Daur ulang FF lawasku di ruang entah…

.

.

.

Perempuan Sang Kapten

.

.

.

NoRen

Chensung

SuLay

.

.

.

GS! for UKE

.

.

.

-000-

Kabar mengejutkan itu disampaikan Zhong Chenle, istri dari yunior suaminya di Skuadron 3 Lanud Iswahjudi. Perempuan yang lebih muda darinya itu tiba-tiba memepetnya saat mereka tengah mengikuti kelas keterampilan yang diadakan oleh PIA Ardhya Garini Lanud Iswahjudi. Kebetulan kursi di sebelahnya memang kosong lantaran dia duduk paling belakang, spot yang jarang diminati di kelas keterampilan yang mengasyikkan. Berawal dari kata permisi, yang berikutnya meluncur dari bibir merah delima Chenle adalah kabar mengejutkan itu, disampaikan lewat bisikan.

Renjun terhenyak mendengar bisikan Chenle. Dia benar-benar kaget, sampai-sampai kehilangan konsentrasi terhadap payet dan kain flanel di tangan yang tengah dibentuk menjadi bros.

"Kapten Kim Joonmyeon?" Renjun merespon lewat gerak bibir, tanpa suara, seakan-akan Chenle yang menjadi lawan bicaranya adalah tunarungu. "Mana mungkin!"

Beruntunglah Renjun memilih untuk tidak mengeluarkan suara meski keterkejutan teramat sangat menyergapnya. Jika tidak, bisa dipastikan dirinya dan Chenle langsung menjadi pusat perhatian para punggawa PIA Ardhya Garini Lanud Iswahjudi yang tengah berkutat dengan bahan baku pembuatan bros di tangan masing-masing.

"Saya serius, Mbakyu," Chenle memberikan penekanan pada kata 'serius', sementara mata elangnya menatap Renjun dalam-dalam. "Mas Jisung lihat dengan mata kepala sendiri, Pak Kapten turun dari taksi di pintu gerbang lokalisasi, lalu menggandeng perempuan itu masuk ke sana, persis seperti laporan Cak Taeil," dia bertahan untuk bertutur melalui bisikan.

Renjun ternganga. Seumur-umur baru kali ini dia mendengar kabar yang begitu mengejutkan. Sesaat Renjun terbengong-bengong, sampai-sampai melupakan payet dan flanel di tangan.

Renjun kaget, amat sangat kaget. Bagaimana mungkin seorang Kapten Joonmyeon menggandeng perempuan di lokalisasi seperti yang diberitahukan oleh Chenle barusan? Kapten Joonmyeon, pria kharismatik berumur tiga puluh tujuh yang menjadi atasan suaminya di Skuadron 3 Lanud Iswahjudi. Pilot jenius yang memiliki pembawaan tenang namun tak kehilangan wibawanya. Dari sekian banyak personel TNI-AU di Lanud Iswahjudi, dialah satu-satunya sosok yang dikagumi Renjun setelah Jeno, suaminya. Bukan hanya karena paras yang kelewat tampan dan karir militer yang cemerlang, tetapi juga karena kepribadiannya yang begitu hangat. Renjun masih ingat persis betapa hangatnya sambutan yang diberikan Joonmyeon padanya saat Jeno memperkenalkannya sebagai bagian dari pelaksanaan prosedur perkenalan calon istri dengan atasan. Renjun bahkan belum melupakan wejangan yang diberikan Joonmyeon padanya sebagai calon Ardhya Garini, istri personel TNI-AU. Wejangan yang menghangatkan hati Renjun sedemikian rupa hingga bertumbuh kekaguman Renjun padanya, menjelmakan sosoknya sebagai idola dalam hati Renjun.

"Menjadi istri seorang personel TNI-AU tentu tak mudah, tapi saya percaya Dik Renjun pasti bisa menjadi sosok Ardhya Garini yang patut dibanggakan. Berusahalah menjadi pribadi yang tangguh namun manis, bersemangat namun tenang. Dampingi suamimu dengan segenap jiwa raga. Lee Jeno memilihmu. Saya percaya pilihannya sudah tepat. Selamat datang di keluarga besar TNI-AU. Kami semua siap menantikanmu menjadi Ardhya Garini kebanggaan kami semua."

