Chosen Lover

.

.

.

Kim Mingyu

Jeon Wonwoo

.

Kim Jongin

Kim Hyuna

.

.

Genderswitch

.

.

.

.

"Perjodohan? Ayah bercanda?" Mingyu menegakkan tubuhnya menanggapi ucapan sang ayah yang duduk berhadapan dengannya. Disampingnya sang kakak terbahak mendengar percakapan putra bungsu keluarga Kim dan sang kepala keluarga.

"Memangnya masih jamannya perjodohan, Yah?" Mingyu mengangguk antusias atas pertanyaan seorang perempuan muda yang duduk di sofa tunggal di sebelah kiri. Mingyu mendapat dukungan.

"Benar kata Noona, Yah. Perjodohan itu sudah tidak jamannya. Itu kolot. Dan aku menolak." Mingyu bersungut. Tadinya ia sudah berpikir kelewat positif saat sang ayah memintanya pulang kerumah lebih cepat. Makan malam bersama kemudian berkumpul bersama untuk sekedar mengobrol. Jujur ia rindu simana bisa berkumpul berlima. Satu keluarga lengkap di sekeliling ruang tamu.

Namun rasanya tidak dengan malam ini. Rasanya ingin segera berakhir dan ia bisa segera masuk kedalam kamarnya.

"Apa ayah memberikan sebuah kesempatan untuk menolak?" Mingyu melotot. Ayahnya terlihat begitu serius sekarang. Ya. Ayahnya memang selalu terlihat seperti itu. Hangat, serius dan berkarisma. Tidak heran karena ia dan satu kakak prianya memiliki kepribadian yang sama.

"Terima sajalah, Gyu. Lagipula ayah bukan menyuruhmu menikah. Pacaran saja dulu. Dari pada berakhir seperti Noona." Jongin, anak kedua keluarga itu berkata dengan santai.

"Yak! Kenapa membawa namaku, sialan?" Perempuan bertubuh indah itu menggeram kesal. Topik ini memang akan berujung padanya.

"Jongin benar, Hyuna. Kalau kau tidak menolak perjodohan yang ayah tawarkan waktu itu, kau tak mungkin nyaris jadi janda." Beda ayah. Beda ibu. Kombinasi sempurna dengan tambahan mulut pedas dari sepasang orang tua itu.

"Ibu! Kalau aku menerima perjodohan itu, aku sudah pasti akan jadi janda karena perceraian." Hyuna cemberut. Padahal target percakapan kali ini adalah Mingyu. Kenapa malah ia yang ikut terseret masalah ini?

"Kalau begitu Jongin-hyung saja yang dijodohkan, Yah. Aku masih butuh waktu setahun lagi untuk lulus kuliah. Perjodohan itu terdengar terlalu cepat." Mingyu membujuk. Ia bahkan belum pernah memikirikan pernikahan. Pacaran saja masih tiga kali.

"Kau lupa dengan Kyungsoo? Aku sudah bertunangan, Kim Mingyu." Jongin bisa sedikit bernafas lega karena ia sudah memiliki kekasih dan tidak sampai mendapat giliran perjodohan.

"Pokoknya aku tidak mau, Yah. Aku menolak perjodohan ini." Setiap kata yang ia ucapkan di beri tekanan sedemikian rupa agar terdengar tegas.

"Kalau begitu, ayah akan menarik semua fasilitas yang ada padamu."

"Ya tuhan. Ayah tega sekali mengancamku. Ini tidak adil, Yah. Bagaimana bisa aku menikah dengan orang yang tidak aku cintai." Coba lagi. Mingyu belum patah semangat. Ia menolak perjodohan ini.

"Temui saja dulu. Siapa tahu pertama melihatnya kau langsung jatuh cinta." Oh, sepertinya ayah dan Ibunya telah bersekongkol. Berpikir, Gyu.

