LIMA TAHUN: LILY DAN ALAN

FanFic ini untuk pembaca setia ROSE WEASLEY DAN ALAN ZABINI dan para Reviewer: winey, Rama Diggory Malfoy, Aleysa GDH, Putri, zean's malfoy, degrangefoy, Reverie Metherlence, Beatrixmalf, Naffauziyyah, Moofstaar, shine, Arisa inihara, phieranpo, yanchan, aniranzracz, Little Lily.

Disclaimer: JK Rowling

TAHUN PERTAMA

Lily's POV

Ini adalah tahun pertamaku. Sebentar lagi aku akan tiba di Hogwarts. Aku memandang pemandangan sawah-sawah lewat jendela dengan perasaan yang bahagia dan bersemangat. Saling bersemangatnya aku tidak bisa berlama-lam duduk di kereta yang penuh dengan keluargaku. Kompartemen ini adalah kompartemen Weasley/Potter. Semua sepupu dan kakak-kakakku ada di sini. Al dan Rose sedang bermain catur sihir. James, Louise Fred dan Roxanne - kembaran Fred - sedang makan coklat kodok dan bertukar kartu. Lucy dan Dominique (tahun ke enam) sedang duduk bergosip di sudut tentang cowok-cowok Hogwarts yang cukup tampan. Sepupu Molly tidak ada bersama kami di kompartemen ini karena dia sudah bergabung dengan Ketua Murid lain di gerbong depan. Molly adalah Ketua Murid kedua dalam keluarga, yang pertama adalah Victoire. Mom dan Dad sangat berharap James, Al dan aku suatu saat nanti bisa menjadi ketua murid. Menurutku tidak mungkin, kami tidak begitu patuh pada peraturan.

Kami semua dalam kompartemen ini berambut merah, kecuali Al yang berambut hitam dan Dominique yang berambut pirang. Al mendapat rambut hitamnya dari Dad, sedangkan Dominique mendapat rambut pirangnya dari Aunt Fleur.

Aku merasa sangat bosan duduk di kompartemen ini dan hanya memandang para sepupu dan kakak-kakakku. Aku ingin berkeliling kereta.

"Hugs, ikut? Aku ingin jalan-jalan..." kataku pada Hugo, sepupuku yang berbadan kurus, tinggi, berambut merah dan tanpa bintik-bintik (benar-benar beruntung).

"Ku malas, Lil... aku disini aja," kata Hugo. Dia sedang menonton Al dan Rose bermain catur.

"Mau kemana, Lily," tanya James.

"Aku ingin melihat-lihat kereta, James," jawabku. "Ayo, temani aku!"

"Aku sudah bosan melihat Hogwarts Express, Lil, pergilah sendiri," kata James.

Aku memandang keliling kompartemen untuk melihat siapa yang sedang senggang untuk bisa diajak. Semua langsung mulai saling bercerita dan melakukan aktifitas lain ketika hendak membuka mulut untuk mengajak mereka.

"Baik! Aku akan ajak Molly," kataku jengkel dan keluar kompartemen sambil membanting pintu.

Aku berjalan di lorong kereta api menuju depan kereta. Molly pernah bilang bahwa gerbong khusus ketua murid ada di depan. Sambil berjalan aku memandang melalui pintu kompartemen yang kulewati untuk mencari mungkin ada wajah-wajah yang kukenal. Semua kompartemen yang kulewati penuh dengan murid-murid Hogwarts yang bersemangat.

Aku sedang memandang ke dalam kompartemen kedelapan ketika kompartemen itu terbuka keluar dengan keras dan langsung menghantam hidungku.

"ADUH," aku menjerit dan terjatuh ke lantai kereta.

"Kau tidak apa-apa?" tanya sebuah suara, dan sebuah tangan terulur. Aku menyambut uluran tangan itu dan berdiri.

Dan aku memandang anak laki-laki paling tampan yang pernah kulihat. Wajahnya benar-benar sempurna; tulang pipi tinggi, mata abu-abu, dan rambut hitam yang berkilau tertimpa sinar matahari. Dia terpana menatapku. Mungkin dia berpikir aku cewek aneh yang suka mengintip.

Aku menunduk dan memandang tanganku yang masih berada di tangannya.

