Pair : NaruSasu

Declaimer © Masashi Kishimoto

Warning : Shounen-Ai, Typo, OOC, etc


Blonde Allergic


.

Sasuke adalah seorang remaja biasa yang mempunyai hidup sederhana. Ia tinggal hanya bersama seorang kakak karena kedua orang tuanya meninggal dunia. Namun yang membedakan Sasuke dengan remaja lainnya adalah sebuah kelainan yang mungkin hanya diderita oleh satu banding satu juta orang di dunia. Sebuah penyakit aneh yang bahkan belum pernah ditemui dalam ilmu kedokteran sekalipun.

Sasuke tidak bisa bersahabat dengan hangatnya mentari, sinar lampu yang sewarna rembulan menyinari jalanan saat malam, bahkan orang-orang berambut pirang sekalipun. Karena keanehan inilah kakaknya, Itachi mengecat setiap penjuru rumah dengan warna biru kesukaannya serta warna yang cenderung gelap untuk perabotan rumahnya agar penyakit atau bisa dibilang alerginya tak kambuh.

"Sasu-chan ayo kita berangkat!" teriak Itachi dari bawah. Sasukepun segera turun untuk berangkat sekolah. Tak lupa membawa kaca mata yang mungkin akan ia perlukan nanti.

"Kau sudah membawa kaca matamu?" tanya Itachi saat adiknya sudah memasuki mobil dan duduk disampingnya.

"Hn." Jawab Sasuke bergumam. Itachi mengusap rambut adiknya yang dihadiahi tatapan tajam dari si empunya, sementara Itachi sendiri tersenyum maklum dengan sikap pelit kata adiknya ini. Tak ingin membuat mood adiknya memburuk, Itachipun segera menjalankan mobilnya.

"Ingat! Pelajaran olahraga nanti kau tak usah ikut. Aku sudah meminta izin pada guru olahragamu yang aneh itu." Ucap Itachi tanpa melepas fokusnya mengemudi.

Hampir setiap minggu Itachi selalu meminta izin pada guru olahraga adiknya yang berpenampilan aneh dengan rambut bob hitam legam serta baju ketat berwarna hijau ciri khasnya. Itachi juga sudah memberitahu kepala sekolah adiknya yang sexy itu jika Sasuke mempunyai masalah dengan sinar matahari. Sehingga Sasuke akan selalu dibebaskan dengan setiap pelajaran yang dilakukan diluar kelas.

"Ingat, jangan pulang sendiri sebelum aniki menjemputmu." Peringat Itachi saat sampai di depan sekolah adiknya.

"Baiklah aku ke kelas dulu." Ucap Sasuke keluar dari mobil tanpa mempedulikan ucapan kakaknya. Sasuke terlalu malas mendengar ocehan—peringatan—kakaknya yang seolah membuatnya seperti anak kecil yang tak bisa menjaga diri sendiri.

Sasuke mengeluarkan kaca matanya dan segera memakainya. Perjalanannya ke kelaspun terasa sangat lama bagi Sasuke. Ia harus membiasakan diri untuk ditatap seluruh penjuru sekolah yang bersimpangan dengannya.

Hampir setiap siswi meneriakinya ketika dirinya lewat begitu saja di depan mereka, namun berbeda dengan tanggapan para siswa lainnya. Terutama mereka yang mempunyai gender sama dengannya. Mereka pikir dirinya berpenampilan seperti ini—memakai kaca mata hitam—hanya untuk tebar pesona. Jangan dikira Sasuke suka memakainya, justru ia sudah muak dengan semua ini. Salahkan saja penyakit anehnya yang tak bisa membuat dirinya menatap warna cerah matahari.

Sasuke segera duduk dan mengeluarkan buku untuk mata pelajaran pertama, melepaskan kaca mata hitamnya dan memakai kaca mata biasa yang selalu dipakainya saat di rumah. Sasuke selalu menghabiskan waktunya untuk membaca daripada bergosip seperti yang teman-temannya lakukan ketika menunggu bel masuk berbunyi.

Sasuke mengerutu dalam hati karena pelajaran pertamanya adalah Biologi, itu berarti guru bermasker yang selalu membaca komik mesum itulah yang akan mengisi pelajaran pertamanya hari ini. Namun yang membuat Sasuke kesal adalah guru pemalas itu selalu datang terlambat setiap jam mengajarnya dan Sasuke sudah tidak tahan dengan keributan di kelas yang entah membicarakan hal apa.

"Selamat pagi anak-anak."

