Naruto Punya Masashi Kishimoto
Cerita Ini Punya Saya

Summary:
Namaku Namikaze Naruto, aku mencintai seseorang. Aku jatuh cinta padanya sejak pandangan pertama. 'Sedikit' mengiris hati, saat aku tahu bukan hanya aku saja yang tergila-gila padanya. Fem!Naru. Naruto POV!

Warning: Fem!naru, Naruto pov, typo(s), gaje, bahasa amburadul, ooc, EYD berantakan, dan masih banyak kekurangan-kekurangan lainnya. Terlalu banyak kalo disebutin satu-satu.

Terima kritik dan saran

Chapter1 : Dilema

Namaku Namikaze Naruto. Aku menyukai... Ah tidak! maksudku, aku mencintai seseorang. Dia senpaiku, pemuda tampan dengan mata onyx dan rambut ravan model pantat ayam. Namanya Sasuke, Uchiha Sasuke. Aku jatuh cinta padanya sejak pandangan pertama. Aku tidak tahu kenapa aku bisa mencintai pemuda menyebalkan seperti dia, tapi siapa yang tahu. Cinta tidak seperti lampu yang hanya akan menyala saat lampu itu dialiri listrik, cinta itu tidak sekedar manis dan pahit, tapi cinta adalah sesuatu yang sukar, sulit dimengerti dan tidak mudah dipecahkan. Ah.. Sejak kapan aku menjadi puitis seperti ini, mendifinisikan cinta seakan-akan aku mengerti arti cinta itu apa. Baiklah, kalian abaikan saja kata-kataku itu.

Sasuke-senpai adalah ketua osis disekolahku, Konoha Gakuen. Awal mula aku bertemu dengannya dikarenakan aku yang tidak sengaja bertabrakan dengannya. Saat itu...

**
Naruto berjalan tergesa. Kepalanya menunduk, mata biru sapphire nya menatap selembar peta sekolah yang diberikan kepala sekolah padanya. Karena kesibukannya, kepala sekolah itu meminta Naruto untuk mencari kelasnya sendiri. Yaaa Naruto adalah siswi baru disekolah ini, karena ia datang terlalu siang kesekolah barunya ini, membuatnya kesulitan mencari letak kelas yang akan ditempatinya. Semua Guru disekolah ini pergi mengajar dan tentu saja para muridnya pun tengah berada didalam kelas. Tak ada seorangpun yang dapat ia tanyai.

Masih dengan kepala menunduk Naruto berbelok kesebelah kiri Koridor, tak mengetahui kalau dari arah tersebut ada seorang pemuda yang tengah membawa setumpuk buku. Kejadiannya cukup cepat. Naruto dan pemuda itu bertabrakan, buku-buku yang dibawa pemuda itu berhamburan, sedang si pemuda sendiri terjatuh dengan posisi duduk dan Naruto tak jauh berbeda dengan si pemuda, jatuh terduduk dengan rintih kesakitan.

Pemuda itu berdiri dan memandang nyalang kearah Naruto yang tengah menundukkan kepala dengan mata merem melek menahan sakit dibagian bokongnya.

Naruto mendongkak saat dirasanya ada seseorang yang tengah menatapnya tajam. Mata biru sapphire nya bertatapan dengan mata onyx yang tengah menatapnya nyalang. Bukannya merasa takut, Naruto malah terpesona akan mata sehitam― malam―tanpa―bintang yang tengah menatapnya itu.

"Kau!"

Pemuda tampan itu menunjuk Naruto dengan jari telunjuknya sambil melotot. Naruto mengedip satu kali, tak mengindahkan tatapan menusuk dari pemuda itu.

Telunjuk yang mengacung kearahnya perlahan-lahan turun. Lalu si pemuda pun memunguti buku-bukunya yang berserakan.

Merasa tak berguni bicara dengan orang yang menurutnya bodoh, pemuda itupun melenggang pergi. Meninggalkan Naruto dengan pipi memerah dan debaran jantung yang tidak normal.

