The Betrayal

Cast: Park Chanyeol dan Byun Baekhyun

Pairing: ChanBaek

Genre: YAOI / Shounen-ai, Romance, dan Hurt/Comfort

Rating: T (mungkin)

Warning: OOC, typo, bahasa berantakan, alur terlalu cepat, bisa menyebabkan sakit mata dan mual-mual. Waspadalah!!

Disclaimer: Maunya sih mereka itu punya saya, namun fakta yang ada mutlak mengatakan kalau mereka itu punya Tuhan. Tetapi cerita ini hasil dari otak saya sendiri. Jangan ditiru apalagi ngaku-ngaku. Kalau mau buat cerita pakai otak masing-masing. Intinya jangan menyikiti perasaan orang lain dengan tindakan yang tidak bertanggung jawab!

Summary: Kepercayaan merupakan sebuah pondasi dalam sebuah hubungan. Byun Baekhyun percaya pada kekasihnya, Park Chanyeol. Namun sebuah pengakuan telak mengakibatkan sebuah PENGKHIANATAN.

.

.

.

.

.


Selamat membaca :*


.

.

.

.

.


Bunyi petasan alami yang dihasilkan langit malam itu menandakan bahwa cuaca malam itu sedang tidak bersahabat. Air yang senantiasa menemani bunyi-bunyi keras itu tidak juga reda, malah semakin deras setiap detiknya. Hawa dingin yang dihasilkan pun mampu membuat lelaki manis yang sedang bergelung di bawah selimutnya menggigil kedinginan. Padahal penghangat ruangan sudah dinyalakan.

Byun Baekhyun—nama lelaki manis itu—masih senantiasa membuka matanya padahal jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Bukan tanpa alasan Baekhyun melakukan hal itu, ia sedang menunggu seseorang pulang. Park Chanyeol—kekasihnya—bilang ia akan pulang telat karena ada beberapa urusan yang harus diselesaikan di kampusnya, dan Chanyeol pun bilang kalau ia akan sampai rumah sebelum pukul delapan malam. Tetapi faktanya, Chanyeol belum juga sampai di rumah meski malam sudah semakin larut.

Baekhyun khawatir. Ia takut terjadi sesuatu pada Chanyeol. Well, siapa yang tahu hal apa yang akan terjadi di luar sana, iya kan?

Alunan lagu yang berasal dari boyband SuperJuniorStormmelantun indah di ponsel Baekhyun, menyadarkan sang pemilik ponsel dari lamunan sesaatnya tentang sang kekasih. Lelaki manis itu melirik ponselnya dan tersenyum saat sang kekasihlah yang menghubunginya. Ia bergegas bangun dari acara bergelungnya di dalam selimut dan segera menjawab telepon sang kekasih.

"Yeobose—" belum sempat Baekhyun menyelesaikan ucapannya, sosok di seberang sana sudah lebih dulu memotong ucapannya.

"Baekhyun-ah."

"Ne, Yeol."

"Maaf aku tidak bisa pulang malam ini. Hujannya sangat deras dan tiba-tiba saja mobilku mogok, jadi aku akan menginap di rumah temanku," ucap Chanyeol.

"Rumah teman? Siapa?" tanya Baekhyun.

"Kyungsoo."

Baekhyun merasakan ada batu besar yang memaksa masuk ke tenggorokannya, menyebabkan dirinya merasa sulit bernapas saat mendengar jawaban kekasihnya. Ia benar-benar tidak menyangka jika nama itu yang akan disebut oleh kekasihnya. Kenapa harus Kyungsoo?

"Baekhyun-ah," panggil Chanyeol setelah tidak ada jawaban dari Baekhyun.

"Baiklah kalau begitu. Kau hati-hati di sana. Tetapi, kau sudah makan, kan?"

"Sudah, sayang, Kyungsoo yang memasak untukku tadi."

"Baiklah, selamat malam, Yeollie."

TUT TUT TUT

Sambungan telepon terputus. Baekhyun memandangi layar ponselnya yang menampilkan foto sang kekasih dan dirinya yang sedang berpose lucu. Chanyeol yang sedang menatap dirinya dengan tangan kiri mencubit pipi kanannya, sementara dirinya berpose dengan menggembungkan kedua pipi seraya mengedipkan mata sebelah kanannya pada Chanyeol. Uh, pose yang bagus.

Baekhyun tersenyum melihat wallpaper yang ada di layar ponselnya, namun beberapa detik setelahnya ia menghela napas kecewa. Lagi-lagi Kyungsoo.

.

.

.

.

.


Ryeoby Rin


.

.

.

.

.

Koridor yang sekarang Baekhyun lewati masih sepi, hanya ada beberapa orang yang berlalu lalang di sekitarnya. Mungkin karena cuaca yang masih terasa dingin akibat hujan semalam ditambah jam yang baru menunjukkan pukul enam pagi menyebabkan orang-orang di luar sana masih betah bergelung di bawah selimut hangat masing-masing.

