Title: If You Ever Come Back

.

Author: Kim Ara

Cast: -Jeon Jungkook as Jungkook

-Kim Taehyung as Taehyung

.

.

The casts belongs to God, but the story all belong to me!

Jika ada kesamaan nama atau jalan cerita, sama sekali tidak ada unsur kesengajaan.

This is Jungkook and Taehyung fanfiction, i'm not accepting any flame for the cast!

.

.

This fic dedicated to: THOSE CUTIES' SHIPPER ALL OVER THE WORLD

.

Enjoy~


Kim Taehyung itu hidupnya.

Seluruh jiwanya.

Cinta matinya.

Sepenting udara, sekrusial matahari.

Penghuni tetap puncak piramida prioritasnya.

Jadi saat laki-laki dengan senyuman menawan itu pergi, dunianya runtuh dalam sekejap.

.

Jeon Jungkook memang masih bernafas, makan hingga kenyang, tertawa pada lelucon teman-temannya, tapi bukan berarti ia baik-baik saja.

Ia tidak menangis karena rasa sakitnya sudah setingkat diatas rasa sakit yang mampu membuatnya menangis. Mati rasa.

,

Ia ingin mati.

Ia ingin terjun dari puncak tebing tercuram di dunia, merasakan setiap inci tubuhnya terbentur dasar jurang dari lautan ganas.

Tapi setitik sensor kecil di otaknya yang masih waras mengatakan, 'Jangan. Itu tidak sepadan.'

Sebagian kecil hatinya yang sudah dibutakan cinta ganti berbisik, 'Di dunia sana tidak ada Taehyung. Setidaknya, tunggulah sampai ia pulang.'

.

Kim Taehyung menghilang.

Setelah menghasilkan begitu banyak rasa sakit, trauma, dan luka yang tak mungkin sembuh, ia bahkan tak meluangkan waktu setidaknya 30 detik agar wajahnya bisa ditampar.

Ia seakan ditelan bumi, diseret ombak, ditiup angin tanpa meninggalkan sedikit pun jejak. Tak ada petunjuk apapun untuk menemukannya. Seolah seluruh rasa sakit atas kehilangannya saja tak cukup.


If you're standing with your suitcase

But you can't step on the train

Everything's the way that you left it

I still haven't slept yet

Sudah 5 bulan, tapi Jeon Jungkook tidak beranjak dari tempatnya menunggu. Ia adalah seorang penggila pola hidup sehat yang selalu tidur sebelum pukul 10, namun sudah 5 bulan terakhir tidak memedulikan semua itu.

Persetan dengan hidup sehat, katanya.

Ia menunggu Taehyung kembali, selama yang ia bisa.

Seusai makan malam, ia akan duduk di teras, sambil melakukan apapun yang harus ia kerjakan. Kadang sambil memangku laptop untuk mengerjakan tugas-tugas dari dosennya yang kejam, kadang sambil membaca komik-komik detektif kesukaannya, bahkan kadang sambil bermain Nintendo wii, walaupun itu artinya ia harus menyeret televisi keluar. Yang pasti, acara menunggunya tidak pernah ia lewatkan tanpa segelas susu dan sepiring kukis kering buatan sendiri.

Seperti dulu.

Ia dan Taehyung punya kebiasaan khusus sejak tinggal bersama, yaitu mengobrol tentang apapun hingga waktu tidur Jungkook. Mereka akan duduk di teras, dengan Taehyung yang meminum Americano alih-alih susu coklat. Kata Taehyung, kafein sudah tidak mempengaruhi pola tidurnya lagi, jadi tidak masalah untuk minum itu malam-malam. Kukis kering buatan sendiri juga tidak boleh terlewatkan karena itu berarti ia bisa memeluk Jungkook dari belakang sembari membantunya mengaduk adonan.

Jungkook suka sekali dengan sesi mengobrol mereka yang sering ia sebut sebagai midnite chatting itu, karena mereka akan mereka akan bercerita tentang segalanya hingga membuat Jungkook berpikir kalau Taehyung tidak menyembunyikan apapun darinya.