Itu wejangan yang diberikan Joonmyeon padanya dulu. Wejangan yang merasuk begitu dalam ke sanubari, disampaikan dengan demikian tulus dari seorang kapten yang terhormat. Betapa terharunya dia saat itu, Huang Renjun yang baru berumur dua puluh tiga. Sejak saat itulah nama Kim Joonmyeon terukir dalam sanubari Renjun sebagai idola baru. Kharisma, dedikasi, kepribadiannya, semua mendapatkan nilai sempurna di dalam hati Renjun. Tak ada cacat sama sekali dalam deskripsi dirinya yang tercantum dalam kamus seorang Huang Renjun. Bahkan statusnya yang masih bujangan kendati telah berumur sama sekali tak mengurangi nilainya. Semuanya yang terbaik. Akan tetapi, sekarang?

Membayangkan sosoknya melangkah tegap menuju landasan dengan didampingi Jeno, gemuruh kekecewaan menggema dalam hati Renjun. Bayangan Joonmyeon yang muncul di dalam benaknya, mengangguk dan tersenyum ramah padanya entah kenapa tidak lagi terasa indah. Biasanya Renjun akan terkagum-kagum, tetapi kali ini kekaguman pada sosok Joonmyeon dirasakan Renjun berubah janggal. Mendengarnya rajin mengunjungi lokalisasi dan terpergok menggandeng perempuan di sana membuat sosoknya seolah pecah berkeping-keping dalam hati Renjun. Renjun kecewa, sangat kecewa.

Yang benar saja! Bahkan syarat wajib yang harus dipenuhi calon istri personel TNI adalah perawan, yang dibuktikan melalui sebuah tes. Apa kabar jika Kim Joonmyeon memilih, ehem, perempuan dari lokalisasi?

'Kapten Kim Joonmyeon, mengapa?'

-000-

"Jisung sudah memberitahuku sebelumnya." Jeno berkomentar seraya menyeruput kopi buatan Renjun. Seperti biasa, dia menyempatkan diri minum kopi sebagai ritual sebelum berangkat latihan terbang malam di Lanud.

"Lalu Mas bilang apa?"

Renjun menghampiri suaminya yang tengah duduk di meja makan milik dapur rumah dinas ini, kemudian duduk bersebelahan dengan lelaki tampan berpostur tegap khas tentara itu. Tatapannya tak lepas dari bibir Jeno, tak sabar menantikan jawaban Sang Suami.

"Aku tidak bilang apa-apa," jawab Jeno enteng. "Hanya memperingatkan Jisung untuk tidak bicara macam-macam. Tidak elok."

"Tapi ini masalah serius, Mas," Renjun mulai berargumen.

"Atasanmu ketahuan menggandeng perempuan nakal di lokalisasi. Apa kamu bakal tinggal diam? Kalau sampai ada apa-apa, nama TNI-AU dan Lanud Iswahjudi bisa jelek, Mas," kata Renjun memperingatkan.

"Aku tak percaya Kapten Kim tipe laki-laki seperti itu," Jeno menanggapi, lagi-lagi dengan nada enteng.

"Tapi Jisung melihatnya sendiri. Dia menyelidikinya langsung ke TKP setelah mendengar laporan Cak Taeil. Dia melihat sendiri Kapten Kim menggandeng perempuan itu di lokalisasi, Mas. Masa iya kamu tak percaya?" Renjun menyanggah, tampak terkaget-kaget lantaran melihat sikap santai suaminya dalam menanggapi kabar miring seputar Kapten Kim Joonmyeon.

"Aku tak percaya kalau belum melihat langsung dengan mata kepalaku sendiri," balas Jeno.

"Kalau begitu coba kamu buktikan kebenarannya, Mas. Datangi lokalisasi itu bersama Jisung dan cari tahu apakah yang dikatakan Jisung itu benar atau tidak," sambar Renjun gemas.

Jeno gantian terkejut menatap Renjun. Matanya yang sipit tampak menyelami tatapan Sang Istri.

"Kenapa kamu mendadak kepo seperti ini, Nduk?" Jeno mengerutkan kening. "Tidak biasanya kamu tertarik dengan urusan orang lain," komentarnya.

"Ya karena ini menyangkut Kapten Kim Joonmyeon. Atasanmu, Mas," jawab Renjun terus terang. "Dia personel yang dihormati di Angkatan. Kalau sampai aib menyertainya, Skuadron 3, bahkan Lanud Iswahjudi bisa kena imbasnya."

