Aku melihatnya.

Melihat ketika punggung itu menghilang dibalik bangunan putih dengan atap-atap yang tinggi—

—lalu aku akan terbangun dari mimpi, dan mengerjapkan mata dengan gemas dan menggerung;

"Oh, sial. Mimpi itu lagi…"

.

.

.


White Chrysanthemum and Memory of You

Naruto © Masashi Kishimoto

There is no reason except in aim for fun and expressing my mind about making this fanfic.

Story © Rachel Cherry Giusette

SasuSaku. AU. Poet alert.


.

.

.

Kenapa dengan dia? Kenapa aku terus mengingat punggung itu?

Siapa dia, si pemilik kaki-kaki panjang dan langkah pelan tapi tegas penuh arogansi itu?

Siapa dia, yang meninggalkanku disini tanpa mengucapkan sepatah kata pun?

Siapa dia, yang wajahnya tak terbayang sama-sekali?

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Aku hanya tahu punggung itu dari kilasan mimpi. Dan diam-diam, aku mulai mencocokkan punggung lelaki mana saja yang bisa kutemui sejak dua kali mimpi itu datang berturut-turut. Berharap dia adalah seseorang yang kukenal—atau yang pernah kutemui—diantara beribu-ribu orang dan pasienku di rumah sakit yang tak mungkin bisa seluruhnya kuhafal.

Intinya, aku berusaha mencari tahu siapa dia. Sosok yang menghantuiku, yang seolah ia ingin aku menemukannya. Yah, mimpi yang sama, datang berulang-ulang. Tentu itu suatu pertanda—atau teka-teki, bukan?

Teka-teki yang membuatku tergelitik gemas dan menggerung jengkel. Teka-teki yang cukup memiliki daya magis, karena—entah sejak kapan—membuatku yang hanya menjejakkan hidup pada kegiatan berguna dan mengabaikan pemikiran remeh-temeh, memiliki ambisi untuk segera menuntaskannya;

Menemuinya.

.

.

.

.

.

Dan latar itu, bangunan putih yang tak pernah kuingat pernah mengunjunginya.

Dimana itu?

Kenapa aku bertemu dengannya disana?

Saksi bisu saat mataku menangkap punggungnya...

Aku tak mengingatnya—tak bisa.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Beribu-ribu orang, ditambah—entah berapa yang bisa kubilang untuk mengira-ngira—pasien-pasien yang datang padaku karena gangguan psikologis. Variabel yang terlalu luas untuk kusingkap punggungnya satu-persatu. Ah, tentu hanya punggung lelaki. Tapi tetap saja, itu sangat, sangat, sangat sulit, bukan? Itu bahkan terasa sia-sia saja.

Tapi kenapa aku tidak menyerah?

Kenapa?

Karena punggung itu. Punggung yang sudah ketiga kalinya kukira sebagai punggung yang kucari.

Ya. Diantara banyak variabel dan hanya punggung itulah yang bisa menipuku lebih dari sekali. Sudah cukup kuat untukku tetap nekat melanjutkan misi pencarian—yang masih saja terasa bodoh untuk kulakukan—ini.

Kesempatan pertama, kutemukan punggung itu di koridor rumah sakit. Tepat sesaat sebelum punggung itu hilang ditelan perawat-perawat yang sedang membawa brankar pasien kecelakaan. Aku mengejarnya, mengabaikan rekam medis pasien yang meluncur jatuh dan berserakan di lantai. Aku berhasil mencapai bahunya, lalu bertanya apa ia mengenal diriku. Lelaki itu hanya tersenyum tipis, menggeleng singkat, sebelum pergi begitu saja.

Kedua, di jalanan Konoha di dekat kios-kios bunga suatu sore. Ia mengenakan pakaian serba hitam. Kali ini lengannya yang kucapai. Aku dan dia sama-sama terpaku sesaat dengan alasan yang berbeda. Dia orang yang sama di koridor rumah sakit. Tapi yang kudapat kurang lebih sama pula.

"Maaf, kau salah orang, Nona."

Krisan putih berpindah ke tangannya, dan lelaki itu pergi.

Dan ketiga. Di rumah sakit. Di depan paviliun emergency yang sedang lengang. Masih, punggung itu memiliki daya magis untuk membuatku berlari mengejarnya. Tapi lelaki itu lebih cepat menyadariku. Lagi-lagi senyum tipis, disertai anggukan singkat.

"Dokter Haruno, selamat siang."

"Bagaimana kau bisa tahu namaku?"

"Aa, aku cukup mengenalmu. Dan… tentu saja dari ID card yang anda kenakan."

Aku terdiam. Dia bilang dia cukup mengenalku.

Aku hendak pergi, namun lelaki itu menahanku.

"Sebenarnya…"

Dan penjelasan yang kuharapkan selama ini mengucur begitu saja darinya.

Tentang semuanya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Jadi, punggung itu adalah kekasihku, kekasih yang telah hilang

Ia tak lagi berada di dunia fana,

Dan aku terlalu sedih untuk mengingat segalanya, tentang;

Kecelakaan itu

Bangunan putih itu

Hangat peluk itu

Kata-kata yang meluncur terakhir kalinya dari bibir itu

Lalu dirinya.

Ia adalah kekasih yang terenggut dengan paksa

Oleh takdir yang kejam

Dan aku tak menerimanya.

Amnesia

Meninggalkan kota itu

Menyelami kehidupan baru.

Ke kota ini, dan hidup seolah tak pernah merasakan hangat tubuhnya.

Lalu dia mengusikku di setiap bunga tidur

Menyambangi dan memberi petunjuk

Dan aku menemukan sosok itu, yang bukan dirinya,

Namun saudara laki-lakinya

Yang mengantar krisan-krisan misterius ke meja kerjaku

Yang kuanggap lelucon lucu rekan-rekanku

Dan setelah seperti ini,

Ingatan itu seolah mengguyurku kembali

Membasahi tanpa ampun.

Aku malu pada orang-orang yang kusembuhkan jiwanya selama ini,

Diantara trauma jiwaku sendiri…

Dia, kekasihku yang hilang

Dan cinta ini mengarahkanku kembali

Untuk pulang

Menemuimu

Mengingatmu.

.

.

.

.

.

Namanya adalah Uchiha Sasuke. Dialah punggung yang kucari. Dia adalah kekasihku sejak kami berkuliah di Suna, luar kota yang jauh disana. Dia adalah kekasihku yang mengajakku mengunjungi museum pada sore itu. Sasuke, dialah kekasihku, yang memberi pelukan hangat, kecupan singkat, beserta ucapan perpisahan dan senyum tipis—

"Selamat sore, sampai bertemu lagi." katanya—

—sebelum punggungnya hilang di balik sisi dinding putih museum yang tinggi dan kecelakaan yang menantinya di simpangan jalan.

"Kata Sasuke, kau suka bunga krisan. Ia ingin aku sesekali mengirimkannya untukmu." kata lelaki yang duduk di sampingku.

Aku mengulas senyum diantara bengkaknya mata yang memerah karena air mata. "Jangan lagi. Aku sudah mengingatnya. Terima kasih."

.

.

.

.

.

Dan krisan putih

Yang kuanggap jadi bunga paling manis

Yang bisa aku lihat dan miliki

Terima kasih, Sasuke.

.

.

.

Selesai.


.

A/N:

HUEEEEEE kebaperan di pagi hari yang gatel banget pengen kuketik!

Review, please? Biar aku gak galau lagi gitu.. xD