"Zabini, jangan coba-coba menyentuh adikku!" kata sebuah suara dari belakangku. Dan James langsung menarik lepas tanganku dari tangannya, Zabini.

"Potter?" kata Zabini memandang rambut merahku dan rambut merah James.

"Ya, Zabini!" kata James mendelik pada Zabini.

"James, aku terjatuh dan dia menolongku," kataku.

"Pasti dia yang mendorongmu jatuhkan?"

"James!"

"Lily, jangan dekat-dekat mereka. Mereka Slytherin mereka berbahaya."

"Apa maksudmu, Potter?"

"Tapi kata Dad, kita harus berteman dengan siapa saja meskipun mereka Slytherin."

"Dad tidak tahu bagaimana Slytherin, Lil... Ayo!"

James langsung membawaku pergi setelah mendelik lagi pada Zabini. Aku memandang Zabini yang masih berdiri dekat pintu kompartemen dan tersenyum padanya. Dia membuang muka dan langsung masuk ke kompartemen.

Lho? Apa salahku?

Alan's POV

Ini adalah tahun ketigaku. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku melihat anak perempuan paling cantik. Rambut merahnya yang panjang jatuh dengan rapi di punggungnya, matanya bercahaya dan bibirnya lembut. Meskipun wajahnya berbintik-bintik, tapi dia adalah Bidadari, benar-benar cantik. Aku merasa seperti berada dalam dunia khayalan sesaat sebelum aku tahu namanya. Potter, berarti separuh Weasley. Dan para Weasley adalah pembenci darah murni. Sedangkan keluargaku adalah keluarga darah murni dari generasi ke generasi.

Aku masuk ke kompartemen dan memandang Scorpius dan Vincent yang sedang asyik bertukar kartu coklat kodok.

"Ada apa? Mukamu aneh," tanya Scorpius.

"Aku baru saja bertemu Bidadari," jawabku.

"Lalu?"

"Lalu aku tahu Bidadari itu tinggal di khayangan dan terlarang," jawabku puitis

"Siapa?"

"Apa yang kalian bicarakan?" tanya Vincent bingung.

"Potter"

"Potter?" seru Scorpius dan Vincent bersamaan.

"Ya, Potter..."

"Jangan melibatkan diri dengan mereka, Sobat! Mereka membenci kita," kata Scorpius.

"Aku tahu..." kataku.

Aku sudah menyadari hal itu, namun wajah Bidadari akan selalu ada dalam pikiranku selamanya.


TAHUN KEDUA

Lily's POV

"James Brengsek! Apa yang kau lakukan pada Jonathan Corner?" aku berdiri di Aula Depan dan sedang menyudutkan James.

"Apa?" tanya James menantang.

"Kau memantrainya jadi... jadi..."

"Bisulan diseluruh tubuh," kata James.

"YA itu... mengapa kau melakukanya? Dia tidak melakukan apapun yang salah padamu, James."

"Tidak melakukan apapun yang salah? Dia mengajakku ke Hogsmeade, Lily... dan menurutku itu sangat salah."

"Dia cuma bercanda, James... Aku duabelas tahundan belum diijinkan ke Hogsmeade."

"Bercanda? Nah, aku tidak suka mendengar anak-anak bercanda tentangmu."

Aku mendelik pada James. "Rose, bantu aku!" aku memandang Rose yang sedang berdiri di sudut Aula bersama Al, Fred, Roxanne, Louis dan Hugo.

"Jangan bicara apapun, Rosie karena aku punya rencana lain untukmu!"

"Rencana apa, Jammy?" tanya Rose mendelik pada James. Dia benci dipanggil Rosie.

"Bilang padanya, Freddy?" tanya James melirik Fred.

"Tentu saja tidak, Jammy ini rencana rahasia," jawab Fred.

"Apa yang kalian rencanakan?"

"Tidak ada..." jawab mereka serempak seperti bernyanyi.

"Al?" seru Rose pada Al yang mendengus tertawa bersama yang lain.

"Mereka berencana memantrai William Finch-Fletchley," kata Al, menghindari pandangan James dan Fred.

"Awas kau, Al!"

"Mengapa mereka memantrai dia?" tanya Rose bingung.

"Dia mengatakan kamu cantik di koridor Mantra kemarin."

