Tittle : Perfect Affection

Author : Yundol aka Lunn

Cast : Jung Yunho, Kim Jaejoong, Shim Changmin, Kim Junsu, Park Yoochun, Tiffany Hwang and others

Rated : T

Genre : Drama, Romance, Family, Mpreg, OOC, Slightly Straight.

Desclaimer : They're belongs to themselves and God. I own nothing but this FF is mine.

Warning! : Boys Love, cerita pasaran, alur amburadul, membosankan, pemilihan kata yang kurang tepat and abal.

Ini adalah FF pertama saya di FFN. Jika ada kesamaan cerita itu adalah murni ketidak sengajaan, but FF ini aslimilik saya hehe. Karena saya masih newbie yang dlm tahap belajar dan masih ada banyaknya kekurangan, mohon kritik dan saran yg membangun. No bashing.

Summary : Kim Jaejoong mengalami koma selama 5 tahun karena sebuah kecelakaan. Selama itu pula bocah manis bernama Kim Changmin merindukan sosok Umma yang belum pernah melihat wajahnya sejak ia dilahirkan. Lantas siapakah sosok yang seharusnya ia panggil Appa?


Perfect Affection

Yundol aka Lunn

.

Chapter 1

.

.

.

Tuhan…aku mohon sembuhkanlah umma. Aku janji akan jadi anak baik asal umma bisa sembuh. Aku mohon…

Seorang bocah laki-laki berwajah bulat manis tengah duduk bersimpuh di sisi ranjang di dalam sebuah kamar yang cukup luas. Matanya terpejam, kedua tangan mungilnya saling bertautan di tengah kesunyian malam. Tanpa suara ia seolah mencurahkan segala isi hati, harapan, dan permohonan yang selama ini selalu ia panjatkan. Setiap hari, setiap malam.

Harapan dan permohonan yang sama, secara kontinyu selama 5 tahun hidupnya. Bahkan sejak ia menginjak tahun pertama usianya, atau bahkan mungkin sejak ia lahir di dunia fana ini 5 tahun yang lalu.

Entahlah. Ia bahkan tak mengingat dan tak peduli sejak kapan harapan terpenting di dalam hidupnya itu muncul. Secara alami dan naluri mungkin.

"Changminnie kau belum tidur?". Sebuah suara memecah keheningan malam yang diciptakan bocah.

Wanita paruh baya berwajah cantik –meski tersamarkan oleh usianya yang tak lagi muda- tengah berdiri di ambang pintu berwarna biru. Terlihat sebuah tulisan tangan yang berantakan disana. 'Changminnie's room ^^'.

Tersenyum lembut melihat bocah manis kesayangannya hanya menggeleng kecil tanpa menghentikan kegiatan rutinnya.

"Sudah larut, cepat tidur. Besok pagi kau harus pergi ke sekolah bukan?". Ia mendekat, mengulurkan tangan untuk mengusap lembut rambut bocah yang masih bersimpuh dengan mata terpejamnya.

"Ye halmoni, sebental". Lagi. Bocah laki-laki bernama Kim Changmin masih tetap pada posisinya. Tangan mungilnya pun masih bertautan.

Si nenek tertawa kecil. Lihatlah, pintar sekali cucu tunggalnya ini. Selalu menyempatkan diri untuk berdoa setiap malam sebelum tidur. Berdoa untuk orang yang paling dikasihinya. Berdoa untuk orang yang bahkan belum pernah melihat wajah manisnya sejak ia mengirup udara kehidupannya.

Wanita ini pun tersenyum sedih.

Ekor matanya melirik sebuah foto yang ada di atas meja nakas. Terletak tepat di sisi kanan ranjang. Seorang pria berwajah tampan sekaligus manis tersenyum malu-malu dibalik bunga tulip putih yang dipegangnya. Foto yang diambil pada musim semi beberapa tahun lalu. Sebuah taman kecil yang ditumbuhi berbagai bunga warna-warni sebagai latar belakangnya. Taman kecil di belakang rumah mereka.

Wanita itu menghela napas berat. Merasa sesak saat manik matanya menatap priayang ada di dalam pigura berwarna coklat muda itu. Pria yang mewarisi wajah cantiknya dan memiliki sifat lembut seperti suaminya. Pria yang begitu ia rindukan…

.