"Kamu itu belum kenal baik Kapten Kim." Diluar dugaan, Jeno malah tersenyum tipis, bahkan terkesan geli. "Dia bukan tipe laki-laki seperti itu. Aku jamin, dia seratus persen lurus."

"Tapi laporan Cak Taeil? Juga kesaksian Jisung?"

"Barangkali ada kesalahpahaman," Jeno menarik asumsi. Santai saja nadanya, membuat Renjun gantian mengerutkan kening.

"Sudahlah. Tak baik membicarakan orang lain, apalagi membicarakan sesuatu tentangnya yang kita tidak tahu benar atau tidak. Soal pergi ke lokalisasi, apa kamu rela suamimu ini mendatangi tempat serawan itu?" Jeno lagi-lagi mengulas senyum, kali ini terkesan meledek.

Kata-kata Sang Suami seketika menyadarkan Renjun. Hei, benar juga apa katanya! Istri mana yang begitu bodohnya rela melepas suaminya pergi ke lokalisasi?

Bahkan Chenle saja mengaku sempat mengamuk setelah Jisung bercerita kalau dia menyelidiki Joonmyeon sampai ke lokalisasi!

Renjun pun menepuk dahi, menyesali kesalahan bicaranya barusan. Tampak Jeno tengah menatapnya dengan eyesmile yang kentara benar geli, mungkin karena ekspresinya saat ini tampak konyol di mata laki-laki itu.

"Sudahlah. Aku mau melihat Darrion dulu sebelum berangkat latihan."

Si Tampan yang menikahinya hampir dua tahun lalu itu bangkit berdiri. Sejenak Jeno mengacak rambutnya perlahan, salah satu aktivitas favoritnya saat tengah berdua saja seperti sekarang.

"Tapi apa kamu sungguh-sungguh tak mau peduli, Mas?" Renjun mendongak untuk menatap suaminya, menghentikan langkah laki-laki itu. "Bagaimana kalau penilaianmu selama ini salah? Bagaimana kalau ternyata kaptenmu tak sebaik yang kamu duga?"

"Aku tak ingin mencampuri urusan pribadi orang lain," Jeno lagi-lagi menjawab dengan nada enteng. "Kalau memang Kapten Joonmyeon tak sebaik yang kukira, maka semakin jelas hakikat manusia, bahwa tak ada satu pun manusia yang sempurna di dunia ini. Sudahlah. Aku mau menengok Rio. Kamu istirahatlah. Adik Rio butuh banyak istirahat."

Jeno mengelus pelan perut Renjun yang mulai terlihat menonjol, menyapa calon anak kedua mereka yang baru berumur 20 minggu dalam rahim istrinya itu. Hampir setengah menit jari-jemarinya bermain di sana, sampai akhirnya dia beranjak pergi setelah mendaratkan kecupan hangat di puncak kepala Renjun.

Renjun terheran-heran memandangi punggung tegap suaminya yang menjauh. Sungguh, dia tak habis pikir kenapa suaminya begitu santai menanggapi kabar miring seputar atasannya. Jeno sama sekali tak menaruh curiga, bahkan terkesan sama sekali tak peduli. Aneh, benar-benar aneh.

"Masa iya dia tidak percaya pada Jisung?" gumam Renjun begitu suaminya meninggalkan ruangan.

"Ah, apa Jisung berbohong? Tapi mana mungkin dia berani mengarang berita miring tentang Kapten Kim?"

Rasa penasarannya semakin membuncah. Renjun terus memikirkan kesaksian Jisung dan tanggapan suaminya, sampai akhirnya gerakan yang berasal dari calon adik Darrion kembali membawa Renjun ke dunia nyata.

Dia belum Isya.

-000-

Hari ini kantor PIA Ardhya Garini tampak ramai. Sosok-sosok cantik nan anggun dalam balutan seragam biru khas Ardhya Garini hilir-mudik, tampak begitu sibuk. Ada yang bolak-balik dari satu ruangan ke ruangan lain untuk memeriksa ini dan itu, ada yang tengah menata kardus-kardus, ada juga yang tengah berkutat dengan semacam list dan sibuk memberi tanda centang satu per satu. Salah satu di antara mereka adalah Renjun sendiri. Sama seperti rekan-rekannya sesama anggota PIA Ardhya Garini, saat ini Renjun disibukkan dengan persiapan kegiatan bakti sosial yang diadakan jelang bulan Ramadan, agenda rutin PIA Ardhya Garini Lanud Iswahjudi setiap tahun.

