Melayucest Random Drabble
A Hetalia Axis Power Fanfiction
Hetalia © Hidekaz Himaruya
Bahasa
.
Poland : Hei, Indonezia.
Indonesia : Ya?
Poland : Aku mau bertanya! Kenapa kau lengket terus dengan Malezia?
Indonesia : Eh? Kenapa kau tanyakan hal seperti itu?
Poland : Karena, ya, it's totally make me confuse.
Indonesia : Sebenarnya aku tidak lengket juga.
Poland : Huh? Kau tidak mau mengakui bahwa kau lengket dengan Malezia ya. Atau jangan – jangan kau sangat menyayanginya?
Indonesia : Tak!
Poland : *tercengang* Aku tidak tahu kau mau jujur dan mengakuinya.
Indonesia : Mengakui apa?
Poland : Kalau kau menyayangi Malezia.
Indonesia : Tadi aku mengatakan tak.
Poland : Ya, jadi bukankah kau memang menyayanginya?
Indonesia : …?
Dalam bahasa Polish, Tak berarti 'ya'
.
Kecewa
.
Indonesia duduk termenung, membelakangi pintu kamarnya. Ia menghela nafas gusar. Tangannya ia gunakan untuk memijat pelipis yang dirasa mulai berdenyut. Indonesia meneguk ludahnya, merasa sangat ingin sendiri dan menghindari dia.
Di luar pintunya, suara Malaysia—yang anehnya tampak khawatir—terdengar, "Indon! Plis buka pintunya, Ndon!"
"Gak bakal," Indonesia menjawab dengan cepat, dan suaranya terdengar bergetar, "Lu tega banget sama gue, Lon. Lu tega."
"Sebenernya gua gak maksud kayak gini, Ndon." Malaysia menghela nafas, merasa tersiksa karena kakaknya sendiri, "Gue mohon ya, Ndon?"
"Gak bakal, walau lu panggil gue Kakak juga ni pintu gak bakal gua buka."
Malaysia menghela nafas panjang. Ia tahu, perbuatannya memang tak bisa diterima, apalagi oleh kakaknya sendiri, Indonesia. Tetapi walau begitu, tetap saja Malaysia merasa, Indonesia terlalu berlebihan dalam permasalahan ini. Malaysia percaya, masalah ini pasti bisa selesai dalam waktu cepat, kalau ia bisa membuat Indonesia tenang.
Didalam kamar, Indonesia menutup telinganya erat – erat sambil menahan rasa marah yang meledak – ledak dari dalam hatinya. Ia kecewa pada Malaysia. Malaysia—yang walaupun menyebalkan luar biasa—selalu ia sayangi, dan ia selalu berharap bahwa Malaysia bisa menjadi nation yang dewasa. Ia tidak menyangka, Malaysia tega berbuat seperti itu. Dan yang lebih ironis, Malaysia berbuat seperti itu hanya saat bersamanya.
Itu pasti bukan kesalahan. Itu pasti bukan ketidak sengajaan. Itu pasti dilakukan karena Malaysia memang berniat menyakitinya. Malaysia selalu ingin membuatnya sakit, kan?
Setelah keheningan yang dirasa hanya akan membuang waktu, Malaysia membuka mulutnya, "Ndon, tahu gak? Lu kekanakan banget…"
Pintu didepannya langsung terbuka dengan kasar dari dalam. Memperlihatkan wajah Indonesia yang dipenuhi amarah dan kepedihan. Manik Indonesia menggelap saat membentak adiknya, "Kekanakan? Kekanakan lu bilang, Lon?" Indonesia menatap Malaysia beringas, "Gue tahu lu gak pernah serius dalam permainan ini. Lu emang anggep ini semua permainan. Tapi, sekarang, lu berbuat kesalahan, abis itu lu kesini, ngatain gue kekanakan kayak gue lah yang salah?"
"Tapi Ndon!" Malaysia memotong dengan frustasi, "Tolong deh, ini cuma MONOPOLI."
.
Senjata
.
"Jadi… gimana keadaannya, Ndon?" Malaysia mempersiapkan senjatanya, siap bertempur, "Aman kan?"
Mengintip dari bawah selimut, Indonesia mengedarkan pandangannya. Memindai isi ruangan dengan hati – hati, "Belum Lon. Jangan dulu."
"Kenapa?" Malaysia bertanya dengan nada tidak sabar, "Gua udah gak tahan."
"Sabar dong, orang sabar itu disayang Tuhan." Indonesia sok – sok alim, padahal itu hanya alas an karena, dia sendiri belum siap.
"Ndon, tahu gak." Tukas Malaysia gusar, "Kalau lu terlalu nunda – nunda, gua nyerang duluan."
"Ah, tega banget lo." Indonesia membuat wajah cemberut—yang membuat darah Malaysia berdesir—, "Kakak kesayangan lo ini kan belum siap."
"Terserah lu. Lagian, kakak macam mana lu." Gerutu Malaysia sewot, "Kalah gini sama adeknya. Gak awesome."
"Gak usah ngikut – ngikut si asem Pussia bisa kali ya, Lon?" Muncul perampatan imajiner di pelipis Indonesia, "Oke, oke, gua siap."
Malaysia memajukan kepalanya, "Udah kelihatan?"
"Udah… gede ya, Lon."
"Kan udah gue bilang. Pertempuran dimulai, Ndon."
