X - Class!

Disclaimer : Tadatoshi Fujimaki

Warning : OOC, miss typo, shonen-ai, possibly Harem!Kuroko, dll.

Rate T++

.

.

.


Lesson I : Homeroom Teacher


Lampu merah rambu-rambu lalu lintas berubah hijau, mobil-mobil yang berhenti mulai menjalan roda-roda mereka.

Mobil berwarna merah tua tampak berjalan lebih lambat dari mobil yang lain. Di dalam sana terdapat dua orang, yang satunya perempuan bersurai peach yang sedang memegang stir.

"Maaf, Tetsu-kun kita bergerak sangat lambat," gumam gadis itu pelan pada pemuda bersurai biru muda di sebelahnya. "Aku baru saja mendapat SIM."

"Tidak apa-apa, Momoi-san," kata laki-laki itu. Ditangannya sibuk membolak-balikan beberapa tumpukan kertas yang tidak terlalu tebal.

Sekarang mobil berwarna merah itu berbelok pelan ke kiri.

"Oh, iya kenapa Tetsu-kun memilih mengajar di sekolah khusus pria? Akan lebih mudah kalau di sekolah biasa saja," kata Momoi mendecak pelan, manik warna pinknya menatap lurus jalanan.

"Maksud Momoi-san?"

Momoi melirik sebentar ke arah Kuroko. "Maksudku, sekolah pria itu kan terlihat berbahaya. Pasti anak-anak di sana liar."

Tangan Kuroko terus membolak-balikan kertas. "Sudah jadi tugas guru untuk menertibkan anak yang liar, bukan?"

Helaan napas terdengar dari Momoi. Gadis yang baru beranjak 20 tahun ini tidak habis pikir dengan pola pikir teman masa kecil di sebelahnya sekarang. Kuroko itu sangat lemah menurut Momoi, dia hanya takut kalau sesuatu terjadi pada Kuroko.

Ayolah Momoi, Kuroko itu laki-laki dia pasti kuat.

"Terserah Tetsu-kun saja," kata Momoi yang lebih mirip gumaman. Lelaki di sebelahnya sangat keras kepala.

Sedikit berbelok lagi, mereka sudah sampai tujuan.

[ Teiko Senior High School, Tokyo. ]

"Momoi-san sampai sini saja mengantarku," kata Kuroko pada gadis di sebelahnya.

Momoi hanya mendengus pelan di dalam mobil sementara Kuroko sibuk melepaskan sabuk pengamannya. Sekarang mereka sudah ada di depan gerbang Teiko High.

Ketika Kuroko keluar, pemuda bersurai biru muda itu menatap Momoi sebentar, lalu tersenyum lembut.

Mau tak mau wajah Momoi memerah karenanya.

"Semoga berhasil, Tetsu-kun."

"Terima kasih banyak untuk hari ini, Momoi-san," kata Kuroko.

Segera dia berhamburan menuju gerbang meninggalkan Momoi yang kini siap menyalakan mesin mobilnya lagi.

Bermodalkan tas kecil yang menyangkut di sekitar bahunya dan setumpuk tipis kertas di tangannya, Kuroko mulai memasuki Teiko High dengan hati yang berdebar-debar. Bagaimana pun juga ini adalah hari pertamanya mengajar.

Teiko High memang sekolah yang―katanya―mewah. Memang, sih terlihat seperti itu. Bangunan untuk KBM terlihat menjulang tinggi di tengah-tengah tanah luas yang digunakan untuk membangun sekolah itu. Di sisi kanan ada asrama yang tidak kalah besarnya.

Asrama guru dan murid sepertinya di gabung.

Kuroko mengambil secarik kertas yang berisi peta dari sakunya lalu mulai menjelajahi sekolah itu, mencari dimana ruang guru.

Sepanjang mencari ruang guru, Kuroko melihat lapangan bola luas yang digunakan anak-anak untuk kegiatan olahraga.

