Padahal saya sibuk mikirin mau bikin fic Hetalia AU dan fic KHR AU tanpa OC.. Tapi tapi tapi tapi malah gini jadinya AAAAAAAA.

Disclaimer : Tidak usah ditanya. Apa? Nggak tahu? Sini daku bilangin ; KHR! always and always will be milik Akira Amano-sensei. –Acara TV yang nyempil produksi masing-masing yang punya.


"KELUAAAAAAAAAAAR!"

Giotto sudah tidak menoleh keluar jendela dengan penasaran lagi. Bukan, bukan karena dia salah tidur, tapi karena satu kata dengan satu arti itu selalu diteriakkan oleh tetangganya, Lal Mirch, setiap kali Colonnello, sang pacar –yang bersangkutan tak mau mengaku—pulang malam.

"Tapi Lal—"

BRAK.

'Ah, palingan nanti siang sudah baikan lagi.' Hyper intuition yang tepat oleh Giotto, karena begitulah kebenarannya.

Sementara itu, tangannya sibuk menggonta-ganti chanel TV. Hei, wajar dong bagi seorang juragan pil KB (eh) di desa untuk punya TV? Bukan LCD sih…

KLIK-

("PEMIRSA…")

KLIK-

("Ghost-nya ada?")

["Lagi…Keramas."]

(LIVEBOY SHAMPO CUMA 1000 DOLAR! GA CUMA DUA-)

KLIK-

("SPANNER! SPANNER!")

["…Kita akhiri saja hubungan ini, Shoichi."]

("Tidak, Spanner! Jangan! Aku janji nggak akan membongkar Golla Mosca lagi…AAAAH SPANNER! (hikshiks)")

~BERSAMBUNG…~

KLIK-

("Sebentar lagi, anda akan menyaksikan persaingan yang penuh drama di Master Masak ITALIA, yang dipersembahkan oleh—")

KLIK-

("Jadi, mana gunung yang paling besar?")

Oh, acara anak-anak yang suka ditonton Tsuna. Giotto sengaja menunjuk yang paling kecil. Mungkin dia MKKB.

("BENAAAR!")

Capek deh…

KLIK-

("Setiap kali Bianchi masak mi instan, aku pasti mendapati rumahku sudah hilang. Itu ceritaku, apa ceritamu?")

KLIK-

("…Selanjutnya, dalam 'Cincin yang Ditukar'. Apakah cincin yang dipegang Ganauche adalah cincin pertunangan atau cincin untuk membuka box—")

KLIK-

("…Semangka, Nanas, Tomat, dan Stroberi! Hello Panda, Hello Panda, biscuit isi yang enak—")

TING TONG~

Bel rumah berbunyi. Giotto bersyukur bisa mematikan kotak bermata satu itu. Acara TV jaman sekarang… Dia rindu sama sinetron meksiko yang tiap hari dia tonton dulu… ("Jangan tinggalkan aku, Rosalinda!" "Relakan aku pergi, Alejandro!" "Carita de Angel, sonrisa de cristal~")

Giotto membuka pintu. "Ya?"

Ternyata Yamamoto yang membunyikan bel. Dengan wajah innocent yang bikin author klepek klepek kayak cacing di gurun pasir dan nada suara yang kelewat semangat, adiknya Ugetsu yang umurnya 7 tahun itu bertanya.

"Giotto-san, Tsuna ada?"

Si pemuda pirang mendapat dorongan untuk menjawab 'Lagi…Keramas' tapi disaat-saat terakhir pertahanan harga dirinya sebagai primadona di desa Cosa Nostra –saingan sama Primo Cavallone—berhasil menahannya.

"Ada, sebentar ya." Jawabnya dengan senyum keibu—dengan senyum ramah.

"Tsunaaaa!"

"Iyaaa~" Terdengar suara super moe dari halaman belakang. Sawada Tsunayoshi, umurnya 6 tahun, keponakan Giotto. Dengan wajah berpotensi di raep itu wajar saja bagi Giotto untuk menitip pesan pada Gokudera dan Yamamoto untuk selalu menjaganya terutama setiap kali melewati rumah keluarga buah bahagia di ujung jalan.

