, yang kamu maksud dengan 'Kei-chan' itu siapa?"
"Dia…teman cowok ku."
"Eh? Teman cowok?"
"Iya. Namanya Keiichi. Dia teman cowokku."
Rise meringis karena dugaannya salah. "Ahahaha, kukira dia cewek. Habis, biasanya nama Keiko juga bisa disingkat jadi Kei-chan kan?"
Kini Mion yang tertawa. Wajah cemberutnya seketika berubah jadi cengiran lebar.
"Kau sebal karena dia tak punya banyak waktu untukmu?"
"Begitulah. Dia kapten basket, makanya selalu sibuk. Kupikir…dia tak memperdulikanku!"
"Hngg…kamu percaya nggak kalo ada orang bilang 'cinta itu tak mengenal akhir waktu'?
Mion masih bingung dengan wanita dewasa di sebelahnya ini. "Maksud kakak?"
"Yaaah, kamu percaya nggak?"
Mion mencibir, perutnya terasa geli mendengar kata-kata 'cinta itu tak mengenal akhir waktu'. Mana mungkin ada yang begituan. Jaman sekarang itu sudah terlalu susah untuk menjalani kata-kata 'cinta itu tak mengenal akhir waktu'. Malahan bakal dibilang muluk sama orang-orang. Jadi Mion menggeleng-geleng saja. Rise tentunya bisa maklum dengan tanggapan Mion.
"Betapa anehnya kalau ada orang yang sampai menjalani cinta mereka sesuai kata-kata tadi. Geli rasanya waktu aku mendengarnya. Jaman sekarang sudah tidak ada lagi hubungan yang berpegang teguh pada prinsip 'cinta itu tak mengenal akhir waktu'." Mion mengambil bongkahan batu di sampingnya dan melemparkan batu tersebut ke sungai yang jernih. "Ngg…kalau kakak sendiri bagaimana?"
"Percaya. Memang, yang model begituan memang jarang sekali ditemukan. Tapi…kayaknya kakak punya cerita yang cocok tentang itu deh. Malahan kakak terinspirasi dari cerita itu. Mau dengar? Kisah nyata lho."
"Kisah nyata? Masa sih ada kisah nyatanya?"
Rise mengangguk puas ketika ia berhasil memancing ketertarikan Mion. "Hngg, kejadiannya juga di Inaba lho. Mau dengar nggak?"
Tanpa berpikir lagi Mion langsung minta diceritakan kisah nyata itu. "Ceritakan!"
"Oke, kisah ini terjadi beberapa tahun yang lalu…"
__________________________________________________________________________________________________________________________
Hari ini…
Besok…lusa…
Bulan depan…
Kemarin…
Bulan kemarin…
Tak ada yang berbeda dalam hidup Naoto. Semuanya tetap sama seperti sediakala. Di sini rasanya sangat membosankan. Inaba hanyalah kota kecil yang tidak ada apa-apanya. Itu menurut Naoto. Inaba bisa terus mempertahankan keberadaannya hanya karena beberapa hal saja. Junes, Amagi Inn, dan si idola Risette yang tiba-tiba saja memutuskan untuk pindah ke Inaba. Tapi itu tak jadi masalah besar.
"Yo! Nao-chan! Ngelamun mulu!" nah, baru saja Naoto memikirkan orangnya. Rise menepuk pundak Naoto yang sebenarnya terkejut juga sih. Tapi…ekspresi itu harus disembunyikan.
"Ri-chan, jangan panggil aku pake 'chan' dong. Nanti identitasku ketahuan!" Rise tampak cuek-cuek bebek. "Rise-chan!"
Ia mengibas-ngibaskan tangannya tepat di depan mulutnya. "Alah, semua orang juga udah tau. Nggak ada yang spesial kok. Oya, udah denger gossip-gosip belakangan ini nggak?" mulai deh, batin Naoto.
"Ri-chan, aku nggak suka gossip. Aku sukanya fakta."
"Ayolah. Kali ini aja deh!"
"Masalahnya ini sudah yang ke 20 kali, Ri-chan."
"Pleaseeeee????" nah, Naoto paling nggak tahan kalo ngeliat jurus ampuhnya ini. Jurus 'PuppyBegging'
"Iya deh. Apaan sih?"