Baekhyun mempercepat langkahnya ketika indera penglihatannya menangkap sosok lelaki cantik yang berada tidak jauh darinya. Ia lantas membuka suaranya untuk memanggil nama dari lelaki cantik itu yang menyebabkan sang lelaki cantik tersentak karena terkejut.

Lelaki cantik dengan tubuh sedikit lebih tinggi dari Baekhyun itu menoleh dengan kesal ketika mendengar suara yang cukup memekakkan telinga di pagi hari dan matanya langsung melotot marah saat tahu siapa yang sudah membuat telinganya berdengung sakit.

Luhan mendengus seraya mengembalikan arah kepalanya pada posisi semula dan berpura-pura marah pada Baekhyun. Tapi, hei! Ia memang kesal karena kelakuan Baekhyun tadi.

"Hyung, kau sedang apa di sini?" tanya Baekhyun setelah dirinya sudah berdiri di samping Luhan.

Luhan hanya diam tanpa berniat menjawab pertanyaan Baekhyun.

Merasa terabaikan, Baekhyun kembali bertanya dengan pertanyaan yang sama.

"Hyung, kau sedang apa di sini?"

Walaupun masih mengibarkan bendera perang dalam hatinya, pada akhirnya Luhan memutuskan untuk menjawab pertanyaan Baekhyun dengan ketus.

"Sedang berdiri."

Baekhyun melongo mendengar jawaban Luhan. Hei! Ia tahu kalau Luhan sedang berdiri, tetapi bukan itu jawaban yang ia inginkan. Apa hyung yang merangkap sebagai sahabatnya ini tidak bisa menangkap maksud dari pertanyaannya?

"Hyung, bukan itu maksud dari pertanyaanku."

"Apa? Kau bertanya apa yang kulakukan, kan? Aku menjawab dengan benar dan kedua matamu itu bisa melihat dengan jelas kalau aku sedang berdiri," jawab Luhan masih dengan nada ketusnya.

Baekhyun kembali melongo mendengar jawaban yang terlontar dari mulut cerewet Luhan. Apa-apaan hyung-nya ini?

"YA! Hyung! Aku juga tahu kalau kau sedang berdiri, tapi maksudku apa yang kau lakukan di depan kelas Sehun?" tanya Baekhyun sedikit emosi.

Luhan mendengus. Kenapa Baekhyun jadi ikut-ikutan emosi?

"Aku hanya menjawab apa yang kau pertanyakan, pendek," ucap Luhan sadis.

"Kau bertanya aku sedang apa, dan kujawab jika aku sedang berdiri. Tidak ada yang salah kan dengan jawabanku?" lanjut Luhan.

"Kecuali jika kau bertanya "Hyung, mengapa kau berdiri di depan kelas Sehun?" dan aku akan menjawab kalau aku sedang menunggu si albino itu."

Oh baiklah, sepertinya Baekhyun melupakan hal yang satu itu. Hyung-nya ini akan menjawab dengan benar pertanyaan-pertanyaan yang diberikan padanya dan akan menjawab sesuai dengan apa yang ia lakukan saat itu juga. Seperti pertanyaannya tadi. Jadi lain kali, jika ingin bertanya sesuatu pada lelaki cantik bernama Luhan itu langsung pada inti pertanyaannya jika tidak ingin berakhir konyol seperti yang dialami Baekhyun. Terkadang Baekhyun heran, sebenarnya hyung-nya itu bodoh atau apa? Harusnya Luhan paham kalau sebuah pertanyaan tidak harus dipertanyakan langsung pada intinya, karena tidak jarang ada maksud tertentu di dalam pertanyaan yang terlontar dari mulut seseorang. Intinya, Baekhyun harus lebih teliti lagi jika ingin bertanya sesuatu pada lelaki cantik penyuka rusa itu.

"Ya, baiklah, pertanyaanku salah hyung, maaf."

Setelahnya keheningan tampak menyapa keduanya. Namun hal itu tidak berlangsung lama, karena beberapa detik kemudian, Luhan membuka suaranya untuk memanggil lelaki manis yang ada di sebelahnya.

"Baekhyun-ah..."

"Ne, hyung…" sahut Baekhyun pelan.

"Baekhyun-ah," panggil Luhan sekali lagi.

Baekhyun mengernyit heran saat mendengar Luhan kembali memanggil namanya. Kenapa Luhan terus memanggil namanya padahal ia sudah menjawab panggilannya, terlebih lagi lelaki cantic itu ada di sampingnya. Apa hyung-nya itu berpikir kalau ia sudah tuli?

Meski rasa heran masih menggelayuti pikirannya saat ini, Baekhyun tetap merespon panggilan Luhan dengan baik.

"Ne, hyung."

"Baekhyun-ah..."

Baekhyun kembali mengernyit heran mendengar Luhan kembali memanggil namanya. Huh? Apa-apaan hyung-nya ini? Kenapa ia jadi bertingkah aneh seperti itu? Sambil menahan kesal, Baekhyun kembali menjawab panggilan Luhan dengan —berusaha—lembut.

