Disclaimer : Naruto © Masashi Kisimoto

.

Uchiha Sasuke & Haruno Sakurat.

Story © Hyuugadevit-Cherry

.

Romance, Drama, Humor (maybe), friendshif, Hurt/comfort, Action, Crime, etc.

.

Warning : DLDR, OOC, typo(s), bad fic, abal, alur kecepetan, gaje, etc.

.

If you don't like, don't ever try to read

.

Enjoy okey ^^

.

"YAMI KARA ANATA WO MAMORU"

.

Summary : Dia hidup di dunianya yang penuh dengan kebencian. Tingkahnya tak pernah terkendali jika berada dijalanan dengan geng nya. Tapi, ketika tingkahnya yang sudah diketahui orang tuanya, maka ia harus pindah ke kota lain dan mempertemukannya dengan orang 'ITU'. "Dengar, kau harus mengenakan kacamata ini, ikat rambutmu dan jangan pernah menatap orang lain!"

.

.

.

*SUNAGAKURE*

"La... Lari!" Pemuda itu berusaha bangkit dan hendak melangkah.

Akan tetapi, sebelum berhasil langkah itu terhenti karena seseorang menariknya dan─

─Brukkkk...

─kepala pemuda itu dihantamkan ke tanah.

Gadis itu tersenyum sinis pada mangsanya di bawah. Ia menduduki tubuh tak berdaya musuhnya. Mencekiknya penuh dengan kebencian dan juga penuh amarah. Kilat matanya sangat menyeramkan. Aura membunuh mengguar sekitar tempat itu.

─Greb

"Sakura cukup! Kau bisa membunuhnya" bentak seorang gadis yang rambutnya diikat empat di belakang.

Gadis yang dipanggil Sakura melepaskan pemuda itu dan pergi melenggang mengendarai Honda CBR 929 meninggalkan teman- temannya.

"Ku rasa kita harus lebih mengawasinya lagi Temari" kata seorang gadis bercepol dua pada temannya yang berambut dikuncir empat.

"Ya, ku rasa kau benar. Tenten" sahut Temari.

Tenten dan Temari menggeleng pasrah pada perbuatan Sakura. Mereka benci pada musuh mereka, tapi jika melihat keadaan mereka seperti ini membuat mereka kasihan juga.

Akhirnya Tenten dan Temari pun meninggalkan TKP dan mengendarai Honda CBR 900 mereka, menyusul Sakura.

Tanpa mereka sadari, seseorang tengah memperhatikan tindakan mereka sedari tadi.

.

.

.

Di tempat lain terlihat seorang pria paruh baya yang sedang berkutat dengan setumpuk dokumen- dokumen penting. Jarinya bergerak lincah di atas keyboar pada laptopnya.

─Tok.. tokk.. tokk..

Suara ketukan pintu yang diketuk pun tak menghentikan kegiatannya saat ini. Hanya dengan mengatakan "masuk" dan tetap melakukan kegaiatanya.

Seorang pria itu masuk ke dalam ruangan tersebut. Sepertinya pria ini adalah seorang asisten dari pria paruh baya ini.

"Tuan, mereka sudah berada di sini"

"Suruh mereka masuk"

Dua orang pemuda masuk, setelah itu mereka dipersilahkan duduk di sofa oleh asisten tadi. Pria paruh baya itu mendongak kan keplanya. Senyum manis terpampang di wajahnya. Pria paruh baya itu menghampiri tamunya.

Mereka sepertinya sedang membicarakan sesuatu yang cukup serius.

"Ahh, aku senang kalian kemari. Jadi bagaimana?" Tanya si pria paruh baya.

"Kami sudah menemukannya, kami telah mengatakan garis besarnya di email. Apakah anda setuju?" Tanya salah satu pemuda.

"Hmm akan aku fikirkan, aku akan melihat keadaana terlebih dahulu" sahutnya.

Ketiganya tersenyum dan saling menjabat tangan. Pertemuan ini adalah kunci dari segalanya. Yah, apabila kita ingin menyelesaikan suatu permasalahan, kita harus pintar- pintar memperhitungkannya agar berjalan dengan baik. Tentu saja tidak menimbulkan masalah baru?

.

.

.

"Hey Sakura, kau tadi keterlaluan!" Kata Tenten sambil memberikan satu gelas kopi.

"Arigatou"

"Kau ini. Kau tau Geng Saka mulai berulah. Mereka akan menyerang kita, itu yang ku dengar terakhir kali" ucap Tenten.

"Mereka cari mati. Beraninya menantang kita" geram Temari.

"Mereka menginginkan ketua Anbu bukan? Maka mereka cukup berurusan dengan ku" putus Sakura.

Temari dan Tenten mengerutkan keningnya. Bingung akan keputusan Sakura. Mereka tau geng Saka menginginkan ketua geng Anbu yang berarti mereka ingin menguji kehebatan Sakura.

Tapi bukankah mereka geng? Segala sesuatu ditanggung bersama ? Kenapa justru Sakura disini seolah- olah tidak ingin merepotkan mereka?

