"Indonesia, Tanah Airku"

Part 1: "Pemimpin Upacara"

.

Sebuah fic menyambut Peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-69

.

Warning:
Gaje dan gak lucu. JANGAN DIBACA.

.

Ditimpuk batu enggak kena
Dihajar sama temen-temennya
Kalo jelek jangan dihina
Kalo bagus minta commentnya.

.


.

*POV Ibuki*

"Tanah airku tidak kulupakan,
kan terkenang selama hidupku.
Biarpun saya pergi jauh, tidak kan hilang dari kalbu
tanahku yang kucintai, engkau kuhargai.

Walaupun banyak negeri kujalani
yang mahsyur permai di kata orang,
tetapi kampung dan rumahku, disanalah kurasa senang.
Tanahku tak kulupakan, engkau kubanggakan."

Lagu ini, akan menjadi sebuah kenangan dalam hati. Akibat peristiwa yang akhirnya mengubah hidup gue.

.


.

Senin, 11 Agustus 2014.

"Buki! Bangun! Udah jam berapa ini nanti kamu telat loh ke sekolahnya!", teriak nyokap gue dari lantai bawah rumah gue.

"Mmmh. Iya bentar ma.", gue jawab sekenanya.

Senin ini akan berlangsung seperti Senin-Senin sebelumnya. Masuk sekolah. Belajar yang gak penting. Les. Pulang. Tidur. Dari 5 kegiatan yang gue sebutkan tadi, sepertinya hanya yang terakhir yang gue tunggu-tunggu.

Gue pun bergegas mandi dan bersiap untuk berangkat sekolah. Bukannya gue rajin. Hanya saja, lagi males menghadapi guru kesiswaan yang bertengger di gerbang sekolah 1 milidetik setelah bel masuk sekolah berbunyi.

Gue mandi sekenanya. Udah agak telat juga sih. Seragam putih-abu gue kenakan. Ikat pinggang? Benda apa itu? Ah, sudahlah. Persetan dengan aturan.

.


.

Gue masuk kelas tepat sebelum bel masuk bunyi. Di kelas, sudah ada temen-temen yang lain.

Makhluk-makhluk kelas XI-G —kelas gue— sangat beragam. Ada yang rajin-rajin. Minaho dan Manabe. Yang ancur juga ada. Kuskus (bukan nama sebenarnya. Ini panggilan akrab kita berdua) ehm, maksudnya Kusaka. Ada juga Matatagi, dan Tetsukado, temen se-geng. Tapi lebih didominasi oleh anak-anak yang normal.

Pelajaran pertama. Sejarah.

Duh males banget. Pagi-pagi udah belajar yang bikin mual. Untung aja, gurunya seringnya diem di meja guru. Bisa curi-curi kesempatan tidur.

Bahasan materi pagi ini, adalah tentang peristiwa Rengasdengklok. Guru mulai menceritakan (lebih tepatnya, membacakan buku paket) semua materi hari ini. Peristiwa Rengasdengklok ini terjadi karena persilangan pendapat antara golongan tua dan golongan muda yang menginginkan kemerdekaan segera. Dan selanjutnya silahkan lihat buku Sejarah kalian karena setelah itu gue tidur.

Sebuah hentakan membangunkan gue dari lanjutan tidur gue.

"IBUKI MUNEMASA!", suara pak guru yang keras menyadarkan gue.

Seluruh kelas melihat ke arah gue.

"Coba kamu jelaskan lagi yang bapak tadi jelaskan."

Mampus.

Singkat cerita, gue dimarahin berkali-kali lipat. Sialan. Ternyata si bapak ngeliat gue gak pake ikat pinggang. Ceramah panjang selama 1 jam pelajaran yang intinya pejuang jaman dulu gak kayak kamu, anak muda harus semangat, bla bla bla bla.

Pelajaran ke-7. Matematika.

Wali kelas gue yang mengajar matematika. Sebelum dia mengajar tentang grafik, dia membawa satu pengumuman. Pengumuman yang akan mengubah hidup gue.

"Anak-anak, untuk tanggal 17 Agustus nanti, kelas kita akan menjadi petugas upacara di sekolah. Dan ini adalah susunan yang sudah ibu buat. Kalian yang tercantum namanya, tolong persiapkan diri baik-baik.", katanya.

Dia lalu berjalan ke arah mading kelas di belakang, dekat meja gue. Ia menempelkan kertas itu di mading. Sepintas melihat ke arah gue, lalu kembali ke depan kelas.