"Baiklah. Aku akan menemuinya. Tapi kalau sampai aku tidak bisa mencintainya, ayah harus membatalkan perjodohan ini. Aku tidak mau pernikahan tanpa cinta. Belum tentu juga gadis itu menerima perjodohan ini." Harus tenang. Mingyu harus tenang untuk mengatur strategi.

Ia harus menemui gadis pilihan ayah dan ibunya, lalu bilang ia tidak menyukai perempuan itu. Huh. Tau begini ia terima saja ajakan junior fakultasnya untuk berpacaran. Setidaknya ia punya alibi untuk menolak perjodohan ini.

"Besok putri Paman Jeon sampai di Korea. Kosongkan jadwalmu siang hari untuk menjemput dia dibandara."

"Selamat ya, Mingyu-ya!" Itu Jongin. Menepuk kuat bahu Mingyu kemudian tertawa terbahak. Benar-benar kakak yang pengertian.

.

.

"Kau yang menjemputku?" Mingyu terdiam sejenak. Dihadapannya berdiri seorang gadis dengan tinggi setara lehernya, mengenakan blazer kelewat panjang. Tanpa alas kaki yang mengganjal tinggi. Jadi itu tinggi alami. Mata tajam kelam serupa rubah. Tulang pipi yang tinggi dengan warna kemerahan yang samar. Manis.

Mingyu menggeleng kecil. Kembali pada kesadarannya.

"Ayahmu memintaku menjemputmu. Namaku Kim Mingyu. Putra Kim Jungsoo. Ah, apalagi yang harus aku katakan?" Tenanglah Kim Mingyu. Kenapa tiba-tiba jadi gugup begini?

"Ah, mungkin ayah lupa memberi tahuku. Ayo jalan! Perjalanannya melelahkan." Gadis itu berjalan lebih dulu. Mendorong troli dengan tiga buah koper besar di atasnya. Mingyu masih terdiam. Gadis itu...

Dingin. Tapi manis.

"Biar aku yang mendorongnya." Tawar Mingyu. Paling tidak dia harus bersikap sopan. Ia seorang pria.

"Tidak perlu. Ini tidak berat. Tunjukan saja mana mobilnya." Mingyu melongo ditempatnya. Baru kali ini ia bertemu gadis seperti itu.

"Ah, yang itu." Mingyu melangkah menyamai sang gadis. Melirik sedikit pada raut wajah tegas nan dingin itu.

.

"Mingyu, bisakah berhenti sebentar di tempat yang ada toiletnya?" Mingyu menoleh. Baru lima menit mesin mobilnya dinyalakan dan digerakan.

"Kau baik-baik saja, Won- Jeon-ssi?" Mingyu memperlambat laju mobilnya saat pandangannya jatuh pada raut wajah gadis yang tadi ia jemput. Pucat dan berkeringat.

"Panggil Wonwoo saja. Aku tak tau perutku tiba-tiba sakit." Gadis itu bernama Wonwoo. Menekan perutnya dengan keras agar setidaknya menahan rasa sakit.

"Tahan lima menit. Di depan ada tempat toilet umum." Mingyu menginjak pedal gasnya lebih dalam. Tidak tega juga ia melihat gadis disebelahnya menahan sakit seperti itu. Bagaimanapun ia seorang gadis.

.

"Mingyu? Bisa minta tolong sekali lagi tidak?" Wonwoo melongokkan kepalanya dari bilik toilet umum yang ia singgahi.

"Ada apa? Butuh ku belikan obat?" Ini hanya jiwa lelakinya yang peduli. Batin Mingyu.

"Di koperku yang berwarna biru tua ada tas kecil berwarna hitam. Ambilkan pembalut di dalamnya. Tolong." Wonwoo sungguh tidak bermaksud merendahkan Mingyu dengan meminta tolong hal demikian, tapi ini sedang darurat. Tidak mungkin Wonwoo keluar dulu untuk mengambil benda itu sementara ia setengah telanjang didalam kamar mandi. Untung sedang sepi.