**
Kejadian itu terjadi tiga bulan lalu, saat aku pertama kali datang kesekolah ini. Dan sejak saat itu akupun menjadi stalker nya. Bahkan aku masih menjadi stalker nya sampai saat ini. 'Sedikit' mengiris hati, saat aku tahu kalau bukan hanya aku saja yang tergila-gila padanya. Sasuke-senpai sangat populer dikalangan wanita, wajar saja, diakan tampan, kaya, dan pintar.

Hari ini aku akan mengikutinya, aku dengar kalau hari ini Sasuke-senpai akan pergi berkencan dengan kekasih barunya. Semua orang tau kalau Sasuke-senpai adalah 'playboy' tampan dambaan para wanita. Sasuke-senpai tidak pernah menyatakan cinta pada gadis manapun, justru gadis-gadis itulah yang berbondong-bondong mendatanginya dan meminta untuk dijadikan kekasih olehnya.

Ino bilang Sasuke-senpai itu pemuda brengsek. Hanya menjadikan perempuan sebagai mainan dan pemuas nafsu. Tentu saja aku tidak percaya, tidak sampai aku melihatnya sendiri.

Aku duduk berhadapan dengan Ino. Kafetaria yang tadi ramai sudah sedikit lenggang. Kami memesan satu piring kentang goreng untuk dinikmati berdua.

"Dengar aku Naruto, Sasuke bukan pemuda baik-baik, kau harus menjauhinya."

Ino menunjuk-nunjuk ku dengan kentang goreng yang baru dicomotnya dari piring, setelah itu Ino langsung memasukan kentang goreng itu kedalam mulutnya.

Lagi-lagi Ino berkata seperti itu. Ini bukan kali pertama aku mendengar Ino menghujat Sasuke-senpai. Bukannya aku tidak mempercayai apa yang telah sahabat sedari kecil ku itu katakan, mungkin lebih tepatnya aku BELUM bisa mempercayainya, karna aku belum melihat dengan mata kepalaku sendiri.

"Kau tenang saja Ino. Aku akan mencari tahu kebenaran dari perkataan mu itu, oleh karena itu hari ini aku akan mengikuti Sasuke-senpai."

Aku tersenyum semanis mungkin, berharap dengan senyum manisku Ino akan berhenti berbicara tentang seberapa brengsek Sasuke-senpai dimata Ino.

"Bukankah mengikuti Uchiha itu sudah menjadi pekerjaan sampingan mu."

Ino menatapku sinis. Aah.. Perkataannya memang benar, tapi aku tidak merasa kalau menjadi penguntit Sasuke-senpai adalah pekerjaan sampinganku. Aku mengikuti Sasuke-senpai tanpa dibayar, itu artinya menjadi penguntit Sasuke-senpai bukanlah pekerjaan, tapi kegiatan 'wajib' yang harus aku lakukan setiaphari.

Aku menanggapi perkataan Ino dengan senyum masam. Percuma aku berdebat dengan Ino, karna aku tak akan bisa menang darinya.

"Ayolah Naruto, kau sekolah disini untuk belajar, bukan untuk mengejar cinta semu mu itu."

Cinta semu... Mungkin Ino benar, kalau ini hanya cinta semu. Tapi ini untuk pertama kalinya aku merasakan cinta dan aku ingin memperjuangkannya ―Ya.. aku yakin kalau perasaan yang aku miliki untuk Sasuke-senpai adalah rasa 'Cinta'― Setidaknya sampai aku tahu kebenaran dari apa yang sering Ino katakan padaku tentang Sasuke-senpai.

Ino adalah temanku sedari aku kecil. Kami sempat berpisah selama 3 tahun, karena aku harus pergi ke Suna dan menetap disana bersama Otou-san. Susah senang kami hadapi bersama. Saat Kaa-san meninggal, Ino lah satu-satunya teman yang selalu ada disisiku, menyemangatiku dan bertingkah konyol hanya agar aku tertawa untuk menghilangkan kesedihanku.

