Bella : Yatta, akhirnya Bella bisa bikin Vampire Game season 2. Ayo siapa yang sudah menanti-nantikannya ^^

Kazusa : Bagi para readers yang belum pernah baca yang season satunya. Lebih baik kalian baca dulu, biar lebih ngena dan paham begitu baca fic ini.

Karin : Sebenarnya fic ini baru akan dipublish setelah fic De Angela tamat, tapi berhubung sudah banyak yang minta buat segera dilanjutin. Akhirnya Bella putuskan untuk mempublish fic ini juga.

Akira : Yah semoga para readers puas dengan cerita fic sequel dari VG 1 dan semoga ceritanya lebih menarik dari VG 1. Amin

All : Happy Reading ^^


Di suatu malam di saat semua orang sudah terbang ke alam mimpinya masing-masing. Duduklah seorang gadis berjubah yang duduk manis di pinggir jalan. Angin malam yang dingin berhembus menerpa kulit putih si gadis. Dipeluknya erat kedua kakinya seakan-akan untuk mengurangi rasa dingin yang dirasakannya. Meskipun dingin, gadis itu tampak tidak bergeming dari tempatnya sama sekali. Wajahnya terus saja menunduk ditutupi oleh kerudung pada jubahnya.

Tiba-tiba saja ada seorang wanita yang sepertinya baru pulang dari bekerja. Wanita itu sedang berjalan melewati gadis itu ketika akhirnya ia menghentikan langkahnya dan dengan rasa penasarannya, ia berjalan mendekati gadis tak berdaya itu.

"Nak, kau tidak apa-apa?" tanya wanita itu lembut. Dipikirnya gadis itu sedang kabur dari rumahnya atau terserat, karena gadis itu tampak sama sekali tidak seperti gelandangan. Kulitnya putih bersih dan pakaiannya yang dikenakan gadis itu yang berupa dress hitam dengan corak putih dan jubah hitam yang menutupinya sudah menandakan kalau gadis itu bukanlah gelandangan.

Gadis itu hanya diam seakan-akan tidak mendengar pertanyaan wanita tersebut. Kepalanya masih menunduk dalam diam. Karena si wanita khawatir, dia mulai mengguncang-guncang tubuh si gadis.

Akhirnya gadis itu mulai mengangkat wajahnya yang sedari tadi terus menerus ditundukkannya. Dan wanita itu langsung dibuat terkejut begitu melihat sepasang mata yang berwarna merah darah.

"Aku ingin darahmu," ucap gadis itu lirih.

.

.

Title : Vampire Game II

Chapter 1 : New Blood

Disclaimer : Kamichama Karin Chu © Koge Donbo

~Vampire Game II~ © Bella-chan

Rated : T

Genre : Fantasy ; Mystery

Warning : AU, OOC, typo, abal, gaje, alur kenceng, nggak nyambung, dll

Summary : "Ciee kayaknya ada yang cemburu nih, nggak pernah diapelin ya sama Kazune." / "Entahlah, kalaupun iya. Aku rasa dia sangat sadis sampai-sampai harus memutilasi tubuh korban." / "Namikara Yura, Namikara… Namikara…. Kenapa aku merasa pernah mendengar nama itu." / "Aneh sekali, aku sama sekali tidak mencium baunya sebagai vampir." / "Sebenarnya pelaku pembunuhan itu adalah murid baru ini."

.

.

Please Enjoy Reading

.

.

~Vampire Game II~

Karin POV

"Karinnnn, ayo cepetan!" seru Akira keras.

"Iyaaaaaa." Aku segera menyambar tasku dan memakai sepatuku dengan cepat. Setelah itu aku langsung menuju pintu depan, tempat Akira sedang menungguku.

"Bi, kami berangkat sekarang!" seru kami berdua kompak. Setelah itu aku segera membuka pintu dan keluar rumah diikuti oleh Akira yang berada di belakangku.

Tampak Miyon dan Yuuki sudah menunggu di depan rumah. Tampak mereka sedang asyik mengobrol.