"Ne, hyung, ada apa?"

"BYUN BAEKHYUN!" Luhan berteriak tepat di telinga sebelah kiri Baekhyun.

Baekhyun tersentak. Tubuhnya berjengit ke belakang, terkejut bukan main karena suara Luhan yang sangat keras menyapa telinganya. Lelaki manis itu yakin—bahkan sangat yakin—kalau bukan hanya dirinya saja yang terkejut mendengar teriakan Luhan tadi. Tetapi orang-orang yang kebetulan berada di sekitar mereka juga terkejut, terbukti dari beberapa orang yang menatap mereka dengan tatapan heran maupun marah. Ayolah, siapa yang tidak marah jika pagi-pagi seperti ini sudah ada yang membuat keributan dengan cara teriak-teriak?

Baekhyun mengalihkan pandangannya, menatap tajam sosok Luhan yang sekarang sedang menyeringai ke arahnya.

"Itu pembalasanku," ucap Luhan masih dengan seringaian di bibirnya.

"Pembalasan apa?" tanya Baekhyun tidak mengerti.

"Karena tadi kau sudah membuat telingaku berdengung saat kau memanggil namaku dengan cara berteriak," jawab Luhan tidak acuh.

"YA! Aku bahkan memanggil namamu dengan jarak yang cukup jauh, hyung, tidak seperti kau yang berteriak tepat di telingaku!" balas Baekhyun kesal. Telinganya benar-benar sakit.

"Hahahaha. Terserah apa katamu, Baek, yang penting dendam telingaku sudah terbalaskan," kata Luhan seraya menjulurkan lidahnya pada Baekhyun dan melenggang masuk ke kelas Sehun ketika sosok yang ditunggunya sudah datang.

Baekhyun mendesis seraya memejamkan kedua matanya sejenak untuk meredakan emosi yang sejak tadi ditahannya. Lelaki manis bertubuh mungil itu sudah terbiasa dengan tingkah laku Luhan yang seperti itu. Luhan yang cerewet, berisik, tidak bisa diam, dan Luhan yang mendapatkan kekasih—sialnya—yang juga memiliki tingkah laku sama sepertinya. Ia harus benar-benar bersabar jika sudah bersama Luhan dan kekasihnya, Oh Sehun.

.

.

.

.

.


Ryeoby Rin


.

.

.

.

.

Baekhyun sudah mengikuti tiga mata kuliah hari ini, tersisa empat puluh lima menit lagi sebelum mata kuliah terakhir dimulai. Selama menunggu, lelaki manis itu memutuskan untuk ke kantin. Mengisi perutnya yang sudah minta diisi sejak mata kuliah kedua berlangsung.

Baekhyun berjalan menuju tempat duduk favoritnya—tempat duduk yang bisa membuatnya melihat seluruh isi kantin—dan segera memesan makanan kesukaannya. Nasi dengan lauk ayam goreng pedas ditambah dengan jus stroberi dingin yang segar. Oh, Baekhyun jadi semakin lapar ketika memikirkan menu makannya.

Sambil menunggu pesanannya datang, Baekhyun mengambil ponselnya dari saku celana dan membuka aplikasi pesan karena ada beberapa pesan yang diterimanya. Bibir tipis lelaki manis bermarga Byun itu langsung menggerutu tidak jelas saat pesan yang diterimanya ternyata dari operator yang memberitahukan padanya kalua paket internetnya sudah akan berakhir besok. Dengan kesal Baekhyun kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celana, masih dengan bibir yang menggerutu tidak jelas.

Pesanannya datang. Setelah melemparkan senyum dan mengucapkan terima kasih pada pelayan tersebut, Baekhyun bergegas menyantap makanannya dengan lahap. Tetapi, disuapan kelima Baekhyun harus menghentikan makannya ketika indera penglihatannya menangkap siluet seseorang yang sangat ia kenali—yang duduk tidak jauh dari tempatnya berada—dengan sosok lain yang juga tidak asing untuknya. Baekhyun baru ingat kalau kekasihnya tidak pulang semalam dan belum memberi kabar padanya setelah ia melihat kalau ternyata kekasihnya itu sedang bersama Kyungsoo, teman masa kecil kekasihnya sekaligus mantan kekasih Chanyeol.

Suasana kantin yang sepi memudahkan Baekhyun mendengar apa saja yang dibicarakan Chanyeol dan Kyungsoo. Tidak jarang juga Baekhyun mendengar gelak tawa keduanya yang begitu keras. Baekhyun terdiam. Melihat pemandangan yang tersaji di depannya membuat hatinya berdenyut sakit. Nafsu makannya pun jadi hilang entah ke mana. Ia tahu, Chanyeol memang masih berhubungan dengan Kyungsoo. Apalagi ketika telinganya mendengar kalimat yang Chanyeol lontarkan untuk Kyungsoo, kalimat yang mampu membuat Baekhyun menahan napasnya.