.

.

"Umma" panggil seorang pria manis –atau cantik?- pada Kim Heechul. Wanita paruh baya yang sedang asyik merangkai bunga aster di halaman belakang rumah besar mereka. Menghadap pada sebuah taman kecil yang ditumbuhi berbagai macam bunga.

Kim Heechul menoleh. Tersenyum kecil mendapati si putra sulung berdiri dengan jarak 3 meter darinya.

"Jaejoongie kemarilah nak" suruhnya sambil melambaikan tangan.

Pria manis yang dipanggil itu berjalan mendekat, memeluk punggung sang ibu dari belakang dan meletakkan dagunya pada bahu kecil wanita yang kini sibuk dengan asternya lagi. Kim Heechul tersenyum tipis.

"Aster?" Tanya pria manis bernama Kim Jaejoong sambil melirik bunga yang telah mengisi vas kesayangan sang umma.

Kim Heechul mengangguk kecil. Senyum manis tak kunjung raib dari wajah cantiknya.

"Sama seperti umma" tambah Jaejoong. Kim Heechul menoleh, mengerutkan kening.

"Cinta, keindahan, kecantikan dan kesabaran. Umma cheoreom. Cantik, sabar, dan penuh cinta" sahut Jaejoong seolah menyadari ketidak mengertian Heechul.

Senyum Kim Heechul kian mengembang. Tangan kirinya mengusap lembut pipi Jaejoong. Menyalurkan perasaan cintanya melalui sentuhan kecil itu. Namun sedetik kemudian senyum itu tergantikan oleh ekspresi terkejut saat mendapati sang adeul sudah menyodorkan setangkai bunga tulip putih yang entah sejak kapan di bawanya.

"Hm apa ini?" tanya Heechul sambil sedikit memutar tubuhnya sehingga berhadapan langsung dengan putranya.

"Bunga tulip berarti kasih sayang sempurna"

Heecul memutar bola matanya. "Chagi, kau pikir umma tidak tahu? Permintaan maaf apa lagi sekarang hm?"

Sang putra tergelak lalu mengambil duduk di depan umma-nya. "Aku tidak melakukan apapun" katanya sembari mengedikkan bahu. Diikuti sebuah gelengan kecil serta memasang wajah polos lucu.

"Kau selalu memberiku tulip putih saat kau melakukan kesalahan" Heechul meraih bunga tulip putih yang masih dipegang oleh putranya. Serta menatap Jaejoong dengan tatapan menyelidik.

Pria itu tertawa kecil sembari menutup mulut dengan punggung tangannya. Lalu ia meraih tangan Heechul yang bebas dan menggenggamnya dengan hangat.

"Aniyo. Amutu"

"Geotjimal!" sahut Heechul cepat.

"Aish! Arasseo aku memang melakukan kesalahan" Jaejoong mendesah. Tangan kirinya menggaruk belakang kepala yang tak gatal.

Heechul menatap putranya dengan tatapan was-was. Ia sudah hafal betul dengan sifat putra bungsu yang memiliki wajah cantik seperti dirinya ini. Kim Jaejoong adalah putranya dan suaminya, Kim Hangeng. Ia adalah sosok yang ceroboh dan karena kecerobohannya itu tak jarang ia melakukan kesalahan. Akan tetapi dibalik itu ia juga pribadi yang hangat dan penuh kasih. Sudah menjadi kebiasaannya memberi bunga tulip putih pada orang yang telah ia kecewakan, sebagai bentuk permintaan maaf.

"Aku—aku tak sengaja memecahkan cermin kesayangan umma" kata Jaejoong lirih seolah berbisik pada dirinya sendiri sambil memainkan jemari Heechul yang masih digenggamnya.

"Oh cermin—"

"MWO? CERMIN?!" seolah tersadar akan barang yang dimaksud Jaejoong, Kim Heechul sontak berdiri. Melepaskan tautan tangan mereka berdua.

Menyadari hormon sang umma yang menaik drastis tentu saja membuat pria bermata besar bening ini memilih satu-satunya jalan keluar yang paling efektif untuk saat ini. Kabur.