"Halo, Yamamoto-kun!" Tsuna menyapa dengan semangat.

"Ahaha! Hai, Tsuna!" Jawab Yamamoto tak kalah semangat. "Main yuk!"

"Boleh, main apa?"

"Nggak tahu."

Giotto facepalm dari lubuk hati yang terdalam.

"Tadi Gokudera habis dapet mainan baru, trus suruh ngajakin kamu!" Yamamoto nyengir.

"Oooh!" Mata Tsuna berbinar-binar. Giotto harus menahan diri agar dirinya tak berubah seperti seorang pedofilia kelas wahid seperti seorang bujang buah-buahan di ujung jalan itu.

"Gio-ji, Tsuna pergi dulu ya!" Dengan ceria, Tsuna bermamitan pada sang paman. Ah, Tsuna, tahukah kamu kalau dipanggil dengan embel-embel '–ji' bagi seorang pria berumur 23 tahun itu sangat menyakitkan?

"Kalian berdua hati-hati ya!" Giotto berpesan. "Kalau bisa jangan lewat rumah yang di ujung jalan!"

"Haaaiii!" Setelah itu, Tsuna dan Yamamoto berlari-lari kecil menuju rumahnya Gokudera.


"Nee, Yamamoto-kun." Mereka masih berlari-lari kecil. "Kenapa ya, Gio-ji selalu berpesan pada kita untuk menghindari rumahnya Daemon-ji?"

Yamamoto garuk-garuk kepala. Heh, jangan salah, dia udah keramas. "Hmm…Mungkin karena kebun nanasnya? Daunnya nanas kan tajam."

Selagi mereka berbicara, ternyata mereka sedang melewati sebuah rumah yang luas, dimiliki oleh juragan kuda Primo Cavallone –nama asli tak diketahui-.

FYI, yang tinggal didalam itu seorang pria berambut hitam yang gantengnya saingan sama Giotto ; adiknya yang bernama Dino ("Lihat saja kalau dia sudah besar, dia akan menjadi seperti aku!"); pacar— eh, tunangan—eh, istri—eh, temannya yang bernama Alaude; adik Alaude, Hibari; Fon, kenalan mereka dan 3 hewan peliharaan.

"Yamamoto-kun, kita ajak Dino-nii yuk!" Usul Tsuna dengan gaya anak-anak.

"Eeh, tapi Gokudera bilang dia nggak mau sama orang yang lebih tua."

Tsuna memiringkan kepala tanda bingung. "Kalau begitu, kenapa Yamamoto-kun boleh?"

Yamamoto juga bingung. "Karena…Cuma satu tahun lebih tua?"

"Eh, memangnya Dino-nii beda berapa tahun sama kita?"

Yamamoto menghitung dengan jari. "5 tahun?"

"Ooh…" Tsuna mengangguk tanda mengerti. "Kalau begitu, ajak Hibari-san aja gimana?"

Sebelum Yamamoto sempat mengingatkan Tsuna bahwa terakhir kali mereka mengajak Hibari bermain mereka berakhir dengan dilempari boneka landak, dia sudah keburu mengetuk pintu.

"Permisiiiii~"

Pintu dibuka oleh Fon. "Oh, Zǎo ān, Tsuna dan Yamamoto." Pemuda –meskipun terkadang Tsuna skeptis saat melihat kepangnya- itu tersenyum ramah. "Ada apa?"

"Apa Hibari-san ada?" Tanya Tsuna.

"Aduh, maaf ya… Hibari-kun masih tidur." Waduh, ini udah jam 8 pagi lho, meskipun masih liburan sih… "Dia susah dibangunkan…"

Tsuna dan Yamamoto ber-'ooh' ria.

Kemudian setelah minta diri (kapan diambil, coba?), mereka melanjutkan perjalanan mereka ke barat—ke rumah Gokudera.

Akhirnya, mereka sampai di rumah Gokudera. Gokudera tinggal bersama kakaknya, G. –lagi-lagi nama asli tidak diketahui-. Rumah mereka di belakang, di depannya warung yang dikelola G.