Dua tahun setelah kematian Oka-san, aku dan Otou-san pergi ke Suna dan menetap disana. Aku masih ingat saat Ino memelukku sambil menangis, Ino berkata kalau ia tidak mau berpisah denganku.

Aku dan Tou-san menetap di Suna selama 3 tahun, setelahnya aku kembali ke Konoha. Dan disinilah aku sekarang. Duduk berhadapan dengan Ino yang masih setia dengan ceramah panjangnya. Hhh membosankan. Aku harus mengalihkan pembicaraan!

"Ino, jadi bagaimana dengan Sai? Apa kalian sudah menjadi sepasang kekasih?"

Akhirnya aku mendapatkan topik yang tepat untuk mengalihkan pembicaraan kami sebelumnya. Ino sering menceritakan tentang pemuda bernama Sai itu padaku, tapi sampai saat ini aku belum juga bertemu dengan pemuda itu. Ino bilang, pemuda bernama Sai itu tidak sekolah di Konoha Gakuen, tapi sekolah disekolah seni, yang entah dimana tempatnya akupun tak tahu.

Ino terlihat salah tingkah saat aku mengatakan itu, bahkan pipinya memerah. Hahahah... Inilah Ino dalam mode salah tingkah.

Ino menggaruk pipinya ―yang aku yakini tidak terasa gatal sedikitpun― lalu ia menatapku dengan mata menyipit. Apa dia mulai menyadari sesuatu? Oh no!

"Sepertinya aku dijebak! Kau mencoba mengalihkan pembicaraankan?"

Ino memukul meja ―tidak terlalu kencang― pipi merah meronanya berganti menjadi pipi merah karena marah.

"I.. Ino aa aku harus pergi. Kau tahu, aku harus bersiap-siap. Hahahah ya aku harus bersiap-siap. Kalau begitu aku pergi. Jaa."

Dengan gugup aku berdiri, mulai melangkah perlahan untuk menjauh dari Ino. Setelah keluar dari Kafetaria aku bisa mendengar suara Ino yang menyerukan namaku dengan volume suara yang tidak biasa. Menakjubkan!

+ + +
Aku duduk bersandar dibawah pohon momiji, ditaman belakang. Tempat ini jarang dikunjungi, karna pernah beredar kabar kalau tempat ini berhantu. Ino yang memberitahuku.

Aku duduk bersandar dibawah pohon ini bukan tanpa alasan. Saat aku keluar dari Kafetaria ―untuk melarikan diri dari Ino, aku melihat Sasuke-senpai tengah berjalan sendirian kearah taman belakang ini. Aku pikir dia akan menemui kekasih atau temannya ―aku sudah memperhatikannya sejak 15 menit lalu, tapi sampai saat ini belum ada seorangpun yang mendatanginya.

Aku mengintip dari balik pohon yang kusandari untuk melihat Sasuke-senpai. Disana Sasuke-senpai tengah memejamkan matanya. Sepertinya Sasuke-senpai tengah ada masalah, dari raut wajahnya ia terlihat sangat tertekan.

Tapi Sasuke-senpai tetap terlihat tampan ―sangat malah. Setiap kali aku melihatnya jantungku selalu berdegup kencang dengan tempo cepat. Aku semakin mencintainya, dan aku merasa kalau aku tak akan bisa hidup tanpanya. Walau pada kenyataannya aku masih bisa bernapas sampai sekarang, sekalipun ia tak pernah menengok kearahku. :''(

Sayang hari ini aku tidak membawa kamera, padahal Sasuke-senpai sangat-sangat terlihat tampan dan keren hari ini... Ah bukan hari ini saja dia terlihat tampan dan keren, setiap haripun ia selalu terlihat tampan dan keren.

"Ehem."

Eh.. Suara apa itu?

Aku memutar kepalaku kearah sumber suara, membulatkan mata saat aku menghadap kearah belakangku. Apa aku ketahuan?

"Sedang apa kau?"