Tersadar kalau sang adeul sudah berlari menjauhinya, Heechul pun berlari mengejar sembari menunjuk Jaejoong dengan setangkai tulip putih yang masih digenggamnya.

"Ya Kim Jaejoong! Neo paboya! Itu cermin pemberian appa-mu dari Paris!" teriakan Heechul pun menggema keseluruh penjuru rumah besar keluarga Kim sore itu.

.

.

.

"—ni halmoni!"

Wanita itu tersentak. Kilasan memori beberapa tahun silam itu seketika buyar saat mendengar suara Changmin memanggilnya, menarik dirinya untuk kembali ke dunia nyata. Ah, ia melamun. Ia bahkan tak tahu sejak kapan bocah dengan tinggi sepinggangnya itu sudah berdiri menghadapnya. Jemari mungilnya menarik kecil ujung piyama coklat muda miliknya. Tampaknya ia telah menyelesaikan kegiatannya.

"Halmoni kenapa?" Changmin mendongak, menatap heran nenek yang tak merespon panggilan sedari tadi.

"Ah ani, aku hanya teringat sesuatu. Apakah jagoan kecil halmoni ini sudah menggosok gigi eum?".

Wanita berusia hampir setengah abad itu membungkuk, mencoba mensejajarkan tinggi badan dengan cucunya.

Changmin mengangguk cepat. Tanpa diperintah, ia memperlihatkan sederetan gigi putihnya yang rapi. Menandakan bahwa ia telah menggosok gigi dengan benar.

"Pintar! Jja sekarang tidurlah". Wanita itu menuntun Changmin pada ranjang medium dengan bed cover bergambar Pororo. Tokoh kartun penguin kecil berkacamata kuning favoritnya.

"Jaljayo Minnie ah".

Sebuah kecupan kecil mendarat di kening Changmin. Bocah itu mengangguk dan memejamkan mata setelah merapatkan selimutnya. Ia tersenyum saat merasakan tepukan lembut halmoni di dadanya. Tepukan yang mampu menuntunnya terbang ke dunia mimpi. Dunia dimana ia bisa bertemu dengan sosok yang paling ia kasihi.

Umma.

.

.

.

"Ummaaa! Ummaaa aku pulang!" terdengar suara teriakan nyaring Changmin menggema ke seluruh sudut ruangan rumah. Kaki kecilnya berlari lincah menuju sebuah kamar yang terletak di sisi ruang keluarga.

Sedikit kesusahan, ia mendorong pintu coklat di depannya. Tersenyum lebar saat manik mata kecoklatannya menangkap sosok yang terbaring di atas ranjang. Berbagai macam alat yang Changmin tak ketahui namanya berada di sana. Mengelilingi tubuh ringkih sosok yang terpejam itu. Changmin hanya tahu jika peralatan yang memenuhi kamar itu adalah milik rumah sakit. Yea, peralatan medis tepatnya.

Sebenarnya Changmin benci segala sesuatu yang berkaitan dengan rumah sakit, karena menurutnya rumah sakit selalu memberi kesan yang menyeramkan. Tapi tidak untuk tempat ini. Meski di sana terdapat berbagai macam peralatan medis, tapi kenyataan bahwa tempat ini berada di rumahnya sendiri tentu membuat bocah itu sedikit merasa nyaman. Ia tak perlu takut, karena ada halmoni, haraboji, dan umma yang akan menjaganya.

Bocah itu mengulas senyum manis. Yea, sosok yang sedang terbaring di sana adalah umma-nya. Orang yang telah mengandung dan melahirkannya. Orang yang telah memejamkan matanya sejak 5 tahun yang lalu setelah mengalami kecelakaan mobil saat usia kandungannya 8 bulan. Sosok yang menempati bingkai foto di atas meja nakas di kamarnya. Pria tampan sekaligus manis yang tengah tersenyum malu dibalik bunga tulip putih yang ia pegang. Kim Jaejoong.

.

.

.