"Ehm―sedang apa kau di sini?"

Sebuah suara membuat Kuroko menoleh dan mendapati seorang pemuda dengan tinggi tidak jauh beda dengannya tengah berdiri di belakangnya tadi. Kuroko dengan sigap membalikan badannya, menatap orang itu.

Orang itu terlihat ―memang―seperti seorang guru. Dia mengenakan kemeja putih dengan jas hitam dan tidak lupa celana panjang tentunya.

"Aku tidak akan mentolerir anak yang keluar pada saat pelajaran sedang berlangsung," kata orang itu intens, kemudian dia sedikit mengecilkan suaranya. "Jangan bilang kau anak dari X - Class?"

Kuroko tetap memasang wajah datarnya meskipun ada kata asing semacam X - Class masuk ke dalam telinganya.

"Aku bukan murid, aku guru baru," kata Kuroko datar.

"Eh?" orang itu salah tingkah. Tidak habis pikir wajah cute pemuda bersurai biru muda di depannya ternyata seorang guru. "Maaf, aku kira…"

"Tidak apa," kata Kuroko ramah.

"Aku Kasamatsu Yukio, guru kimia. Pasti kau mencari ruang guru, kan?" tanya Kasamatsu dan dijawab dengan anggukan oleh Kuroko.

"―dan namamu?"

"Kuroko Tetsuya desu," kata Kuroko sedikit membungkukkan badannya.

"Oh, kau pasti guru bahasa Jepang yang baru," kata Kasamatsu kegirangan sendiri.

Kan tadi sudah dibilang, oi Kasamatsu.

"Ayo ikut aku," ajak Kasamatsu.

Kuroko pun akhirnya bisa menuju ruang guru tanpa tersesat dengan selamat sentosa. Sesekali mereka berdua mengobrol di sepanjang jalan. Kasamatsu sibuk berceloteh seputar X - Class, tapi Kuroko yang sedang mengagumi arsitekstur sekolah itu tidak begitu mendengarkan.

Kata-kata Kasamatsu yang sempat ditangkap oleh inderanya seperti "aku tidak ingin mengajar di X - Class" atau "anak-anak di sana memang kurang ajar". Dan Kuroko juga tidak tahu bagaimana menanggapinya. Sering kali Kuroko tertawa garing agar Kasamatsu tidak merasa diabaikan.

Sepanjang lorong sekolah menuju ruang guru banyak hiasan abstrak yang membuat Kuroko terpana. Semoga saja dia betah di sekolah ini―yah, semoga saja.

Sampailah mereka di ruang guru. Ketika memasuki ruang guru, dia sedikit kaget. Ternyata ruang guru di sana sama seperti ruang guru sekolah lain pada umumnya. Dia kira dengan fasilitas mewah sekolah ini, ruang guru juga diperlakukan sama.

"Oh kau pasti Kuroko Tetsuya, masuklah," panggil sebuah suara dari meja guru paling ujung. Kuroko pun masuk lebih dalam dan menuju meja itu ditemani Kasamatsu di belakangnya.

"Duduk," kata orang itu.

Kuroko pun menuruti. Di depannya kini adalah seorang wanita bersurai hitam panjang yang di tangannya terdapat pedang kayu. Mungkin dialah satu-satunya wanita di ruang guru atau satu-satunya guru wanita di sekolah ini?

"Mulai hari ini kau sudah resmi berkerja di Teiko High sebagai guru bahasa Jepang, selamat," kata wanita itu. "Panggil saja aku Araki," dia menambahkan saat melihat Kuroko ingin berbicara.

"Ya, terima kasih banyak Araki-san," kata Kuroko datar, matanya sibuk menangkap pedang kayu yang Araki mainkan saat ini.

"Ini untuk menyiksa siswa yang melanggar aturan," kata Araki enteng.

Kuroko menegup ludahnya. Memangnya kekerasan pada murid diperbolehkan?