Dan ia lebih suka lagi karena Taehyung akan mengakhiri sesi bicara mereka dengan ucapan selamat malam plus ciuman lembut di dahi. Taehyung hanya tidur di tengah malam, hingga kadang membuat Jungkook terbangun ketika Taehyung menyelinap di balik selimut dan memeluknya erat-erat.


And if you're covering your face now

But you just can't hide the pain

Still setting two plates on the counter but eating without you

Jimin datang ketika Jungkook sedang menyelesaikan komik ketiganya untuk malam ini. Jimin itu teman Taehyung yang menganggap Jungkook super imut, jadi berteman dengan Jungkook juga. Sejak Taehyung menghilang tanpa jejak, Jimin jadi sering datang, kadang hanya untuk memastikan kalau Jungkook tidak menangis.

"Tidak mengerjakan tugas, Kookie?"

Jungkook menutup komiknya, beralih menatap si pemuda bermata sipit. "Tidak ada tugas. Hyung sudah makan?"

Wajah Jimin cerah seketika. "Belum. Kau ada makanan?"

"Tadi aku memasak banyak karena kupikir hyung akan mampir." Jungkook melangkah ke dapur dengan Jimin yang mengekor di belakangnya. Ia memasukkan ayam goreng saus madu ke dalam microwave untuk dipanaskan.

"Kok tumben kau belum makan?"

Jungkook mengernyit heran, "Kata siapa? Sudah kok."

"Lalu ini makanan siapa?" tanya Jimin sambil menunjuk piring yang masih penuh di meja.

Hening sejenak.

Ting.

Microwave berdenting setelah semenit dinyalakan, membuat Jungkook segera tersadar. Ia tergagap mengeluarkan piring dari sana, berusaha sebisa mungkin menata emosi sebelum berbalik untuk menaruh piring di depan Jimin.

Jimin menatapnya beberapa saat, lalu memutuskan untuk melahap isi piringnya tanpa berkata apa-apa.

Ia mengerti.


If the truth is you're a liar

Then just say that you're okay

I'm sleeping on your side of the bed

Going out of my head now

Sejak Taehyung pergi dan nomornya tidak bisa lagi dihubungi, Jungkook nyaris gila. Ia sudah begitu terbiasa dengan keberadaan Taehyung, hingga tidak adanya Taehyung disisinya terasa amat menyakitkan.

Awal-awal kepergian Taehyung membuatnya terjaga hampir sepanjang malam hingga matanya hampir-hampir sesipit Jimin. Ia membombardir Taehyung dengan ratusan e-mail hingga pihak web menganggap Jungkook adalah spammer dan memblokir akunnya. Itu terjadi selama sebulan penuh.

Bulan berikutnya, Jungkook mulai bisa berpikir jernih dengan melacak ponsel Taehyung menggunakan GPS dan IP address laptopnya. Tapi tentu saja itu sudah terlambat karena Taehyung sudah terlebih dahulu mengganti keduanya dengan barang baru yang jelas tidak akan bisa ia lacak.

Melapor pada polisi pun percuma saja karena beberapa kali dalam sebulan Taehyung mengirim surat kepada keluarganya bertuliskan 'Aku akan pulang sebentar lagi' dengan tulisan tangan miring-miring yang jelas sekali miliknya.

Taehyung bisa melakukan itu, tapi Jungkook tidak mengerti kenapa Taehyung tidak menulis surat juga padanya. Tidak usah muluk-muluk, berisi omong kosong macam 'Aku baik-baik saja' sudah cukup bagi Jungkook.

Jungkook hanya perlu tahu apakah Taehyung baik-baik saja. Ia hanya ingin tahu apakah Taehyung menyukai tempatnya sekarang, entah dimana ia berada. Jungkook hanya ingin tahu apakah ia makan dengan baik, walaupun tidak ada Jungkook yang memasak untuknya. Jungkook juga mengkhawatirkan kesehatan Taehyung karena ia begitu sering terkena flu.

