Disclaimer : HETALIA © Hidekazu Himaruya

Warning- OOC, Typo(s), gaje

.

IMAGINE

.

.

Tap …tap…tap…terdengar langkah pelan seseorang yang sedang berjalan melewati lorong sebuah bangunan. Perlahan tapi pasti, pemuda itu melangkah. Masih diingatnya kejadian tadi pagi, setelah dia selesai sarapan dan menunggu seseorang yang mestinya dia anggap sebagai adiknya sendiri selesai. Dia anggap? Ah ya, dia mesti menganggapnya seperti itu, walau mereka tidak ada hubungan darah sedikit pun.

.

.

.

.

"Aku bermimpi, mimpi buruk, dan itu menakutkan,"Sedikit menunduk gadis itu berkata, tampak tangannya bergetar "Aku…aku merasa itu…"

Wajah, itu tampak ketakutan, salahnya memaksa gadis itu mengingat kembali, hal yang seharusnya tidak diingatnya. Kebahagian yang selalu menghias wajahnya kini lenyap, tergantikan dengan perasaan kalut.

'Apa yang sudah kulakukan,'Dalam hati pemuda itu merasa bersalah, melihat wajah sang gadis yang kini tampak sedih "Itu hanya mimpi,"Dengan cepat pemuda itu berkata, menggenggam tangan gadis itu yang berada didekatnya "…Hanya mimpi."Ulang nya memegang tangan itu erat – erat.

Walau berkata seperti itu, dia tau bahwa apa yang baru saja dia ucapkan pada gadis itu, hanya kalimat menghibur. Sebuah kata yang tidak berarti apa – apa. Tapi tetap saja, tidak ada salahnya kan mencoba, sekaligus berdoa. Semoga gadis ini dapat melupakan mimpi buruk itu.

Lama gadis dihadapannya ini terdiam sebelum akhirnya berkata "Yah, kau benar, itu hanya mimpi,"Dan membalas genggaman tangannya.

.

Walau terlihat optimis, tapi pemuda itu tau bahwa gadis dihadapannya ini sebenarnya pesimis, tidak yakin pada dirinya sendiri. Tersenyum, kembali gadis itu tersenyum. Senyum palsu yang selalu ditunjukan pada semua orang. Selalu, dari dulu selalu seperti itu. Tidak ingin, membuat siapa pun khawatir, gadis itu akan tersenyum. Berbeda saat pertama kali berkenalan, gadis itu tidak akan segan – segan menangis didepannya.

.

.

.

.

Kembali dirinya teringat kejadian beberapa tahun silam, saat pertama kali matanya menangkap sosok gadis itu yang bersembunyi dibelakang pria dewasa.

"Hei…aku Kiku ayo kita berteman."Tampak seorang bocah laki – laki berusia 7 tahun mengulurkan tangan pada gadis yang usianya tidak terpaut jauh darinya.

Senyum tampak menghias dibibir bocah itu, berharap anak perempuan dihadapannya ini akan menerima uluran tangannya. Keraguan jelas terlihat diwajah anak itu, yang terus bersembunyi dibelakang pria dewasa dihadapannya

"Pergilah bersamanya."Ujar pria itu memandang anak perempuan itu yang tampak ragu.

Sementara bocah laki – laki dihadapannya masih tersenyum, menanti uluran tangannya disambut. Perlahan tangan anak itu bergerak mengarah pada tangannya, hingga akhirnya tangan mereka saling bertautan. Senyum kembali menghias wajah bocah laki – laki itu, yang akhirnya dibalas oleh bocah perempuan itu.

'Manis.'Batin bocah yang bernama kiku itu melihat senyum bocah perempuan dihadapannya.

Tidak disangkanya, bahwa dia akan terikat oleh takdir yang kejam. Pertemuan yang sudah diberkati itu sudah menjadi rantai bagi dirinya.

.

.

.

.

.

Kembali dia menghela nafas, sebelum akhirnya berjalan menuju teras asrama. Sesaat matanya tertegun, menatap sosok yang baru saja dia ingat sudah duduk dengan manisnya, sambil memandang kearah langit dengan tersenyum.

"…Ini sudah tengah malam, apa yang kau lakukan disini Nes?"Tanya pemuda itu mulai mendekat kearah gadis yang asik melamun menatap langit.

"Eh? Kiku."Senyumnya riang melihat pemuda itu yang kini duduk disebelahnya.

"Tidak tidur?"Tanya pemuda yang bernama Kiku melihat gadis itu yang tampak gembira dan menggeleng "Kau takut bermimpi buruk lagi?"Lanjutnya.