"Ciee yang pacaran. Kalau pacaran jangan di depan rumah orang dong!" seruku yang sukses membuat wajah kedua sejoli ini merah seperti tomat yang siap dipanen.

"Ciee kayaknya ada yang cemburu nih, nggak pernah diapelin ya sama Kazune," sahut Akira yang sontak membuatku dongkol setengah mati. Sedangkan Akira hanya tertawa keras melihat serangannya sukses. Bahkan yang lebih menyebalkannya lagi, Miyon dan Yuuki ikut menertawaiku juga.

"Hahahaha sudahlah Akira, kasihan Karin. Pagi-pagi sudah kau serang," ucap Miyon setelah menghentikan tawanya.

"Kau juga Miyon, pagi-pagi jangan pacaran di depan rumah orang," balas Akira dengan nada menyindir.

"Heee, kenapa gantian aku yang di serang. Syukur-syukur kami sudah mau nungguin kalian," ucap Miyon kesal.

"Hei gimana kalau kita berangkat sekarang, kalau kalian berantem terus. Kita bisa terlambat nih," ucap Yuuki seraya melirik jam tangannya. "Dan untukmu Karin, berhentilah memikirkan Kazune," sambungnya.

"Apa?!" seruku tak percaya. "Siapa juga yang memikirkannya!" bantahku. "Sudahlah ayo cepat kita berangkat!' seruku seraya berjalan melewati mereka.

"Dasar tsundere." Masih bisa kudengar gumaman mereka bertiga. Aku pun menghentikan langkahku dan berbalik menghadap mereka. "Ayo cepat!" seruku keras.

Akhirnya kami berempat pun berjalan bersama. Aku bersama Akira sedangkan Miyon dan Yuuki berjalan di belakang kami. Sepanjang perjalanan, kami banyak bercerita terutama tentang pengalaman semenjak peristiwa tiga bulan yang lalu. Di mana aku akhirnya mendapatkan ingatanku kembali. Bagaimana kehidupanku setelah peristiwa itu dengan tubuh vampirku ini. Jujur saja aku masih tidak percaya bahwa aku sekarang merupakan salah satu dari makhluk mistik yang selama ini aku anggap tidak pernah ada.

Selain itu aku juga belum berani untuk menghisap darah manusia secara langsung. Selama tiga bulan ini aku masih mengandalkan kapsul darah yang diberikan oleh Kazune dan kalaupun mendesak, aku akan meminum darah dari kantong darah. Berbeda denganku, Akira mudah sekali beradatapsi dengan perubahannya ini. Mungkin karena sebelumnya dia sudah berubah menjadi vampir hanya saja belum sepenuhnya. Dan seperti kata Akira dulu, meskipun dia sudah berubah menjadi vampir bangsawan. Dirinya masih tetap menjadi seorang hunter sama seperti Miyon dan Yuuki. Sebenarnya aku sendiri pun juga ingin menjadi hunter, mengingat dulu kedua orang tuaku adalah hunter. Tapi keinginanku itu langsung ditentang mentah-mentah oleh Kazune. Katanya sih itu bisa membahayakan jiwaku yang secara tidak langsung juga ikut membahayakan jiwanya karena kami sudah bertukar darah. Dalam artian di dalam tubuhku sudah mengalir darah milik Kazune dan begitu pun sebaliknya.

"Kalau tidak salah, kemarin malam ada pembunuhan ya di sini?" tanya Miyon membuyarkan lamunanku.

Aku pun langsung melihat ke arah kejadian TKP yang sudah ditutupi oleh garis kuning. Tampak di sana masih ada darah yang berceceran dan terlihat sudah mengering.

"Apa mungkin itu ulah para vampir," ucap Akira lirih.

"Entahlah, kalaupun iya. Aku rasa dia sangat sadis sampai-sampai harus memutilasi tubuh korban," ucap Yuuki seraya menatap tajam ke arah sisa-sisa potongan tubuh yang masih tergeletak di sana. Beberapa polisi masih sibuk mondar-mandir di sana-sini.

Aku pun segera menutup mataku. Aku paling benci kalau disuruh melihat adegan berdarah seperti ini. Mengingatkanku pada kematian kedua orang tuaku saja.