Araki menyodorkan beberapa lembar kertas pada Kuroko.

"Hari ini kau juga resmi menjadi wali kelas," kata Araki.

"Eh, tapi aku belum―"

"Tidak masalah, setelah kulihat cv-mu kemarin aku rasa kau cukup kompeten," potong Araki.

Kuroko menatap kertas yang Araki berikan lalu mengambilnya. Dia mulai membaca kertas itu dalam diam tanpa dia sadari Kasamatsu memasang wajah cemas ketika menepuk pelan bahu Kuroko.

Dikertas itu isinya adalah daftar nama siswa di kelas yang akan dia bimbing. Ada pas foto dan nama lengkap dengan kelakuan mereka. Mungkin ini agar Kuroko mengenal muridnya.

Araki melirik sekilas jam tangannya lalu beralih menatap Kuroko lagi. "Sebentar lagi homeroom dimulai, silahkan ke kelasmu."

Tanpa protes Kuroko langsung bangkit dari tempatnya dan membungkuk singkat pada Araki.

"Kasamatsu, antar dia," perintah Araki.

Kasamatsu menelan ludahnya. Meski kelas yang akan dia dan Kuroko datangi menakutkan, tapi Araki lebih menakutkan kalau dibantah.

X - Class, itu adalah sebutan bagi sebuah kelas di tahun kedua Teiko High yang isinya anak-anak tertinggal. Bukan hanya tertinggal dalam hal perlajaran, tapi juga hal sikap. Sebagus apa pun nilaimu jika sopan santunnya F, akan terlempar di kelas itu.

Contohnya saja Akashi Seijuuro. Dia adalah anak lelaki paling pintar seangkatan dan seharusnya dia mendapat kelas VIP, tapi sikapnya yang terlalu psycho membuatnya terlempar di X - Class.

"Akan ada guru baru dan dia menjadi wali kelas di sini mulai hari ini," kata Akashi, kini dia menopang dagunya dengan tangan kebosanan.

Pria bersurai hijau di sebelahnya membetulkan letak kacamatanya sebelum berbicara dengan Akashi.

"Benarkah?" tanyanya sedikit tidak percaya.

"Aku selalu benar, Shintarou."

Pernyataan Akashi yang seperti itulah yang membuatnya masuk ke X - Class. Selalu benar dan selalu menang. Dia bahkan membantah teori Einstein, ini juga salah satu penyebabnya.

Pemuda bernama lengkap Midorima Shintarou itu sebenarnya peringkat kedua setelah Akashi dari seluruh murid Teiko High.

Kenapa bisa dia bisa ada di sini? Jawabannya sederhana, dia dipaksa Akashi. Tentu saja pemuda bersurai merah itu tidak ingin menjadi orang pintar sendirian di tengah kerumunan orang bodoh. Itu malah membuat Akashi terlihat bodoh.

Begitulah sifat Akashi, kalau sedang senang dia tidak akan membagikannya ke orang lain. Lain lagi kalau susah, dia tidak akan segan-segan menyeret orang lain ke dalam lubang sial yang sama dengannya.

Poor Midorima.

Selain Akashi dan Midorima, ada orang jenius lain yang bernama Hanamiya Makoto. Dia jenius tapi sangat sombong, yah dia selalu memanggil orang lain dengan sebutan "baka~" bahkan guru pun diejek seperti itu. Alasan itulah yang membuatnya masuk ke X - Class.

"Baka~ jangan duduk di dekatku, nanti aku bisa ketularan bodoh."

Nah, kan baru dibilang Hanamiya sudah mulai aksi menyebalkannya.

Pemuda di sebelahnya yang selalu mengunyah bahkan membuat balon dengan permen karet―mendengus pelan. Namanya Hara Kazuya, dia bodoh memang. Dia segera pindah menuju kursi di dekat Haizaki, ketua geng-nya.

