Sakura, Minna de tabeta!
By : Mikazuki_Hikari
Disclaimer : Fujimaki Tadatoshi ©
All Chara belongs to Fujimaki Sensei
This Fiction belongs to Mikazuki_Hikari
Rate : T
Genre : Romance, Supranatural
Pairing : Kuroko.T, Akashi. S | Cameo : Aomine Daiki
Warning : Shonen-Ai, Typo(s), EYD tidak sesuai aturan, Male x Male, Alternate Universe (AU), Out of Character (OOC)
Don't Like Don't Read
I have warned you
.
.
.
Prologue
[Akashi POV]
Kau tahu bunga Sakura bukan?
Kau juga pasti tahu tentang banyak makanan yang memiliki rasa yang otentik dengan rasa bunga merah muda ini...
Namun tahu kah kau?
Bisa saja rasa dari perasaan sedihmu itu, sama dengan bunga merah jambu yang manis ini
Lihat? Manis bukan? Helaian mungil yang ada di tanganku ini?
Mau kah kau memakannya? Segala perasaan sedih dan hal yang tidak ingin kau ingat
Dan kali ini, giliranmu...
Sakura, Minna de tabeta!
Mikazuki Hikari
.
.
.
Part 01 – Sakura
Tahu kah kau tentang mitos yang beredar disekolah kami?
Jam 12 siang,tengah hari, jika sedang bersedih, dan kau pergi kebawah pohon sakura di halaman belakang sekolah, roh penunggu pohon itu akan menghampirimu, dan merubah hal yang tidak kau sukai itu menjadi kelopak bunga sakura, dan jika kau memakannya, semua perasaan itu akan menghilang.
Banyak murid yang mempercayai hal itu, namun sepertinya itu hanyalah sebuah sugesti.
Tapi tidaklah heran bahwa hal itu cepat menyebar diantara para siswa di sekolah kami, terutama para siswi yang sedang dilanda putus cinta.
Banyak diantara mereka yang bisa menemukannya, namun banyak juga yang tidak, nampaknya roh dari pohon itu tidak dengan seenaknya menampakkan dirinya kepada setiap orang.
Namun tahu kah kau?
Kalau sebenarnya dia ada ditengah tengahmu? dia yang dipercaya bisa mengubah perasaan sedihmu itu dengan sekejap.
Sang roh Pohon Sakura yang dapat menghilangkan perasaan sedihmu...
.
.
.
Part 02 – Dia
[Kuroko POV]
Sosok seorang Aomine Daiki yang menghampiriku saat musim panas pertamaku di Sekolah menengah pertama, perlahan lahan menghilang.
Walau akhirnya perasaan kami bersambut, tetap saja berakhir dengan kata perpisahan.
Aku sudah tidak bisa menghitung lagi, berapa kali kami bertengkar, hingga kami mulai bisa mengenal ego satu sama lain.
Walau aku memejamkan mataku, tapi aku masih dapat melihatnya,walau aku mencoba menutup hatiku, namun segalanya seperti nampak terbuka dengan sendirinya.
Waktu yang tak bisa kuputar kembali, seperti berlalu begitu saja, dan tanpa kusadari, sudah mencapai lembar yang terakhir.
Aku hanya berharap kala itu, disaat kami pulang menuju rumah, jalan yang kami tempuh itu tidak memiliki ujung.
Refleksinya masih bisa kulihat di titik dimana ia menghilang, dari kaca jendala kamarku yang remang, mataku menyusuri setiap langkah yang kami ambil setiap hari, dimana aku menunggu dirinya yang mengetuk pintu rumahku dan berkata 'Maaf Aku datang Terlambat'
Walau aku mencoba mencarinya kembali, cahaya kebiruan yang ia pancarkan, aku tidak dapat menemukannya lagi.
Apakah yang hendak diajarkan oleh waktu? Apakah ia mengajarkanku untuk lupa? Tidak, sudah kuputuskan untuk memendamnya.
Sekali lagi, tanpa kusadari, lengan sang waktu sudah kembali bergerak, dentang lonceng yang memekakkan telinga, menandakan sesuatu yang baru sedang dimulai.
Nampak dihadapanku, sebuah buku.
Tebal, dan saat kubuka, isinya masih kosong...
Apa maksud dari semua ini?
.
.
.
Part 03 – Siapa?
[Kuroko POV]
'Huh...' aku berdeham, aku menertawai diriku sendiri yang nampak seperti orang bodoh.
Aku menengadahkan kepalaku keatas, langit biru jernih diatas kepalaku mengisyaratkan kalau sekarang adalah musim semi.
Aku berjalan memasukki pintu sekolah, disekelilingku aku bisa melihat orang yang saling berbisik dan mengarahkan tatapannya padaku.
Hentikan...
Kumohon hentikan...
Itu semua bukanlah salahku, aku melakukannya agar ia bahagia.
Kumohon hentikan, aku bisa mendengarnya, ucapan kalian yang tidak hentinya menghujat keputusanku untuk meninggalkannya...
Andai saja aku bisa memberi tahu mereka kalau sebenarnya aku tidak ingin berpisah dengannya, namun bukankah itu membuatku terlihat seperti pecundang?
Ya aku memang pecundang...
Setelah kupikir ulang aku memang pantas menerima semuanya, semua cacian yang terlontar dari mulut mereka yang kini membenciku.
Aku yang mengambilnya dari orang itu, tapi aku juga yang mencampakkan dirinya yang kuambil dengan mudahnya.
Bagaikan membuat sebuah dinding, aku mengabaika mereka, dan membiarkan cibiran itu berlalu begitu saja.
-=To be Continued=-
