Beauty And The Beast

Disclaimer By Masashi Kishimoto

Story By Nia Umezawa

.

.

.

.

.

.

.

Typo(s), aneh, gaje, garing abal, dll. Nilai sendiri saja.

Terinspirasi dari kartun Disney, Beauty And The Beast

.

.

.

.

.

.

Acara yang digelar di sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Haruno itu nampak meriah. Banyak kereta kuda yang berjejer rapi di halaman Istana, dan sebagian besar tamunya adalah laki-laki. Ternyata kerajaan ini sedang mengadakan sebuah acara untuk menemukan seseorang yang cocok bersanding dengan putri dari kerajaan tersebut.

Haruno Sakura adalah nama sang putri kerajaan tersebut. Ia belum memiliki laki-laki yang cocok untuk menjadi pendampingnya. Alasan mengapa ia belum memiliki pasangan yang cocok bukanlah dari penampilannya. Jika melihat penampilannya, Haruno Sakura sangatlah cantik dengan sepasang emerald yang indah sekaligus meneduhkan siapa saja yang melihatnya, rambut berwarna merah muda panjang sepunggung, dan tubuhnya yang mungil. Ia juga dikenal sebagi orang yang baik hati, ramah, murah senyum dan cerdas. Itulah yang membuatnya menjadi incaran semua laki-laki.

Lantas, mengapa sang putri cantik ini belum memiliki pendamping? Jawabannya adalah karena sang putri belum siap menjadi seorang istri, dan usianya juga tergolong masih muda. Ia baru berusia dua puluh tahun. Ia beralasan tidak mau menikah di usia dua puluh tahun, targetnya adalah menikah di usia dua puluh tiga tahun. Usia yang cukup matang menurut Sang Putri.

Namun hal itu dianggap terlalu tua untuk usia seorang putri menikah oleh orang tuanya. Maka dari itu, Sakura terjebak disebuah acara konyol-menurutnya-seperti ini. Acara pencarian jodoh yang tepat untuk Sakura. Dan acara ini adalah ide dari sang kakak tercintanya, Haruno Sasori. Ingin rasanya Sakura mencakar wajah bayi sang kakak hingga hancur. Tapi sayang jika wajah imut sang kakak jadi rusak.

Alhasil, sedari tadi ia hanya menatap tajam kearah sang pangeran yang duduk di sebelahnya.

"Sudahlah, Saki. Kau jangan menatapku seperti itu." Kata Sasori.

Sakura mencibir. "Ini adalah ulahmu, Nii-sama." Desisnya.

"Hm? Kenapa ini ulahku?" Tanya Sasori bingung.

"Jika saja acara konyol ini tidak kau usulkan, mungkin saja aku tidak akan terjebak di sini. Bersama dengan banyak pria yang sama sekali tidak aku kenal."

Sasori menghela nafasnya. "Ini adalah hal yang tepat, Sakura. Lihatlah, bahkan di usiamu sekarang kau belum mempunyai pasangan."

Sakura mendengus. "Aku tidak tertarik, Nii-sama. Yah, setidaknya belum. Aku masih ingin bermanja-manja dengan buku-bukuku sebelum aku menjadi seorang istri yang setiap hari akan mengurus kepentingan suami dan anak-anaknya." Jawab Sakura. "Lagipula, menikah di usia dua puluh itu terlalu muda untukku, Nii-sama. Dan aku juga belum menemukan pasangan yang cocok untukku."

Walaupun seorang Putri, Sakura lebih tertarik dengan buku dan berlatih senjata atau beraktivitas di luar istana daripada berdandan dan sebagainya layaknya seorang Putri pada umumnya. Sakura terkesan tomboy. Ia malah tidak suka berdandan dan memakai gaun, ia lebih suka memakai celana dan bertingkah layaknya laki-laki. Ceroboh, mudah marah blak-blakan dan sedikit kasar.