Menurut data-data yang kudapat ―hasil dari kerja kerasku mengorek informasi tentang Sasuke-senpai― pemuda yang ada dihadapanku ini adalah teman terdekat Sasuke-senpai. Sudah berteman sejak kanak-kanak. Sama seperti aku dan Ino sepertinya. Dan kalau tidak salah namanya Nara Shikamaru, pemuda yang lebih genius dari Sasuke-senpai ―tapi tidak lebih tampan dari Sasuke-senpai.

"Ha.. hay Senpai."
Aku mencoba tersenyum padanya. Senyuman yang entah seperti apa, yang penting aku tersenyum. Itu yang ada dalam pikiranku saat ini.

Pemuda yang katanya genius tapi pemalas itu menatapku penuh curiga Atau... mengantuk? Sungguh aku tidak bisa membedakannya. Matanya yang menyipit ―padahal sudah sipit― membuatnya terlihat seperti sedang menahan kantuk.

"Bangunlah... Penguntit!"

Oh baiklah sepertinya aku benar-benar ketahuan.
Akupun berdiri dari posisi jongkok ku dan menatap pemuda itu takut-takut. Saat aku sudah berdiri berhadapan dengannya, aku sedikit mengangkat kepalaku untuk melihat senpai pemalas tapi genius ini. Dan aku langsung berkata replek saat aku melihat wajahnya.

"Kau tampan, senpai.."

Aduh. Kenapa malah itu yang keluar dari mulutku. Dasar bodoh! Mulut sialan.. Mulut sialan..

Aku menutup mulutku dengan kedua tanganku. Tapi dia memang tampan sih ―walau tidak setampan Sasuke-senpai― Aku tak berani menatap kearahnya, oleh karena itu aku menundukan kepala. Aku melirik kearahnya dengan ekor mataku dan aku menyesalinya, karena aku tak bisa kembali memalingkan wajah darinya. Rusa-senpai tersenyum.. Tersenyum padaku dan dia terlihat semakin tampan dengan senyumannya itu.

"Kau tahu. Kau gadis pertama yang mengatakan kalau aku tampan. Semoga saja kau berkata jujur."

Ini pertama kalinya aku berdekatan dengan lawan jenis dalam jarak sedekat ini. Aku belum pernah merasakan apa itu jatuh cinta, sampai aku bertemu dengan Sasuke-senpai. Aku selalu berharap kalau suatu hari nanti Sasuke-senpai bisa sedekat ini denganku. Ya, suatu hari... Semoga saja.

"Senpai tenang saja. Aku berkata jujur kok."
Ya, aku memang berkata juaur. Rusa-senpai memang tampan, tapi ingat! Setampan-tampannya Rusa-senpai, Sasuke-senpai tetaplah yang paling tampan!

Aku memberikan senyuman terbaikku padanya. Menurutku dia tidak seburuk penampilannya. Penampilannya memang jauh dari kata rapih, tapi ia cukup sopan untuk standar siswa urakan. Yang aku dengar dari Ino, Rusa-senpai adalah siswa yang tidak pernah mematuhi peraturan sekolah. Selalu tidur dijam pelajaran, sering membolos hanya untuk tidur. Semuanya serba tidur, dia sudah seperti pangeran tidur. Untung saja dia genius, kalau tidak sudah dipastikan kalau ia akan ditendang dari sekolah ini karena kemalasannya itu.

Aku mengalihkan pandanganku kearah belakang dengen sedikit memutar badan beberapa inci untuk melihat kearah Sasuke-senpai. Saat aku sudah dapat melihat kursi yang tadi diduduki Sasuke-senpai aku hanya bisa menghela napas, dia sudah pergi.

Kembali menghadap kearah Rusa-senpai yang kini menatapku dengan pandangan curiganya ―yang menurutku seperti pandangan menahan kantuk.

"Jadi benar kau seorang penguntit."