"Benarkah?" tanya Rose, matanya berbinar-binar senang.

"Benar!" kata James, "Dan sebentar lagi kami akan membuatnya bisulan seperti Jonathan Corner."

"JAMES... FRED, AWAS KALIAN!" seru Rose menyerbu ke arah Fred dan James. Fred dan James melarikan diri ke halaman dan Rose mengejar mereka. Al, Louis, Roxanne dan Hugo tertawa.

Aku memandang mereka sambil mendesah. Inilah kehidupan Hogwartsku. Selalu diawasi kakak-kakakku dan sepupuku. Kalau kau adalah perempuan dalam keluarga, semua laki-laki dalam keluarga akan mengawasimu, apapun yang kau lakukan. Bahkan hal-hal kecil seperti apa yang kau makan atau minum. Lebih parah lagi mereka akan menyihir siapa saja yang berani mengatakan kami cantik. Kalau ada yang mengajak kami kencan, entah apa yang akan mereka lakukan mungkin akan membunuh orang itu.

Molly, Lucy dan Dominique tidak diawasi dengan kentara. Paling tidak mereka tidak tahu kalau diawasi. Tetapi aku, Rose dan Roxanne merasa sangat tertekan dengan tingkah James, Fred, Louis, Al dan Hugo yang merasa wajib melindungi kami seakan kami tidak mampu berdiri dengan kaki kami sendiri.

Aku memandang kerumanan anak yang memandang kami di Aula Besar dan tertatap olehku mata abu-abu seseorang. Zabini. Aku tersenyum padanya. Dia mendengus dan membuang muka. Hei, aku hanya mencoba bersikap ramah! Terus begitu dan aku tidak akan tersenyum padamu lagi.

Alan's POV

Saat aku, Scorpius dan Vincent sedang menuju Aula Besar untuk makan siang, kami menyaksikan keributan di Aula Depan. Seperti biasa pembuat keributannya adalah James Potter dan Fred Weasley, tapi saat ini mereka ditemani Bidadari dan sepupu Weasley yang bertampang aneh, Rose Weasley.

Dari apa yang kudengar sesaat tadi mereka bertengkar tentang sesuatu yang ada hubungan dengan orang-orang yang mengatakan cantik pada cewek Weasley dan Lily Potter. Ya, ampun, inilah loyalitas keluarga Weasley/Potter! Tidak ada satupun yang lepas dari pandangan dan pendengaran mereka yang tajam. Apa yang terjadi kalau mereka tahu kalau aku memanggil 'Bidadari' pada cewek termuda Weasley/Potter. Bisa-bisa aku tidak akan melihat matahari besok.

Bidadari memberikan senyum cemerlangnya padaku. Dan aku seperti orang bodoh langsung membuang muka, tidak mampu menatap senyuman yang dapat menerangi seluruh Aula. Dia mungkin berpikir aku membencinya. Tidak, Bidadari, aku tidak membencimu. Aku hanya tidak mampu menatapmu berlama-lama tanpa mempermalukan diriku sendiri.

"Weasley/Potter, membuat keributan lagi!" kata Scorpius setelah kami tiba di Aula Besar.

"Kelihatannya Potter baru saja memantrai Jonathan Corner, yang hendak mengajak Lily Potter berkencan," kataku.

"Dia sinting? Cewek itu baru duabelas tahun!" kata Scorpius, "Kalau Weasley..."

"Weasley diajak kencan oleh William Finch-Fletchley."

"Anak Hufflepuff yang idiot itu?" tanya Scorpius.

"Benar!"

"Tapi ada juga yang menyukai si Aneh Weasley, ya? Cewek Banshee seperti itu harusnya dijauhi."

"Banyak yang bilang dia cantik," kata Vincent.

"Ya, kalau dibandingkan dengan cumi-cumi raksasa," kata Scorpius kejam.

Vincent mendengus.

Aku memandang meja Gryffindor dan melihat Bidadari sedang tertawa dengan sepupu Banshee. Aku menghela nafas, tidak apa-apa. Aku memang tidak bisa mendapatkannya, tapi aku punya foto-fotonya.


TAHUN KETIGA

Lily's POV

Aku sedang memandang cumi-cumi raksasa di danau ketika Rose mendatangiku dengan berlari kecil

"Lily!" serunya.