Kenyataan bahwa dirinya memiliki seorang umma pria, semula membuat Changmin bingung. Sejak tahun pertamanya memasuki taman kanak-kanak, Changmin mulai penasaran kenapa umma-nya berbeda dengan umma teman-teman sekolahnya? Sejak kecil, yang ia tahu hanyalah ibu yang mengandung dan melahirkannya adalah sosok yang terpejam itu.

Umma berbeda, karena dia istimewa

Begitu kata halmoni. Dan hanya itu yang ia tahu.

Ia pun tak mempermasalahkannya. Hey wajar bukan? bocah itu masih 5 tahun, tentu ia tak tahu apapun mengenai male pregnant. Baginya mengetahui bahwa umma adalah sosok yang istimewa saja itu sudah cukup dan membuatnya bangga menjadi anak dari umma.

Akan tetapi sebuah pertanyaan lain pun muncul diotaknya. Appa.

Jika teman-teman sekolahnya memiliki umma dan juga appa, lantas apakah ia juga memiliki seorang appa? Tapi dimana appa-nya sekarang? Seperti apa wajah appa? Dan kenapa appa-nya tidak menemani umma selama ini? Setahunya setiap ada umma pasti ada appa. Seperti halmoni dan juga haraboji yang selalu bersama-sama. Bukankah halmoni dan haraboji adalah bumonim dari umma-nya? Sedikitnya ia masih merasa penasaran sampai sekarang kira-kira seperti apa wajah appa-nya? Tampan kah?

Appa Changminnie ada di tempat yang sangat jauh

Lagi. Halmoni menjawab pertanyaannya saat ia masih sangat kecil dulu.

Tempat yang jauh? Dimana?

"Changminnie!"

Terdengar sebuah suara teriakan nyaring. Membuat Changmin yang sedang asyik berbaring di sisi ummanya menoleh pada pintu kamar yang masih tertutup. Dalam hati Changmin dapat menebak siapa pemilik suara nyaring tersebut. Mengingatkannya pada seekor lumba-lumba yang pernah ia lihat saat haraboji-nya mengajak melihat pertunjukan lumba-lumba.

Klek

"Changmin ah!"

Pintu berwarna coklat tua itu pun terbuka. Menampakkan seorang pria berwajah kekanak-kanakan yang memakai kemeja putih dengan 2 kancing teratasnya dibiarkan terbuka. Terlihat sebuah jas berwarna dark grey tersampir manis pada lengan kanannya. Pria itu tersenyum saat manik matanya menangkap sosok bocah yang berbaring di sisi Jaejoong. Kakaknya.

"Junchaaan!"

Changmin melompat dari ranjang. Dalam hitungan detik Changmin menabrakkan tubuh mungilnya pada pria yang dipanggilnya Junchan itu. Kedua tangannya memeluk pinggang si namja dengan erat.

"Ya! Panggil aku Junsu samchon!"

"Shilo!"

"Tapi aku lebih tua darimu! Terlebih aku pamanmu!"

"Shilo! Shilo! Shilooo!" kekeuh Changmin sambil menggelengkan kepalanya berkali-kali. Mengeratkan pelukannya di pinggang Kim Junsu. Pamannya. Adik dari umma.

"Aish dasar kau!" sungut Junsu. Tangan kirinya mengacak rambut tebal Changmin dengan gemas.

Kim Junsu adalah putra kedua pasangan Kim Hangeng dan Kim Heechul, namdongsaeng Kim Jaejoong. Namja berusia 24 tahun –2 tahun lebih muda dari hyungnya- ini begitu menyayangi keponakannya, Kim Changmin.

"Kau dali mana? Kenapa balu pulang?" Changmin bertanya sembari mendongak. Menatap Junsu yang masih asyik mengacak rambutnya.

Kim Junsu merendahkan tubuhnya. Mencoba mensejajarkan tingginya dengan tinggi Changmin, kemudian meletakkan jasnya begitu saja di lantai. Mata kecilnya menatap lembut cucu tunggal keluarga Kim di depannya itu.

"Kemarin aku harus pergi ke Jeju. Haraboji menyuruhku untuk menghadiri rapat di hotel kita. Mian"

"Ung!" Changmin mengangguk kecil. Mata bulatnya berkedip-kedip lucu. Membuat Junsu semakin gemas dan mencubit pipinya.

