Suara pendingin ruangan yang halus.
Aroma khas yang tidak memuakkan walau terperangkap bersamanya selama berbulan-bulan.
"..." Srek―ia membalik halaman buku.
Keheningan,
Aku janji, aku akan menyembuhkanmu!
Yang membalut sekujur tubuh seperti dinginnya air ketika tenggelam. Menusuk.
Pergi dariku! Pergi dari sini!
Kau akan sembuh dan akan bahagia. Kau harus menungguku,
Tidak perlu!
"..." Srek―halaman kedua.
Percayalah padaku, kau akan sehat lagi
Tes―"..."
Sembuhkan orang lain yang menderita sepertiku, maka anggaplah kau sudah menyelamatkanku
... Tidak...
Keheningan yang dingin,
Pergilah. Tidak perlu kemari lagi.
Kedinginan dalam hening.
Hyung...
... HYUNG!
―
PreciousArmy's first project
A NamJin fiction
Prequel of SLEEP WELL
LULLABY
Bagian i
―
Namjoon menarik nafas cepat-cepat ketika Tuan Bang, barusan, menyampaikan bahwa sang puteri ada di dalam kamar, menyertai percakapan mereka, menjadi pendengar. Bagaimana puteri bisa mengenalnya?
"Perlu kusebutkan ciri-cirinya?" Tanya Bang.
"... Silahkan."
"Usianya sekitar delapan belas,"
Namjoon diam, menerka-nerka. Siapa itu?
"Bahu yang lebar,"
Alisnya bertaut sedikit.
"Oh, biar kuberitahu, puteri hanya caraku menyebutnya tapi dia adalah laki-laki."
Laki-laki dengan bahu lebar berusia delapanbelas tahun.
Namjoon mematung, matanya melebar dan sesaat ia tak bisa merasakan udara sekitar. "... Itu-" Ia tahu sekarang. Ia tahu siapa puterinya. Puteri yang harusnya sudah berusia dua puluh lima jika saja sekarang ia masih bernafas.
"Bibir yang tebal,"
"Aku tahu dia..."
"Hari ini ia mengenakan topi merah muda. Kau tahu topi itu?"
Namjoon membungkuk, menghalau wajah dengan dua telapak tangannya yang terasa dingin dan kebas. "Ya, aku tahu." Suaranya gemetar.
"Apa kau menangis?"
Namjoon tak menjawab. Yang nampak hanya jemarinya sedang memijat dahi. Tuan Bang ikut merasa sedih, bukan karena reaksi terkejut dari dokter muda dihadapan, melainkan karena sosok puteri yang ia lihat. "Namjoon, ia ada dibelakangmu."
"... Uh..."
"Dokter Namjoon," Bang membatalkan niat untuk bicara, ia memilih diam, menghayati apa yang terlihat: sang puteri, Seokjin, memeluk Namjoon dengan lengannya yang hampa, kedalam dekapannya yang tak tersentuh.
Jangan menangis, Joonie. Jangan menangis. Maafkan aku, jangan menangis...
―
[ Pengingat ]
END