"Heh, yakyuu-baka! Kenapa lama sekali!" Bentak Gokudera begitu melihat muka Yamamoto. Tapi langsung sumringah begitu melihat Tsuna.

Aah… Tsundere. (apa)

"Ahaha~ Gomen~" Dan Yamamoto memamerkan cengiran biasanya, kemudian mengucapkan selamat pagi pada orang-orang yang ada disana. Ada Levi, Zakuro, Colonnello, Verde, Knuckle dan tentu saja sang pemilik warung, G.

"Gokudera-kun, mainan apa yang mau kau tunjukkan?" Tanya Tsuna penuh semangat.

Gokudera membusungkan dada dengan bangga. "G. baru saja memberikannya padaku kemarin malam setelah pulang dari kota."

"Oooh." Pandangan antusias dari Tsuna dan Yamamoto. Sebenarnya, Tsuna pernah beberapa kali dibelikan mainan dari kota oleh Giotto, tapi benda yang dibawa Gokudera ini jumlahnya banyak sekali dan diletakkan di dalam kantung plastik.

G. yang mendengarkan itu melirik penuh peringatan. "Jangan kau habiskan dalam satu hari, Hayato."

Gokudera balas melotot. "Iya, iya cerewet. Aku ingat."

"Dan jangan main disini! Main di lapangan!"

"Iyaaaaaaaa!" Gokudera yang jengkel segera pergi diikuti Yamamoto dan Tsuna.

"Eh, di lapangan? Yang sering dipakai buat poco-poco itu?"

"Memangnya dimana lagi, ha?"

Setelah ketiga anak itu berlalu, para orang dewasa yang ada masih melanjutkan pembicaraan.

"Sabar ya Colonnello." Levi menepuk bahu Colonnello. Yang diajak bicara hanya menggumam tak jelas karena wajahnya sedang terkulai tak berdaya mencium meja.

"Ini sudah yang kesekian kalinya ya?" Verde menyesap kopi hitamnya. G. cuek saja sambil duduk ala bapak-bapak di warung. Jujur saja dia tak peduli, setiap hari, setiap jam, setiap detik selalu digunakan pria pirang dengan bandana corak tentara ("Mungkin dulu dia nggak kesampaian masuk tentara.") itu untuk curcol di warung-nya G. sampai yang nongkrong disana hafal meskipun sambil jungkir balik di atas menara Pisa.

"Nasibmu…" Ejek Zakuro. "Kenapa nggak cari cewek lain aja, ha?"

Reaksi Colonnello diluar dugaannya. G. mengernyit saat si pria yang selalu berkata dengan akhiran 'kora' itu menggebrak meja dan berteriak."LAL ITU SEMPURNA!"

Dan Knuckle yang sedari tadi diam bereaksi seperti zat kimia yang dicampurkan dengan zat lainnya. "TIDAK ADA YANG SEMPURNA DI DUNIA INI SELAIN—"

G. cukup bijak untuk mengacungkan koran yang sedang ia baca ke arah sang pengkotbah sebelum pembicaraan melenceng jauh, kemudian menoleh ke arah Colonnello. "Colonnello, memang tak ada yang sempurna di dunia fana ini, kecuali lagu dan rokok."

Knuckle melotot, Colonnello mundung, yang lain menahan ketawa.


Sementara itu di lapangan…

"Ini petasan." Ujar Gokudera.

Eh… Bukannya itu bisa dibeli dimana aja ya? Trus, emangnya petasan itu mainan- Ah, sudahlah.

"Lho, ini gimana cara mainnya?" Enma yang berdiri disamping Tsuna bertanya. Dia dan Fuuta ditarik oleh Tsuna saat sedang main layangan di lapangan.

Gokudera tersnyum penuh arti, kemudian mengeluarkan… Pematik api.

Yamamoto, Enma, dan Fuuta bertepuk tangan penuh antusias. Tsuna shock.

"Tapi kata Gio-ji, kita nggak boleh main api!"

Gokudera cengo sebentar. "Tenang aja, G. sudah mengajariku cara menggunakannya."