Haizaki itu adalah berandal kelas teri Teiko High. Nilai pelajaran dan sopan santunnya F. Tidak perlu di tanya kenapa dia bisa masuk ke kelas itu.

Di ujung kelas ada pemuda bersurai biru tua sedang tertidur dengan air liur keluar dari sudut bibirnya. Majalah dengan cover erotis menutupi sebagian wajahnya yang tengah mendongak.

Namanya Aomine Daiki. Dia peringkat pertama dari bawah. Dia adalah orang bodoh kelas kakap dan tidak ada seorang pun di sekolah itu bisa menyaingi kebodohan Aomine. Kenapa dia bisa masuk sekolah ini? Justru dia masuk ke sekolah ini karena orang tuanya ingin Aomine disparta supaya sifatnya berubah. Namun, sampai sekarang sifatnya belum berubah.

Orang bodoh peringkat kedua setelah Aomine namanya Kagami. Dia pindahan dari Amerika, tapi nilai bahasa Inggrisnya sangat buruk. Kata-kata bahasa inggris yang dia bisa hanya bahasa kasar.

"Taiga, kau harus belajar, jangan tidur terus," tegur pria dengan poni panjang menutupi sebelah matanya yang kini ada di sebelah Kagami, buku tebal bertumpuk di tangannya.

Kagami yang masih asik menyelami alam mimpi tampaknya tidak terlalu memperdulikan.

Helaan napas berat keluar dari mulut pria itu.

Namanya Himuro Tatsuya, dia juga pindahan dari Amerika. Nilai-nilainya tidak terlalu buruk bahkan sifatnya juga ramah pada orang lain. Lalu kenapa dia masuk kelas ini? Usut punya usut dia dengan bermodal "Solid" memohon pada guru agar bisa masuk kelas yang sama dengan Kagami.

Teman yang baik.

Suasan kelas sangat ribut, bahkan kini Kuroko yang sudah berdiri di ambang pintu dengan Kasamatsu di belakangnya, luput dari perhatian mereka. Ah, mungkin mereka sengaja melakukan itu.

"Minna-san, perhatiannya sebentar," kata Kuroko.

Meskipun mereka mendegar suara barusan rupanya mereka dengan santai mengacuhkan calon wali kelas mereka.

"Aku punya dvd baru-ssu!"

"Wah, lihat dong!"

"Ke kantin yuk!"

"Su―sumimasen, aku tidak bisa ikut!"

Kasamatsu menepuk singkat bahu Kuroko, membuat si pemilik iris biru langit menoleh.

"Aku antar sampai sini saja ya, aku ada jam di kelas lain," kata Kasamatsu―pelan. Dan hanya dibalas dengan anggukan.

Menatap kepergian Kasamatsu sebentar, Kuroko langsung melangkah memasuki kelas yang akan dibimbingnya selama satu tahun―itu kalau dia sanggup bertahan.

Lemparan kertas dimana-mana. Bahkan Kuroko harus membungkuk ketika sebuah bumerang plastik melayang ke arahnya. Padahal ini adalah sekolah menengah atas, tapi kenapa kelakuan anak-anaknya seperti anak TK?

Sekarang Kuroko sudah berdiri di belakang mejanya, menatap satu-satu muridnya. Memang sih hawa keberadaannya lumayan tipis, tapi tidak sampai seperti ini juga, kan? Diabaikan itu sakitnya disini―nunjuk kokoro.

"Minna-san―"

"Takao, jangan masukan kodok ke dalam boxer-ku nanodayo!"

"Sumimasen! Sumimasen! Kodok itu punyaku!"

"Ini ada apa, sih ramai-ramai?"

"Aku lapar~"

Kuroko meneguk ludahnya dalam wajah yang teramat datar. Apakah suaranya kurang keras?

"Minnaa―"

"Brengsek Bakagami, lu apain majalah gua?!"