Awalnya, ia selalu membayangkan skenario kemarahan yang akan ia lakukan jika Taehyung pulang. Tapi lama-kelamaan Jungkook menguburnya dalam-dalam dan memutuskan untuk memaafkan Taehyung sepenuhnya. Ia akan langsung meloncat ke pelukan Taehyung jika surai cokelat madu itu muncul di pintu rumah sewaan mereka.

Jungkook menghela nafas panjang, mengelus sisi tempat tidur yang kosong, membayangkan jika Taehyung ada disana.


And if you're out there tryna move on

But something pulls you back again

I'm sitting here tryna persuade you like you're in the same room

Jungkook tidak mengerti mengapa Taehyung pergi setelah pertengkaran mereka tempo hari. Teman-temannya bilang kalau Taehyung bosan padanya tapi tidak tega mengatakan itu jadi memilih untuk pergi sampai Jungkook bisa merelakannya.

Konyol.

Sampai kapanpun juga Jungkook tidak akan merelakan Taehyung.

Karena sepersekian detik sejak matanya bertemu dengan iris cokelat keemasan milik Taehyung dua tahun yang lalu, ia mendapati dirinya telah jatuh. Sedalam-dalamnya.

Tidak apa-apa jika semua yang dikatakan teman-temannya itu benar. Tidak apa-apa jika Taehyung pergi sebentar untuk mencari yang lebih baik. Yang pasti, ia akan tetap disini. Tak akan bergeser sesentipun dari tempatnya menunggu.

To: Taehyungxxx \

Tidak apa jika hyung pergi karena menyukai seseorang atau bosan padaku seperti kata teman-teman. Tapi nanti, jika ternyata orang itu tidak bisa memasak tumis brokoli seenak milikku dan itu membuat hyung ingin kembali, aku akan menunggu.

Aku pasti menunggu.


And I wish you could give me the cold shoulder

And I wish you could still give me a hard time

Jungkook masih ingat betul bagaimana Taehyung membanting pintu di depan hidungnya tepat 6 bulan lebih 17 hari lalu. Itu sudah pertengkaran kesekian mereka selama seminggu terakhir karena entah mengapa Taehyung menjadi super sensitif. Ia menjadi pendiam sekali, dan jika Jungkook bertanya apakah ia sakit atau butuh sesuatu, Taehyung akan sangat marah dan mulai memaki-maki.

Taehyung tidak pernah lagi membantunya membuat kukis. Ia bahkan tidak lagi meluangkan waktunya untuk berbicara dengan Jungkook selepas makan malam. Ia hampir-hampir tak pernah di rumah, bahkan tak ada lagi lengan hangat yang membuat Jungkook terjaga di tengah malam.

Taehyung berubah begitu banyak hingga Jungkook kewalahan untuk berusaha menyeimbanginya. Ia tidak pernah ikut marah jika Taehyung marah, karena tidak mungkin memadamkan api dengan api. Tapi lama kelamaan Jungkook sudah berada di ambang batasnya.

Ia menangis ketika Taehyung memaki dan mengatakan jika ia menyesal bertemu Jungkook. Dan itu kesalahan fatal karena Taehyung langsung mengambil mantel, berjalan keluar dengan cepat untuk meninggalkannya.

Taehyung tak kembali lagi.

Sampai sekarang, Jungkook tidak pernah berhenti menyesali hari itu. Ia harap Taehyung masih ada di sini, walau hanya untuk memaki.


I'll leave the door on the latch

If you ever come back

There'll be a light in the hall and the key under the mat

If you ever come back

Tagihan listrik 7 bulan terakhir naik gara-gara Jungkook tak pernah mematikan lampu saat tidur. Biasanya ia akan bertengkar dengan Taehyung masalah mematikan lampu ketika tidur karena Taehyung benci gelap. Jadi sekarang ia menjaga agar lampu terus hidup, jadi Taehyung tidak akan menolak pulang.