"Ayo kita pergi dari sini," ucapku lirih. Akhirnya mereka menganggukkan kepalanya dan kami pun segera pergi dan melanjutkan perjalanan kami ke sekolah. Sepertinya mereka sudah tahu tentang ketakutanku ini.

Sepanjang sisa perjalanan kami lebih banyak diisi oleh keheningan. Tidak ada dari kami yang memulai pembicaraan, semuanya tampak sibuk dengan pikirannya masing-masing. Begitu juga denganku.


~Vampire Game II~


Sesampainya di sekolah pun, kami tetap diam saja. Bahkan Kazusa yang melihat kedatangan kami hanya bisa memasang ekspresi bingung.

"Kalian kenapa?" tanya Kazusa penasaran.

"Tidak apa-apa kok," ucapku seraya tersenyum.

"Yah, kami baik-baik saja. Iya kan, Yuuki?" tanya Miyon pada pacar kesayangannya itu.

"Egh i-iya," ucap Yuuki.

Sedangkan Akira hanya menganggukkan kepalanya. Melihat itu Kazusa malah semakin dibuat bingung saja, tapi ia tidak bertanya lebih lanjut lagi karena bel masuk sudah berbunyi. Dan tidak lama kemudian, seorang guru pun masuk diikuti oleh seorang gadis berambut merah marun dengan headphone yang menggantung di lehernya.

Kazusa yang duduk di sebelahku tampak mengerutkan keningnya.

"Kenapa?" tanyaku pelan pada Kazusa.

Kazusa pun menoleh ke arahku. "Tidak, aku hanya tidak tahu kalau ada murid baru di sekolah ini. Sebagai dewan siswa, seharusnya aku tahu kalau ada murid baru di sini," jelasnya.

"Tunggu dulu, aku kan juga anggota dewan siswa kan?" tanyaku begitu ingat akan perjanjian yang dulu aku buat dengan Kazune.

"Yah, kalau itu sih aku juga tahu, tapi kan aku wakilnya," ucap Kazusa kesal. "Pasti Kazune sengaja tidak mengatakannya padaku," sewotnya.

"Namaku Namikara Yura, kesukaanku adalah mendengarkan musik. Senang bertemu dengan kalian," ucapnya seraya menunduk sopan.

"Kyaa manisnya."

"Imut sekali."

"Aku ingin mencubit pipinya."

Aku hanya bisa sweatdrop mendengar beberapa tanggapan dari teman-temanku.

"Namikara Yura, Namikara… Namikara…. Kenapa aku merasa pernah mendengar nama itu," ucap Kazusa pelan.

"Aku tak pernah mendengar nama itu, tapi aku pernah melihat wajah gadis itu," sahut Miyon yang duduk tepat di depan Kazusa. "Tapi aku tak ingat dimana," lanjutnya.

"Nah, sekarang kau bisa duduk di bangku kosong yang ada di sana," ucap guru di depan seraya menunjuk bangku kosong di samping Akira.

"Aku tak mau duduk di sana," tolaknya.

Ucapannya itu membuat semua siswa terkejut. Bahkan sang guru pun hanya mengerutkan dahinya.

"Tapi Namikara-san, bangku yang kosong cuma di situ," jelas sang guru.

Tapi bukannya mendengarkan perkataan sang guru, Yura langsung menghadap ke arah guru seraya menunjuk bangku yang ditempati oleh Kazusa. Kazusa sendiri yang merasa ditunjuk hanya bisa terkaget-kaget. "Aku ingin duduk di sana!" ucapnya tegas.

"Tapi Namikara-san, bangku itu sudah ada orangnya," jelasnya sekali lagi. Beliau merasa tidak enak menyuruh Kazusa untuk pindah mengingat Kazusa adalah salah satu anggota dewan siswa dan anak dari pemilik sekolah ini.

"Pokoknya aku maunya di situ!" ucapnya tegas. Entah penglihatanku yang salah atau tidak, tapi aku melihat bola mata milik Yura berubah menjadi merah. Tapi itu hanya sekilas, karena seperkian detik kemudian matanya kembali menjadi kuning emas. Mungkin itu hanya halusinasiku saja.