"Shin-chan, kau menghilangkan kodok Ryo-chan, fufufu."

Cukup.

BRAK!

Dengan sekali lemparan keras sebuah buku ke meja, kelas hening seketika. Kuroko membatin senang, dia tersenyum tipis pada kepala warna-warni yang kini memperhatikannya.

"Ohayo gozaimasu. Mulai hari ini aku adalah wali kelas kalian, Kuroko Tetsuya desu," kata Kuroko ramah.

Murid-muridnya saling pandang satu sama lain sebelum pada akhirnya mereka memutuskan untuk kembali melanjutkan aktivitas ribut mereka. Kuroko sweatdrop di tempat.

Ah, bagaimana menghentikan perilaku anarki muridnya?

Kuroko membuka lembaran yang diberikan Araki tadi, lalu mencari nama murid yang sekiranya dapat membantu menghentikan kekacauan ini.

"Akashi Seijuuro," panggil Kuroko, yang dipanggil langsung mengangkat tangannya.

"Bisakah kau kemari sebentar?"

"…"

Bukannya menjawab panggilan gurunya Akashi malah asik ngup―bukan, dia sedang asik memainkan ujung bolpoinnya.

"Akashi-kun, bisakah kau membantuku menenangkan teman-temanmu?" kata Kuroko, akhirnya.

Satu alis Akashi terangkat menantang. "Kau berani memerintahku?"

Oke, niat Kuroko batal. Tatapan menusuk dari manik beda warna milik Akashi melumpuhkannya seketika. Mungkin tadi Kuroko terkena heart break, bukan ankle break.

Kuroko mulai mencari lagi anak yang sekiranya normal untuk diajak kerja sama. Pilihannya jatuh pada pas foto pemuda bersurai ungu.

"Murasakibara Atsushi?"

Pemuda bersurai ungu yang duduk di barisan kedua dan tepat di pinggir jendela menoleh singkat ke arah Kuroko seraya memasukan dua buah maibou ke dalam mulutnya.

"Kau siapa~?" tanya Murasakibara dengan nada yang terdengar mati segan hidup tak mau.

"Aku wali kelasmu, baru saja tadi aku memperkenalkan diri," jawab Kuroko, sabar.

"Aku tidak akan mengingat orang yang lebih lemah dariku."

Rasanya Kuroko ingin pergi ke kantor menteri pendidikan lalu merobek undang-undang tentang larangan kekerasan pada murid.

Sekarang Kuroko makin sibuk membolak-balik tumpukan kertas di tangannya. Dia menatap satu-satu pas foto yang tersedia disana, kedua alisnya bertautan. Tidak ada satupun wajah dari mereka yang terlihat normal. Meski tampan-tampan, sih.

"Lebih baik sensei berhenti saja, percuma menghadapi mereka," tegur sebuah suara yang membuat Kuroko menghentikan aktivitasnya. "Namaku Himuro Tatsuya, salam kenal," tambahnya dengan senyum maut.

Himuro memang duduk tepat di depan meja guru, jadi dia dan Kuroko kini dapat berbincang di tengah bisingnya kelas.

"Aku tidak akan berhenti," kata Kuroko, tegas.

Tentu saja dia tidak akan berhenti. Sudah impiannya sejak dulu menjadi seorang guru dan tidak mungkin berhenti karena tidak bisa mengatur kelas.

Bukan itu masalahnya, Kuroko. Kelas yang akan kau bimbing itu bukan kelas biasa.

"Bagaimana kalau Himuro-kun sekarang membantuku menenangkan mereka?"

Himuro tertegun sejenak melihat kegigihan di mata biru Kuroko. Sedetik kemudian seutas senyum manis terterai di wajah pucatnya.

"Aku tidak bisa melakukan itu," kata Himuro. "Mungkin kalau Araki-sensei bisa."