.

.

.

.

Mimpi? Ah, kembali Kiku teringat kejadian waktu itu. saat mereka masih bocah

"Ja-jangan…hiks…hiks…jangan lakukan."Terdengar suara keputus asaan dari dalam salah satu kamar.

Tampak kepanikan luar biasa terjadi pada teman sekamarnya, si pemilik suara yang kini tampak ketakutan dengan mata terpejam. Ini sudah ke sekian kalinya, suara itu kembali terdengar membuat temannya berusaha membangunkan dirinya. Membangunkan? Yah, pemilik suara itu kini sedang tertidur dalam lelap. Tapi walau begitu, sepertinya mimpi buruk terus menghantui si pemilik suara. Membuatnya ketakutan, selalu terjadi tengah malam.

"Ne-Nesia bangun, Nesia,"Ucapnya berusaha membangunkan bocah itu.

Perlahan mata itu terbuka, tampak peluh disekujur tubuhnya. Sedikit mengerjap kan matanya, bocah itu memandang teman sekamarnya yang sekarang tidak sendiri. Beberapa bocah sepantaran mereka sudah berada disisi temannya. Sedikit bingung, gadis itu melihat kearah semuanya yang kini tampak bernapas lega.

"Kau baik – baik saja Nesia?"Tanya salah satunya mewakili yang lainnya.

"…Eh…?"Satu kalimat yang menandakan bahwa bocah perempuan yang bernama Nesia itu bingung.

Sepertinya gadis itu dulu tidak begitu ingat dengan mimpi yang dialaminya, yang dia lakukan hanya memandang semuannya dengan tampang bingung. Benar – benar sangat lucu, mengingat wajah kebingungan gadis itu. Berbeda dengan sekarang, gadis itu pasti sudah bisa mengingat mimpinya dengan baik, melihat bagaimana dia masih terjaga sekarang.

.

.

.

.

Berbeda dengan Kiku yang sesaat tampaknya teringat masa lalunya. Gadis dihadapannya hanya tersenyum. Senyum yang sudah kiku tau apa artinya. Senyum yang digunakan untuk membuat orang lain tidak khawatir, entah sejak kapan dia seperti ini. Ah mungkin sejak kejadian itu, mengingat betapa cengengnya dulu gadis ini, membuat mereka senang mengganggunya.

.

.

.

.

.

"Huwaaaa…hiks…hiks…hiks."Tangisnya saat jatuh terduduk dilantai, sepertinya kakinya tidak sengaja menginjak kulit pisang.

Bukannya cepat berdiri, gadis itu hanya menangis terduduk dilantai, sepertinya kesakitan sekali.

"Sakit…hiks…hiks…."Kembali gadis itu bersuara sambil mengusap kaki dan tangannya yang terluka.

Membuat dirinya yang saat itu juga masih bocah mulai mendekatinya.

"Kau tidak apa – apa Nesia-chan?"Tanya kiku khawatir, berjongkok didepannya.

Dapat dirasakannya, pandangan menusuk dari beberapa pasang mata. Membuatnya ikut membalas menatap tajam kearah sang penatap. Sepertinya mereka kesal dirinya membantu gadis itu.

"Kiku…hiks…bagaimana ini…hiks…kertasnya kotor…hiks,"Ucap Nesia mengalihkan tatapan Kiku pada kelima bocah itu "Nanti pasti dimarahi…hiks…hiks."

Banjir air mata sekali lagi keluar kearah gadis itu yang memandang kertas – kertas yang tampak kumel

"Tidak apa – apa, biar nanti aku yang bantu jelaskan."Senyum Kiku sekali lagi menghapus air mata Nesia.

Benar – benar gadis yang cengeng, mungkin itu lah yang menyebabkan mereka senang menganggu gadis ini. Benar – benar tidak bisa berpaling sedikit pun, ada saja yang menyebabkan gadis itu menangis. Dan penyebabnya selalu mereka.

.

Tapi mungkin yang membuatnya heran adalah saat dia mendengar bahwa Nesia berteman dengan Alfred salah satu dari orang – orang yang sering mengerjainya. Belum lagi saat dia tau bocah pirang itu selalu datang ke kelas mereka untuk menemui nesia.

"Hei Kiku…,"Sapa Alfred melihat Kiku, yang kini tampak celingak celinguk mencari Nesia "Apa kau lihat Nesia?"Tanyanya yang mendapat jawaban, sebuah tatapan tajam.