Aku tersenyum padanya.

"Mengapa kau tidak bilang padaku?"

"Apa?" tanyaku bingung.

"Quidditch Tryout, Lil! Aku dengar kamu adalah Chaser baru tim kami," kata Rose.

"Ya, Rose! Aku Chaser!"

"Lily! WOW! Hebat!"

Kami berpelukan dan tertawa bersama.

"Maafkan aku, aku tidak mengikuti Tryoutmu. Aku didetensi Longbottom semalam," kata Rose menyesal.

"Tidak apa-apa, Rose! Aku sudah menulis pada Mom dan Dad dan mereka senang."

"Aunt Ginny juga Chaser... pasti dia sangat bahagia dan..."

"ROSIE POSIE WOSIE!" terdengar teriakan keras di halaman, menghentikan kata-kata Rose.

"JAMES SIRIUS POTTER, SUDAH KUBILANG JANGAN MEMANGGILKU BEGITU!" Rose menjerit dan berlari mengejar James. Mereka berkejaran di halaman Hogwarts. Suara tawa James terdengar disela teriakkan anak-anak lain.

Aku memandang mereka menghilang ke arah kastil. Aku mengeluarkan buku Perjalanan Penyihir Buta ke Dunia Muggle karya Julia Christie dan mulai membacanya. Buku ini adalah milik Rose. Rose tidak tahu aku mengambil bukunya, aku akan menyimpannya diam-diam kalau sudah selesai membaca. Karena terlalu banyak buku yang dimilikinya, Rose sampai tidak tahu kalau ada bukunya yang hilang. Hugo dan aku sering mengambil buku Rose tanpa sepengetahuannya.

Aku sudah membaca sekitar lima halaman dari buku Rose, ketika aku menyadari aku tidak sendiri. Aku memandang Zabini yang sedang memegang kamera Muggle biasa dan memotret ke arahku.

"Jangan mengambil gambarku, Zabini!" kataku.

Zabini menurunkan kameranya. "Aku tidak mengambil gambarmu, Potter... aku mengambil gambar dibelakangmu."

Aku berbalik dan memandang hutan terlarang yang daun-daunnya bergururan berwarna coklat. Pemandangan jelek.

"Kau sedang membaca apa?" tanya Zabini memandang buku Rose.

"Buku petualangan... punya Rose."

"Apakah dia memang seperti itu?" tanya Zabini memandang kastil. Tempat Rose dan James menghilang.

"Siapa? Rose?"

"Ya... apakah dia selalu begitu?"

"Begitu bagaimana?"

"Berteriak seperti Banshee."

Banshee? Aku tertawa. Rose akan langsung membunuhku kalau aku memanggilnya Banshee. Aku masih tertawa ketika Zabini menatapku dengan penuh perhatian menyebabkan wajahku langsung merah.

"Hentikan!" kataku, canggung juga dipandangi seperti itu.

"Apa?"

"Jangan memandangku begitu."

"Mengapa?"

"Kau membuatku malu. Jadi hentikan!"

"Oh, maaf!" katanya menatap danau. "Bagaimana Tryout Gryffindor?"

"Aku Chaser baru tim," kataku dengan semangat. Senang juga bisa mengatakannya pada seseorang yang bukan keluarga.

"Selamat!" katanya tersenyum.

Baru kali ini aku melihatnya tersenyum. Senyumnya begitu indah dan membuat dia semakin tampan dan terlihat lebih bersahabat.

"Terima kasih," kataku malu.

Alan's POV

Merlin! Bidadari memang benar-benar cantik! Saat melihatnya tertawa aku tak mampu mengalihkan pandanganku darinya. Aku melupakan segalanya kecuali dia. Aku bahagia karena hari ini aku mendapatkan gambarmya yang sedang sendiri dan sebagai bonus, aku bica bicara dengannya.

"Untuk apa kamu membawa-bawa kamera Muggle?" tanya Bidadari memandang kameraku.

Kamera ini membuat aku tetap waras, Bidadari. Aku mungkin akan langsung melamarmu meskipun kau masih tigabelas tahun, jika tidak ada kamera bersamaku. Dengan kamera ini aku bisa cukup senang dengan hanya mengambil gambarmu.

