"Christa, ayo cepat!" teriak Sasha dari kejauhan, sambil melambaikan tangannya.

"Tunggu sebentar, teman-teman!" balas Christa sambil berlari kecil kearah Sasha dan Mikasa, yang sudah menunggunya di pertigaan jalan.

"Kau sudah siap Christa? Kau sudah siap?" Tanya Sasha dengan wajah berbinar-binar.

"I…iya, aku sudah siap," balas Christa sambil tersenyum lebar. "Darmawisata kali ini pasti menyenangkan!"

"Hey hey, Mikasa, kau akan mengunjungi apa jika sudah sampai di Kyoto?" Tanya Sasha lagi.

"… Mungkin ke kuil," gumam Mikasa.

"Hee… aku tidak menyangka kau akan mengunjungi tempat seperti itu," balas gadis berambut merah bata itu heran.

"Kau tahu, aku ingin membeli jimat cinta," Kata Mikasa pelan

"J.. ji.. jimat cinta katamu? Aku tidak menya…"

"Jimat cinta?! Apakah ada benda seperti itu?!" potong Christa. Wajahnya tiba-tiba bersemu merah, dan matanya berbinar.

"Hey Christa, kenapa kau…" gumam Sasha yang sedikit kaget melihat tingkah Christa yang mendadak bersemangat.

"Konon jika kita memberikan jimat itu pada orang yang kita suka, cinta kita akan terpaut selamanya." Balas Mikasa.

"Hee… Eren kah?" balas Sasha dengan ekspresi menggoda. Mendadak pipi Mikasa sedikit merona.

"Ha… hanya sebagai keluarga, kau tahu," balas Mikasa sambil memalingkan wajahnya dari Sasha.

"Be… benarkah itu, Mikasa?" Tanya Christa yang masih tampak semangat.

"Wah wah wah wah, aku merasakan ada musim semi bermekaran di hati seseorang. Hwa.. senangnya," gumam Sasha sambil merangkul bahu Christa.

"Tidak, tidak seperti yang kau bayangkan," bantah Christa salah tingkah. Wajahnya semakin memerah, dan kedua tangannya melambai tanda membantah.

Kedua tangan Sasha memegang bahu Christa sehingga kedua mata mereka bisa bertatapan. "Siapa orangnya? Siapa? Siapa?" Tanya Sasha dengan rasa ingin tahu yang besar.

"Tidak… tidak ada!" bantah Christa sambil berusaha melepas tangan Sasha dari bahunya. "Kau hanya salah paham!"

"Bohong! Cepat katakan Christ! Ayolah!" Balas Sasha dengan tatapan ingin tahu, seperti rubah yang penasaran.

Tiba-tiba Mikasa melepas genggaman tangan Sasha pada bahu Christa. Tatapan tajam Mikasa tertuju pada iris coklat Sasha. Bulu kuduk gadis itu langsung berdiri.

"Aah, Mikasa aku hanya bercanda, kau jangan…"

Tiba-tiba tatapan tajam itu berpindah ke iris biru Christa.

"Mikasa?"

"Christa, katakanlah siapa orang yang kau sukai," kata Mikasa dengan suara yang datar, terdengar seperti mengancam.

Sasha menepuk dahinya.

"Hyaaa… Mikasa? Kau juga…?" tanya gadis itu ketakutan.

"Katakan, Christa," balas Mikasa. Christa yang sedikit terkejut dengan cara temannya itu mencari tahu pun akhirnya menyerah. Ia menghembuskan nafasnya pelan dan menunduk malu-malu.

"Orang itu…"

"Ya?"

"Orang itu…"

"Ya? Ya?"

Christa dapat merasakan pipinya memanas. Wajahnya pasti sudah semerah tomat.

"Dia…"

Bugh! Tiba-tiba tubuh Christa terdorong ke depan dan jatuh terjungkal diatas jalan setapak. Seseorang yang telah menabrak gadis berambut pirang pucat itu dari belakang pun terguling diatas aspal. Rambut pirang sebahu itu, sangat mudah dikenali oleh Mikasa dan Sasha.

"Armin!" teriak keduanya. "Apa yang kau lakukan?"