Renjun tengah mengambil map ketika Lee Taeyong, istri Letnan Dua Jung Jaehyun, menghampirinya dengan hentakan hak sepatunya yang berisik. Bahkan tanpa menoleh pun Renjun tahu siapa yang mendekat. Irama hentakan hak sepatu Taeyong terlalu khas!

"Renjun, kita diminta Bu Komandan kumpul di ruangan beliau. Ada tamu penting," Taeyong memberitahunya.

"Tamu penting?" Renjun bertanya. "Sinten (siapa), Mbak?"

"Wis pokoke (sudah pokoknya) kumpul dulu. Nanti juga tahu." Perempuan ayu itu memberikan isyarat agar Renjun bergegas.

Berdua dengan Taeyong, Renjun bergegas mendatangi ruang Bu Komandan, sebutan bagi ketua PIA Ardhya Garini Lanud Iswahjudi. Tampak sejumlah orang telah berkumpul di sana dan Renjun terkejut bukan kepalang melihat Kapten Kim Joonmyeon berdiri gagah di sebelah Bu Komandan, diapit seorang perempuan muda dan cantik yang tampil anggun dalam balutan blus berwarna salem serta rok hitam selutut. Penampilannya yang memesona sontak menarik perhatian segenap personel PIA Ardhya Garini di ruangan ini. Renjun mulai bertanya-tanya dalam hati tentang siapa gerangan perempuan itu.

"Ibu-Ibu sekalian, sebelum kita memulai kegiatan hari ini, ada yang perlu saya sampaikan kepada Ibu-Ibu sekalian," Bu Komandan yang bernama Kim Heechul memulai sambutannya.

"Perlu Ibu-Ibu sekalian ketahui, saat ini sudah hadir bersama kita seorang tamu yang sangat spesial." Perempuan paruh baya itu tersenyum tipis. Tatapannya perlahan jatuh pada perempuan cantik di sebelah Joonmyeon, memandu tatapan Renjun kembali tertuju pada perempuan itu, begitu pun dengan teman-temannya yang lain.

"Perkenalkan. Beliau ini calon istri dari Kapten Kim Joonmyeon. Dengan kata lain, beliau calon anggota keluarga besar PIA Ardhya Garini."

Keterkejutan seketika melanda seisi ruangan, tak terkecuali Renjun sendiri. Betapa terkejutnya Renjun mendengar penjelasan Bu Komandan tentang siapa perempuan di samping Joonmyeon. Calon istri Joonmyeon! Sungguh diluar dugaan. Kapten Kim Joonmyeon, high quality bachelor yang tak pernah terlihat dekat dengan perempuan manapun itu ternyata sudah memiliki calon istri!

Mungkinkah calon istrinya itu seorang PSK dari lokalisasi yang disebutkan Jisung? Hah, gila! Benar-benar gila!

Prasangka buruk seketika membuncah, memenuhi relung-relung hati Renjun. Kecurigaan dan kebingungan bercampur aduk dalam benak, melahirkan spekulasi yang tiada habisnya.

"Perkenalkan, ini Zhang Yixing, calon istri saya." Kali ini giliran Joonmyeon angkat bicara, mengalihkan perhatian Renjun. Lelaki tampan yang disebut-sebut punya paras angelic itu sekilas menatap Si Cantik bernama Zhang Yixing di sampingnya. Sepasang maniknya tampak berbinar kala perempuan itu membalas tatapannya dengan lembut, bahkan memberinya bonus berupa senyuman manis di bibir ranum berwarna baby pink miliknya, lengkap dengan lesung pipit yang tak kalah manis!

"Saya sengaja membawanya kemari untuk memperkenalkannya pada Ibu-Ibu sekalian."

Kapten kharismatik itu mengabsen satu per satu wajah milik para personel PIA Ardhya Garini di dalam ruangan ini melalui tatapannya, tak lupa melemparkan senyumnya yang memikat. Sementara tatapan-tatapan penuh tanda tanya menghujaninya, dengan sopan dia mempersilakan Zhang Yixing memperkenalkan diri.