'Aku memang masih mencintaimu, Kyungsoo-ah…'

Baekhyun bergegas bangun dari duduknya, meninggalkan beberapa lembar uang di meja yang tadi digunakannya dan mengabaikan makanan serta minuman yang baru sedikit dikonsumsi olehnya, padahal ia belum makan dari semalam karena menunggu Chanyeol.

Baekhyun berjalan cepat. Kedua tangannya ia gunakan untuk menghapus air yang dengan lancang keluar dari kedua matanya. Ia tidak peduli dengan makian orang-orang yang tidak sengaja ditabrak olehnya. Ia tidak peduli. Rasa sakit di hatinya tidak sebanding dengan makian yang keluar dari mulut mereka.

Pada akhirnya, sebuah taman yang terletak di halaman belakang kampuslah yang menjadi tempat Baekhyun berada sekarang. Tempat yang memang selalu ia kunjungi jika perasaannya sedang kacau atau ketika ia sedang ingin menyendiri.

Baekhyun mendudukkan dirinya di bawah pohon besar yang rindang dengan punggung menyandar pada batang pohon besar itu. Ia lantas menekuk kedua lututnya dan membenamkan wajahnya di antara kedua kakinya. Ia berusaha menahan isakan yang memaksa keluar dari bibir tipisnya. Namun usahanya tidak membuahkan hasil, karena pada akhirnya isakan itu berhasil lolos dari bibirnya. Biarlah, Baekhyun hanya ingin menangis hari ini.

.

.

.

.

.


Ryeoby Rin


.

.

.

.

.

Matahari yang bertugas menyinari bumi dengan cahaya panasnya telah kembali ke peraduannya dan digantikan oleh sang bulan yang tidak pernah bosan memberikan cahaya terangnya untuk menyinari warna langit yang gelap. Sang bintang pun tidak ingin kalah dengan sang bulan. Memberikan cahaya indahnya—walau tidak seindah bulan—dan menemani sang bulan hingga pagi menjelang. Sang bintang itu setia, pikir Baekhyun

Baekhyun melangkah pelan dengan kepala yang sesekali mendongak ke atas. Ia sangat suka ketika bintang menemani bulan. Baekhyun berpikir, bintang tidak akan mengkhianati bulan karena bintang selalu setia menemani bulan hingga akhir. Ya, hingga akhir. Namun sayangnya, hal itu hanya berlaku untuk benda luar angkasa. Tidak untuk hubungannya bersama Chanyeol.

Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, namun Baekhyun masih berada di luar apartemennya—apartemen Chanyeol sebenarnya. Chanyeol sudah beberapa kali mengiriminya pesan, menanyakan kenapa dirinya belum juga sampai apartemen padahal jam kuliahnya sudah berakhir sejak tiga jam yang lalu. Baekhyun memutuskan untuk tidak membalas pesan Chanyeol, tetapi ia memilih mempercepat langkahnya agar cepat sampai di apartemennya. Chanyeol itu kekasihnya, dan Baekhyun tidak ingin Chanyeol mengkhawatirkannya.

.

.

.

Setelah sampai di depan pintu apartemennya, Baekhyun segera memasukkan password dan melangkah menuju kamarnya setelah sebelumnya melepas sepatunya dan menaruhnya di rak penyimpanan sepatu. Hal pertama yang Baekhyun lihat ketika masuk ke kamarnya adalah kondisi kamarnya yang cukup berantakan dengan pencahayaan yang minim. Lelaki manis itu mengernyit. Sejak kapan kekasihnya itu suka suasana yang seperti ini? Lalu, ke mana sosok kekasihnya?

Merasa tidak menemukan kehadiran sang kekasih di dalam kamar, Baekhyun hendak beranjak dari tempatnya berdiri sebelum kedua matanya menangkap pergerakan yang terjadi pada pintu kamar mandi yang berada di dalam kamarnya dan memunculkan sosok sang kekasih dengan piyama berwarna biru bermotif coretan abstrak dengan handuk yang sedang digunakan untuk mengeringkan rambutnya. Baekhyun tersenyum manis. Kekasihnya baru selesai mandi, pasti wangi. Baekhyun juga sangat suka aroma shampo yang Chanyeol gunakan.

"Chanyeollie..." panggil Baekhyun manja.

Chanyeol tersenyum dan merentangkan kedua tangannya, bersiap untuk menerima pelukan yang akan diberikan Baekhyun untuknya. Lelaki jangkung itu sangat ingat dengan kelakuan kekasihnya yang satu ini. Baekhyun akan menghambur ke pelukannya ketika melihat ia selesai mandi. Benar saja, beberapa detik setelahnya tubuh mungil sang kekasih sudah berada dalam dekapan hangatnya.

"Hei! Apa kau begitu merindukanku, Baek?" goda Chanyeol.

Baekhyun tidak menghiraukan godaan Chanyeol dan masih setia memeluk lelaki jangkung itu dengan erat. Chanyeol benar, ia memang merindukannya.