Dengan sekali sentakan bocah berusia 5 tahun itu kini sudah ada di dalam gendongan Junsu. Ia bangkit dari posisinya setelah berhasil meraih jas yang ia geletakkan di lantai. Kemudian ia melangkah mendekati sofa panjang yang ada di sudut kamar. Menjatuhkan dirinya pada sofa warna putih gading disitu dan mendudukkan Changmin di sebelahnya.

"Bagaimana sekolahmu hari ini? Menyenangkan?" Junsu membuka pembicaraan setelah meletakkan jasnya pada lengan sofa. Lalu memijit bahu dan lengannya perlahan. Merasa begitu lelah setelah melakukan perjalanan beberapa jam dari Jeju. Mengingat ia baru saja sampai rumah dan langsung mencari keponakan manisnya ini tanpa istirahat terlebih dulu.

"Eoh! Tadi Kyuhyunnie menangis"

"Menangis? Waeyo?"

"Kotak bekalnya aku ambil dan aku habiskan semua sosisnya"

"Ya! Mana boleh begitu? Kasihan dia tak makan apapun jika bekalnya kau habiskan!"

"Bial dia tahu lasa. Siapa suluh main peluk-pelukan sama Jonghyunie?" Changmin meraih mobil-mobilan miliknya dari atas meja kecil yang terletak di samping sofa. Tak lupa mengerucutkan bibirnya kesal saat menceritakan tentang kedua temannya.

"Oho kau cemburu eoh?" Junsu menghentikan pijatannya dan memicingkan mata. Menatap Changmin dengan tatapan menyelidik sekaligus menggoda. Ia tahu tentang kedua teman Changmin tadi. Kyuhyun dan Jonghyun. Mereka berdua adalah teman terdekat Changmin dan hampir setiap hari Changmin bercerita tentang mereka saat di sekolah.

Tanpa menoleh Changmin menjawab, "Ani".

"Hm jadi kau benar-benar cemburu pada Jonghyun?"

"Aniya!"

"Ah arasseo kau menyukai Kyuhyun" Changmin menoleh cepat. Mengalihkan tatapannya dari mobil-mobilan yang ia pegang pada Junsu. Mata bulatnya melotot lucu.

"Iya kan?"

"Aniyaaaa!" Changmin menjerit kencang. Dan entah mengapa semburat pink nampak muncul di kedua pipi tembamnya. Dengan kesal Changmin pun melemparkan mobil-mobilannya lalu menarik rambut coklat Junsu keras-keras dan brutal. Tak mempedulikan teriakan kesakitan Junsu yang berusaha menarik kedua tangan mungilnya dari kepala Junsu.

"YA! YA! APPO! AISH UMMAAA!"

.

.

Perfect Affection

.

.

"Jung Yunho!"

Seorang pria berbibir tebal nampak berlari-lari kecil. Menghampiri sosok pria bertubuh tinggi tegap yang hendak memasuki lift.

Merasa namanya dipanggil, pria tinggi itu pun menoleh ke asal suara. Mata musangnya menangkap seorang pria bibir tebal yang kini berada dihadapannya dengan napas tersengal.

"Yoochun ah wae gurae?" Tanya Jung Yunho -pria tinggi bermata musang- kepada sahabatnya. Park Yoochun.

"Kau akan makan siang kan? Aku ikut" jawab Yoochun sembari tersenyum lebar disela-sela napasnya yang masih tak beraturan.

Jung Yunho memutar bola matanya. Sebal.

"Ku pikir ada hal penting yang akan kau sampaikan" gerutunya. Kaki panjangnya melangkah memasuki lift yang masih terbuka.

Yoochun terkekeh sembari menyusul sahabat sekaligus atasannya itu memasuki lift yang membawa mereka ke basement.

Jung Yunho. Seorang Executive Vice President dari sebuah perusahaan periklanan terbesar dan terkemuka di Seoul, Jung Worldwide Inc. Lelaki tampan dan mapan diusia yang terbilang masih muda, 27 tahun. Pria workaholic berstatus single selama hampir 5 tahun.