"Yay!! Denger-denger besok ada murid pindahan dari Tokyo lho! Katanya bakal sekelas dengan Yosuke-senpai! Kira-kira tampangnya gimana yaaah??" Rise tampaknya sudah terpesona dengan bayangan orang yang ada di kepalanya.
"Oya? Cowok atau cewek, umur berapa, pintar ato enggak, trusss…." Tanya Naoto kelewat ngawur saking nggak minatnya.
"Dia cowok! Dia bakal jadi senpai kita loh! Besok temani aku kenalan sama dia yah!"
Naoto melengos. Menandakan kalau ia nggak setuju. "Nggak, males. Iya kalo dia baik, kalo dia amit-amit nyebelin?"
"Yeee, kalo nggak dicoba gimana mau tau? Ayolah."
"Ri-chan, sejak kapan sih kamu jadi naksir orang sebelum ketemu orangnya?"
-----------------------------------------------------------------------------
Inaba…
Tenang, damai, dan tentram. Kota yang selama ini kuharapkan. Souji datang ke Inaba karena ia mengincar ketenangannya. Ia tak suka keramaian kota. Lagipula di sini udaranya terasa lebih segar dari kota. Souji akan tinggal di Inaba bersama paman dan adik sepupuku. Ryutarou Dojima dan Nanako Dojima. Mereka hanya tinggal berdua, dan setelah kedatangannya nanti akan jadi bertiga. Ia jadi trasfer student dari Tokyo ke Inaba. Besok adalah hari pertamanya masuk ke Yasogami High. Dan sekarang ia sedang berdiri di depan stasiun untuk menunggu jemputan dari Dojima-san.
"Sou-chan! Sini!"
Cowok berambut abu-abu itu menoleh dan mendapati lelaki yang berdiri tak jauh dari mobilnya dengan rokok yang terselip di antara bibirnya. Dan juga seorang anak berusia sekitar 7 tahunan dengan rambut dikuncir 2 yang bersembunyi di belakang lelaki itu.
"Dojima-san, Nanako-chan, lama tak jumpa." Sahutnya dari kejauhan.
"Ehehehe, kamu kelihatan berbeda dari yang di foto. Lebih kelihatan dewasa…mungkin?"
Souji mengibas-ngibaskan tangan untuk melenyapkan asap rokok yang akan segera menyerbunya. "Dojima-san, rokok itu nggak baik lho."
"Nii-nii betul! Cepat buang rokoknya!" perintah si gadis kuncir 2 yang tidak lain adalah Nanako.
"Aih-aih, di sini kan banyak pepohonan. Tenang saja, tak akan jadi pencemaran." Oke-oke, sayangnya ini bukan pelajaran Geografi!!
"Tapi, itu…"
"Ya. Aku tahu. Maaf." Lalu ia segera memadamkan dan membuang rokoknya. "Merasa lebih baik?"
"Sangat lebih baik." Jawabnya sangat setuju.
-------------------
Dojima Residence
-------------------
"Nah, kamarmu ada di lantai atas. Nggak apa-apa kan?"
"Makasih banyak, Dojima-san."
Nanako lari menghampiri kakak sepupunya. "Nii-nii istirahat saja dulu. Pasti cape habis perjalanan panjang tadi!"
Dojima ikutan mengangguk. "Dan ibumu berpesan supaya kamu nggak terlalu cape. Istirahat saja dulu."
"Ah, nggak apa. Aku nggak cape. Nanako-chan, biar kubantu bawa barang-barangnya."
Setelah Souji pergi meninggalkan ruangan itu dan berpindah ke ruang kamarnya, Dojima langsung meraih HP nya dan melihat layarnya.
Sementara Souji dan Nanako menata kamar barunya, mereka berbincang-bincang beberapa hal. Nanako dengan ceria menceritakan semua kejadian-kejadian yang ia alami di sekolah.
"Nii-nii, mau Tanya nih." Akhirnya ia mengajukan pertanyaan juga.
"Ya?"
"Kenapa Nii-nii tiba-tiba memutuskan pindah ke sini? Tokyo kan lebih enak dari Inaba."
