Futatsu no Shinobi

By : Hana Elriana

Disclaimer : Masashi Kishimoto

-CHAPTER 1-

Perang bagi sebagian orang merupakan suatu malapetaka. Korban berjatuhan, perebutan kekuasaan dimana-mana, hak dengan seenaknya ditindas. Mereka sebenarnya tak menginginkan perang terjadi, mereka ingin semua itu cepat berakhir. Namun mungkin hal itu hanya menjadi impian belaka. Karena sebagian orang lain—yang bahkan lebih banyak jumlahnya daripada orang yang merindukan kedamaian—menganggap perang adalah bagian dari hidup mereka. Perang adalah kewajiban, dan kekuasaan adalah segala-galanya bagi mereka.

Seperti yang terjadi di sebuah desa tersembunyi bernama Konohagakure. Desa yang biasanya terlihat rapi, tenang, dan bersahabat kini berubah menjadi desa yang mengerikan. Perang dunia ninja ketiga telah meletus, dan mau tidak mau Konoha sebagai salah satu desa dengan ninja-ninja berkualitas terseret dalam peperangan tersebut. Seperti keadaan perang secara normal, dimana-mana terjadi perkelahian. Berbagai macam senjata melayang kemana-mana, darah yang menggenang di setiap sudut, serta orang-orang dari berbagai kubu yang adu kemampuan. Semua hancur, bahkan hampir jarang ditemui tempat yang masih utuh.

Dua orang pria sedang bertarung dengan sekelompok ninja di sudut desa. Di kepala mereka terikat sebuah ikat kepala berlambang sebuah pusaran—lambang desa Konoha. Walau nampak sangat berambisi saat melawan musuh, sesungguhnya mereka adalah bagian dari orang-orang yang membenci perang. Namun karena keadaan, maka mereka harus mau ikut berperang.

"Bagus, Fugaku!" kata salah satu dari mereka yang berambut kuning pada temannya yang berambut hitam.

"Hn. Kau juga, Minato!" kata Fugaku sambil menarik kunai-nya dari tubuh musuh.

Ya, Fugaku dan Minato, dua orang ninja hebat Konoha. Fugaku sebagai pemimpin klan berharga diri tinggi, Klan Uchiha, sedangkan Minato sebagai calon Hokage—pemimpin desa Konoha. Sebagai ninja yang sudah diakui kualitasnya, mereka benar-benar terampil memainkan jutsu dan senjata saat melawan musuh yang bahkan jumlah berkali-kali lipat dari mereka.

Tak terasa hari sudah semakin malam. Suasana desa pun juga tampak lebih terkendali. Seluruh musuh telah menghentikan serangan mereka walau untuk sejenak. Warga Konoha yang tadinya bertarung mulai beristirahat. Begitu pula dengan Fugaku dan Minato. Setelah melihat hasil 'karya' mereka saat bertarung tadi, akhirnya mereka berjalan menyusuri jalan menuju tempat pengungsian. Di tengah jalan mereka bertemu dengan beberapa pria lain yang juga menuju ke tempat yang sama. Sejak dimulainya perang dunia ninja ketiga, Hokage menetapkan bahwa seluruh warganya diwajibkan untuk tinggal sementara di tempat pengungsian.

"Kami pulang!" kata mereka serempak pada sekelompok wanita dan anak-anak di tempat pengungsian. Memang, perang kali ini didominasi oleh kaum pria. Namun tak sedikit pula wanita yang terjun untuk berperang.

Fugaku dan Minato berjalan menuju ke arah dua orang wanita dan tiga orang anak laki-laki. Mereka menyambut orang-orang terpenting dalam hidup mereka masing-masing dengan sebuah pelukan hangat.

"Kushina, kau baik-baik saja kan? Mikoto, kau juga?" tanya Minato pada dua wanita di depannya.

"Iya, Minato. Ah, hari ini lama sekali pulangnya. Lihat, Naruto sudah merindukan ayahnya," jawab Kushina yang menggendong seorang bayi berumur sekitar satu tahun. Sang ayah yaitu Minato mengambil lalu membelainya.

"Chiku-chiku, Naru-chan. Nai nai...ba!" kata Minato sambil membuka dan menutup wajahnya dengan telapak tangan. Naruto tertawa sambil melunjak-lunjak kecil dalam pelukan Minato.

"Kushina benar, anak-anak sudah merindukan ayahnya. Lihat Fugaku, Itachi dan Sasuke juga sudah rindu denganmu," kata Mikoto sambil menunjukkan bayi dalam dekapannya. Di sampingnya terdapat seorang anak berumur enam tahun.

Fugaku mengacak-acak rambut anak itu. "Ya," ujarnya datar.