Rekor baru untuk guru biologinya yang tidak datang terlambat hari ini.

"Hari ini kalian kedatangan murid baru."

Sasuke bisa mendengar suara sorak-sorak para gadis yang tak sabar melihat teman baru mereka. Sedangkan dirinya sama sekali tak berminat dan terus meneruskan kegiatannya membaca.

"Masuklah Naruto, sapalah teman-teman barumu ini."

Sasuke tersenyum sinis tanpa melepas pandangan dari bukunya saat mendengar ucapan Kakashi. Selain mesum, gurunya itu sok ramah sekali. Padahal diantara semua guru, Kakashi terkenal dengan sifatnya yang pendiam dan jarang sekali berbicara.

"What's up guys! Perkenalkan, aku Uzumaki Naruto, cowok terkeren pindahan dari Amerika." Sapanya dengan gaya khas orang barat dengan menunjukan cengiran lebarnya. Hal itu tentu saja membuat Sasuke mendongakan kepala untuk melihat seperti apa teman barunya yang kelewat percaya diri tersebut.

Saat Sasuke melihat penampilannya dari ujung kaki hingga tubuhnya, Sasuke bisa melihat jika teman barunya itu sangat stylish sekali, beda sekali dengan budaya yang ada di negaranya. Rantai yang dikaitkan di samping pinggang celana sekolah, berbagai gelang aneh yang melekat di tangannya serta dua kancing baju yang tidak dikaitkan membuat dirinya terkesan seperti anak berandalan yang tak tahu aturan.

Mata Sasuke semakin ke atas untuk melihat seperti apa wajahnya. Tiga kumis kucing menghiasi kedua pipinya, kulitnya sewarna tan, hidungnya cukup mancung dan matanya—matanya sewarna langit, warna yang disukai olehnya. Namun Sasuke buru-buru melepas pandangannya saat menangkap apa warna rambutnya.

'Sial!' rutuknya dalam hati dengan segera melepas kaca mata bacanya dan menggantinya dengan kaca mata hitam yang sudah ia simpan sebelumnya.

"Kau bisa duduk di—emm, pemuda yang memakai kaca mata hitam di pojok sana."

Naruto menautkan alisnya menyadari salah satu siswa memakai kaca mata hitam di ruang kelas. Apa dia bodoh memakai kaca mata hitam didalam ruangan seperti ini? Atau matanya memang sakit dan terpaksa memakai kaca mata hitam tersebut untuk menutupinya? Tak mempedulikan pikirannya, Naruto dengan percaya diri dan senyuman lebar menuju ke bangkunya. Bahkan ia juga melakukan tebar pesona dengan memberikan kerlingan nakal pada beberapa siswi yang menatapnya. Tentu saja sedetik kemudian ia sudah bisa mendengar suara jerit siswi yang digodanya tersebut. Siapa yang bisa menolak pesona seorang Uzumaki Naruto, huh?

"Perkenalkan, namaku Uzumaki Naruto." Naruto mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan teman sebangkunya, sikap ramah adalah syarat pertama agar bisa bersosialisasi dengan lingkungan barunya dengan cepat. Naruto menautkan alisnya saat hanya mendengar gumaman tak jelas dari teman sebangkunya, bahkan ia tak menoleh sedikitpun ke arahnya.

'Mungkin dia tak dengar.'

"Ehem, baiklah aku ulangi sekali lagi. Aku Uzumaki Naruto, siapa namamu?"

"Aku sudah tahu, kau sudah mengucapkannya tadi di depan kelas."

Dahi Naruto berkedut mendengar jawaban pemuda raven yang duduk disampingnya. Seumur-umur Naruto tak pernah sekalipun tak diacuhkan begitu saja oleh seseorang. Dan dia, si raven aneh berkaca mata hitam ini berani melakukannya. Sungguh sulit dipercaya!

"Ehm, Uz-Uzumaki-san, na-namanya U-Uchiha Sa-Sasuke. Le-lebih baik ka-kau tak mencari ma-masalah dengannya." Ucap seorang gadis bermata indigo yang duduk dibangku sampingnya.

'Apa orang Jepang semuanya aneh seperti ini?' pikir Naruto. Tidak si raven tidak pula si gadis yang duduk di bangku sebelahnya sama-sama aneh menurut Naruto.

.


.

Selama hampir setengah hari ini Sasuke benar-benar tersiksa berada dikelasnya sendiri. Kepalanya cukup pusing karena harus memakai kaca mata hitamnya. Ia sebenarnya sudah pernah mengalaminya sebelumnya, hanya karena ada teman sekelasnya yang berambut pirang, Sasuke terpaksa memakai kaca mata hitamnya setiap hari selama mengikuti pelajaran di kelas.