"Selamat pagi. Saya Zhang Yixing. Panggil saja Yixing." Perempuan cantik itu memperkenalkan dirinya. Suaranya lembut, enak didengar. Sikapnya mengesankan, percaya diri namun santun sekaligus ramah. Seakan menyempurnakan kesan pertama yang melekat, perempuan itu memiliki tatapan mata yang hangat. Tanpa sedikitpun rasa minder, tatapannya yang hangat menjelajahi wajah-wajah asing di hadapannya, salah satunya milik Renjun. Auranya terpancar kuat, benar-benar nilai plus selain parasnya yang cantik.

"Senang bertemu dengan Ibu-Ibu sekalian." Dia lagi-lagi memamerkan senyumnya yang menawan.

Yixing dengan auranya yang terpancar kuat mau tak mau membuat Renjun terkesan, namun hanya sesaat lantaran pertanyaan itu kembali muncul di dalam benaknya.

'Mungkinkah dia perempuan yang terpergok Jisung tengah bersama Kapten Joonmyeon di lokalisasi?'

"Saya sangat senang mendapat kesempatan untuk berkunjung kemari, apalagi momentumnya sangat tepat. Kebetulan yayasan tempat saya bekerja juga sering mengadakan bakti sosial. Saya pikir..."

Yayasan?

Renjun lagi-lagi kaget. Suara Yixing mendadak sayup-sayup tertelan gema suara hatinya.

'Yayasan katanya? Apa aku tak salah dengar?'

-000-

"Ya, ya, Mas, Mbakyu," Jisung menatap Jeno dan Renjun sekaligus, tampak menahan malu. Di pangkuannya duduk Darrion Lee yang tengah asyik memainkan pesawat mainan.

"Yah, siapa yang mengira kalau perempuan yang saya lihat di lokalisasi itu calon istri Mas Kapten, pengurus yayasan sosial pula," ujar Jisung. "Saya pikir dia PSK di lokalisasi itu."

"Kamu ini, Mas. Bikin orang jadi suudzon, tahu ndak?" Chenle yang duduk di sebelahnya bersungut-sungut, terlihat agak kesal pada suaminya itu.

"Maaf, Dik. Harusnya waktu itu aku ikuti mereka sampai ke dalam, supaya tidak salah paham begini," Jisung meraih tangan istrinya, menggenggamnya penuh sayang.

"Sampai ke dalam lokalisasi? Gundulmu! Ta' sunati kapok sampeyan, Mas." Chenle langsung melotot, berbuah respon permintaan maaf dari Jisung dan kekehan kecil dari Renjun beserta Jeno.

"Terus terang saya juga kaget, Jisung," Renjun berkomentar setelah Chenle mulai 'adem'. "Ternyata Mbak Yixing itu pengurus yayasan sosial yang aktif menyosialisasikan gerakan anti prostitusi, juga aktif membina mantan-mantan PSK yang sudah tidak ditangani Dinsos."

"Ya, Mbakyu. Jujur, saya malu sekali. Saya sudah berprasangka buruk pada Mas Kapten." Jisung tampak tak enak hati.

"Lain kali hati-hati, Jisung," nasihat Jeno. "Berita yang tiak benar sama saja fitnah," katanya memperingatkan.

"Lain kali pastikan dulu kebenarannya, baru kamu sampaikan pada yang lain."

"Ya, ya, Mas. Pasti. Saya sungguh menyesal. Nanti saya akan menemui Kapten Kim untuk minta maaf," janji Jisung.

"Bagus," puji Jeno. "Itu baru namanya bertanggung jawab."

Jisung tersenyum malu. Yunior Jeno di Angkatan Udara itu perlahan mengalihkan perhatian pada Darrion yang mulai mengoceh di pangkuannya.

"Sepawat Io. Wuuuussss! Sepawat Io." Bocah berumur sebelas bulan yang bakal segera memiliki adik itu mengoceh menggemaskan, menyebutkan pesawat dengan 'sepawat', mengundang senyum orang-orang dewasa di sekitarnya yang tengah duduk-duduk santai di teras rumah dinas keluarga Lee ini.

"Ngomong-ngomong," Renjun menatap suaminya begitu teringat akan sesuatu.

"Ternyata benar apa yang Mas bilang padaku. Kapten Kim memang orang baik-baik." Dia tersenyum, merasa sangat lega lantaran Kapten Joonmyeon tidak seperti prasangka buruknya.

Jeno balas menatapnya. Senyum tipis terukir manis di bibirnya untuk Renjun.