"Ngomong-ngomong," Kushina berdiri dan berjalan beberapa langkah ke belakang. Di sana ia mengambil sebuah nampan berisi beberapa mangkok. Setelah memastikan isi dalam mangkok tersebut penuh dengan makanan, ia berbalik dan melanjutkan kalimatnya, "makan dulu gih. Aku yang masak."

"Iya," kata Mikoto sambil mengambil salah satu mangkok. "Tapi ingat, kau hanya membantu mengaduk sayuran ini, Kushina. Selebihnya aku yang melakukannya."

Kushina memamerkan giginya dan menggaruk-garuk belakang kepalanya. Sambil mengambil mangkoknya sendiri, ia berucap, "Hah, terserahlah. Ayo, ayo, makan. Nanti keburu dingin. Ah, memang sudah tidak terlalu hangat lagi sih. Itachi, jangan bengong terus, ayo makan."

Suasana malam itu benar-benar hangat. Semua orang yang ada di tempat itu larut dalam indahnya kebersamaan. Mereka tersenyum bahagia, sungguh pemandangan yang bisa membuat hati siapapun menjadi tenang. Namun ketenangan itu mungkin hanya akan berlangsung sementara. Karena tak jauh dari Konoha, sekelompok ninja dari desa lain sedang merencanakan sesuatu.

"Orochimaru-sama, bagaimana?"

"Baiklah, tunggu sampai tengah malam. Khukhukhu, aku sudah tidak sabar..."


Angin malam berlalu dengan kencang, menerbangkan dedaunan dan ranting-ranting kecil di setiap tempat yang dilaluinya. Seakan pertanda bahwa akan ada hal mengerikan terjadi. Benar saja, desa Konoha yang sunyi karena warganya sudah tidur terusik dengan bunyi-bunyi gaduh dari arah hutan. Otomatis para penjaga menjadi lebih waspada. Alangkah terkejutnya mereka ketika mengetahui bahwa tiba-tiba sekelompok ninja berikat kepala not balok datang. Ninja-ninja itu dengan serempak melepaskan shuriken ke arah para penjaga yang dengan sigap menghindarinya. Menyadari bahwa terjadi keributan di luar sana, para ninja pria yang ada di dalam tempat pengungsian segera keluar. Terjadilah adu senjata yang lebih besar.

"Ibu, Itachi takut...," kata Itachi sambil melingkarkan lengan kecilnya ke lengan ibunya.

Mikoto pun mendekap Itachi bersama dengan Sasuke yang ada dalam gendongannya. Kushina juga semakin mendekap erat Naruto, mencoba menenangkan Naruto yang hampir menangis. "Naru-chan, jangan takut. Ibu di sini..."

Namun tak disangka-sangka, tempat pengungsian yang tenang itu langsung ramai karena sebuah bom telah jatuh dan meledak di sudut ruangan. Mereka panik sehingga dengan spontan keluar dari tempat itu. Di luar sana mereka tercengang melihat pemandangan adu senjata itu. Puluhan korban berjatuhan dan darah dimana-mana. Sungguh bukan pemandangan yang pantas untuk mereka lihat.

Kushina dan Mikoto mulai aktif mencari keberadaan suami mereka masing-masing, hingga akhirnya mereka menemukan bahwa dua pria itu sedang mati-matian melawan belasan musuh bersama dengan ninja Konoha lain. Badan mereka babak belur, membuat Kushina dan Mikoto merasa perlu untuk membantu dengan kekuatan apa adanya yang mereka punya.

"Itachi, Nak, tolong jaga Sasuke dan Naruto ya. Bawa mereka ke tempat yang aman," pesan Mikoto sambil menyerahkan bayi Sasuke dan Naruto ke dalam pelukan Itachi. "Ibu tahu Itachi pasti bisa. Itachi, kan, anak yang kuat. Nanti kalau urusan sudah selesai kami akan menyusulmu. Ibu sayang padamu..."

"Jaga dirimu, Itachi," ucap Kushina.

"Ta-tapi..."

Belum sempat Itachi mengutarakan kata untuk mencegah, kedua wanita itu berlari meninggalkannya.

Sekelompok chunnin mengomando wanita dan anak-anak yang masih selamat untuk menuju ke tempat yang lebih aman. Itachi mengikutinya. Namun sebelum itu ia menoleh dan melihat bahwa ibunya dan Kushina sedang membantu ayahnya dan Minato menghadapi seorang pria ninja asing berambut hitam panjang, melihat bahwa pria itu melepaskan ular untuk menyerang mereka. Itachi ingin menangis, namun segera ditahannya saat ingat perkataan ayahnya bahwa seorang lelaki tidak boleh cengeng.

"Ibu, ayah, tante, paman, berusahalah," bisiknya.

-TBC-