Sekarang Kuroko ingat akan seorang wanita bersurai hitam panjang yang selalu membawa pedang kayu kemana-mana. Mungkin dengan meminta bantuan Araki dia bisa menenangkan muridnya.

"Baiklah, aku akan menemui Araki-san, terima kasih sudah memberi saran, Himuro-kun," kata Kuroko, dia segera berhamburan keluar kelas untuk memanggil Araki.

Menatap kepergian Kuroko, Himuro tersenyum lagi. Ternyata wali kelasnya sangat manis. Dia jadi ingin menahan Kuroko lebih lama di sini dengan membantu gurunya itu.

Baru saja Himuro ingin membuka bukunya, terdengar anak-anak yang terkenal bandel sedang membicarakan sesuatu di belakang kelas. Sudah pasti dia bisa mendengarnya, mereka membicarakan hal itu dengan suara yang agak keras dan sepertinya mereka membicarakan tentang wali kelas baru mereka―Kuroko Tetsuya.

"Aku akan menyingkirkannya seperti yang kulakukan pada wali kelas yang lalu. Siapa namanya? Aku lupa," kata Haizaki pada teman-teman kini mengelilinginya.

"Siapa, ya?" Hara tampak berpikir, balon dimulutnya makin membesar dan kemudian pecah. "Aku lupa."

"Baka~ itu saja kau tidak ingat," ledek Hanamiya dengan lidah terjulur.

"Memangnya kau ingat?" tantang Hara.

"Bagaimana aku bisa ingat? Bahkan aku tidak tahu kalau waktu itu kita punya wali kelas."

"Kau bahkan lebih parah dari Kazuya," celetuk Haizaki, dingin.

Hara malah tertawa penuh kemenangan karena Haizaki membelanya sementara Hanamiya mendengus tidak senang. Kemudian mereka melanjutkan pembicaraan mengenai 'menyingkirkan wali kelas'. Tentu saja kelompok warna-warni yang berada di sisi kelas berlawanan dengan mereka dapat mendengarnya.

"Akashicchi, apa kita akan membiarkannya lagi-ssu?" tanya Kise yang baru kebagian dialog.

Akashi hanya mendelik pada Kise lalu membuang napas pelan, tidak peduli.

"Bukannya aku peduli pada guru baru itu nanodayo, hanya saja kalau seperti ini terus sampai satu tahun kita tidak akan memiliki wali kelas," kata Midorima seraya menaikan kacamatanya.

Kalau Akashi sendiri tidak peduli tentang adanya wali kelas atau tidak. Ada atau tidaknya seorang wali kelas tidak akan merubahnya, itu menurut Akashi. Jadi untuk sekerang ini dia lebih memilih untuk tidak peduli.

"Aku tidak peduli apapun yang terjadi pada guru itu," gumam Akashi, pelan.

"Ah!" sebuah suara dari Haizaki membuat teman-teman kumpulnya menolehkan kepala padanya. "Aku punya ide."

"Ide apa?" sahut Hara yang masih meletup-letupkan permen karet di mulutnya.

"Seperti pada wali kelas sebelumnya, kita lakukan 'itu' saja!"

.

.

.


TBC!


(A/N) : Dari dulu kepengen buat harem!Kuroko, tapi belum kepikiran ceritanya. Pas udah dapet langsung nulis, maaf yang nunggu fic yang lain, jariku gatal mau buat harem!Kuroko T.T

Mungkin akan lebih ke AkaKuro kali, ya tapi tetap tidak mengurangi haremnya dan tadinya mau dibuat rate M tapi aku gak tega kalau Kuroko dianu-anu satu kelas. Kita simpan bokong Kuroko untuk Akashi /plak.

Aku buat T++ saja ya untuk beberapa adegan di chapter depan. Kalau ada yang mau ngasih saran silahkan saja, akan sangat membantu :3 ayo kita ahem-ahemin Kuroko di chapter depan :v /digampar

Mind to RnR? *wink*

See you next chapter!