Hey bukan berarti ia tak laku, tentu saja bukan. Wanita mana yang tak ingin menjadi pasangan pria tampan ini? Hampir semua wanita yang mengenalnya ingin merebut hati sang Eksekutif , tetapi mereka hanya bisa menggigit jari karena sifat picky dari seorang Jung Yunho. Yea Yunho adalah pria yang selektif. Amat sangat selektif. Tak hanya mengenai pekerjaan, ia pun selektif dalam memilih pasangan. Wajar bukan selama 5 tahun menyandang status single?

Ia menyukai seseorang yang memiliki mata besar bening dengan hidung ramping dan bibir penuh. Memiliki tubuh proporsional dengan kulit putih dan halus. Seseorang yang berkepribadian hangat yang suka memperhatikan hal-hal kecil. Dan oh! yang terpenting harus pandai memasak.

Well, selera tinggi eoh Yunho ssi?

Ialah Park Yoochun seorang pria tampan berbibir tebal dan bersuara husky berusia 27 tahun, ia lebih muda beberapa bulan dari Yunho. Ia adalah sahabat Jung Yunho sejak kecil. Mereka bertemu pada saat usia mereka masih 10 tahun di sebuah lapangan basket kecil yang ada di sebuah taman dekat rumah mereka. Memiliki hobi yang sama dan sering bertemu di tempat yang sama inilah membuat mereka dekat dan bersahabat.

Pria yang menduduki jabatan Managing Director ini memiliki sifat yang bertolak belakang dengan sahabatnya. Jika Yunho terkenal sebagai pria yang dingin, Yoochun adalah sosok yang hangat.

Tapi hey! Bukan berarti Yunho bukan pribadi yang hangat, tentu saja bukan. Hanya saja yang berbeda disini adalah, sifat Yoochun yang kelewat hangat dan ramah pada err…wanita. Ah bukan! Semua wanita tepatnya. Yea s.e.m.u.a w.a.n.i.t.a

Dengan kata lain, Park Yoochun ini cassanova, playboy, player. Dan play play yang lain.

.

.

.

"Karena aku sudah memenangkan tender, makan siang hari ini kau yang harus membayar hyung" kata Yoochun sembari sibuk memotong steaknya.

Kini dua sahabat itu tengah berada di sebuah restoran di daerah Hongdae. Restoran yang sering mereka kunjungi di saat jam makan siang seperti ini.

Yunho meraih gelas air dan meneguknya sedikit. Meraih sapu tangan putih yang berada di sisi kanan tangannya dan mengusap sudut bibirnya yang sedikit terkena saus steak yang ia makan.

"Naega wae?" tanyanya.

"Hyung bukankah kau yang menyuruhku untuk memenangkan tender itu?" jawab Yoochun yang kini memasang wajah sendu yang dibuat-buat.

"Cih melihat wajahmu merusak nafsu makanku" sungut Yunho kesal dengan membanting sapu tangannya.

Yoochun terkekeh dan kembali melanjutkan konsentrasi pada steak di depannya.

"Kau sudah mendapatkan model yang cocok untuk proyek baru kita?" Yunho bertanya sambil menautkan jari-jarinya di atas meja. Memperhatikan Yoochun yang sibuk 'menggarap' steaknya.

"Sudah. Kenapa? Kau ada calon lain?" Yoochun menghentikan aktifitasnya, lalu meraih gelas air di sampingnya. Meneguk sedikit isinya.

"Siapa?"

"Siapa?"

"Yea siapa?"

"Apanya yang siapa?"

"Aish! Orang yang kau pilih sebagai model iklan kita!" sungut Yunho. Kesal dengan pembicaraan yang tiba-tiba tak terarah.

"Oh Tiffany Hwang" jawab Yoochun pendek. Matanya menyapu sekeliling restoran yang tak begitu ramai. Mungkin beberapa pengunjungnya sudah pergi, mengingat saat mereka berdua memasuki restoran bergaya minimalis itu masih cukup ramai.

Kedua alis Yunho bertemu. Merasa sedikit asing dengan sebuah nama yang Yoochun sebutkan tadi. "Tiffany Hwang?"