Ia tak langsung menjawab. Karena Ia sedang berbincang-bincang dengan anak kecil, setidaknya ia harus memikirkan perkataan yang cocok.
"Hngg…soalnya di sini lebih tenang. Kalo di Tokyo terlalu ramai. Udara di sini juga lebih bersih dari pada di kota."
"Ohh.." ia tampak mengangguk-angguk puas. "Nii-nii…bisa masak kan?"
"Eh?"
"Soalnya Otou-san nggak bisa masak. Aku masih belum dibolehkan masak. Jadi satu-satunya yang boleh yang Cuma Nii-nii."
Dengan begini Souji menerima jabatan baru sebagai tukang masak di Dojima Residence. Nanako Cuma tersenyum seceria mungkin untuk menyambut kedatangan Nii-nii nya. Sebab mulai saat itu juga ia tak akan sendirian lagi di rumah kalau ayahnya belum pulang kerja.
"Besok Nii-nii mulai masuk sekolah ya? Sudah tahu belum dimana lokasinya?"
Souji Cuma bengong. "He? Belum. Nggak tahu malahan."
"Kalo gitu besok berangkat bareng yuk! Yah? Nii-nii!!" Nanako merangkut pinggang Souji seerat mungkin. "Nii-nii!!"
Sepertinya Nanako terlalu senang sampai-sampai saat tidur pun ia memanggil-manggil Nii-nii nya.
----------------
Yasogami High
----------------
Souji menggeser pintu Faculty Office di hadapannya ke samping dan mendapati Mr. Morooka yang sudah berdiri tegap di balik pintu. Cowok itu langsung mundur beberapa langkah karena terkejut, terutama terkejut karena melihat betapa jeleknya gigi Mr. Morooka. Dia ini…manusia, Vampir, Kelinci, atau apa sih? Giginya jelek amat? Udah begitu serentetan gigi vampirnya dipamer-pamerkan lagi!
"Heh, jadi kamu neh murid barunya? Hn…Seta Souji, umur 17 tahun, murid pindahan dari Tokyo. Huh, pasti kamu ini anak bandel. oleh sebab itu di transfer ke sini. Menyebalkan, kenapa sekolah ini belakangan ini selalu kedapetan murid bandel sih?!"
Sialan, belum kenalan udah ngomong yang nggak enak, iya kalo di belakang orangnya ini malah di depan muka orangnya! Untungnya Souji ini cuek-cuek aja. Soalnya dia nggak merasa jadi anak bandel. Guru barunya aja kali yang sentimen?
"Hei, jangan bengong aja di situ! Ikut aku!" Souji hanya menurut saja.
Suasana kelas 2-2 gaduhnya sudah mirip pasar tradisional yang lagi main diskon-diskonan besar-besaran. Suasana masih tetap gaduh walaupun wali kelas mereka sudah berdiri tepat di depan kelas bersama dengan Souji yang sejak tadi terus membuntuti guru barunya. Mr. Morooka -atau tebih akrab disebut 'King Moron'- berdehem berkali-kali tapi masih belum bisa membuyarkan keramaian, semakin ramai malah. Tapi berbeda sekali saat Souji berdehem kecil saat tenggorokannya sedikit gatal. Kelas langsung sunyi senyap seperti kuburan yang baru kedatangan tamu baru.
"Loh? Kok diam semua secara tiba-tiba gitu?" sahut Souji pelan sambil nyengir.
"Berisik! Ini semua gara-gara kamu tau!" biasa, guru tonggos satu ini kebiasaanya benar-benar juelek!!
"Loh? Kok saya sih?"
"Kamu datang ke sini Cuma buat mincing cewek-cewek kan? Udah deh! Ga usah dikasih tau saya juga udah tau kok!" dasar Moron! Lagian siapa yang mau Tanya guru vampir model loe! Dia kayaknya nggak mikir juga deh kalo ngomong.
"Eh, mancing cewek? Emang ada alat buat mancing cewek? Setahuku yang ada alat mancing ikan."
Sekejap seisi kelas langsung tertawa sekeras-kerasnya. Bibir King Moron maju beberapa senti saking sebelnya. Merasa harga dirinya sedikit dijatuhkan oleh murid baru. "Be Quit!!!" teriaknya dengan bahasa inggris yang sudah jelas-jelas salah buesar. Seisi kelas malah beranjak keluar kelas begitu mendengar teriakan King Moron tadi.