"Hehe… maaf," balas Armin sambil cengengesan. "Eh? Christa! Bangun Christa!" teriak Armin begitu melihat seseorang yang ditabraknya masih telungkup di tanah. "Hey Christa!" panggil Armin sambil menggoyangkan tubuh Christa. Mata birunya menggambarkan rasa bersalah dan khawatir.

Mikasa dan Sasha kemudian menghampiri Christa yang masih telungkup di tanah dan tak kunjung bangun.

"Hey Christa, kau baik-baik saja?" Tanya Sasha sedikit khawatir.

Sementara kedua temannya sibuk menggoyang-goyangkan tubuh Christa, Mikasa malah memperhatikan wajah Christa yang sengaja ditutup dengan telapak tangan milik Christa sendiri. Mikasa dapat melihat semburat merah di wajah gadis kecil itu.

"Hooo…begitu," bisik Mikasa dalam hati.

HARAPAN JIMAT CINTA

(Suichi Shinozuka)

Chapter 1 : Pernyataan Cinta

Shingeki no Kyojin belongs to Isayama Hajime

'

'

Enjoy the story!

"Eeh?!" teriak Sasha terkejut. Akhirnya Christa mengatakan siapa orang yang ia suka, begitu Armin berlalu.

"Y… Ya, sudah kuduga kau akan sekaget itu," kata Christa sambil menunduk malu.

"Hey Mikasa, kenapa kau tidak kaget?" Tanya Sasha sambil menatap Mikasa.

"Aku sudah mengetahuinya ketika Christa jatuh tadi. Kau menelungkupkan badanmu untuk menutupi wajah merahmu, kan?" kata Mikasa sambil merapikan rambut legamnya.

"Hmpf, benarkah itu Christa?" Tanya Sasha sambil menahan rasa gelinya.

"Ja… jangan tertawa! Huff!" balas gadis berambut pirang itu sambil mengembungkan pipinya.

"Hahaha, maaf. Ngomong-ngomong kenapa kau bisa menyukai Armin? Tubuhnya kecil dan lemah, kau tahu," tanya Sasha lagi.

"Dia baik," balas Christa. Walau lemah, ia memiliki tekad yang kuat."

"Ya, Armin memang begitu," balas Mikasa yang merupakan teman kecil Armin.

"Hooo… ya dia juga pintar," gumam Sasha.

"Ya, dan aku sangat suka senyumnya," bisik Christa sambil tersenyum kecil.

Tak terasa, akhirnya mereka sampai juga di gerbang sekolah. Mata Sasha membesar dan berbinar-binar ketika melihat rentetan bus yang berbaris di halaman sekolah mereka.

"Wow! Kyoto! Daging panggang! Tunggu aku! Yeah!" teriak Sasha sambil berlari ke arah barisan bus itu.

"Apa hubungannya dengan daging panggang…" gumam Mikasa.

"Ah, Mikasa duluan saja, aku mau ke toilet dulu," kata Christa sambil melambaikan tangannya, dan berlalu.

Toilet sekolah lumayan jauh dari gerbang sekolah. Christa melangkahkan kakinya menelusuri lorong sekolah yang kali ini cukup sepi, karena para siswa pasti sedang berkumpul di lapangan. Christa tidak menyangka lorong itu benar-benar sepi. Tidak ada satupun orang yang lewat, dan pagi itu lorong sekolah cukup gelap dan dingin. Dengan perasaan sedikit takut, Christa tetap melangkahkan kakinya. Tubuhnya sedikit merinding. Ia memang sangat takut pada ruangan gelap yang sepi seperti sekarang.

Akhirnya Christa sampai di toilet. Ketika hendak melangkahkan kakinya ke toilet wanita, tiba-tiba saja ia mendengar suara-suara aneh. Langsung saja jantungnya berdegup kencang. "Suara apa tadi?" gumamnya dalam rasa takut.