"Yea penyanyi cantik yang tengah naik daun itu"

Yunho terdiam. Seolah mencoba mengingat nama-nama penyanyi wanita di Korea yang ia tahu. 'Tiffany Hwang?' batinnya.

Menyadari raut wajah Yunho yang tampak sibuk berpikir membuat Yoochun jengah. Ia tahu sahabatnya ini memang tak begitu pandai mengingat nama-nama artis maupun penyanyi Korea. Padahal perusahaannya seringkali mengontrak artis-artis terkenal. Menurut Yoochun, Jung Yunho hanya mengingat hal menurutnya penting saja. Seperti nama rekan bisnis, nama proyek yang menguntungkan perusahaan, dan nama bank yang menampung pundi-pundi uangnya. Geez!

"Demi Tuhan aku bahkan pernah memergokimu mendengarkan Because It's You miliknya di mobilmu dan berkali-kali kau memuji suara merdunya sajangnim" ejek Yoochun dengan menambahkan panggilan formal untuk sahabatnya ketika mereka sedang bekerja.

"Ah dia"

"Eoh cantik kan?" Yoochun menyandarkan tubuhnya pada meja. Sedikit mendekat pada sahabat yang tengah duduk di depannya.

Yunho mengedikkan bahunya. "Molla" jawab Yunho singkat, lalu melambaikan tangan pada pelayan yang berdiri tak jauh dari tempat duduknya.

Yoochun masih menatap gerak-gerik Yunho yang tengah mengeluarkan dompetnya setelah si pelayan mendekat dan menunjukkan bill mereka. Menunggu jawaban lain dari Yunho yang lebih memuaskan.

Setelah menyodorkan credit card kepada pelayan, Yunho kembali memandang Yoochun yang sedari tadi masih setia menatapnya. Seolah ia tahu bahwa sahabatnya itu tak puas dengan jawabannya.

"Aku hanya mendengarkan suaranya, mana ku tahu ia cantik atau tidak"

"Kau belum pernah melihatnya? Di televisi?"

"Waktuku hanya ku habiskan untuk bekerja. Aku tak ingat kapan terakhir kali aku menonton pertelevisian Korea" jawab Yunho sarkatis.

"Yea kau hanya menonton iklan buatan perusahaanmu saja" celetuk Yoochun sambil memutar bola matanya. Sedangkan Yunho hanya tersenyum tipis menanggapinya.

"Setelah jam makan siang ini dia akan ke kantor. Kau tertarik untuk berkenalan dengannya?"

"Untuk apa?"

"Hey jangan terlalu kaku hyung! Mungkin saja kau akan tertarik padanya. Ia wanita yang cantik. Aku jamin kau pasti suka"

"Kalau ia cantik, kenapa tak kau kencani saja?"

"Aish dia lebih cocok denganmu. Kalian memiliki banyak kesamaan. You two" Yoochun menunjukkan jari telunjuk dan jari tengahnya. Menggoyangkannya di depan wajah Yunho dengan antusias.

"Tapi aku tak tertarik"

"Oh come on hyung! Aku sudah bosan melihatmu sendiri selama 5 tahun ini. Kau seperti bujang lapuk yang tak laku kau tahu?"

Lagi. Yunho hanya tersenyum tipis tanpa ada niatan untuk menanggapi perkataan Yoochun. Ia lebih memilih memperhatikan jalanan Hongdae yang masih ramai meskipun gerimis melalui kaca restoran. Terlihat beberapa kendaraan dan pejalan kaki berlalu lalang di tengah cuaca yang cukup dingin. Mendekati musim semi.

"Atau mungkin selama ini kau mengharapkan seseorang tanpa sepengetahuanku?" Yoochun menatap Yunho dengan tatapan curiga. Pasalnya selama 5 tahun ini Yunho memang tak pernah sekalipun bercerita lagi mengenai mantan kekasih atau wanita yang diam-diam ia sukai. Pembicaraan mereka seputar tentang pekerjaan, keluarga, dan kisah cinta Yoochun saja.

Yunho menoleh cepat. Menatap balik Yoochun dengan tatapan musangnya. "Apa maksudmu?"

.

.

.

Perfect Affection

TBC

Keep or delete?