Sungguh saat itu, rasanya ingin ditebaskannya katana yang selalu dia bawa keleher pemuda itu. sepertinya tidak terlalu yakin, bahwa pertemanan yang kini terjalin antara Nesia dan pemuda itu benar – benar terjadi. Tapi, jika dia lakukan itu, maka Nesia akan membencinya seumur hidup. Mengingat betapa gadis itu sangat senang berteman dengan pemuda ini.

.

Tapi, yang paling benar – benar membuatnya tidak dapat menahan diri adalah. Melihat dan mendengar, bahwa gadis itu jatuh dari tangga dengan tampang kumel. Dan penyebabnya adalah teman – teman pemuda itu, yang sekali lagi berhasil mengerjainya.

"…Pasti mereka,"Terdengar suara Alfred, saat dirinya tidak sengaja mendengar percakapan Alfred dan Ivan "Ck, mau sampai kapan mereka mengerjai Nesia terus."Terdengar nada kesal dari suara Alfred.

"MEREKA? JANGAN BILANG KALAU INI ULAH NETH, DAN YANG LAINNYA."Saat itu dirinya benar – benar marah.

Sedangkan Ivan dan Alfred tampak kaget melihat ke arahnya, yang entah sejak kapan sudah berada disekitar mereka. Bahkan teriakan dan segala upaya mereka untuk mencegah, agar dirinya tidak menemui Neth dan yang lain tidak dihiraukannya. Saat itu pikirannya hanya Satu.

Membalas semua perbuataan mereka pada Nesia.

.

.

.

.

Benar – benar kebodohan masa lalu yang tidak akan terlupakan, bahkan hingga sekarang. Ingatan itu masih terekam begitu kuat, bagaimana mereka berdua berkelahi dari perang mulut hingga perang tenaga mereka lakukan saat itu.

Kembali dirinya teringat akan jawaban Nether, saat dia bertanya mengapa mereka tega melakukan itu.

.

.

.

.

"ASAL KAU TAU SEMUA YANG ADA PADA TEMANMU ITU MEMBUATKU MUAK,"Teriak Nether penuh amarah "BAGAIMANA MUNGKIN ORANG BIASA SEPERTI DIA BISA MASUK KESEKOLAH INI"

Dan tidak mau kalah, Kiku pun balas berteriak dengan penuh amarah, mendengar jawaban tidak masuk akal darinya.

"TAPI ITU BUKAN SALAH NESIA, SALAHKAN ORANG TUA ITU YANG MEMBAWANYA MASUK, KAU TIDAK BISA MELAMPIASKAANNYA PADA NESIA, DIA TIDAK TAU APA – APA"

Saat itu, tidak dipedulikannya keadaan sekelilingnya, yang mereka tau hanya satu. Mengalahkan orang yang saat ini ada dihadapan mereka. Hingga mereka tidak menyadari, ternyata gadis yang membuat mereka berkelahi, datang dan berusaha menghalau serangan dari bocah belanda pada dirinya.

"HENTIKAAN"Hanya satu kata itu yang sempat terucap, dari bibir gadis mungil itu sebelum dirinya, akhirnya menabrak dinding dan berteriak kesakitan, akibat serangan pemuda itu yang tidak sengaja.

Membuat Kiku dan bocah bernama Nether itu kaget, begitu pula anak – anak yang berada disitu. Dengan panic, Kiku menyebut nama nya.

"NESIA"Dan dengan cepat menghampiri bocah perempuan itu yang kini tidak sadarkan diri. Tanpa sadar berbagai umpatan kasar keluar dari mulut Kiku, memandang bocah belanda itu yang kini terdiam.

.

.

.

.

Menyesal, yah dirinya menyesal, amat sangat menyesal. Demi dirinya gadis itu, mengorbankan diri sendiri hingga seperti itu. Tampak kegugupan jelas pada diri kiku yang ingin menjenguk gadis itu. Entah sudah berapa hari gadis itu berada dirumah sakit, dokter tidak mengizinkannya keluar mengingat kondisi gadis itu dulu. Bahu dan kepala terbalut perban, seharusnya gadis itu membencinya. Tapi tidak, setiap hari kau menjenguknya gadis itu akan menyambut dirinya dengan senyum manis miliknya.

.

"…Selamat datang Kiku"Sapanya seakan tau, bahwa yang datang memang dirinya. Padahal pintu baru saja di buka. Membuat tanpa sadar tersenyum melihat tingkah mu.