Gue yang awalnya masa bodoh, akhirnya kaget setengah hidup gara-gara teriakan Manabe.

"HAH? IBUKI PEMIMPIN UPACARA!? KAGA SALAH!?"

HAH? GUE PEMIMPIN UPACARA!? KAGA SALAH!?

Gue langsung protes. Gue akui gue bukan anak baik-baik. Kenapa harus gue? Kenapa gak Tenma aja gitu? Secara, dia kan ketua kelas.

"Suara kamu yang paling besar dan berwibawa, Ibuki. Lagipula, ada satu hal yang akan kamu dapatkan setelah kamu memimpin upacara 17 Agustus nanti.", begitu jelas bu wali kelas.

Tapi, 17 Agustus kan hari Minggu!? Males deh ke sekolah hari Minggu.

.


.

Rabu, 13 Agustus 2014.

Bel pulang sekolah. Gue dipanggil wali kelas.

"Gimana Ibuki, persiapan kamu untuk tanggal 17 nanti?", tanyanya.

Gue belom ngapa-ngapain. Jujur, gue belom pernah jadi petugas upacara seumur hidup gue.

"Yah... Ehm... Gimana ya..."

"Ini bukan main-main, Ibuki. Kamu pemimpin upacara nanti."

Bu Wali Kelas terdiam sejenak ditengah kerumunan anak yang berjalan meninggalkan lorong.

"Ibu kasih kesempatan. Kamu boleh memilih, mau atau tidak jadi pemimpin upacara. Kamis pulang sekolah, ada latihan di lapangan. Kalau tidak mau, ibu sudah siapkan cadangan. Kalau mau, kamu harus hadir.", katanya sambil berlalu menuju kantor guru.

Gue yang tadinya senang bukan kepalang, akhirnya kembali harus bete karena nyokap gue mewajibkan gue untuk jadi pemimpin upacara.

"Jadi pemimpin upacara itu kebanggaan, Buki. Kamu tuh harus punya semangat dan nasionalisme."

Huh. Malesin.

Gue kemudian bercerita dengan teman lama gue, Shinsuke, di BBM. Dia sekarang kelas X di SMA lain. Sebenaranya, dia yang mulai percakapan ini dulu.

"Yo, Buki!"

"Yo, Shin!"

"Gimana kabar?"

"Baik. Haha. Kau?"

"Yah, biasa saja."

"Eh, ada film baru loh, Pura-Pura Tinja udah tayang di bioskop 12"

"Wuih. Mau nonton bareng?"

"Hayu aja. Tapi, mungkin gak minggu-minggu ini, soalnya padet banget nih jadwalnya. Hehe"

"Yaelah kayak pejabat aja lu. Emang jadwal apaan?"

Lalu pembicaraan menyerempet masalah upacara.

"Iya lah. 'Pekan upacara'"

"Hah?"

"Iya. Besok, upacara Hari Pramuka. Sabtu gladi resik upacara 17-an. Minggu 2 kali gue upacara. Terus senennya juga upacara lagi"

"DIH KAGA BOSEN APA?"

"Ya mau gimana lagi, Buk. Hitung-hitung mengingat jasa pahlawan."

"Sudahlah, jangan ngomongin upacara. Gue lagi bete gara-gara ditunjuk jadi pemimpin upacara."

"Loh kok bete?"

"Iya. Mending hari Senin biasa. Ini Minggu. Mending gue lari keliling kompleks sekolah 3 kali dah."

"Lu jangan gitu Buk."

"Kenapa?"

"Intinya jangan. Oh iya, kau masih hutang dare loh."

"Um? Dare?"

"Iya. Dare. Udah seminggu nih! Nyanyi lagu lokal."

"Ah iya. Mau lagu apa kau?"

"Hmmmm... Lagu wajib nasional?"

"Nanti deh. Lagi ada PR" Padahal ga ada.

Lalu dia tidak membalas lagi. Katanya, kuota habis.

.

.

Kenapa jangan gitu? Kenapa sebuah kebanggaan?

Pertanyaan itu tak kuasa gue jawab.

Hingga...

Hingga esok hari. Saat yang tak akan terlupakan. Setidaknya bagi gue.

.


.

- TO BE CONTINUED –

.


.

.

Haaai~~ Fic menyambut kemerdekaan. Beberapa bagian gue ambil dari kisah nyata pengalaman gue beberapa hari ini, dicampur dengan imajinasi gue. Chapter berikut diusahakan terbit secepatnya. Byee~!

.

Cendol gan?