"Heh! Siapa yang suruh keluar kelas?!!"
"Tadi bilangnya 'Be Quit' saya pikir disuruh keluar. Makanya, kalo nggak bisa bahasa inggris jangan sok gaya pake bahasa inggris." Solot seorang siswa cowok yang berdiri tepat di hadapan pintu. Cowok itu kemudian berbalik kembali ke bangkunya dan memasang headphone di telinganya.
"Hanamura!! Bawel sekali kau!!"
Nah cowok tadi bernama Hanamura Yosuke. Dia orangnya memang sangat membenci sifat-sifat King Moron. Sebab dulu waktu ia pertama kali pindah ke Inaba juga begitu. Ia terus dikomentari King Moron selama 4 bulan penuh.
"Aww, sudah. Biarkan saja si murid baru itu duduk. Liat tuh, dia udah kecapean!" balas Yosuke tanpa sedikit hormat. "Boleh si murid baru itu duduk di depanku?"
King Moron melirik si cowok rambut abu-abu di sebelahnya yang tampak bersiul-siul dengan tampang innocent. "Duduk sana!" barulah Souji bergerak menuju bangku di depan cowok yang bernama Yosuke. Sesaat setelah ia duduk, cewek berambut coklat susu di sebelahnya mendekatkan wajah dengan niat untuk membisiki Souji sesuatu.
"Kau sial sekali sebagai murid baru di sini? Si vampir di depan sana itu memang begitu. Tak perlu dimasukkan ke hati."
Souji kembali membisiki cewek di sebelahnya dengan suara super pelan supaya King Moron nggak dengar. "Aku tahu. Makasih."
Lunch Time
Belum sempat Naoto kabur dari kelas, Rise sudah muncul duluan di balik pintu kelasnya. Sebenarnya Naoto berniat kabur supaya Rise tidak ikut mengajaknya menemui si murid baru yang dikatakan Rise kemarin. Naoto tak seberapa suka bersosialisasi dengan orang baru. Belum sempat ia beranjak dari kursinya, Rise sudah menghampirinya dan menggeretnya.
"Nao-chan! Jangan coba-coba kabur yaw!! Ayo kita temui si murid baru itu!!" dari sorotan mata, Rise tampak berkobar-kobar. Sementara Naoto tampak loyo. Mungkin tanpa sengaja Rise sudah menghisap semangat yang dimiliki Naoto. "Ayo ke kelas 2-2!!"
"Ri-chan, kapan-kapan aja deh kenalannya. Aku ngantuk nih. Kemarin ngelembur sampai jam 1 pagi! Sekarang aku mau tidur dulu!"
Rise berhenti menarik-narik Naoto. Si idola itu tampak berpikir sejenak. Memikirkan cara yang efektif untuk menghancurkan niat kabur Naoto.
"Kalo gitu aku suruh Kanji gendong kamu aja deh. Gimana?" si rambut kuncir dua atas itu menaikkan sebelah alisnya. Naoto langsung menegang seakan dunia akan runtuh 1 detik lagi. "Jangan!!! Iya deh iya! Asalkan jangan panggil Kanji!!!"
barulah Rise nyengir selebar-lebarnya. Senang sekali bisa membujuk Naoto dan berhasil. "Ayoo!!!"
Yosuke dan Chie berkumpul di hadapan Yukiko yang masih duduk di kursinya. Mereka tampak sedang asyik membicarakan sesuatu. Samar-samar Souji sedikit bisa mendengarnya. Percakapan ketiga orang itu tak berlanjut lama karena mereka semua dikagetkan oleh kedatangan si idola tak diundang yang tak lain adalah Rise. Si idola itu berusaha keras menggeret Naoto yang terus meronta-ronta di belakangnya.
"Yuhu! Senpai!!" Rise melambai-lambai pada ketiga senpainya yang Cuma sweatdropped melihat tingkah kekanak-kanakannya. "Katanya murid baru yang datag hari ini itu ada di sini ya? Mana? Mana?" Rise memantau seisi kelas layaknya pemantau mercusuar. Hingga ada sesosok orang yang membuatnya tertarik. Tanpa menunggu lagi ia meninggalkan Naoto dan berjalan perlahan-lahan menghampiri cowok berambut abu-abu yang duduk dengan santai sambil membaca buku. Telinganya dipasangi earphone, sehingga ia tak mendengar keributan baru yang diciptakan Rise.