Dalam hati, Enma sungguh berpikir bahwa G. bukan pengurus anak yang baik.

Kemudian tanpa ba-bi-bu lagi, Gokudera mengambil sebuah petasan dan menyulutnya…

Lampo yang kebetulan lewat terkantuk-kantuk segera tersentak bangun begitu mendengar suara petasan.

"Wow! Keren! Tapi tak sekeras Squalo!" Yamamoto berkata kagum. Squalo adalah tetangga sebelah rumahnya yang bekerja untuk memberi tahu pengumuman untuk satu desa lewat toa tanpa batre di atas tiang listrik depan lapangan. Kata Byakuran selaku kepala desa sih, biar hemat anggaran dan ramah lingkungan. Paling yang jadi korban cuma orang sial yang kebetulan diem dibawah tiang listrik.

Tapi siapa sih yang mau kesetrum?

"Oh, aku ingat!" Fuuta loncat-loncat. "Benda ini pernah di gantung sama Fon waktu Februari!"

"Tapi kan nggak meledak…" Gumam Enma.

"Jangan dekat-dekat, kata G. nanti tangan kita kebakar." Gokudera mengulangi kata-kata kakaknya itu.

"Lha, terus kenapa kamu dibeliin beginian?"

"Kan bentar lagi tahun baru!"

Tsuna dkk ber-'ooh' ria.

Tanpa disadari oleh para mahluk imut itu, ada seseorang yang memantau mereka dari kejauhan….

"Nufufufufu~"

Orang-orang yang lewat memandang bingung ke arah semak-semak. Pasalnya, ada sebuah 'benda' aneh seperti jambul yang mengeluarkan suara tertawa yang abnormal dari dalamnya. Rasiel dan Bel sudah cukup nekat untuk melempar lidi ke arah 'benda' itu sebelum ditarik Lussuria menjauh.

Ternyata 'benda' itu termasuk salah satu anggota tubuh yang berperan penting dalam iklan shampoo yang dimiliki oleh seorang Daemon Spade, seorang pedofilia kelas wahid tingkat stalker.

Perlahan tapi pasti dan penuh nafsu seperti paparazzi yang mengintai para aktris yang penuh kontroversi , Daemon semakin mendekat ke arah anak-anak kecil tak berdosa itu…

"Eh… WAAAAH, GOKUDERA-KUN! Petasan-nya kelempar!" Tsuna yang sedang memegang petasan yang menyala tersandung, alhasil benda yang dipegang terlempar ke…

…Semak-semak.

"Nufufuf-ADAAAAAOOOOOOW!"

Gokudera tersenyum licik. Dalam hati ia memuji Tsuna karena berhasil menyelamatkan mereka— terutama Tsuna sendiri sih, dia kan yang paling sering diincar sampai Gokudera dan Yamamoto tak bisa menghitung berapa kali Giotto menonjok pria absurd itu.

Daemon sibuk mengusap-usap rambutnya yang dirawatnya setiap hari dengan 4 sehat 5 sempurna 6 kebanyakan itu. Untung saja dia potong rambut, kalau rambutnya masih panjang gara-gara dia mau ikut iklan shampoo itu tamatlah riwayatnya.

"Daemon?"

Suara lembut bagai malaikat itu langsung membuat Daemon menoleh serentak bersama angin yang menghembus semak-semak, kompak seperti gerakan boyband Korea. Ih waw.

"E..Elena…"

Wanita berambut pirang bergelombang yang sedang menggendong Chrome dan menggandeng Mukuro itu tersenyum manis padanya.

Terlalu manis, malah.

Tapi itu adalah pertanda bahaya tingkat satu bagi Daemon.

"Ayo pulang." Kata Elena masih dengan suara lembut. "Aku mau memberikan sesuatu padamu~"

Daemon merinding.

Anak-anak di lapangan hanya bisa menatap dari kejauhan.

"N..Nee, pulang aja yuk." Tiba-tiba Tsuna berbicara.

Semua setuju dalam diam dan pulang diiringi matahari dari teletub*es yang geleng-geleng kepala.


Tamat…Mungkin


Di update kalau ada ide lagi =w=