Bukan sebuah pertanyaan yang keluar dari bibir tipis Rusa-senpai, melainkan sebuah pernyataan. Lihat saja bibir tipisnya yang menyeringai, sok keren sekali dia. Tapi dia memang keren sih. Eh? Apa yang baru saja kukatakan? Rusa-senpai keren? Sepertinya aku harus periksa mata. Aku tarik kembali kata-kataku, Rusa-senpai tidak tampan ataupun keren! Dia hanya sedikit mempesona! Aish, ada apa denganku?!

"Aku hanya penguntitnya Sasuke-senpai."
Ucapku sedikit memajukan bibirku beberapa inci dan terkesan bangga akan ucupanku itu. Rusa-senpai berdecih sambil memalingkan wajah dariku.

Aku melirik arloji yang bertengger manis ditangan kiriku, 13.03.

"Ano Senpai. Sepertinya aku harus pergi. Jaa."

Setelah mengatakan itu akupun langsung berlari meninggalkan Rusa-senpai, tanpa berniat menoleh 'lagi' kearahnya.

+ + +
Aku harus mencari Sasuke-senpai! Pergi kemana dia? Hhh Rusa-senpai sialan! Gara-gara dia aku jadi kehilangan jejak Sasuke-senpai, heuh.. Menyebalkan!

Eh tunggu, apa itu... Sasuke senpai?

Aku berjalan perlahan, mengikuti dua orang yang berjalan didepanku, yang aku yakini salah-satunya adalah Sasuke-senpai. Aku tahu itu dari model rambutnya yang unik. Tapi siapa perempuan yang berjalan berdampingan dengannya itu? Dan apa-apaan warna rambutnya itu. Pink? Iih menjijikan!

Rasanya dadaku sesak. Kapan aku bisa berjalan berdampingan denganmu seperti itu senpai? Enak sekali si pinky itu.. Aku juga ingin merasakan bagaimana rasanya berjalan berdampingan dengan mu, dengan orang yang aku cintai. Apa itu bisa senpai? Hhh... Hanya dalam mimpi sepertinya! Bukan begitu?

"Hey.. Kenapa hatiku seperti ditusuk-tusuk?"
Aku memegangi dada bagian kiriku. Akupun berhenti melangkah, membiarkan kedua orang itu terus berjalan, hingga mereka tak terlihat lagi oleh pandangan mataku.

Padahal aku sudah sering melihatnya jalan berdua dengan berbagai jenis wanita, tapi kenapa aku belum terbiasa juga?

Sasuke-senpai, kapan kau akan menengok kearahku..?

Mungkin aku harus memperlihatkan diriku dihadapannya, tidak hanya menjadi pengamat dalam bayangan yang tentu saja tak akan terlihat olehnya ― seperti sekarang. Tapi aku belum siap! Bagaimana jika ternyata semua yang sering Ino katakan padaku selama ini ternyata benar? Bahwa Sasuke-senpai bukanlah lelaki baik-baik dan hanya menjadikan wanita sebagai pemuas nafsu. Ck.. Aku dilema!

Mungkin untuk kali ini aku tak akan menguntitmu. Hatiku terlalu sakit untuk terus melihatmu berjalan berdua dengan gadis berambut pink ―norak― itu.

Selamat bersenang-senang Sasuke-senpai...

+ + +
Aku berdiri diluar kelas XI-2 ―kelas yang aku dan Ino tempati― menunggu Ino menyelesaikan mencatat rumus-rumus yang tercetak rapi di whiteboard, padahal aku sudah berbaik hati menawarkan dia melihat dibuku catatanku saja. Sepertinya dia masih marah, makannya dia menolak niat baik ku.

"Hey penguntit!"

Suara itu! Sepertinya aku kenal suara itu. Bukankah itu suara Rusa-senpai? Hhh... Mau apalagi sipemalas itu? Dan sejak kapan aku hapal dengan suaranya?!

Aku yang sedang bersandar pada dinding sekolah langsung menegakkan tubuh. Menengok kearah kiri koridor dan menatap sinis kearah sosok berambut nanas yang kini berjalan semakin mendekat kearahku.