Waktu itu teman sekelasnya yang bernama Ino terpaksa harus dipindahkan ke kelas lain karena dirinya. Tentu saja itu semua akibat perbuatan kakaknya. Namun tak ada satu orangpun yang tahu kenapa Ino harus dipindah ke kelas sebelah. Dan kini kakaknya sepertinya akan melakukan hal yang sama lagi. Ia tak mungkin membiarkan adiknya tersiksa karena penyakit anehnya setiap melihat warna rambut teman blondenya sekaligus teman sebangkunya setiap hari.

"Hahaha, kau memang orang yang keren Naruto."

"Tentu saja, disekolahku yang dulu aku bahkan bisa menaklukan guru bahasa Jepangku yang sexy."

"Kalau begitu kau harus mengajarkannya kepada kami."

Sasuke melirik sekilas empat pemuda yang duduk tepat di tengah bangku kantin. Bagaimana mungkin dihari pertama pemuda blonde tersebut bisa secepat itu akrab dengan teman sekelasnya yang lain?

Kiba, Chouji dan Naruto kini tertawa lepas seolah tak sadar jika suara mereka mengganggu penghuni kantin lainnya. Sementara si pemalas, Shikamaru hanya menatap datar teman-temannya dengan kepala yang bertumpu salah satu tangannya diatas meja.

"Boleh aku bergabung?"

Sasuke melihat si ketua kelas kini berdiri didepan meja yang di dudukinya. Ia hanya mengangguk menjawabnya.

"Apa kau baik-baik saja?" Sasuke menautkan alisnya menanggapi pertanyaan Neji.

Melihat Sasuke yang sepertinya tak mengerti, Neji segera duduk di depan Sasuke dan menjelaskan pertanyaannya.

"Uzumaki itu. Bukankah kau memakai kaca mata hitam di kelas hari ini karena dia?"

Dan diantara banyak orang, hanya Hyuuga Nejilah yang menyadari kejanggalan pada dirinya. Mungkin dia bisa tahu karena selama ini pemuda berambut panjang tersebut selalu memperhatikan dirinya saat di kelas.

"Hn."

Neji tak bertanya lebih jauh. Ia memilih untuk menikmati makan siangnya hari ini. Sebenarnya ia juga tak tahu tentang apa yang disembunyikan Sasuke selama ini. Dia hanya mengamati Sasuke yang tak pernah mengikuti pelajaran diluar kelas, buru-buru memakai kaca mata hitam saat melihat objek berwarna kuning serta kepindahan tiba-tiba Ino teman sekelasnya dulu. Neji hanya menyimpulkan Sasuke tak menyukai warna kuning, atau memang ada yang lain?

"Oh ya, apa si Uchiha itu sok tebar pesona seperti tadi di dalam kelas?" tanya Naruto saat matanya melihat Sasuke yang duduk di pojok kantin.

"Ah, Sasuke? Dia memang aneh. Padahal matanya tak sakit, tapi setiap turun dari mobil dia selalu memakai kaca mata hitam, sampai dikelas dia baru akan melepasnya. Dia juga hampir tak pernah mengikuti pelajaran olahraga yang dilakukan diluar kelas." Ucap Kiba sambil menikmati makanannya.

"Tapi kenapa dia memakai kaca mata hitam di dalam kelas hari ini?" tanya Naruto kembali.

"Memang Uchiha seperti itu. Dulu dia juga pernah melakukannya saat Ino yang satu kelas dengan kita, tapi dia tak lagi memakainya begitu Ino pindah." Kini ganti Chouji yang menyahuti seraya mengunyah makanan di dalam mulutnya.

"Aneh sekali." Gumam Naruto.

"Sudahlah, dia memang suka tebar pesona seperti itu sejak dulu. Tak usah kau urusi, selain aneh dia juga suka menyendiri. Yah, kecuali si ketua kelas yang biasanya sering terlihat bersamanya."

Naruto tak terlalu menghiraukan ucapan Kiba. Matanya masih memperhatikan teman sebangkunya yang kini berbincang dengan ketua kelasnya.

'Sepertinya aku punya saingan disini.' Naruto menyeringai memikirkannya. Bagaimanapun dia adalah orang yang sangat berambisius. Ia tak membiarkan seorangpun mengalahkan pesonannya. Terlahir dengan kepercayaan diri yang begitu tinggi, membuat dirinya tak ingin kalah dari siapapun untuk urusan menarik perhatian orang-orang yang ada di sekitarnya.