"Tapi-"

"Oh, Sakura-hime. Kau nampak sangat cantik dengan balutan gaun yang indah itu." Kata seseorang yang tanpa sengaja memotong ucapan Sasori. Orang itu mengatakannya dengan nada yang menggelikan sambil berlutut di depan Sakura. Sontak saja hal itu membuat Sakura merasa aneh dengan orang tersebut. Apalagi orang itu memiliki mata hitam bulat agak besar dan rambut yang mirip mangkok, alisnya juga tebal.

"Sakura-chan! Maukah kau berdansa denganku?" Tanya orang tersebut dengan nada yang keras.

"E-eh?!" Sakura gelagapan melihat tingkah orang tersebut. Dia adalah Rock Lee, saudara Maighty Guy. Orang yang sejak dulu tergila-gila dengan Sakura, namun selalu Sakura hiraukan karena tingkah dan penampilannya yang aneh. "A-aku..."

"Kumohon, Sakura-hime..."

Sakura malu sekaligus kebingungan menghadapinya. Pasalnya, ia dan Lee sudah menjadi pusat perhatian. Tiba-tiba Sakura ingin memukul dan menendang Lee sekarang juga.

"Ta-tapi maaf, Lee-san. Aku tidak bisa." Jawab Sakura sopan.

Mimik wajah bingung pun kentara di wajah Lee. "Kenapa, wahai pujaan hatiku? Apakah aku kurang menarik?" Tanya Lee sambil berdiri.

Sakura tambah malu dan kebingungan. "E-etto... tidak kok, Lee-san. Kau sudah menarik malam ini, tapi... m-maaf, aku tidak bisa. Maafkan aku."

"Sakura-chan.." Kata Mebuki lembut. Sakura menoleh kearah Ibunya. "Tak ada salahnya jika kau menerima tawaran dari Lee-san untuk berdansa. Kau juga belum berdansa sejak tadi, Nak."

Ketika Sakura hendak berbicara, ucapannya terpotong begitu saja oleh Lee.

"Kalau begitu, terimakasih banyak Yang Mulia! Saya merasa terhormat karena menjadi pasangan dansa pujaan hati saya yang pertama kalinya! Yosh!" Kata Lee dengan semangat.

Mebuki dan Kizashi tersenyum ganjil, Sasori sedang mati-matian menahan tawanya, sedangkan Sakura? Jangan ditanya. Sakura sedang menahan dirinya untuk tidak memukul Lee dengan tenaga supernya atau membenturkan wajahnya ke tembok.

"Kalau begitu!" Lee dengan tiba-tiba memegang tangan Sakura hingga Sakura terperanjat kaget. "Yosh! Ayo kita berdansa sekarang, Hime!" Ucap Lee kelewat semangat.

Sakura harus pasrah ketika ia diseret oleh Lee begitu saja menuju lantai aula untuk berdansa dengan yang lainnya. Di dalam hati ia begitu mengutuk kakaknya itu.

'Kami-sama... ini benar-benar... SHANNAROOO! AWAS KAU sASORI NO BAKAAAA!'

.

.

.

.

.

.

.

.

"Ugh!"

"Ada apa, Lee-san?" Tanya Sakura heran melihat Lee yang tiba-tiba saja merintih kesakitan.

Lee dengan cepat menggeleng. "Aku tidak apa-apa, Hime. Aku hanya-ugh!"

"Hm? Kau kenapa?" Tanya Sakura sambil terus berdansa.

"A-aku tidak apa-apa, Hime. Kau tenang saja." Kata Lee sambil menggigit bibirnya sendiri. Wajahnya juga berubah menjadi merah dan jika dilihat lagi, matanya sudah berkaca-kaca.

"Oh, baiklah. Kupikir kau kenapa." Kata Sakura sambil tersenyum kecil.

Sakura memperhatikan Lee yang nampaknya sedang menahan rasa sakit itu. Jika dilihat lagi, Sakura bukan tersenyum, melainkan menyeringai. Dia memang menginjak kaki Lee dengan sepatu hak tingginya dengan sengaja. Sebenarnya Sakura tidak terlalu mahir berdansa, cenderung tidak bisa malah. Maka dari itu ia ingin memberi pelajaran kepada Lee dengan menginjak kakinya.