Ia juga tidak pernah lagi mengunci pintu di malam hari, memilih mengaitkannya pada rantai pendek yang mudah dibuka dari luar.

Di siang hari, Jungkook juga akan meninggalkan satu kunci cadangan di bawah karpet kecil pengesat kaki yang berada tepat di depan pintu. Saat keluar dari sini, Taehyung lupa membawa kuncinya, jadi Jungkook menyiapkan satu disana agar Taehyung bisa masuk kapanpun ia ingin.

Ia sudah berjanji, tidak akan ada yang berubah.


If you ever come back

There'll be a smile on my face and the kettle on

And it will be just like you were never gone

Saat Taehyung pulang, Jungkook berjanji akan menyambutnya dalam pelukan erat. Dekapan hangat yang kata Taehyung membuatnya terasa seperti di rumah. Jungkook bisa membayangkan Taehyung memeluknya sama erat sambil berbisik lembut dengan bibir tersenyum, "Kau itu rumahku, Jeon Jungkook. Tempatku bermuara."

Sama seperti dulu.

Seperti saat semuanya masih baik-baik saja.


Now they say I'm wasting my time

'Cause you're never comin' home

But they used to say the world was flat

But how wrong was that now?

Jimin datang lagi pagi ini, ketika Jungkook baru saja menyeduh segelas kopi instan. Ia duduk dengan santai di sofa, mengambil alih cangkir dari tangan Jungkook. "Hari ini aku mau ke Daegu."

"Lagi?"

"Mungkin untuk terakhir kalinya." Jimin menurunkan gelas dari genggamannya. Ia menghela nafas panjang sebelum menjatuhkan badannya ke sandaran sofa yang empuk. "Kali ini aku akan mencarinya dengan sangat teliti, hingga ke sudut-sudut kota."

"Terakhir?" Jungkook bertanya lagi, dengan sebelah alis terangkat naik.

Jimin menatapnya simpati. "Come on, Jeon. Realistis sedikit. Taehyung mengirim surat-surat bodoh itu hanya untuk menunjukkan kalau ia masih hidup entah di belahan dunia mana. Itu berarti ia memang ingin sendiri, entah karena apa. Kenapa kau tidak membiarkannya saja sih?"

Jungkook menekan bibirnya kuat-kuat hingga menjadi satu garis lurus, kemudian bicara dengan nada datar yang menusuk. "Mudah saja bagimu bicara seperti itu. Kau tidak tahu apapun tentang yang kurasakan."

Jungkook membanting pintu kamarnya, tidak keluar sampai ia mendengar gerungan mobil tua Jimin yang meninggalkan halaman.

Memikirkan perkataannya tadi membuat Jungkook sedikit banyak menyesal. Jimin adalah satu-satunya orang yang tidak menyerah membantu Jungkook mencari Taehyung. Ia ke Daegu selama beberapa kali dalam sebulan, walaupun tidak pernah mengijinkan Jungkook ikut dengan dalih, 'Kalau Taehyung memang benar disana, ia tidak akan mau menemuiku jika melihatmu ikut serta.'

Mungkin Jimin benar, Jungkook sudah seharusnya menyerah. Taehyung menolak ditemukan, harusnya itu cukup membuatnya tahu diri dan memilih mundur. Bukan malah menyalak dan membanting pintu di depan satu-satunya orang yang mau membantunya. Jika Taehyung ada disini, Jungkook pasti sudah dimarahi karena berlaku tidak sopan dengan yang lebih tua.

Tapi Taehyung tidak ada.


And by leavin' my door open

I'm riskin' everything I own

Ini masih malam-malam yang sama. Malam penuh kenangan.

Tepat 7 bulan lebih 20 hari sejak Taehyung pergi dengan membanting pintu di depan hidungnya. Tapi Taehyung tak juga muncul.