"Kita bertemu lagi Penguntit-chan!"

"Jangan memanggilku seperti itu! Aku tak suka."

Siapa dia! Memanggilku dengan panggilan yang sangat aneh dan terdengar mengerikan ditelingaku.

Rusa-senpai berdecak, lalu memasukan kedua tangannya kedalam saku celana, mata sipitnya menatapku tajam.

"Baiklah. Siapa namamu?"

Astaga dia tidak tahu namaku?! Menyedihkan sekali. "Kau tidak tahu namaku?" tanyaku memastikan.

"Mendokusei! Jika aku tahu mana mungkin aku bertanya. Baka!"

Orang ini benar-benar menyebalkan! Seenaknya saja dia mengataiku bodoh. Aku memang tidak lebih pintar darinya, tapi pastinya aku lebih cantik darinya! Memikirkannya jadi ingin tertawa. Bagaimana jika Rusa-senpai menjadi wanita? Oh, pastinya Rusa-senpai akan menjadi wanita ter'buruk' rupa... Hahahah.

"Kenapa kau malah tertawa Penguntit-chan?!"

Ck, Rusa-senpai benar-benar pengganggu. Apa senpai pemalas itu tidak bisa diam sebentar saja? Tak tahukah ia kalau aku ini tengah membayangkan 'sesuatu' yang sangat lucu sekaligus mengerikan?

"Ehem. Aku tidak apa-apa Rusa-senpai. Dan asal kau tahu, namaku itu Namikaze Naruto! Bukan Penguntit-chan! Atau apapun itu sebutanmu. Kau mengerti itukan, Rusa-chan? Fifftt.."

Aku sangat ingin tertawa saat melihatnya melotot padaku. Apa aku baru saja memanggilnya dengan sufik chan? Ooh hebatnya dirimu Naruto! Xixixix

"Shikamaru."

Aku langsung terdiam saat mendengar suara itu, suara Sasuke-senpai. Sasuke-senpai berjalan mendekati Rusa-senpai dan berdiri berhadapan dengannya. Aku terus menatapnya tanpa berkedip, takut jika aku berkedip Sasuke-senpai akan menghilang dari pandanganku.

Sasuke-senpai menatapku,hanya sekilas. Setelahnya ia kembali menatap Rusa-senpai. Walaupun hanya sekilas, tapi itu sudah mampu membuat hatiku berbunga-bunga. Kapan lagi aku bisa sedekat ini dengannya, ditatap pula. Kyaaa rasanya aku ingin berteriak. Sepertinya Rusa-senpai membawa keberuntungan untuk ku. Lihat saja, belum sehari kami berteman(?) dia sudah membawa Sasuke-senpai kehadapanku.

"Kau belum pulang Sasuke."

Apa benar kalau mereka itu berteman? Kenapa mereka terlihat tidak akrab seperti teman pada umumnya?

Sasuke-senpai kembali melirik kearahku, kali ini cukup lama. Rusa-senpai yang melihat itu langsung merapatkan tubuhku padanya.

"Sasuke, dia Namikaze Naruto." Rusa-senpai melirik kearahku. "Dia kekasihku!" lanjutnya sambil kembali menatap Sasuke-senpai.

Apa yang baru saja dikatakan Rusa-senpai? Kekasih? Siapa? Aku? Apa?!

Aku menatap Rusa-senpai. Saat aku hendak membuka suara untuk memprotes perkataannya, dia sudah terlebih dahulu membuka suara.

"Nah Sasuke. Aku dan kekasih manisku ini akan pulang. Apa kau akan tetap disini?"

"Hn."

"Kalau begitu kami pergi."

Rusa-senpai menggenggam tangan kananku, genggamannya terasa hangat dan nyaman. Kamipun pergi dari hadapan Sasuke-senpai, tanpa menoleh lagi kearahnya.

+ + +
Rusa-senpai melepas genggamannya pada tangan kananku saat kami sudah sampai diparkiran. Entah mengapa aku merasa tak rela saat Rusa-senpai melepai genggaman tangannya itu.