"Baiklah. Sebentar." Mingyu ingin menggerutu. Kalau begini bisa-bisa Wonwoo jatuh cinta pada Mingyu dan menyetujui perjodohan itu. Rencananya adalah, Mingyu akan membuat Wonwoo yang menolak perjodohan itu, sehingga posisinya aman. Omong-omong soal perjodohan, sepertinya Wonwoo belum tau soal rencana itu. Ia bersikap terlalu biasa untuk seorang gadis yang dipaksa mengenal seseorang yang ditargetkan menjadi pasangan hidup. Ini aneh.

.

"Aku lapar. Kita akan makan dulu sebelum pulang. Tidak apa kan?" Jujur rasa lapar itu sudah dari tadi Mingyu rasakan. Ayahnya berteriak melalui telpon untuk segera ke bandara saat Mingyu baru akan menyuapkan sepotong roti kedalam mulutnya. Ya. Makan siangnya terlupakan.

Dan ini sudah pukul dua lebih dua puluh dua menit.

"Aku juga lapar."

Mingyu berhenti di sebuah restoran cepat saji. Oke. Ini salah satu triknya untuk membuat Wonwoo mau membatalkan perjodohan. Kebanyakan wanita menghindari makanan cepat saji yang mengandung banyak lemak. Wonwoo pasti merasa tidak nyaman dan mulai tidak menyukai Mingyu. Rencana sempurna.

"Double chesee-burger tanpa mentimun. Lalu ditambah cola ukuran besar. Mingyu, makan apa? Aku traktir." Sial. Kenapa malah Wonwoo terlihat antusias dengan makanan berlemak seperti ini?

"Chicken-burger dan cola. Terima kasih."

.

"Eum, Wonwoo. Ada saus di pipimu." Tidak bisa. Mingyu tidak bisa tidak peduli saat pipi kemerahan itu dinodai saus tomat yang menempel akibat cara makan Wonwoo yang sedikit berantakan.

"Disini?"

"Lebih kekiri. Bukan. Keatas sedikit. Ini." Untuk sepersekian detik Mingyu diam. Hanya ujung jarinya yang menempel pada pipi seputih susu itu. Namun lembut kulit Wonwoo sedikit membuat Mingyu terpaku. Bahkan kulit Noona-nya yang katanya rajin melakukan perawatan tidak semulus ini.

Mingyu menggeleng.

"Terima kasih."

.

.

.

"Mau kemana pagi-pagi, Gyu?" Mingyu menoleh pada sang ayah yang sudah berkutat dengan laptop dipagi cerah dihari minggu.

"Mencari bahan. Tugas akhir."

"Bagaimana calon istrimu, Gyu?" Mingyu mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan sang ibu. Oke, ini berlebihan. Mingyu baru bertemu sekali dengan Wonwoo. Bahkan ia belum mendapatkan nomor ponsel gadis itu. Dan ia sudah disebut calon istri. Bagus.

"Biasa saja. Bahkan terlalu biasa untuk gadis yang akan jadi istriku." Yang ini sungguh tidak sepenuhnya benar. Pasalnya tadi malam Mingyu sempat tidak bisa tidur hanya karena mengingat tatapan mata Wonwoo. Cara bicara Wonwoo. Dan mulusnya kulit Wonwoo. Tidak. Tidak. Mana mungkin Mingyu jatuh cinta dengan Wonwoo. Konyol.

.

.

.

.

To Be Continued

.

.

.

#TeamGS

Noona bikin twoshot. Idenya terus berputar dikepala, jadi noona putuskan untuk publish ini duluan.

Review dong.. Review nya sekarang semakin sedikit. Apa karena kualitas menulis noona yang menurun?

.

Chapter dua akan di publish segera.

Selamat menikmati.

.

Kim Noona

Tue, 25th Jan 2017