.


Blonde Allergic


.

Di kelas, Naruto terus-terusan mengganggu pemuda raven disampingnya. Naruto sedikit heran, dari semua teman sekelasnya justru teman sebangkunya inilah yang paling sulit ia dekati.

"Sasuke, boleh pinjam buku catatanmu? Aku ingin mengejar ketertinggalanku di kelas ini."

"Hn." Naruto mengepalkan tangannya setiap kali mendengar gumaman tak jelas dari pemuda raven tersebut. Apa dia tak punya kata lain yang lebih keren selain 'Hn' itu? Sungguh itu norak sekali, pikir Naruto.

"Pasti nilai bahasamu sangat jelek ya? Sampai kau hanya bisa menjawab dengan satu kata yang entah itu apa artinya." Sindir Naruto. Ia lama-lama juga kesal sendiri dengan Sasuke yang sok jaga image itu.

Sasuke mengabaikan begitu saja ejekan Naruto. Meski ia ingin sekali mengumpati pemuda blonde tersebut. Apa ia tidak tahu jika rambut noraknya itu membawa bencana bagi dirinya. Bahkan ini sudah hampir satu minggu ia tersiksa dengan kaca mata bodohnya itu. Ia tak berani meminta bantuan kakaknya karena tak mau merepotkan Itachi. Dirinya sudah dewasa dan sudah seharusnya dia bisa mengatasi masalahnya sendiri. Termasuk penyakit terkutuk yang diidapnya kini.

"Kau tahu, kaca mata norakmu itu sungguh buruk. Cowok keren tidak harus memakai kaca mata senorak itu untuk menarik hati wanita." Bisik Naruto.

Sebagai pemuja wanita berdada besar dan berpantat indah, Naruto tentu saja menyimpulkan jika Sasuke kini tengah mencoba menarik hati seorang wanita dengan penampilannya.

Sasuke menatap tajam Naruto dari balik kaca mata hitamnya. "Apa?— Jangan bilang kau menganggumi ketampananku hingga menatapku seperti itu?" ucap Naruto dengan percaya dirinya yang tinggi.

"Lupakan!" Dan dengan jawaban yang singkat tersebut, Sasuke kembali meneruskan pekerjaannya mencatat materi yang sudah diterangkan di papan tulis.

"Maaf saja, aku tak tertarik dengan seorang pria. Apalagi pemuda aneh sepertimu."

Sasuke bisa mendengar cukup jelas Naruto tengah menyindirnya.

"Bisakah kau diam dobe?" Ucap Sasuke dengan nada suara meninggi.

"Kau memanggilku apa, teme?" Sahut Naruto tak kalah kerasnya.

Brakk

Baik Naruto maupun Sasuke menyudahi acara berdebatnya kali ini saat guru killer mereka yang bernama Ibiki menggebrak keras meja di depannya. Tanpa suara dan tanpa gerak tubuh lainnya, kedua pemuda tersebut sudah cukup mengerti perintah untuk diam yang dilayangkan langsung dari tatapan tajam mata gurunya tersebut.

.


Blonde Allergic


.

Hari ini adalah hari yang menyenangkan untuk sebagian murid. Karena pelajaran olahraga kali ini menginjak materi renang. Itu artinya pada siswa sibuk memperlihatkan kebolehannya dalam olahraga yang banyak digemari orang-orang tersebut. Terlebih lagi para siswi, mereka sangat bersemangat karena bisa menunjukan bagian tubuh mereka yang lain untuk menggoda para siswa yang mereka sukai.

"Sasuke, bagaimana menurutmu baju renangku? Daddy baru membelikannya dari Jerman." Ucap seorang gadis berambut pink bernama Sakura sambil meliuk-liukan tubuhnya. Gadis yang baru mempunyai ayah tiri seorang bule tersebut memang menyukai Sasuke sejak masuk sekolah ini. Jadi jangan heran jika dia selalu mengganggu kehidupan Sasuke. Meski Sasuke sendiri tak pernah tertarik dengan gadis sepertinya.

"Coba pegang bahan yang digunakan untuk pembuatan baju renang ini—sangat elastis dan juga halus tentunya." Sakura mencoba menarik tangan Sasuke untuk menyentuh baju renangnya atau bisa dibilang untuk merasakan kulit mulusnya yang baru saja mendapatkan perawatan kemarin.