Entah karena terlalu rindu, atau karena sedang sensitif, malam ini lukanya terasa jutaan kali lipat lebih menyakitkan dari biasanya. Perih sekali.

Dan tanpa Jungkook sadari, bolpoin yang sedari tadi ia pakai untuk menulis jatuh akibat tangannya yang gemetaran terlalu kuat.

Matanya tiba-tiba dipenuhi mosaik hingga semuanya tidak terlihat jelas, begitu kabur. Dan setelah penglihatannya kembali normal, hal pertama yang ia lihat adalah buku agendanya yang basah. Huruf-huruf luntur mencetak pola-pola biru tipis berbentuk tetesan air.

Ia menangis.

Untuk pertama kalinya sejak Taehyung pergi.

Tiba-tiba pintu menjeblak terbuka oleh seorang laki-laki yang berlari tergesa mendekatinya, berwajah panik yang kentara. "Jeon Jungkook!

Jungkook menatapnya bingung, "Apa?"

"Taehyung..."

Hatinya berdenyut nyeri mendengar nama itu disebut. Lukanya yang masih basah seolah ditoreh kembali.

Jimin terdiam lama sambil menatap Jungkook sendu, kesulitan mengatakan hal yang membuat tenggorokannya seperti tercekik. "Aku tahu ia dimana."


Sudah 10 bulan 11 hari sejak Taehyung pergi, tapi luka di hati Jungkook tak kunjung sembuh.

"Aku mencintaimu, sebesar rasa ikhlas awan pada hujan yang menjadikannya tiada. Aku mencintaimu, setulus senyuman bulan pada matahari yang merenggutnya pergi di setiap pagi. Aku mencintaimu, Jeon Jungkook. Selalu." itu yang Taehyung bisikan padanya beberapa hari yang lalu, di atas ranjang rumah sakit, diiringi suara monitor detak jantung yang berbunyi nyaring beberapa saat setelahnya. Menampakkan garis lurus yang begitu menyakitkan untuk diingat.

Membawa pergi cintanya, hidupnya, keinginnya, satu-satunya alasan Jungkook untuk tetap bertahan walau hidup kadang begitu kejam.

Kim Taehyung pergi.

Meninggalkan luka menganga yang mustahil sembuh.

Puluhan janji yang belum terpenuhi.

Jutaan kenangan yang tak mungkin terlupakan.

Setelah drama panjang karena alasannya menghilang adalah agar Jeon Jungkook tak mengetahui penyakitnya, Taehyung tetap pergi.

Bahkan setelah berkata, "Aku sudah siap mati sebelum ini. Jangan menatapku seolah kau mau menangis dengan matamu yang luar biasa cantik itu, Jeon Jungkook. Kau membuatku ingin hidup seribu tahun lagi."

Taehyung tetap tak kembali.


FIN


Haii, ini ff vkook pertama yang pernah aku publish, jadi kritik sarannya diharapkan banget nih yaaa

Sebenernya aku liat mereka sebagai couple yang super unyuk, dan aku udah bikin a lot of fluff tentang mereka(walopun belom ada yang dishare), tapi gatau kenapa aku malah ngeshare yang penuh aura kegelapan begini TT

Mungkin pas bagian Taehyung mati masih agak ngambang, soalnya aku gakuat nulis adegan sedih sedihan ekstrim diantara mereka berdua. Oh no, nehi lah kalo harus menggambarkan Taehyung make selang dimana mana sama masker oksigen sama mata sayu dan apalah segala macem. Gakuat adek gakuat.

Tapi endingnya ga ngambang kan? Gaperlu sequel kan?

Btw, ini inspired by lagunya The Script yang If You Ever Comeback, dan liriknya ada yang aku ubah sedikit. Dengerin lagu itu ato nggak pas baca ini nggak akan terlalu ngefek kok. Suka suka kalian ae lah pokoknya.

Anw, terimakasih banyak udah mau baca. I love youuuuuu

.

.

XOXO, Kim Ara