"Aku akan mengantarmu pulang."

"Tidak senpai. Aku akan pulang dengan Ino."

"Kalau begitu aku akan mengantarmu dan temanmu itu pulang. Tak ada penolakan!"

Setelahnya kami hanya diam, menunggu kedatangan Ino. Sebenarnya aku ingin menanyakan sesuatu pada Rusa-senpai, tapi sepertinya sekarang bukan waktu yang tepat. Mungkin besok aku akan menanyakannya!

Hey, Kenapa aku berkata seolah-olah ingin kembali bertemu dengannya? Ada apa sebenarnya..

+ + +
Pagi-pagi sekalih aku datang kesekolah dengan mengendarai sepedaku. Aku langsung melangkahkan kakiku menuju kelasku setelah menaruh sepedaku ditempat parkir khusus sepeda.

Saat aku tengah berjalan menyusuri koridor aku melihat Sasuke-senpai berjalan berlawanan arah denganku. Jantungku mulai berdetak semakin kencang saat mata kami bertemu pandang. Sasuke-senpai memberhentikan langkahnya. Saat aku akan melewatinya, Sasuke-senpai mencekal pergelagan tanganku.

Aku menatap tanganku yang di pegang erat olehnya lalu beraliih menatap wajahnya.

"Apa senpai ingin mengatakan sesuatu?"
Aku mencoba menekan rasa gugupku dan aku bersyukur aku tidak terbata saat bertanya itu padanya.

Sasuke-senpai tidak mengatakan apapun, ia hanya memandangiku. Aku yang tak berani menatap langsung matanya hanya bisa menatap sekelilingku, bahkan sesekali menunduk. Aku tak ingin bersikap aneh didepannya, tapi sulit untuk ku melakukannya.

Aku mendongkak, saat aku akan kembali bertanya padanya, aku mendengar seseorang menyerukan namaku.

"Naruto!"

Aku menengok kearah sumber suara. Disana aku melihat Rusa-senpai berlari mendekati kami berdua.

Saat sampai didekat kami, Rusa-senpai langsung membuka suara.
"Kenapa kau meninggalkan ku? Kau tau, aku tadi kerumah mu."

"Eh, senpai kerumahku? Maaf senpai, aku tidak tahu."

Aku melihat Rusa-senpai mengalihkan pandangannya kearah Sasuke-senpai, lalu beralih lagi kearah tanganku yang masih dipegang oleh Sasuke-senpai. Aku melihat ada kitat aneh dimata Rusa-senpai, saat ia melihat kearah tanganku.

"Lepaskan tanganmu dari kekasihku, Sasuke!"

Hhh.. Lagi-lagi dia mengatakan kata keramat itu! Kekasih dia bilang? Sejak kapan aku dan dia menjadi sepasang kekasih?! Terlalu mengada-ngada! Tapi aku berharap. Eh, lagi-lagi aku berpikiran konyol.

Aku menengok kearah Sasuke-senpai, ekspresinya tidak berubah, tetap datar ―tampan sekaligus menyebalkan!― Lalu aku menatap Rusa-senpai. Rusa-senpai terlihat sangat marah, tapi kenapa? Apa karena Sasuke-senpai yang menggenggam tanganku? Dia cemburu? Ah, tidak mungkin! Cemburu untuk apa coba?!

"Senpai, sebaiknya kau lepaskan tanganku."

Eh, kenapa aku mengatakan itu? Bukankah aku senang, karna akhirnya Sasuke-senpai bisa dekat denganku, bahkan menggenggam tanganku? Tapi kenapa sekarang aku malah menyuruhnya untuk melepaskan genggaman tangannya dariku? Apa ini karena Rusa-senpai yang terlihat sangat marah, tapi apa peduliku padanya? Aku jadi bingung! Siapa sebenarnya yang aku cintai? Sasuke-senpai atau Rusa-senpai?

TBC

Fanfic baru. Semoga minna-san suka. Review ya..