Kejam? Sayangnya Sakura tidak terlalu peduli dengan hal itu.

"S-sakura-chan," Panggil Lee.

"Hm?" Respon Sakura tanpa menghentikan gerakan dansanya walaupun ia merasa Lee menginginkan untuk berhenti.

"Ugh! B-bolehkah aku i-izin ke be-belakang?" Tanya Lee agak tergagap.

"Oh, tentu saja." Sakura berhenti berdansa dan menatap kearah Lee.

Lee meringis. "T-tapi apa bisa k-kau turunkan k-kakimu d-dari k-kaki ku?" Pinta Lee.

Sakura tersadar dan segera melihat kebawah, di mana kakinya sedang menginjak kaki Lee. Segera saja Sakura menjauhkan kakinya dari kaki Lee dan membuat Lee mengusap kakinya.

"O-oh, m-maafkan aku Lee-san. Aku benar-benar tidak sengaja." Kata Sakura menyesal.

Dengan cepat Lee menggeleng sambil berdiri dengan tegak. "Ini bukan salahmu, Hime! Kau tenang saja, aku baik-baik saja kok. Sungguh kehormatan kau mengkhawatirkanku!" Ucap Lee sambil mengepalkan tangannya dan meninjunya ke udara.

Sakura tersenyum sambil mengangguk. "Terimakasih banyak, Lee-san. Anda begitu baik hati," kata Sakura.

"Kalau begitu, saya pamit!"

Sakura memperhatikan langkah Lee yang nampak terpincang-pincang itu. Sakura menggembungkan pipinya dan menatap geli kearah Lee. Sebisa mungkin ia tidak boleh tertawa di sini, itu akan memalukan keluarga dan kerajaannya.

Kemudian Sakura berjalan kembali menuju kursinya dan duduk dengan anggun di sana.

"Sudah selesai?"

Sakura menatap kearah Sasori sambil tersenyum kecil. "Ya, kurasa sudah selesai. Kenapa?"

"Apa kau menginjak kaki Lee dengan sengaja?" Tanya Sasori lagi. Sakura menjawabnya dengan anggukan kepalanya.

"Ya."

Sasori mendengus. "Pantas saja."

Sakura terkekeh mendengarnya. Kemudian ia menindih kaki kanannya dengan kaki kirinya, kemudian menjadikan telapak tangan kanannya sebagai penopang dagunya. Ia menatap lurus kearah orang-orang-terutama laki-laki- yang berada di bawah tanpa minat.

"Haahh... Membosankan saja." Gumam Sakura. tiba-tiba emeraldnya melihat kearah pintu yang baru saja terbuka. Di sana terdapat dua orang gadis yang berbeda penampilannya sedang memasuki aula dengan anggunnya. Sakura langsung menegakkan badannya.

"Okaa-sama, bolehkah aku menyambut Ino dan Hinata?" Tanya Sakura kepada Mebuki.

Mebuki menoleh dan mengangguk. "Baiklah, jangan lama-lama. Karena sebentar lagi acara inti akan di mulai." Pesan Mebuki.

Sakura mengangguk dengan semangat. "Terimakasih, Okaa-sama!" ia pun segera turun kebawah dan menghampiri Ino juga Hinata.

"Ino! Hinata!" Panggilnya.

Gadis-gadis yang merasa dipanggil namanya menoleh kearah Sakura. senyuman mereka merekah ketika melihat Sakura sedang melambaikan tangannya. Tanpa basa-basi, mereka berdua menghampiri Sakura.

"Kenapa kalian datang terlambat?" Tanya Sakura.

"Kami harus berdandan dengan bagus, makanya kita agak terlambat." Jawab Ino. "Lagipula acara intinya belum dimulai, 'kan?"

Sakura mengendikkan bahunya. "Yeah, belum."

"A-ano... kau malam ini cantik s-sekali, Sakura-chan." Puji Hinata.

Wajah Sakura merona. "B-benarkah?"