Bukan hanya pada dirinya saja, tapi pada semua yang menjenguk, gadis itu selalu berikan senyum andalannya. Seakan menandakan bahwa dia baik – baik saja. Tapi, aku tau bahwa itu tipuanmu, diam – diam kau menangis tengah malam. Saat ruanganmu sudah sepi, tidak ada siapa pun lagi disana. Aku sadari itu saat, ingin mengambil kembali jaketku.

Tidak hanya hari itu saja, entah sejak kapan kau pun mulai berubah. Sikap cengeng yang selalu kau tunjukan padaku dan yang lain, hilang entah kemana. Yang terdengar hanya suara tawamu, bahkan saat kau terjatuh sekali pun, kau hanya tersenyum. Padahal aku tau, bahwa kau sangat kesakitan, melihat bagaimana kau mulai menangis saat kami tidak ada.

Masih ku ingat dengan benar kata terakhir sebelum kau pergi meninggalkan kami , waktu itu.

"Aku akan baik – baik saja, jadi Kiku, Nee-chan dan yang lainnya tidak boleh khawatir lagi padaku, yah."Senyummu sekaligus memaksa kami untuk berjanji.

.

.

.

.

Kembali Kiku memandang gadis dihadapannya yang masih focus memandang langit malam. Tampak dirinya berusaha menahan kantuk. Membuat Kiku tersenyum lembut melihat tingkahnya itu. Dengan pelan ditariknya kepala gadis itu untuk mendekat dan merebahkan diri pada pundaknya. Membuat gadis yang bernama Nesia, sedikit kaget akan ulahnya.

"Tidurlah, akan kutemankan."Ucap Kiku, sebelum gadis itu sempat mengeluarkan protes apa pun.

Untuk sesaat dapat dirasakan tubuh gadis itu menegang, sebelum akhirnya rileks kembali.

"Terima Kasih…"Terdengar ucapan pelan dari Nesia.

Walau tidak dapat melihatnya, Kiku yakin gadis itu tersenyum. Sebelum akhirnya memejamkan matanya, sepertinya benar – benar mengantuk. Dan Kiku pun hanya diam mengelus sebentar rambut, gadis itu yang kini makin merapat pada dirinya.

.

Walaupun terdengar lewat keindahan alam yang dipenuhi dengan kata – kata…

tapi pada akhirnya itu hanyalah sebuah tipuan mata yang licik.

Ketulusanku yang tersimpan rapi.

lama – lama hilang ditempat yang tidak pernah bisa kau lihat.

.

'Terima kasih,heh seharusnya yang berterima kasih itu aku.'Batin Kiku mengelus pelan rambutnya 'Terima kasih sudah mau kembali Nesia.'

Walau berkata begitu, mata Kiku memandang lurus ke arah apa yang tadi ditatap Nesia. Membuatnya mengernyit heran dan memandang datar. Membuatnya teringat kejadian beberapa hari yang lalu.

.

.

.

.

Dilihatnya Nesia sedang terdiam membeku ditempat. Sedangkan dihadapannya berdiri Aussie yang kini mensejajarkan wajahnya pada Nesia. Membuatnya yang saat itu berjalan dengan Viet, mengambil langkah cepat dan mengeluarkan katana dari sarungnya. Mendekatkan bagian runcing pada leher pemuda itu yang gantian membeku.

"…Apa yang kau lakukan?"Reflex Kiku bertanya dan menatap tajam.

"Tidak ada, aku hanya menemaninya bermain,"Jawabnya dengan tersenyum dan kembali berkata"Kiku, bisa kau singkirkan benda ini?"

Lama dirinya melihat kearah Aussie sebelum akhirnya menyarungkan kembali katananya. Dan melihat kearah Nesia yang kini mulai kembali normal sepertinya.

"Kau tidak apa – apa Nesia – san? Apa dia menganggumu?"Tanya Kiku menepuk pundaknya, berusaha menenangkan gadis itu.

"…Aku…"Ucapnya tampak keraguaan di sana, apalagi begitu melihat matanya yang melirik kiri dan kanan, berusaha menutupi sesuatu. Dan tersenyum tiba – tiba.

"Aku hanya lapar saja,"Cengirnya melihat kearah mu "Ahh, lihat ada Viet."Dengan cepat dia berlari kearah gadis yang tadi menemanimu dan memeluknya

'Lagi – lagi ada yang ditutupi.'Kiku hanya bisa membatin melihat reaksi gadis itu, dan melirik tajam kearah pemuda disampingmu yang kini terpaksa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Menutupi kegugupannya akibat tatapan tidak menyenangkan dari ku, yang selalu sedia dengan senjata andalannya.