"Anu…senpai murid baru ya?" biasa, sok halus di mata orang baru.
Souji tetap tak menjawab dan tetap focus pada bacaannya. Tak menggubris ucapan Rise.
"Helloooo?? Senpai dengar tidak?" Rise tidak melambai-lambaikan tangan di hadapannya. Ia pikir tindakan itu tak sopan.
Berulang-ulang Rise mencoba memanggil Souji. Tak satu pun jawaban meluncur dari bibir cowok itu. Entah ia mendengar atau tidak. Yang jelas ia tidak menyahut sedikit mulai tampak putus asa. Naoto yang awalnya cuek-cuek saja mulai bertindak. Dalam kamus tata kramanya, mencueki orang itu sudah kelewat tak sopan! Setelah ia berdiri cukup dekat dengan Souji, ditariknya earphone yang dikenakan Souji sampai terlepas secara kasar. Spontan Souji mendongak dengan tatapan mata melawan.
"Heh, kalo ada orang bicara itu didengerin dong! Nggak sopan banget sih?!" bentak Naoto yang tak terima Rise diperlakukan seperti itu.
Souji perlahan-lahan berdiri dan memandangi Naoto, masih dengan tatapan menantang. "Apaan sih? Ganggu orang baca aja! Nggak bisa apa bicaranya baik-baik gitu?"
"Loh, itukan senpai sendiri yang mulai nggak sopannya! Siapa suruh temanku senpai cuekin?"
Di sinilah mulai terjadi adu mulut. Rise yang berdiri di antara Souji dan Naoto mulai membeku, wajahnya mulai pucat saking takutnya. Keringat dingin mulai bercucuran di dahinya.
"Eh, aku nggak mau cari gara-gara ya. Lebih baik, kamu ajak teman kamu yang satu ini ke tempat lain buat melelehkan badannya dulu. Liat tuh, dia udah keliatan beku di tempat begitu." Setelah selesai berbicara, Souji kembali duduk dan melanjutkan membacanya, tak lupa memasang kembali earphonenya.
Naoto yang masih emosi tanpa menunggu langsung menarik Rise keluar dari kelas yang kini tercap dibencinya itu. Tapi sebelum ia keluar kelas, cewek berambut biru gelap itu sempat menendang kaki kiri Souji hingga cowok itu menjatuhkan bukunya.
"Aduuuhhh, dasar cewek aneh!" keluh Souji sembari mengelus-elus kaki kirinya.
Pulang Sekolah
Naoto menata buku-bukunya dengan santai memasukkan semuanya ke dalam tasnya. Ia bersiul-siul ria ketika berjalan menuju pintu kelasnya. Ketika hendak keluar, sesosok cowok di hadapannya berjalan melintasinya tanpa memandang kiri-kanan, Naoto yang sedang bersiul-siul tentu saja langsung berhenti begitu melihat cowok yang barusan melewatinya masuk ke ruang Kesehatan. Tak lama Rise muncul di sampingnya dan menepuk-nepuk pundak Naoto.
"Pulang yuk! Tapi sebelumnya kita mampir ke Junes dulu ya. Mau makan es cream nih!" Naoto hanya menganggukinya saja. Tatapannya masih tertuju pada cowok menyebalkan yang ia temui saat Lunchtime tadi memasuki Ruang kesehatan.
"Nao-chan?"
"Eh? Iya, kita ke Junes makan es cream yuk!"
"Kok ngulang perkataanku sih? Ya udah deh. Yuk!"
Di sepanjang perjalanan Rise jadi super bawel lagi. Ia tak henti-hentinya membicarakan ini-itu pada Naoto. Sampai Rise mulai membicarakan Souji.
"Ri-chan, lebih baik kamu jauh-jauh dari dia ya? Dia orangnya aneh."
"Hng? Aneh gimana? Mungkin dia belum biasa kali?"
"Ya, tapi kan nggak sampai segitu cueknya. Sesuai dugaanku kan? Dia orangnya menyebalkan."