"Untuk mengambil gambar Hogwarts dan sekitarnya," jawabku.

"Kau menyukai kastil ini?"

Aku menyukaimu, Bidadari, bukan kastil. Aku memandangnya lagi, mengagumi kecantikannya.

"Mengapa kau memandangku terus?" tanya Bidadari dengan muka merah.

"Aku suka memandangmu... kamu... err, cantik," kataku, langsung kaget sendiri. Mengapa aku bisa mengatakannya cantik. Bisa-bisa aku dibunuh James Potter.

"Terima kasih," kata Bidadari dengan wajah memerah sampai ke telingannya. "Mom juga cantik."

"Ya, aku dengar seperti itu. Semua cewek Weasley sangat cantik, kecuali Banshee."

"Jangan memanggil Rose begitu."

"Ayolah, kau juga berpikir begitukan?"

"Tidak! Aku tidak berpikir begitu." Kata Bidadari dengan nada suara yang berubah dingin.

"Ada apa denganmu? Tadi kamu tertawa waktu aku menyebutnya Banshee."

"Pertama kali memang bisa ditolerir, tapi aku tidak akan menerima kalau kau terus menyebutnya begitu."

"Banshee pasti senang punya sepupu yang begitu mencintainya!"

"Jangan memanggilnya Banshee, Zabini!" desis Bidadari marah.

"Alan..." aku memandangnya. Ya ampun, walaupun marah, Bidadari tetap terlihat sangat cantik.

"Apa?"

"Alan... panggil aku Alan!"

"Baik! Alan, kau dengar aku! Aku tidak akan terima kalau kau menyebut Rose, Banshee."

Suaranya ketika menyebut namaku adalah suara yang begitu merdu dan indah seperti irama musik klasik yang sering didengar Mom. Aku senang dia menyebut namaku. Aku menatapnya lagi dan tersenyum.

"Hai... hai, Alan?" Bidadari mengibaskan tangannya diwajahku.

"Apa?" tanyaku, mengerjapkan mata.

"Tadi kamu seperti terkena Wrackspurt!"

"Apa?" tanyaku lagi heran.

"Terkena Wrackspurt, Alan, karena itu otakmu kabur."

"Wrackspurt? Apa itu?"

"Aku juga tidak tahu, kau bisa bertanya pada Lorcan dan Lysander Scamander di Ravenclaw," kata Bidadari lalu tertawa.

Aku yang tidak ingin tahu tentang Wrackspurt tertawa bersamanya dengan bahagia.


TAHUN KEEMPAT

Alan's POV

Aku sedang berjalan di koridor Mantra ketika aku menangkap suara-suara di toilet anak laki-laki yang dekat koridor mantra. Aku memasuk kedalam untuk mendengar lebih jelas.

"Benar! Lily Potter... dia menyukaimu, Ken! Coba lihat caranya memandangmu," kata suara berat seorang anak.

"Benarkah?" kata suara anak yang bernama Ken, terdengar ragu. Suara ini adalah suara yang pernah aku dengar dibeberapa kelas yang aku ikuti. Bayangan seorang anak laki-laki bermuka pucat rambut dan mata coklat langsung muncul dipikiranku. Ken... Kenneth Davis. Itu dia.

"Lily Potter benar-benar cantik, Ken! Kalau kau menyukainya cobalah untuk mendekatinya. Aku yakin dia juga menyukaimu."

"Aku tidak yakin... dia banyak cowok yang menyukainya. Aku dengar dia sedang dekat dengan Jonathan Corner," kata Davis.

Jonathan Corner? Aku mendengus. Anak Hufflepuff yang idiot itu? Tidak mungkin Bidadari menyukainya.

"Itu cuma gosip. Menurut yang aku dengar dia sedang menyukai seseorang dan itu kamu, Ken," kata suara pertama.

"Benarkah?"

"Benar! Kamu juga sudah lama menyukainya... ayo! Tunggu apa lagi, nanti dia direbut cowok lain."

"Lalu bagaimana kalau James Potter dan Fred Weasleymenyerang aku? Mereka itu benar-benar mengerikan."

"Tidak ada yang perlu ditakutkan dengan mereka... Lily Potter pasti akan membelamu."