"…Jadi, jadi, kalian akan pergi berdua?"Tanya Nesia menghampiri Kiku yang kini ikut tersenyum melihat wajah riangnya "Benarkah?"Tanyanya kembali memastikan.

Kiku yang ditanya seperti itu, hanya melihat kearah gadis itu yang menatapnya balik, dan memandang kearah Viet yang tersenyum menghampiri mereka bertiga.

"Hmm, begitulah."Jawab Kiku tersenyum lembut melihat Nesia yang tampak gembira.

"Jadi, boleh aku nitip sesuatu?"Tanyanya melihat kearah Kiku dan Viet bergantian, sebelum akhirnya kembali berkata begitu melihat keduanya mengangguk "Aku nitip kemenyan"Lanjutnya.

Kaget, sepertinya itu respon pertama yang kuberikan atas permintaan aneh mu itu. sebelum akhirnya Viet bertanya sepertinya mewakili keheranan kami.

"…Untuk apa?"

"Untuk dia,"Tunjuknya pada Aussie yang kini bergidik mendengarnya"Mau ku jampi – jampi agar tidak buat ulah lagi, bolehkan?"Tanyanya dengan tersenyum ceria tanpa beban.

Butuh beberapa lama bagi Kiku untuk menjawab "Baiklah, akan kubawakan."Senyumnya yang lalu mendapat tatapan syock dari Aussie tidak percaya sama sekali 'Jampi – jampi saja, biar tewas sekalian'batinnya serius

"Akan kuingatkan nanti"Kali ini Viet menyetujui.

"H-hei, kalian bertiga bercanda kan."Ragu Aussie menatap ketiga orang dihadapannya ini.

Kepanikan jelas terdengar dari suara pemuda itu yang memandang kearah mereka bertiga, sementara yang dipandangin hanya memberikan wajah cuek,. Seakan tidak peduli, bahkan salah satunya ada yang mengangguk. Sangat menyenangkan jika mengingat wajah panic Aussie saat itu, benar – benar bodoh.

.

.

.

.

'Mana mungkin Nesia serius melakukan itu, gadis ini tidak sekejam kalian'Batinnya tak percaya akan keseriusan pemuda itu, saat itu 'dasar bodoh'

Tampak tatapan mata itu berubah, memandang gadis disampingnya yang kini tertidur lelap. Seulas senyum tampak dibibir pemuda itu, saat menatapnya. Di elusnya perlahan rambut hitam Nesia, yang entah sejak kapan sudah dipindahkan ke kamar. Mungkin saat tadi, dia mengingat – ingat hubungan gadis ini dengan orang yang seharusnya jadi musuhnya.

.

Tapi, jangan kau pernah berhenti.

Ikutlah terus dibelakangku

Seperti aku yang tidak akan pernah meninggalkanmu…

Sebuah takdir yang tidak akan bisa dipisahkan dalam waktu yang pendek itu…

Cinta yang sudah diberkati sudah menjadi sebuah rantai.

.

"…Bermainlah dengan mereka sampai puas, Nes"Ucapnya sebelum akhirnya di kecupnya kening gadis itu "Setelah itu, kembali lagilah padaku."Perlahan dia pun kembali berkata, sebelum akhirnya meninggalkan kamar itu.

.

Dalam hembusan angin malam, kembali pemuda itu diam meresapi tehnya dari balkon kamarnya. Bersandar pada pagar – pagar penyanggah. Entah apa yang ada dipikirannya yang pasti mata itu benar – benar menunjukan raut ketidak sukan pada sebuah bangunan mewah.

.

.

End

.

.


A/n : Yeahhhh, selesai dengan ending yang hancur. Hahahaha. Entah kenapa bukannya menyelesikan fict yang masih bersambung malah membuat ini. Mungkin dikarenakan kemunculannya sudah jarang, jadi saya ingin membuatnya. Sedikit menceritakan perasaan Kiku pada Nesia, dan perasaan yang lainnya. Fict ini saya buat untuk silent reader dan orang2 yang selama ini selalu mereview cerita saya, dari awal kemunculan saya sampai sekarang, makasih*bungkuk2*. walau ini fict dikit gaje,dan judul sama cerita entah cocok atau tidak*plakkk* tapi yang pasti dibuat dengan sepenuh hati.

.

Kritik, saran, flame dll, selalu dinanti. terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca... RnR

Read n Review Plizzzzzzzzzzzzz