"Aku mengenalnya lebih dari lima tahun dan tak pernah kutemui orang yang lebih jujur darinya." Jeno tak kuasa menyembunyikan kekaguman dalam nada suara maupun sorot matanya.

"Dan satu hal lagi, mustahil dia berpaling pada perempuan selain Mbak Yixing, satu-satunya perempuan yang dia cintai sejak SMA."

"Mas sudah tahu lebih dulu tentang Mbak Yixing?" Renjun terkejut. "Mas kenal dia sejak lama?"

"Sampeyan sudah kenal Mbak Yixing, Mas?" Jisung tak kalah kaget, begitu juga Chenle. "Sejak kapan?"

Jeno lagi-lagi tersenyum. "Tidak. Hanya tahu namanya dari Kapten," jawabnya.

"Kapten pernah cerita tentang Mbak Yixing, satu-satunya perempuan yang dia cintai sejak SMA. Kapten bersumpah tidak akan menikah dengan perempuan selain Mbak Yixing, bahkan berkomitmen untuk membujang selamanya kalau tak bisa menikahi Mbak Yixing. Hanya itu yang pernah diceritakan Kapten tentang Mbak Yixing. Informasi tentang seperti apa orangnya, apa pekerjaannya, Kapten tak pernah memberitahu. Pertama kali aku melihat Mbak Yixing ya tadi waktu aku mampir kantor Ardhya Garini."

"Oohh." Renjun, Jisung, dan Chenle serempak mengangguk-angguk paham.

'Rupanya begitu ceritanya,' Renjun membatin.

"Wah, ternyata Kapten kita luar biasa setia," Jisung berkomentar, turut terkagum-kagum. "Tidak heran, sih. Mbak Yixing itu kelewat cantik dan memesona. Perempuan-perempuan di lokalisasi mana ada yang bisa menyainginya," tambahnya dengan mimik lucu.

"Cantik dan berkarakter menurutku," komentar Jeno seraya mencomot satu kue nastar dalam stoples.

"Perempuan yang hebat, sampai-sampai bisa menggerakkan mantan PSK untuk menekuni bisnis kue-kue kering." Dia melahap kue nastar hasil comotannya. Kue yang dimaksud merupakan salah satu jenis kue yang dibawa Zhang Yixing ke acara bakti sosial PIA Ardhya Garini pagi tadi dan dipromosikan di hadapan para anggota.

"Ini kue-kue kering buatan para mantan PSK yang saat ini menjadi binaan kami di Yayasan Harapan Bersama. Saat ini kami membina sekitar 60 mantan PSK dan membantu mereka merintis usaha halal untuk menyambung hidup."

Penjelasan Yixing tentang produk berupa kue kering yang dibawanya pagi tadi ke kantor PIA Ardhya Garini kembali terngiang di telinga Renjun. Dalam hati, Renjun mengagumi kisah kegigihannya selama ini dalam rangka membantu para mantan PSK, bahkan berani terjun ke lokalisasi untuk melancarkan gerakan bawah tanah, yaitu mendekati dan membujuk para PSK untuk mencoba meninggalkan praktik prostitusi. Perempuan seperti Yixing, dia yang tak kenal takut dan punya rasa kepedulian sangat tinggi dirasa Renjun memang sangat tepat mendampingi idolanya sebagai seorang istri. Renjun turut berbahagia untuk mereka berdua, bahkan tak sabar menantikan hari pernikahan mereka nanti.

"Ya," Renjun menanggapi suaminya. "Dan kuharap dia bisa menjadi sebaik-baik pendamping untuk Kapten Kim," katanya sungguh-sungguh.

"Seperti kamu mendampingiku," balas Jeno spontan, menggodanya dengan ekspresi genit yang khas.

Mendengar ini, Renjun tersipu. Semburat merah perlahan menghiasi pipinya.

.

.

.

FIN

.

.

.

OMAKE

"Saya dengar dari Bu Komandan kalau Dik Renjun ini salah satu anggota Ardhya Garini yang paling pintar membuat aneka macam jajanan," kata perempuan cantik pemilik suara lembut itu dengan antusias.

"Kalau tidak keberatan, kira-kira besok Dik Renjun bersedia tidak mengisi workshop untuk teman-teman binaan saya dan para pengurus lain di yayasan? Supaya mereka tidak hanya terampil membuat kue-kue kering saja, tapi juga terampil membuat jajanan basah."