Pelukan yang dilakukan Baekhyun pada tubuh Chanyeol berlangsung selama beberapa menit sebelum akhirnya lelaki manis itu melepas pelukannya dan mengecup kedua pipi Chanyeol dengan gemas, menyebabkan kekehan kecil keluar dari mulut Chanyeol.

"Kau sudah makan?" tanya Baekhyun seraya menyisir rambut Chanyeol yang basah dengan jari-jari lentiknya.

Chanyeol menatap Baekhyun dalam, menggapai tangan Baekhyun yang berada di rambutnya lalu membawanya ke depan bibir tebalnya dan mengecupnya.

"Belum, Baek," jawab Chanyeol lembut.

"Belum, ya? Baiklah, kau ingin aku memasak apa untuk makan malam kali ini?"

"Aku ingin sup daging pedas dan teh jahe sebagai pendampingnya, Baek, tubuhku sedikit bermasalah karena kehujanan kemarin."

Baekhyun membulatkan matanya ketika mendengar Chanyeol kehujanan. Sementara Chanyeol yang melihat mata Baekhyun membesar melebihi batas normal hanya bisa terkekeh. Chanyeol tidak habis pikir, kenapa Baekhyun sangat menggemaskan ketika berekspresi seperti itu?

"Aku baik-baik saja, Baek. Jangan khawatir," kata Chanyeol lembut. Ia tidak mau kekasihnya ini mengkhawatirkannya.

"Baiklah. Aku akan memasak sekarang dank au harus beristirahat selama menunggu masakannya matang!" perintah Baekhyun telak.

Chanyeol tidak menjawab, namun anggukkan yang dilakukan kepalanya sudah memberikan tanda pada Baekhyun kalau ia akan menuruti perintahnya.

.

.

.

Sekitar satu jam waktu yang Baekhyun butuhkan untuk memasak. Setelah semuanya selesai, lelaki berparas manis itu segera menata makanan dan minuman yang sudah dibuatnya di meja makan sebelum beranjak menuju kamarnya untuk memanggil kekasihnya. Ketika sampai di dalam kamarnya, ia mendapati Chanyeol sedang tertidur pulas. Ia jadi tidak tega untuk membangunkan Chanyeol. Tetapi, mengingat lelaki jangkung itu belum makan ditambah kondisi tubuhnya yang tidak stabil, Baekhyun terpaksa mengguncang pelan bahu Chanyeol, berusaha membangunkan sang kekasih.

Selama beberapa menit tidak ada reaksi yang berarti dari Chanyeol, hingga akhirnya Baekhyun memutuskan untuk memakai cara yang paling ampuh dalam hal membangunkan Chanyeol dari tidurnya.

Baekhyun berjongkok guna menyejajarkan wajahnya dengan Chanyeol. Kedua matanya menatap dalam wajah tampan kekasihnya sebelum bibir tipis berwarna merah muda miliknya menyentuh bibir tebal lelaki tampan yang sudah mengisi penuh semua ruang di hatinya.

Baekhyun hanya menempelkan bibirnya pada bibir Chanyeol, tidak melakukan pergerakan apapun terhadap bibir yang sedang dikecupnya. Percaya atau tidak, jika Chanyeol sedang berpura-pura tidur maka lelaki jangkung itu akan langsung memagut bibir sang kekasih dan berakhir dengan Baekhyun yang meronta meminta untuk dilepaskan. Tetapi hampir—kurang lebih—satu menit Baekhyun mengecup bibir Chanyeol, lelaki berparas tampan itu tetap tidak menunjukkan reaksi apapun.

Hei! Baekhyun hanya fokus pada bibir yang sedang dikecupnya, tidak fokus pada mata sang kekasih yang sekarang sedang menatapnya intens.

Chanyeol melepaskan ciumannya dengan Baekhyun—yang membuat Baekhyun terkejut—dan beralih mengecup ujung hidung lelaki mungilnya itu.

"Kau sudah bangun?" tanya Baekhyun masih dengan ekspresi terkejutnya.

"Aku sudah bangun ketika kau baru saja mengecup bibirku, Baek. Kau saja yang terlalu fokus pada bibir seksiku hingga tidak menyadari jika aku menatapmu sejak tadi," jawab Chanyeol seraya mengedipkan satu matanya pada Baekhyun.

Baekhyun merona. Ia merasa malu pada Chanyeol. Malu ketika dirinya tertangkap basah sedang mengecup bibir lelaki jangkung itu, dan kalau Baekhyun boleh jujur, ia sangat menikmati moment yang baru saja ia buat dengan Chanyeol.

"Akh!"

Suara ringisan yang berasal dari mulut Chanyeol berhasil mengalihkan rasa malu Baekhyun. Bukan tanpa alasan Chanyeol meringis seperti tadi. Gerak tangan Baekhyun yang begitu cepat telak mencubit pinggangnya dengan keras. Tangan Baekhyun memang lentik, tetapi bukan berarti ia tidak memiliki kekuatan yang besar untuk melakukan hal itu. Ingat! Walaupun tubuh Baekhyun mungil—atau semuanya memang mungil—Baekhyun tetaplah seorang lelaki. Memiliki kekuatan lebih besar daripada seorang gadis.