Kedua nation itu keluar dengan cepat dan brutal dari tempat persembunyian mereka; selimut. Berbekal raket, racun tikus, baygon dan—uh—sendal, mereka mengejar makhluk coklat bersayap yang telah mengotori kamar Malaysia dengan indahnya.
Insecta dengan ordo blattodea,
Blattella asahinai alias Kecoak.
"MALON! KECOAKNYA TERBANG KE MULUT LO, AWAS KETELEN!"
"JANGAN NGOMONG KAYAK GITU BISA KALI YA, NDON. GUA JADI TAKUT NIH."
"ALESAN LU. EMANG LU PENAKUT KAN?"
"NDON, DARIPADA LU NGOCEH TERUS, MENDING LU BANTUIN GUE. KECOAKNYA TERBANG KE GUE MULUU."
"JODOH KALI, LON."
"BANGKE LU NDON."
Itulah alasannya mengapa kamar Malaysia acak – acakan saat Singapore tiba dirumah malam itu.
.
Jawaban
.
Malaysia : Ndon, main yuk.
Indonesia : Main apaan?
Malaysia : Jawab semua pertanyaan gue dengan spontan. Gak boleh mikir. Awas curang!
Indonesia : Iye tenang. Ayo atuh.
Malaysia : Kalau gua bawa elu ke Belanda?
Indonesia : Gua santet lu.
Malaysia : Kalau gua suruh lu minta duit ke Switzerland?
Indonesia : Gua kabur ke rumah lu, terus gua ambil duit lu sendiri.
Malaysia : Bangke—pertanyaan selanjutnya, mau gua panggil kakak?
Indonesia : Pertanyaan apaan tuh? Mau banget gue.
Malaysia : Mau jadi pacarnya Belanda?
Indonesia : Jelas kagak!
Malaysia : Kalau jadi pacar gue mau?
Indonesia : Mau—tunggu, pertanyaan apaan eta?
30 menit
Malaysia hanya mengatakan bahwa ia tak bisa datang ke world conference karena sakit.
Tapi 30 menit kemudian, Indonesia sudah ada di depan rumahnya, sambil membawakan sepanci sup daging hangat, dan berkata dengan nada lembut, "Lain kali, kalau sakit, telepon gue lagi, ya. Kan gak enak kalau gua dicap sebagai kakak yang buruk. Bisa – bisa popularitas gua sebagai Negara paling baik hati dan tidak sombong diragukan sama Negara lain."
Malaysia yang tadinya ingin terharu, memutuskan bahwa lebih baik ia mengabaikan sang kakak dan kembali tidur ke kasurnya yang hangat dan nyaman.
.
Peka
.
Malaysia : Ndon, gua laper.
Indonesia : Iya, penting?
Malaysia : Gua lagi ngekode kali, Ndon.
Indonesia : Kagak! Gua gak peka. Gua teh gak peka, Lon.
Malaysia : Makanya peka dong! Peka sama perasaan ini!
Indonesia : Kalau mau gue peka, lu juga harus peka, dong!
Malaysia : Gua udah peka, Ndon! Gua udah tahu semuanya!
Sementara itu dibelakang pintu ruang rapat,
Netherlands : Itu… Indon-ku ngapain sama si bocah sialan? *sweatdrop*
.
Alay
.
Indonesia : Lon, anterin ke menara kembar dong.
Malaysia : Jauh aja dari sini, Ndon.
Indonesia : Apa sejauh cintaku padamu?
Malaysia : …
Malaysia : Indon! Gua dateng nih! Bawain tas gua dong!
Indonesia : Yaelah Lon. Lu ke Indonesia aja bawaannya banyak banget.
Malaysia : Makanya bantuin bawa tas gue.
Indonesia : Berat, Lon.
Malaysia : Apa seberat cintaku padamu?
Indonesia : …
.
Pertanyaan
.
"Hei, hei, mau tanya, boleh?"
Malaysia dan Indonesia saling bertatapan dengan bingung. Tumben sekali, Hungary ingin bertanya – tanya pada mereka. Walau merasa aneh dan mencurigakan—apalagi dengan wajah penuh nafsu sang Hungarian—tapi Indonesia menjawab dengan ramah, "Ya? Ada apa, Hungaria?"
"Oke, begini ya; antara Indonézia dan Malaysia, siapa seme diantara kalian?"
Hanya pertanyaan umum dan sederhana dari salah satu personifikasi Negara Eropa. Namun, sukses membuat Malaysia dan Indonesia ribut untuk waktu yang lama.
"Gue seme!"
"Jangan konyol deh, gue seme!"
"Gue lebih ganteng dari lu, Lon!"
"Ada juga lu imut kali, Ndon! Jelas yang imut itu uke!"
Belgium tertawa kecil disamping Hungary, "Aih, mereka kelihatan sekali homonya…"
Hungary tersenyum dengan bangga, "Kan udah gua bilang, mereka emang homo."
.
Tamat.
A/n : Heya, readers! Terimakasih telah membaca ff ini.
Juga, terimakasih banyak bagi yang bersedia meninggalkan jejak. Saran dan kritik tetap diterima.
Dan sepertinya, ff ini masih abal dan gaje ya Orz. Maafkan dakuh, ini dibuat buru – buru karena laptopnya minjem - gak elit.
Terakhir, big thanks to : ChocoDdy, Aulia McLean, And you! Thank you!