Terus terang, Renjun masih agak kaget mendapati perempuan cantik itu berada di ruang tamu rumah dinasnya ini. Dia masih tak menyangka bahwa Zhang Yixing bakal datang bertamu, ditemani Kim Joonmyeon pula. Renjun menduga pasangan yang satu ini baru pulang berkencan. Maklum, malam Minggu.

"Saya belum seahli itu kok, Mbak," Renjun merendah.

"Belum ahli bagaimana, Dik? Wong makaroni skutel bikinanmu saja lebih enak dari yang dijual di toko-toko," Joonmyeon yang duduk di sebelah calon istrinya tahu-tahu menyeletuk.

"Malah teman-teman di Angkatan selalu minta Jeno bawa makaroni skutel atau pastel bikinan Dik Renjun ini. Ya tho, Jen?" Kapten tampan itu meminta persetujuan Jeno yang duduk di sebelah Renjun.

Jeno terkekeh. "Nggih, Pak. Tapi berhubung istri saya sedang isi, saya tidaktega mau minta dibuatkan bekal skutel atau pastel. Kuatir dia kecapekan," kata Jeno menanggapi.

"Lho kenapa Mas ndak bilangkalau mau bekal skutel atau pastel?" Renjun langsung menanyai suaminya. "Kalau cuma skutel atau pastel aku ndak capek, kok."

"Iya, tapi kalau pagi itu 'kan kamu repot, Nduk. Kalau harus bikin skutel atau pastel juga aku manatega. Kamu pasti capek, tapi kamu harus ngurus Rio selama aku kerja," Jeno menjawab.

"Lho, aku malah seneng bikin skutel atau pastel, Mas," sanggah Renjun. "Ndak berasa capeknya."

"Yo wis." Jeno tersenyum tipis. "Terus gimana? Besok mau bantu Mbak Yixing ngisi workshop?"

"Ehm, soal itu," alih-alih Jeno, Renjun justru beralih menatap Yixing, "sebetulnya saya ndak pede, Mbak. Saya bukan profesional, cuma kebetulan pernah belajar masak waktu SMK."

"Tidakapa-apa, Dik. Yang penting itu 'kan rasa, bukan status profesional," Yixing yang kelihatan sumringah itu langsung memotivasi hati Renjun.

"Lagipula kalau Dik Renjun yang mengisi workshop, pasti responnya bagus. Dik Renjun ini 'kan istri personel TNI-AU. Kalau Dik Renjun terjun langsung ke masyarakat untuk mengisi workshop, teman-teman binaan pasti senang, juga merasa dihargai, dimanusiakan," promosi Yixing.

"Ehm, iya saya mau, Mbak," Renjun menjawab. "Boleh 'kan, Mas?" Dia meminta persetujuan suaminya.

"Kalau memang kamu mau, silakan." Jeno menganggukkan kepalanya. "Lagipula besok Mas libur, bisa bantu beres-beres rumah sekalian jaga Rio."

"Nah, kalau begitu deal, ya." Yixing memandangi bergantian pasangan suami-istri yang lebih muda darinya itu. Senyum memikat berbonus lesung pipit yang menjadi trademark-nya diberikannya khusus untuk Renjun dan Jeno.

"Besok saya sama Mas Joonmyeon jemput Dik Renjun sekitar pukul sepuluh. Kira-kira Dik Renjun keberatan, ndak?"

"Besok saya antar Renjun saja, Mbakyu," Jeno mendahului Renjun untuk menjawab, memberikan penolakan secara halus dan sopan. "Soalnya Rio biasa kelayu (tidak mau ditinggal) kalau ibunya pergi, jadi mungkin sebaiknya saya bawa Rio sekalian. Terus terang saya juga penasaran, kira-kira seperti apa istri saya ini kalau ngisi workshop." Satu tangannya terulur untuk mengusap kepala Renjun.

Baik Yixing maupun Joonmyeon kompak mengulas senyum mendengar penuturan Jeno.

"Ya sudah kalau begitu," Joonmyeon gantian memberikan respon. "Nanti kami kirim alamatnya, Jen."

"Siap, Pak," Jeno menyahut dengan mantap.

"Nah, berhubung besok Jeno juga ikut, anggap saja besok sekalian double date," Joonmyeon berkomentar dengan nada canda, menghadirkan kekehan kecil dari ketiga orang dewasa lainnya di ruang tamu rumah dinas milik keluarga Lee ini.

.

.

.

Ydyakonenko