"Sebaiknya kau pergi, karena aku ingin mengganti bajuku." Ucap Sasuke seraya menepis tangan Sakura. Mendapat respon kasar seperti itu sama sekali tak menghentikan perasaannya pada sang pujaan hati. Sakura justru mengerling nakal dan menyolek dagu Sasuke sebelum pergi.

Naruto tentu saja melihatnya sejak tadi. Dari semua gadis yang ada di sekolah barunya, hanya Sakura yang belum bisa ia taklukan selama ini. Ia cemburu saat Sakura berlagak sebagai wanita penggoda di depan rivalnya namun berakting layaknya singa kelaparan saat dirinya mencoba mendekatinya.

Dengan perasaan dongkol setengah mati, Naruto menghampiri Sasuke yang memasuki kamar ganti. Menarik tangannya dan memaksanya masuk ke ruang ganti yang sepi dan mengunci pintunya.

"Sudah kuperingatkan Sasu-chan, jauhi Sakura jika kau tak ingin aku—" Naruto menarik kaca mata hitam Sasuke dan meremukannya dengan sebelah tangan. "—membuatmu persis seperti kaca mata ini." Desis Naruto tajam tepat di telinga Sasuke.

Melihat Sasuke yang memejamkan matanya, membuat emosinya semakin meluap. "Kau takut, hm? Bahkan kau tak berani membuka matamu sekarang."

Tak ingin dianggap lemah, Sasukepun membuka matanya dan seketika itulah Naruto terkejut bukan main, tubuhnya seperti terpaku saat melihat ke dalam mata onyx Sasuke untuk pertama kali. Ia tak menyangka jika mata Sasuke begitu indah, mata sekelam malam yang mampu menariknya kedalam dimensi lain.

Sasuke sendiri mati-matian mempertahankan tatapan tajamnya tepat pada mata biru safir kesukaannya. Ia mencoba tak menatap warna blonde yang selalu ia benci seumur hidupnya. Ia sebenarnya juga tak mengerti kenapa ia begitu membenci warna seterang matahari tersebut, mungkin karena penyakit terkutuknya ini atau mungkin juga karena sudah ditakdirkan dirinya membenci warna tersebut sejak lahir. Well, dia juga sampai sekarang masih belum mengerti.

'Cantik!' ucap Naruto tanpa sadar. Kata itu terlintas begitu saja dalam otaknya. Ia harus mengakui jika untuk ukuran seorang laki-laki, Sasuke terlihat begitu cantik. Bahkan mengalahkan bidadari pujaan hatinya yaitu Sakura.

Sasuke mulai merasakan tubuhnya merespon begitu saja saat matanya tak bisa menghindari warna blonde rambut pemuda yang kini tengah menahan tubuhnya di dinding. Sasuke merontah melepaskan diri, namun usahanya tak berhasil sama sekali. Pemuda blonde sial itu kini mencengkeram kedua bahunya begitu kuat seolah tak ingin melepasnya begitu saja.

"Sial, lepaskan aku brengsek!" Makinya dan berhasil menyadarkan Naruto dari keterpesonaannya.

"Tidak sebelum kau memberikan ciuman untukku."

Apa katanya bilang? Menciumnya? Bahkan Naruto tak sadar saat kalimat itu meluncur begitu saja dari mulutnya.

"Brengsek, jangan harap!" Ucap Sasuke emosi. Tentu saja dia masih ingat dengan ucapan si blonde yang pernah mengejek dirinya tak normal di dalam kelas minggu lalu, dan sekarang ia ingin dirinya menciumnya? Ceh, sekarang siapa yang sebenarnya tak normal disini.

"Ku bilang lepaskan brengsek atau akmmptt—" Sasuke menutup mulutnya dengan tangannya sendiri yang sejak tadi tengah berusaha mencoba melepas cengkeraman Naruto. Sial, Sasuke tak bisa terus dalam posisi seperti ini. Tubuhnya benar-benar tak kuat lagi menatap pemuda blonde di hadapannya, karena penyakit sialnya ini mulai menunjukan reaksi dalam tubuhnya.

"Atau apa? Kau akan membun—"

"Hoekk—"

Dan ucapan Naruto terpotong begitu saja dengan suara muntahan pemuda yang sudah mengalihkan dunianya dari ciptaan Tuhan yang bernama wanita, hanya dengan melihat pahatan maha karya indah yang baru saja disadarinya.

To Be Continued


Hi, Minna-san! FF ini saya buat sebagai pengganti FF Blind Brother, enjoy it! :)