Baekhyun bangun dari jongkoknya setelah puas membuat Chanyeol meringis kesakitan. Sementara Chanyeol sedang mengelus-elus bekas cubitan Baekhyun pada pinggangnya.

"Bangunlah! Makanan sudah siap," suruh Baekhyun seraya berlalu menuju dapur.

Chanyeol bergegas bangun dari tidurnya dan mengikuti langkah Baekhyun dari belakang.

.

.

.

Chanyeol dan Baekhyun menyantap makanannya dengan lahap. Tidak ada pembicaraan apapun di antara mereka karena Chanyeol selalu mengajarkan pada Baekhyun untuk tidak berbicara ketika makan. Baekhyun akan berbicara ketika makan jika Chanyeol sendiri yang mengajaknya berbicara.

Beberapa menit setelahnya, Chanyeol sudah selesai dengan makanannya, begitu pula dengan Baekhyun. Hanya saja masih tersisa sedikit nasi di atas piring Baekhyun. Chanyeol menaikkan satu alisnya ketika melihat makanan Baekhyun yang masih tersisa.

"Kenapa tidak dihabiskan, Baek?" tanya Chanyeol heran.

"Aku sudah kenyang, Yeol," jawab Baekhyun seraya membawa piring dan gelas menuju tempat pencucian. Chanyeol hanya mengangguk dan membiarkan Baekhyun menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu.

Setelah selesai dengan pekerjaannya, Baekhyun berjalan menuju ruang tengah apartemennya. Di mana sosok Chanyeol sudah mendudukkan dirinya dengan nyaman di atas karpet berbulu dengan gambar kepala panda yang sangat menggemaskan. Di tangan kanan Baekhyun terdapat piring berisi buah-buahan yang sudah dikupas dan dipotong-potong.

Baekhyun langsung mendudukkan dirinya di samping Chanyeol dan menatap sebentar acara televisi yang sedang Chanyeol tonton. Tidak lama kemudian Baekhyun mengalihkan pandangannya untuk menatap wajah tampan Chanyeol seraya tangannya mengambil garpu yang terdapat pada piring buah dan menusukkan garpu itu pada buah yang sudah ia siapkan.

Baekhyun membawa potongan buah naga ke depan mulut Chanyeol dan lelaki jangkung itu dengan sigap langsung menerima suapan yang diberikan kekasihnya.

Baekhyun masih terus menyuapkan potongan-potongan buah itu ke mulut Chanyeol—tidak peduli walaupun buah itu masih berada di mulut Chanyeol (belum selesai dikunyah)—sampai pada potongan buah yang kedua belas, Chanyeol menghentikan gerakan tangan Baekhyun—yang hendak menyuapkan kembali buah itu pada mulutnya—dan mengarahkan garpu berisi potongan buah semangka itu ke mulut Baekhyun. Baekhyun mau tak mau harus menerima suapan yang diberikan Chanyeol—walaupun menggunakan tangannya sendiri.

Baekhyun kembali akan menyuapi potongan-potongan buah itu pada Chanyeol, namun lelaki jangkung itu menggelengkan kepalanya dan berkata jika ia sudah kenyang. Baekhyun menganggukkan kepalanya tanda mengerti dan memilih diam di samping Chanyeol.

Hening beberapa menit, sebelum suara lembut Baekhyun masuk ke indera pendengaran Chanyeol.

"Chanyeol-ah..." panggil Baekhyun pelan.

"Hmm…" gumam Chanyeol menjawab panggilan Baekhyun.

"Apa kau tahu jika seekor hewan bisa lebih setia pada pasangannya daripada seorang manusia?" tanya Baekhyun seraya menusuk-nusuk potongan buah—dengan garpu—yang ada di depannya.

Chanyeol mengerutkan dahinya. Sedikit tidak mengerti dengan pertanyaan yang Baekhyun ajukan padanya.

"Memangnya ada seekor hewan yang lebih setia pada pasangannya daripada seorang manusia?" tanya Chanyeol penasaran. Baekhyun mengangguk dengan mantap sebagai jawaban dari pertanyaan Chanyeol.

"Bisa berikan salah satu contohnya padaku, Baek?" pinta Chanyeol, masih dengan raut wajah penasaran.

"Serigala," jawab Baekhyun.

"Serigala dikenal sebagai hewan berdarah dingin, tetapi serigala sebenarnya bersikap hangat pada pasangan mereka. Dikenal sebagai pemburu yang handal, serigala adalah hewan yang berkomitmen untuk monogami (pasangan satu pria dan satu wanita). Mereka akan membangun keluarga yang berisi pejantan, betina dan anak-anak mereka," lanjut Baekhyun.

Chanyeol mengangguk mengerti. Ia baru tahu jika di balik wajahnya yang mengerikan ternyata serigala termasuk hewan yang setia pada pasangannya.

"Apa masih ada hewan lain yang setia pada pasangannya?" tanya Chanyeol lagi.