"Aku baru ingat, dia salah satu anak dari keluarga vampir," ucap Kazusa pelan.

"Heh?"

"Aneh sekali, aku sama sekali tidak mencium baunya sebagai vampir," sahut Akira yang duduk di belakangku.

"Keluarga Namikara terkenal dengan kekuatan hipnotisnya yang turun temurun. Dan kalau tebakanku benar, sekarang mau tidak mau aku harus pindah," terang Kazusa.

Aku langsung menoleh ke arah Kazusa dengan raut wajah kebingungan. Tampak dirinya sedang membereskan buku-bukunya.

"Kazusa, sekarang kau pindah ke sampingnya Akira!" perintah sang guru.

"Baik," ucap Kazusa patuh seraya berdiri. Setelah itu ia segera pindah dan duduk di bangku samping Akira.

Yura tersenyum kecil, lalu ia segera menuju ke bangku Kazusa yang sekarang sudah resmi menjadi bangkunya.

Aku hanya bisa mengerjap mataku berulang kali begitu melihat Yura langsung duduk manis di sampingku.

"Dia menggunakan hipnotis pada guru agar kemauannya dituruti," bisik Akira di belakangku.

Aku hanya menganggukkan kepala, tanda mengerti. Sedangkan Kazusa sendiri, dia langsung menatap tajam ke arah Yura yang sudah merebut bangkunya.


~Vampire Game II~


Normal POV

Di saat semua siswa sedang sibuk belajar, tampak Micchi dan Jin yang sedang berjalan santai di koridor. Bukan berarti kelas mereka sedang jam kosong atau apa. Justru mereka membolos dari pelajaran. Mereka terlalu malas untuk mengikuti pelajaran sejarah yang membosankan yang bagi mereka seperti dongeng pengantar tidur. Mereka sudah biasa tidak mengikuti pelajaran lebih tepatnya mereka menghindari pelajaran yang mereka tidak suka. Tentu saja ketidakhadiran mereka di kelas di atas namakan dengan status mereka sebagai dewan siswa. Jadi tidak perlu takut kalau sampai kena marah guru. Lagipula toh mereka bisa mendapatkan nilai yang bagus.

"Jin, kita mau kemana?" tanya Micchi.

"Kemana lagi kalau bukan ke ruang dewan siswa," jawab Jin malas.

"Tapi kalau sampai ketahuan Kazune gimana, sekarang kan sedang tidak ada tugas yang harus kita kerjakan," terang Micchi.

"Alah, palingan juga yang lain sedang mengikuti pelajaran di kelas. Jadi nggak bakal ketahuan deh," ucap Jin santai.

"Benar juga sih," ucap Micchi mangut-mangut.

Mereka telah sampai di depan pintu yang bertuliskan ruang dewan siswa. Jin pun segera memutar kenop pintu dan masuk ke dalam, diikuti oleh Micchi dibelakangnya.

Dua pasang mata mereka langsung melotot begitu melihat sosok pemuda bersurai blonde tengah tertidur di sofa dengan wajahnya yang ditutupi oleh sebuah buku.

"Ka-Kazune," ucap mereka pelan. Wajah mereka berdua sudah pucat pasi karena ketakutan.

Kazune yang rupanya tidak tidur itu langsung menurunkan buku yang menutupi wajahnya. Tanpa menoleh ke arah Jin dan Micchi, dia bertanya, "Bukannya seharusnya kalian ada di kelas saat ini."

"Egh i-itu, kebetulan kelas kami sedang jam kosong. Jadi daripada tidak ada kerjaan, kami main saja ke sini," ujar Jin beralasan.

"Benarkah? Bukan karena kalian sedang menghindari jam pelajaran sejarah?" tanyanya lagi.

"Hah, untuk apa kami melakukan itu," bantah Micchi.