"Baiklah! Aku akan mencoba mendekatinya," kata Davis.

Aku menunggu mereka keluar lalu mendekati Davis dan temannya yang berhidung besar.

"Davis!" kataku dengan suara dingin. Aku tidak ingin dia mendekati Bidadari.

"Zabini!"

"Jangan dekati Lily Potter kalau kau ingin hidungmu tetap pada tempatnya," kataku mengancam. Kami Sytherin memang bicara seperti ini.

"Apa masalahmu, Zabini?" tanya Davis.

"Lily Potter milikku."

"Apa? Apakah telingaku mendengar dengan benar? Atau aku baru saja mendengar kau mengatakan Lily Potter milikmu? Potter bukan milik siapa-siapa, Zabini."

"Aku duluan yang menyukainya... dan aku tak akan membiarkan orang lain mendekatinya."

"Kau melarangku mendekatinya dan menganggap Potter milikmu karena kau menyukainya duluan? Pendapat yang aneh, Zabini."

"Menurutku itu tidak aneh... aku memang merasa seperti itu."

"Dengar Zabini, aku tidak takut pada ancaman apapun darimu. Aku akan tetap mendekatinya... dan kalau kau juga ingin mendekatinya, dekati saja... aku tidak takut dengan sedikit tantangan. Aku yakin Lily Potter pasti akan memilihku, karena, akan aku ingatkan kalau kau lupa, Zabini... kau Slytherin. Slytherin dan Gryffindor tidak akan bisa bersama."

"Kau... kau..."

"Apa? Kehilangan kata-kata, Zabini? Nah, kita bisa memulai kompetisi kita dari sekarang. Yang kalah harus bisa menerima kekalahan karena aku tidak ingin ada yang menyerangku di koridor. Mengerti, Zabini?"

Aku mendengus dan menatapnya dengan marah. Orang Brengsek ini benar-benar keterlaluan!

"Permisi, Zabini, aku harus mempersiapkan diri untuk memenangkan kompetisi kecil kita!" katanya, lewat di dekatku sambil tertawa bersama temannya.

Lily's POV

Aku berjalan menyusuri koridor perpustakaan yang remang-remang oleh cahaya bulan. Tidak ada Prefect atau Ketua Murid yang berpatroli di koridor ini. Setidaknya aku bisa ditemani kalau ada mereka. Suara langkah kakiku terdengar menggema di koridor, tapi seperti ada suara langkah kaki lain yang menggema dibelakangku. Aku menoleh ke belakang, tapi tidak ada orang. Beginilah kastil Hogwarts pada malam hari, penuh dengan bunyi-bunyi yang menyeramkan. Harusnya tadi aku membiarkan Hugo menemaniku.

Aku mempercepat langkah kakiku dan tersentak ketika sebuah tangan telah ada di tanganku. Brengsek! Siapa ini berani menyentuhku? Aku berbalik dan bertatapan dengan mata abu-abu.

"Oh, Hai, Alan, kau membuatku ketakutan."

"Maaf!" katanya.

Aku memandangnya. Mengapa dia mencegatku di koridor malam-malam begini?

"Dari perpustakaan?" tanya Alan, memandang keliling.

"Ya, ada apa, Alan? kau kelihatan aneh."

Alan memandangku. Mata abu-abunya berkabut, dia marah. Tapi apa salahku?

"Apakah kau jadian dengan Jonathan Corner?" tanya Alan.

"Tidak... siapa yang menyampaikan hal aneh seperti itu?"

"Lalu apakah kau menyukai Kenneth Davis?"

"Eh..." Kenneth Davis adalah cowok tampan tentu banyak cewek Hogwarts yang menyukainya. Sebenarnya aku suka, tapi suka bukan berarti ingin jadian dengannya.

"Jawab aku!" kata Alan dengan suara tinggi.

"Eh... Ken memang tampan... aku suka melihat wajahnya..."

Alan menatapku kemudian mundur menjauh.

"Hei!"

"Bagus kalau begitu... Davis juga sepertinya menyukaimu... kau mungkin akan bahagia dan senang bersamanya," kata Alan dengan suara kecil yang sedih.

"Tidak! aku... maksudku aku dan Davis tidak..." aku tidak tahu harus berkata apa. Aku bingung ada sesuatu yang tidak kumengerti.