Baekhyun kembali mengangguk.

"Buaya," jawabnya.

"Buaya?" ulang Chanyeol.

"Buaya juga menganut monogami. 70% buaya betina selalu memilih pasangan yang sama setiap kali musim perkawinan tiba. Padahal mereka memiliki banyak kesempatan untuk memilih pasangan baru."

Chanyeol kembali menganggukkan kepalanya mendengar penjelasan kedua dari Baekhyun tentang hewan yang setia pada pasangannya. Tiba-tiba saja sebuah pertanyaan melintas di dalam kepalanya membuat lelaki kelahiran November itu langsung menanyakannya pada sosok sang kekasih—selaku pemberi penjelasan tentang hal yang saat itu mereka bahas.

"Lalu, kenapa ada istilah buaya darat untuk lelaki brengsek jika faktanya seekor buaya adalah hewan yang setia?"

Baekhyun menatap Chanyeol sebentar kemudian membawa kedua matanya untuk melirik ke atas seraya jari telunjuk sebelah kirinya mengetuk-ngetuk dagunya pelan. Pose berpikir khas seorang Byun Baekhyun yang selalu sukses membuat seorang Park Chanyeol gemas.

"Aku juga tidak tahu kenapa ada istilah buaya darat untuk lelaki brengsek…" jawab Baekhyun masih mempertahankan pose khas berpikirnya.

"Kasihan sekali buaya itu. Padahal mereka setia pada pasangannya, tetapi kenapa namanya dikait-kaitkan dengan lelaki brengsek?" lanjut Baekhyun seraya mengubah pose berpikirnya menjadi melipat kedua tangannya di depan dada. Ia lantas berdecak kesal seraya menggelengkan kepala prihatin.

"Tapi, Yeol, mungkin saja karena sifat buaya yang kejam yang menyebabkan namanya jadi dikait-kaitkan dengan lelaki yang brengsek. Lelaki brengsek itu kejam, kan?" jawab dan tanya Baekhyun dengan polos sambil menatap mata tajam milik lelaki tampan yang berada di sampingnya.

Chanyeol hanya mampu tertawa ketika mendengar jawaban polos yang terlontar dari bibir tipis milik kekasihnya.

Selanjutnya keheningan kembali terjadi setelah percakapan di antara keduanya selesai. Baik Chanyeol maupun Baekhyun masih setia dengan acaranya masing-masing. Chanyeol yang fokus pada acara televisi yang sedang ditontonnya dan Baekhyun fokus pada acara melamunnya, sebelum—

"Apa kau tahu?"—Baekhyun kembali berbicara pada Chanyeol.

"Ya, Baek?" jawab Chanyeol seadanya.

"Seekor hewan tidak memiliki perasaan dan akal kan? Maksudku tidak seperti seorang manusia yang diciptakan dengan sempurna oleh Tuhannya. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi sampai seekor hewan bisa jauh lebih setia terhadap pasangannya dibanding seorang manusia?"

Chanyeol terdiam mendengar ucapan Baekhyun. Entah memang dirinya yang salah dengar atau tidak, tetapi suara Baekhyun kali ini jauh lebih pelan dari sebelumnya, bahkan terdengar parau, seperti menahan tangis.

"Maksudmu, Baek?" Chanyeol memutuskan untuk bertanya. Karena jujur, ia tidak mengerti dengan apa yang sedang Baekhyun bicarakan.

"Derajat manusia jauh lebih tinggi daripada seekor hewan. Itu berarti… seorang manusia yang tidak bisa setia pada pasangannya, memiliki derajat yang jauh lebih rendah daripada seekor hewan."

Tepat setelah Baekhyun menyelesaikan ucapannya, ia mengalihkan pandangannya pada wajah tampan kekasihnya. Chanyeol dibuat terkejut ketika melihat mata Baekhyun yang memerah dan airmata yang menetes dari kedua matanya.

"Ba—Baek..."

Chanyeol berniat menangkup kedua pipi Baekhyun dan menghapus airmata yang mengalir di sana. Namun gerakan tangannya terhenti ketika Baekhyun sudah berdiri dari posisi duduknya.

"Aku mengantuk," kata Baekhyun.

"Maaf kalau perkataanku tadi menyinggung perasaanmu, Yeol…" lanjut Baekhyun tanpa menatap wajah Chanyeol dan melangkahkan kedua kakinya menuju kamarnya dan juga kamar Chanyeol.

Chanyeol membeku di tempatnya. Napasnya menjadi tidak teratur ketika telinganya menangkap dengan jelas apa yang baru saja dikatakan kekasihnya.

'Maaf kalau perkataanku tadi menyinggung perasaanmu, Yeol...' sebaris kalimat itu terus berputar-putar dalam kepala Chanyeol.

Apa mungkin?

.

.

.

.

.


Ryeoby Rin


.

.

.

.

.