"Ya. Penampilanmu malam ini sangat berbeda jauh dengan penampilanmu sehari-hari." Kata Ino.

Hinata mengangguk. "Iya. Kau n-nampak lebih anggun dan cantik," Lanjut Hinata. Wajah Sakura memerah mendengar pujian dari sahabat-sahabatnya.

"Biar kutebak, kau pasti dipaksa mati-matian oleh Mebuki-baasama untuk memakai gaun dan menghadiri pesta ini." Tebak Ino. "Benarkan?"

Sakura mengangguk malas. "Ya."

Tawa Ino meledak dan membuat kesan anggunnya tadi hilang. Untung saja mereka sekarang berada agak jauh dari keramaian sehingga tidak ada yang tau.

Sedangkan Sakura merengut kesal. "Apanya yang lucu?" Tanyanya kesal.

"Ppfftt... hahahahaha!"

"Ino-buta!"

"Hahahaha... i-iya deh, maaf." Kata Ino sambil meredakan tawanya. "Kurasa acara ini cocok untukmu, Jidat."

Sakura mendelik. "Apanya yang cocok?"

Ino berdehem. "Acara pencarian jodoh ini memang cocok untukmu. Lihatlah, bahkan kau tidak memiliki seorang kekasih satu pun. Setidaknya dengan acara ini kau bisa menemukan jodohmu." Jelas Ino.

"I-iya benar. S-setidaknya ada kemajuan u-untukmu, Sakura-chan. W-walau bagaimanapun kau adalah seorang p-putri y-yang harus segera menikah, t-tidak baik menikah terlalu tua." Kata Hinata.

Sakura mendengus kasar dan melipat kedua tangannya. "Ya ya ya, aku tau. Tapi kalian juga belum menikah, 'kan? Bahkan diantara kita bertiga, yang paling muda adalah aku. Seharusnya aku menikah setelah kalian menikah, 'kan?" Sakura beralibi.

Ino dan Hinata saling berpandangan.

"Tapi setidaknya kami telah bertunangan, yang berarti sebentar lagi kami akan menikah." Tukas Ino. "Sedangkan kau? Punya kekasih juga tidak. Jangan sampai orang-orang mengira seorang Haruno Sakura, putri Haruno yang cantik dan baik juga cerdas ini tidak normal." Tambah Ino.

Sakura melotot. "Apa kau bilang? Aku normal tau!"

"Tapi kami belum pernah melihatmu memiliki kekasih, bahkan kau juga terlihat tidak menyukai siapapun." Balas Ino.

"Mereka semua tidak ada yang cocok denganku, Ino. Aku pasti akan menikah suatu saat nanti. Hanya saja tidak sekarang, usiaku belum cukup."

Hinata hanya diam melihat pertengkaran kecil sahabat-sahabatnya itu. Pertengkaran kecil? Ya, karena jangan kalian anggap pertengkaran tadi adalah serius. Mereka hanya bercanda saja. Makanya Hinata hanya diam sambil menggelengkan kepalanya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Pesta telah usai, dan semuanya juga telah kembali ke kerajaannya masing-masing dengan tangan kosong karena Sang Putri menolak mereka semua. Bahkan Lee sampai menangis histeris sampai-sampai harus dibawa pulang paksa oleh pamannya, Guy.

Karena itulah, Sang Putri, Haruno Sakura harus di sidang oleh Raja dan Ratu di kamarnya. Karena secara tidak langsung membuat semuanya repot.

"Sakura, kau ini benar-benar keterlaluan! Semua pangeran dan kaum bangsawan kau tolak. Sebenarnya aku mau apa, hah?" Tanya Kizashi dengan tajam kearah Sakura.

"Aku tidak ingin menikah di usia yang muda, Otou-sama." Jawab Sakura. "Aku ingin menikah di usiaku yang ke dua puluh tiga."

"Tapi itu usia yang terlalu tua untuk seorang putri menikah."

"Aku tetap ingin menikah di usia dua puluh tiga." Kata Sakura ngotot.