Sakura mendongakan kepalanya, menatap bintang- bintang yang berkerlip- kerlip. Perlahan ia menutup matanya. Meresapi segala keindahan dan menikmati angin malam.

Kelopak matanya terbuka perlahan. Sudut bibirnya terangkat membentuk seulas senyuman yang sangat terlihat indah. Ia melirik handphone nya, melihat jam dan juga tanggal. Seolah teringat sesuatu.

"Aku lupa, mereka pulang hari ini. Aku harus pulang"

Tenten dan Temari makin bingung dengan sikap Sakura yang tadi seolah tak ingin pulang, dan sekarang mendadak buru- buru pulang. Tapi mereka hanya membiarkan saja Sakura pergi. Mungkin memang penting fikir mereka.

.

.

.

Rumah adalah tempat kita untuk pulang. Dimana ada seseorang yang memikirkan kita, maka itulah tempat kita pulang. Tapi apakah ada yang memikirkannya?

Ia menggeleng lemah dengan senyum sinis terpatri di wajahnya. Apanya yang rumah? Sebuah rumah adalah tempat kita merasakan kehangatan dan juga cinta serta kasih sayang.

Tapi apa yang ia dapatkan?

Kesepian?

Kesendirian?

Kekecewaan?

Gadis merah muda itu menggeleng kembali, mencoba menghapus semua pemikirannya. Yah, setidaknya ia berharap bahwa hari ini mereka benar- benar pulang.

Pintu rumahnya terbuka, para pelayan menyambutnya dengan senyum hangat. Yah, ia akui ada yang masih mau membukakan pintu rumah untuknya. Meski itu hanya pelayan, tapi ia cukup senang.

Sakura terus berjalan menyusuri rumahnya, ia akan segera ke kamar, kemudian mandi dan istirahat. Hari ini cukup melelahkan dan ia harus mempersiapkan segala kemungkinan yang terjadi besok.

"SAKURA" sura itu menghentikan langkahnya.

Sakura menoleh ke ruang keluarga yang menghubungkan dengan tangga menuju kamarnya.

Di ruangan itu Haruno Kizashi sedang menatapnya penuh emosi. Sedang Haruno Mebuki sepertinya sedang berusaha menenangkan suaminya itu.

Sakura menghampiri kedua orang tuanya dengan gontai dan ogah- ogahan. Ia menatap malas pada dua orang dihadapannya ini.

"Ayah sudah bilang, kau tidak boleh berlaku kasar Sakura. Kau ini seorang gadis, tak seharusnya bersikap begitu! Bersikap feminimlah Sakura!" Cecar Haruno Kizashi.

Ahh, ia sudah menduga jika ayahnya tetap mengawasinya. Ia tidak lemah, kenapa harus terus diawasi? Kenapa tidak ia sendiri saja yang turun tangan. Ia tidak butuh orang lain. Ia butuh orang tuanya.

Haruno Kizashi sangat marah ketika mendapat berita putrinya siang tadi hampir membunuh anak orang. Dan itu hanya gara- gara ingin beradu kekuatan? Yang benar saja.

Putri satu- satunya? Ini benar benar sulit diatur. Ia sangat sulit untuk dikendalikan. Sifatnya benar- benar berubah semenjak kejadian itu?

Kizashi sangat muak dengan berita- berita yang ia dapat selama ini mengenai tingkah putrinya yang liar itu.

"Cihh..." Sakura hanya mendecih mendengar nasihat orang tuanya, lebih tepatnya hanya ayahnya saja.

Kizashi yang melihat anaknya mendecih semakin emosi. Hampir saja ia lepas kendali memukul putrinya. Untung Mebuki dengan sigap mencoba menenangkan suaminya yang berapi- api menghadapi putrinya.

"Sakura, istirahatlah. Ayahmu hanya lelah karena baru datang dinas dari Moskow. Maafkan ayahmu sayang" kata Mebuki.

"Mebuki?" Bentak Kizashi, dan mendapat elusan tangan pada punggungnya.

Sakura hanya menganggukan kepala dan pergi meninggalkan kedua orang tuanya.

Haruno Kizashi dan Haruno Mebuki hanya menatap sendu punggung mungil putri mereka yang semakin menjauh. Bukan hanya itu, hati dan jiwa putrinya juga seolah pergi menjauh dari mereka.

.

.

.

.

.

─TBC─

A/N:

Yoshaaaa ...ini adalah fic baru ku *tabur taburr bungaaaa* Aku buat fic ini terinspirasi dari Komik karya 'HWANG MI-REE' judulnya 'Hot Blooded Girl' dan aku langsung jatuh Cinta sama Park Sinwu and Han Aram. Huhuhu T.T Tapi ini ceritanya tetep karya aku, cuma beberapa adegan yang aku masih belajar yang agak mirip, soalnya aku belum ada pengalaman buat adegan Action T.T .. sampe yaaa gini nihh ceritanya abal baget kali yaaa wkwkwk biarlahh *geleng geleng kepala. yaa, berharap semoga ada yg mau review... arigatou ^^ R&R yyaa Minna-san ;);) *Lelah sekali *peluk Shisui *abaikan