Jam 1 malam.
Salju yang menumpuk semakin tinggi. Ludwig baru saja selesai mengerjakan tugas kuliahnya di apartemen Kiku dan sekarang ia tengah berjalan menembus hujan salju, sesekali kakinya terperosok ke dalam tumpukan salju. Oh, dan jangan lupakan setiap kutukan yang mengisi keheningan malam setiap kali ia terperosok. Ludwig mendesah kalah. Ia tahu kalau ia seharusnya menerima tawaran Kiku untuk menginap di apartemennya tadi. Salahnya sendiri keras kepala di malam bersalju begini.
"Ve~ Kamu kasihan sekali."
Langkah Ludwig terhenti. Ia mengamati orang yang berada tidak jauh darinya itu dan mendapati seekor anak kucing yang terkulai lemah. Samar, Ludwig dapat melihat warna merah pada salju tempat kucing itu tergeletak. Orang itu berjongkok kemudian membelai anak kucing itu.
Orang itu menoleh ke kanan dan kiri, seperti hendak memastikan bahwa tidak ada orang di sekitarnya. Untung bagi Ludwig, keberadaannya disamarkan oleh bayangan dari bangunan tua di sampingnya. Orang itu sepertinya tidak menyadari kehadiran Ludwig.
"Aku akan menolongmu, gattino-chan!"
Dalam sekejap, asap tipis berwarna coklat kemerahan muncul di sekitar orang itu.
Untuk pertama kali dalam hidupnya, Ludwig tidak bisa mempercayai matanya.
Orang tersebut menghilang dan… menjadi seekor kucing?
Ludwig tidak bisa berhenti memikirkan kejadian itu.
Malam itu, sesampainya di apartemen Ludwig langsung melesat ke kamar. Ia meraih pena di meja belajarnya, duduk, kemudian menulis apa yang baru saja terjadi secara detail dalam buku haria-ehm, jurnalnya.
Orang itu. Orang itu merupakan inti dari masalah ini. Ludwig pun memutuskan untuk menulis ciri-ciri orang itu pada buku jurnalnya.
Rambut coklat kemerahan dengan sehelai rambut yang menjauhkan dirinya dari kumpulan rambut dan membentuk semacam lengkungan. Ia memutar ulang peristiwa itu dalam kepalanya. Orang itu tidak terlalu tinggi. 170 cm mungkin…?
Ludwig tersentak.
Mengapa… ia begitu peduli pada hal seperti ini? Hal apapun yang orang itu lakukan seharusnya bukan urusan Ludwig, bukan? Dengan mempedulikan hal seperti ini, Ludwig bisa saja menyeret dirinya ke dalam masalah yang lebih pelik dan rumit. Ia tentunya tidak menginginkan itu.
Ludwig mengusap wajahnya kasar. Ah, benar. Ia membiarkan hal tidak masuk akal itu membuat pertimbangannya keruh. Ini merupakan suatu kesalahan. Bisa saja peristiwa itu hanyalah khayalan Ludwig. Mungkin tanpa sadar Ludwig telah meminum sesuatu yang mengandung alkohol di apartemen Kiku. Atau mungkin dia hanya lelah. Malam-malam berjalan di hujan salju pasti akan berdampak pada tubuh dan pikiranmu. Mungkin dia hanya perlu istirahat.
Ludwig melempar penanya kemudian bangkit dan mengganti pakaiannya. Ludwig lantas membanting diri ke tempat tidur. Ia berbaring menatap langit-langit kamarnya. Meski Ludwig sudah sepakat dengan dirinya bahwa ia tidak akan mempedulikan hal itu, pikirannya mengulang kejadian tadi secara sukarela.
Ah, verdammt. Ujarnya dalam hati.
Kelopak matanya mengatup, ia pun terlelap.