Rise berpikir sebentar lalu menggeleng-geleng. "Menurutku nggak juga. Kamu terlalu sensitive, Nao-chan!"
"Lha, kok kamu malah bela dia sih?"
"Dia pasang volume lagu yang dia dengerin lewat earphone cukup keras lho. Jadi ya nggak bisa disalahin juga kalo dia nggak denger."
"Ya, tapi kan dia seharusnya sadar kalo ada orang di sebelahnya! Itu artinya dia emang nggak peduli!"
"Udah deh, maafin dia lah. Dia kan murid baru."
Kadang Naoto terkagum-kagum dengan sifat mudah memaafkannya Rise. Padahal baru saja kejadiannya tadi siang, tapi ia bisa dengan semudah itu memaafkan cowok berambut abu-abu itu.
"Ngomong-ngomong, namanya siapa?" Tanya Naoto.
"Hng? Oh, Seta Souji. Murid pindahan dari Tokyo."
-------------------
Dojima Residence
-------------------
Souji menepuk-nepuk pundaknya begitu ia berdiri di depan rumah pamannya. Rasa lelah dan pegal terasa menghilang begitu saja saat Nanako membukakan pintu untuk Nii-nii nya. Tanpa menunggu, Souji langsung masuk dan menutup Pintu di belakangnya. Rupanya malam ini Dojima-san tak pulang rumah, pikir Souji. Nanako Cuma cengar-cengir senang. Ia tahu kalau itu berarti dia harus memasak malam ini.
"Nii-nii, masak omelette ya? Aku kangen banget ngerasain omelette!" dengan senang hati malam itu ia memasakkan Nanako omelette kesukaannya. Souji mengenakan celemek dan mulai memasak. Nanako Cuma duduk-duduk di depan TV sambil membaca buku cerita yang baru saja dipinjamnya.
"Nii-nii." Panggil Nanako.
"Ya?"
"Besok sore bisa nggak temani aku mengembalikan buku ke seseorang?"
"Siapa?" Tanya Souji selanjutnya.
"Ya, pokoknya seseorang. Nii-nii mau anterin nggak?"
Tanpa pikir panjang Souji langsung setuju. Mau tahu alasannya? Dojima-san adalah seorang detektif, kalau sampai terjadi apa-apa pada Nanako pasti dia yang akan disalahkan pertama kali nantinya. Lagi pula ia juga tidak keberatan kok menemani Nanako, gadis cilik itu kan adiknya sendiri? Tak lama pintu depan terdengar bunyi geserannya. Berarti Dojima-san pulang hari ini. Lagi-lagi prediksi Souji salah.
"Aku pulang! Oya, kita kedatangan tamu lho. Yah, lebih tepatnya aku yang mengundangnya kemari sih." Kata Dojima yang masih berada di rudang depan. Nanako langsung berlari menghampiri Dojima dan menyambutnya beserta dengan tamu baru di belakang ayahnya. Dari suara Nanako, tampaknya ia gembira sekali dengan kedatangan tamu itu.
"Ah! Sudah lama tak datang kemari. Ayo masuk! Kuperkenalkan dengan Nii-nii." Sahut Nanako antusias mengenalkan tamu itu dengan Souji.
"Nii-nii? Sejak kapan kamu punya Nii-nii, Nanako-chan." Tanya si tamu.
"Pokoknya masuk dulu yuk!" Nanako menarik lengan si tamu sampai ke ruang keluarga.
Kedua mata Souji terbuka lebar-lebar saat ia mendapati tamu di rumah pamannya itu adalah cewek aneh yang ia temui di sekolah tadi siang. Tak salah lagi. Begitu juga sebaliknya dengan Naoto yang tercengang melihat Souji saat itu juga berdiri di hadapannya.
"Loh! Kamukan senpai aneh yang di sekolah tadi!"
"Kamu kan cewek aneh yang di kelas tadi siang!"
Dojima dan Nanako ikutan bingung dengan tingkah mereka berdua. Muncul sebuah gagasan di benak mereka berdua hampir berbarengan.
"Kalian berdua sudah saling mengenal ya?" Tanya keduanya berbarengan.
-To Be Continued-