Suara tadi semakin jelas terdengar. Wajah Christa mulai memucat. Keringat dingin mulai membasahi wajah dan tangannya. Ia dapat merasakan degupan jantungnya yang berdetak kencang. Suara itu bersumber dari toilet pria. Walau takut, tapi dalam diri Christa juga muncul rasa ingin tahu. Seperti bergerak sendiri, ia melangkah kearah toilet pria. Dengan sangat pelan, Ia mendongakkan kepalanya dibalik daun pintu. Akhirnya, ia dapat melihat sosok seseorang di dalam toilet itu. Orang itu berdiri tegak, sambil menatap tembok di depannya. Mata Christa membesar begitu ia dapat mengenali siapa orang itu.

"Armin?!" bisik Christa.

Armin menatap tembok di depannya dengan tatapan yang cukup serius. Lama ia terdiam, kemudian ia berkata,

"Aku suka kamu!" teriak Armin sambil membukukkan badannya kearah tembok.

Mulut Christa menganga dan matanya membesar. Seketika tubuhnya bergetar.

"Kya!" teriaknya. Christa kehilangan kendali tubuhnya, dan langsung ambruk menabrak pintu, dan terhempas di lantai toilet pria.

Armin melihat adegan itu dengan wajah pucat dan suara yang tertahan. Mata birunya memancarkan rasa terkejut yang luar biasa.

"Ch…Christa!" teriak Armin sambil berlari menghampiri Christa. Armin mengangkat tubuh gadis itu dan menatap bola mata warna tosca yang hanya berjarak sejengkal dari mata biru langitnya itu.

"Christa, kau baik-baik saja?" Tanya Armin sambil menyentuh kening Christa. "Wajahmu merah sekali."

Christa langsung bangun, menegakkan tubuhnya dan menyembunyikan wajahnya. "Aku baik-baik saja," katanya.

"Kau sepertinya demam," Armin menyentuh dagu Christa dan mengangkat wajah mungil itu untuk memastikan ia benar-benar baik.

Mereka berdua bertatapan beberapa saat.

"Aah, ayo ke bus, jangan sampai kita tertinggal," kata Armin tiba-tiba. Christa mengangguk cepat dan berjalan disamping Armin.

Mereka pun berjalan berdampingan di lorong sepi itu. Baik Armin maupun Christa, keduanya sama-sama memalingkan wajah, seperti sibuk dalam pikiran masing-masing. Mereka benar-benar diselimuti oleh rasa canggung dan salah tingkah. Mau bagaimana lagi, keduanya baru saja ketahuan melakukan hal yang cukup aneh.

"Umm... A.. apa yang kau lakukan disini, Armin?" Tanya Christa memecahkan keheningan diantara mereka.

"Kau lihat?" tanya Armin.

Christa menelan ludah. "Umm, ya," katanya sambil mengangguk pelan.

Armin tersenyum kecil. "Mungkin tidak perlu kusembunyikan, lagipula sudah ketahuan," gumamnya pelan. "Aku, sedang latihan."

Christa menaikan satu alisnya. "Latihan?"

Armin terdiam sebentar, kemudian melanjutkan kata-katanya.

"Kau tahu teman sekelas kita Annie?" Tanya Armin.

"Gadis yang menyukai bela diri itu? Ya tentu saja," jawab Christa sambil menganggukan kepala.

"Walau dingin dan tajam, tapi menurutku ia sangat cantik," wajah Armin tiba-tiba saja memerah. "Aku berniat menyatakan perasaanku di darmawisata kali ini," papar laki-laki berambut pirang itu sambil berusaha menyembunyikan ekspresi malu-malunya.

"Eh?"

Christa menghentikan langkahnya. Bagaikan pedang, kata-kata itu langsung menohok hati Christa, sangat dalam. Tangannya bergetar, dan alisnya mengerut. Ia menggigit bibir bawahnya.

"Tapi aku menyukaimu, Armin" bisik Christa dalam hatinya. Kata-kata itu tercekat di tenggorokannya, tak bisa keluar maupun masuk. Rasanya air mata Christa akan jatuh, tapi ia berusaha menahannya.

Christa hanya diam. Armin menatap Christa sambil memiringkan kepalanya dengan tatapan sedikit bingung. Ia menaikan sebelah alisnya.

"Hng? Christa?"

.

.

Pernyataan Cinta - END

Please waiting for Chapter 2 .