"Setidaknya kau memilih satu diantara mereka, Sakura. Tak apa jika kau tidak mau menikah di usia sekarang, mungkin bisa kita undur hingga usiamu sampai dua puluh satu tahun."

"Tidak, Okaa-sama! Itu sama saja dengan menikah di usia dua puluh tahun. Aku tetap tidak mau."

Suasana di kamar sang Putri mulai tegang. Hingga tidak ada yang mau bicara. Tiba-tiba saja melangkahkan kakinya keluar. Sebelum membuka pintu, Raja berhenti namun tidak menoleh.

"Jika itu maumu, Sakura. Secara tidak sengaja kau telah mempermalukan mereka semua yang hadir di sini. Terpaksa Otou-sama akan menjodohkanmu dengan Sabaku No Gaara. Mau atau tidak mau, suka atau tidak suka."

BLAM

Sakura melebarkan matanya tak percaya. Sabaku No Gaara?

Tidak! Ia tidak mau! Sakura tidak memiliki perasaan apapun dengannya, bahkan ia berbicara sepatah katapun dengannya saat ada pertemuan antar kerajaan pun tidak. Lagipula, Sakura yakin jika Gaara itu orang yang dingin dan tidak banyak berbicara juga sulit untuk di dekati. Walaupun Gaara itu pemuda yang cerdas, bertanggung jawab dan seorang pangeran muda sekali pun. Jelas dia tidak mau, karena tipikal laki-lakinya berkebalikan dengan Gaara.

Perlahan bulir-bulir air mata Sakura turun. Ia menangis di pelukan Ibunya.

"Okaa-sama... aku tidak mau dengannya, aku tidak mau." Kata Sakura disela tangisnya.

Mebuki memeluk Sakura dan mengelus punggungnya pelan. "Nak, kau dengar 'kan, apa yang dikatakan ayahmu? Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau kau harus tetap menikah dengannya." Kata Mebuki lembut.

Tangis Sakura semakin kencang saja. "Tapi aku tidak mau!"

"Nak, seandainya saja kau menurut dan memilih seseorang di pesta tadi, kau tidak akan seperti ini." kata Mebuki. "Sabaku No Gaara adalah pemuda yang tampan, cerdas dan bertanggung jawab. Bukankah itu yang kau inginkan?"

Sakura menggeleng. "Tidak, aku tidak mau dengannya... aku tidak mencintainya..."

Mebuki menggeleng. "Cinta datang karena terbiasa. Okaa-sama yakin perlahan kau akan mencintainya."

"Kudengar dia pemuda yang dingin. Aku tidak mau,"

"Oh ayolah Sayang, kau belum mengenalnya. Jangan kau dengarkan apa kata orang sebelum kau mengenalnya." Mebuki melepaskan pelukan Sakura dan menatap putrinya itu.

Sakura sesegukan sambil menggeleng pelan.

"Nak, kau harus dengarkan kami sekali ini saja. Kami melakukan hal ini untuk masa depanmu." Kata Mebuki lembut.

"Tapi-"

"Kami janji, kami akan menikahkanmu di usia yang kau inginkan, saat kau berusia dua puluh tiga tahun. Sambil menunggu, gunakanlah itu untuk saling mengenal." Potong Mebuki yang seolah tau apa yang akan dikatakan oleh putrinya. Sakura diam sambil menatap kearah Ibunya. Sedetik kemudian ia memeluk dengan erat tubuh Mebuki dan kembali menangis sejadinya di sana.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

TBC

.

.

.

.

.

Hai hai haiii... Nia kembali dengan fic baru yang nggak kalah anehnya nih. Padahal fic yang satu lagi belum selesai =,= Kalau ada saran, komentar atau nilai dipersilahkan saja. Saya berterimakasih sudah mau membacanya, apalagi mau mengkoreksi. Ngasih ide juga nggak apa-apa kok, hehehehe...

Sekian dari saya, maaf jika ada kesalahan atau aneh menurut kalian. Semoga kalian suka...

Nia Umezawa, 03 Mei 2016