Dia mendekatiku dan menciumku. Ciuman pertama yang indah dan sedih. Aku tidak mengerti, tapi ini benar-benar membuatku ingin menangis.

"Selamat tinggal, Bidadari!"

Apa? Jangan! Bukan seperti ini! ku mohon! Aku harus mengatakan sesuatu. Apa yang harus kukatakan.

"ZABINI! BERANI-BERANINYA KAU MENYENTUH ADIKKU!" teriak sebuah suara keras membelah malam.

Dan James dengan tinjunya langsung meninju Alan, membuatnya terjatuh di lantai koridor.

"JAMES! JANGAN!" aku mendekati Alan, tapi James menarikku menjauhi Alan.

"Aku sudah pernah memperingatkanmu, Zabini... jangan mendekati adikku kalau kau tidak ingin hidupmu seperti di neraka." Kata James, lalu menyeretku menyusuri koridor.

"Lepaskan aku, James!" kataku menghentakkan tanganku.

James memandangku. "Apa dia memaksamu?"

"Tidak..." kataku, berjalan meninggalkan James.

"Lily, ada apa? Harusnya kau berterima kasih karena aku menyelamatkanmu dari orang brengsek itu."

"Alan bukan orang brengsek"

"Alan? Alan? Sejak kapan kau memanggilnya dengan nama kecil?"

"Sejak kami berteman..."

"Apa? Aku tidak tahu kau berteman dengannya."

"Tinggalkan aku James! Aku ingin berpikir, ada sesuatu yang membuatku sangat sedih," kataku memandang ujung koridor yang kosong.

"Si Brengsek itu membuatmu sedih?"

"Tidak! Bukan itu... dia... dia mengucapkan selamat tinggal dan aku sedih," kataku bingung.

James menatapku. "Kau tidak ingin dia mengucapkan selamat tinggal?"

"Ya, seperti itu... aku merasa dia tidak akan bicara denganku lagi selamanya dan aku sedih," kataku memandang James.

"Kau menyukai Zabini, Lily?"

"Tidak... aku... aku..."

Aku empatbelas tahun, aku belum begitu mengerti hal-hal yang berhubungan dengan perasaan. Aku tidak tahu, aku ingin menangis... segalanya berputar begitu cepat dan semuanya seolah berlalu meninggalkanku.

"Ingat Lil... tadi itu baru aku, masih ada Fred, Louis, Al, Hugo, Rose, Dominique, Lucy, Molly, Roxanne, Victoire dan Teddy... juga Dad, Uncle Ron dan Uncle George... suruh dia berhati-hati," kata James, lalu berjalan cepat meninggalkanku dengan perasaan yang lebih bingung.


TAHUN KELIMA

Lily's POV

Pernahkah sesuatu yang seharusnya biasa membuatmu sangat sedih, membuatmu ingin menangis, membuat dunia disekitarmu berubah dari tawa menjadi airmata? Aku mengalaminya sekarang. Aku duduk di perpustakaan memandang ke meja sebelahku dan melihat Alan sedang berciuman mesra dengan Arlena Deverill, cewek Ravenclaw yang cantik dan sexy.

Aku tidak mungkin berbuat sesuatu. Dia bukan siapa-siapaku. Kami berciuman tahun lalu, tapi mungkin cuma ciuman bagi Alan. Dia bahkan tidak memandangku lagi setelah itu. Semuanya seolah-olah mimpi indah sesaat dan aku sudah terbangun dan menyadari, aku mungkin hanya bisa bersamanya di dalam mimpi.

"Lil, kau baik-baik saja?" tanya Hugo.

"Aku baik-baik saja, Hugs... cuma merasa terganggu dengan Zabini dan pacarnya," jawabku, kembali memandang PR Herbologi-ku.

"Biarkan saja mereka, Lil!" kata Hugo. "Sebentar lagi mereka akan diusir oleh Madam Marshall."

Aku memandang perkamenku dan berpikir bahwa kita memang tidak akan selalu mendapatkan apa yang kita inginkan.


Review please!

Tahun kelima ini adalah sebagian dari ROSE WEASLEY DAN IRIS ZABINI ch 2.

Riwa Rambu