Kazune hanya diam saja, tidak menanggapi ucapan dari Micchi. Malahan dia kembali memejamkan matanya. Jin dan Micchi hanya bisa saling bertukar pandangan bingung. Pasalnya bukan satu kali ini saja, mereka ketahuan membolos oleh Kazune. Berulang kali malah, dan Kazune selalu tahu kalau mereka berbohong dan alhasil mereka selalu dihukum disuruh membersihkan ruang dewan siswa. Tapi sekarang, Kazune hanya diam saja. Padahal Jin dan Micchi yakin seratus persen kalau sebenarnya dirinya tahu kalau mereka lagi-lagi berbohong. Apa mungkin Kazune sudah bosan melihat sikap mereka yang kerap sekali membolos, tapi sepertinya tidak mungkin karena Kazune selalu menikmati saat-saat mereka disuruh kerja rodi membersihkan ruang dewan siswa mulai dari menyapu, mengepel, maupun mengelap kaca.

"Kazune, kau kenapa?" tanya Micchi heran.

"Tidak apa-apa," jawab Kazune sekenanya.

"Apa ada masalah?" Kali ini gantian Jin yang bertanya.

Kazune pun akhirnya mengangkat kedua kelopak matanya. "Mungkin iya," ucapnya.

Sontak saja wajah milik Jin dan Micchi langsung berubah cemas dan panik. "Masalahnya apa?"

"Kalian tahu Namikara Yura?" tanya Kazune.

"Kalau tidak salah, dia anak dari pasangan Namikara yang terbunuh sewaktu peristiwa tujuh tahun lalu," terang Jin mencoba mengingat kembali.

"Tapi Kazune, bukannya gadis itu sudah dibunuh oleh para hunter lima tahun yang lalu?" tanya Micchi bingung.

"Tidak, dia berhasil lolos dari para hunter itu," ujar Kazune.

"Lalu sekarang yang jadi masalahnya apa?" tanya Jin tidak mengerti.

"Gadis itu hari ini pindah ke sekolah ini," jawab Kazune.

"Bukannya sudah biasa ya kalau ada vampir yang masuk ke sekolah ini mengingat ini sekolah yang didirikan oleh ayahmu," jelas Micchi.

"Kalian sudah dengar pembunuhan yang terjadi malam kemarin di perempatan jalan di sekitar sini?" tanya Kazune seraya bangkit dari posisinya dan menggantinya ke posisi duduk.

"Pembunuhan mutilasi itu ya," ucap Jin.

"Sebenarnya pelaku pembunuhan itu adalah murid baru ini," ujar Kazune.

"Apa?! Gadis ini yang melakukannya?" tanya Jin tak percaya.

"Padahal waktu kecil, aku sempat mengenalnya karena dia tetanggaku dan setahuku dia adalah orang yang baik," ucap Micchi tak percaya.

"Waktu tujuh tahun bisa mengubah seseorang, Micchi," ucap Kazune tegas.

"Bisa terjadi sesuatu yang gawat kalau gadis ini bersekolah disini," ujar Jin berargumen.

"Dan parahnya lagi, gadis ini dimasukkan ke kelas yang sama dengan Karin," ucap Kazune.

"Apa?!"

"Apa Kazusa sudah kau beritahu soal ini?" tanya Jin khawatir.

Kazune hanya menggelengkan kepalanya. "Aku berniat memberitahunya istirahat nanti," ucapnya.

"Tapi rasanya ada yang aneh, kalau pun ada murid baru seharusnya dia dimasukkan ke kelasku dan Jin karena jumlah siswa kelas kami masih ganjil," ujar Micchi heran.

"Aku rasa tidak sulit baginya untuk meminta ke kepala sekolah agar dimasukkan ke kelasnya Karin," ucap Kazune.

"Benar juga, aku yakin dia memiliki kekuatan hipnotis sama seperti kedua orangtuanya," ujar Jin mengerti.

"Tapi kenapa dia ingin masuk ke kelasnya Karin?" tanya Micchi tidak mengerti.

"Entah ini firasat atau apa. Tapi aku merasa gadis itu ada hubungannya dengan Rika," ujar Kazune pelan.

.

.

To Be Contiuned

.

.

Please Review