Baekhyun kembali menjalani aktivitasnya seperti biasa. Hanya saja kondisi matanya yang sedikit berbeda dari biasanya—lebih sembab dan memerah—karena semalam menangis di dalam kamarnya. Untungnya Chanyeol tidak segera masuk ke kamar ketika Baekhyun masih setia dengan acara menangisnya. Lelaki jangkung itu masuk ke kamar ketika Baekhyun sudah terlelap.

Luhan menaikkan satu alisnya saat melihat wajah Baekhyun. Ia menatap aneh pada kedua mata sipit Baekhyun. Mata Baekhyun terlihat tidak baik-baik saja dan ia tidak bodoh untuk menebak hal apa yang sudah menyebabkan mata sipit sahabatnya ini menjadi aneh seperti itu. Ingin tahu Baekhyun akan berkata jujur atau tidak padanya, Luhan memutuskan untuk bertanya.

"Baekhyun-ah, ada apa dengan matamu?" tanyanya seraya mengelus pelan kedua sudut mata Baekhyun.

Baekhyun hanya menggelengkan kepalanya. Sementara Luhan hanya dapat menghela napas pelan ketika lagi-lagi Baekhyun berbohong padanya.

"Hyung, ayo ke kantin!" ajak Baekhyun ketika matanya menangkap sosok Sehun yang berjalan ke arahnya—lebih tepatnya ke arah Luhan. Luhan menjentikkan jarinya pada Sehun pertanda bahwa lelaki berkulit putih itu harus mengikutinya ke kantin bersama Baekhyun.

.

.

.

Seperti biasa Baekhyun duduk di tempat favoritnya. Bedanya, sekarang ini di depannya terdapat dua sosok manusia yang bergender sama dengan karakter yang—hampir—sama pula. Berisik, tidak bisa diam, cerewet dan jahil.

Sehun sedang memakan makan siangnya dengan lahap ketika Luhan dengan sengaja mengambil sendok yang sedang digunakannya untuk menyendok sup jamur yang berakhir sup itu sedikit tumpah di atas meja. Lelaki berkulit putih itu mengerang kesal saat Luhan mengganggu makan siangnya.

"Lulu, kenapa kau mengambil sendok supku?" tanya Sehun kesal sambil tangannya mengambil kembali sendok sup miliknya.

Luhan memutar bola matanya dan mendengus ketika mendengar nada bicara Sehun yang seperti itu. Ia kembali mengganggu acara makan Sehun. Kali ini bukan sendok supnya yang ia ambil, melainkan sumpit yang sedang Sehun gunakan untuk mengapit daging panggang yang dipesannya.

"YA! Luhan! Berhenti mengganggu makan siangku!" protes Sehun. Tangannya dengan cekatan sudah berada di depan dahi Luhan dan menyentilnya dengan keras, menghasilkan ringisan dari empunya dahi.

Luhan mengusap-usap dahinya yang berdenyut nyeri. Menatap Sehun tajam dengan mata rusanya sebelum—

"Hentikan makanmu, Tuan Oh! Bantu aku mengintrogasi makhluk mungil bermata sipit yang sedang duduk di hadapan kita,"—berbicara dengan nada sinis. Salah satu kakinya tidak lupa ia gunakan untuk menginjak kaki sebelah kanan Sehun dengan keras. Balas dendam untuk sentilan Sehun pada dahinya.

Sementara makhluk yang dimaksud Luhan hanya mampu menampilkan ekspresi polosnya dengan tangan menunjuk tepat di depan hidungnya sambil bergumam 'aku'.

Baekhyun mencebikkan bibirnya. Ia menatap jengah pada Luhan yang sejak tadi tidak ada hentinya berbicara—lebih tepatnya memarahi—pada Sehun karena usahanya mengajak lelaki tampan itu untuk mengintrogasi dirinya tidak dihiraukan oleh kekasihnya itu. Malah Sehun kembali fokus pada makan siangnya yang masih tersisa cukup banyak.

Baekhyun meletakkan jari telunjuk sebelah kirinya di depan bibirnya dan mengeluarkan suara 'sstt' pertanda Luhan harus diam. Ajaib, Luhan langsung mengistirahatkan mulutnya yang sejak tadi berbicara.

Baekhyun beralih menatap Sehun yang masih saja sibuk dengan makan siangnya, seolah-olah di meja itu hanya ada dirinya dan makanan yang sedang ia makan. Tidak peduli pada Baekhyun—sahabatnya—dan Luhan—kekasihnya. Baekhyun tersenyum sinis, sebelum satu tangannya mengambil botol air mineral yang masih terisi penuh kemudian—

"AW!"

—memukulkan botol air mineral itu tepat di kepala Sehun yang sukses membuat ringisan Sehun terdengar hampir di seluruh sudut kantin.

"YA! Kenapa kau memukul kepalaku? Ini sangat sakit kalau kau mau tahu!" bentak Sehun seraya menatap Baekhyun tajam. Satu tangannya bergerak untuk mengusap bekas pukulan yang Baekhyun layangkan pada kepalanya. Semoga setelah ini otaknya tidak bermasalah.

Baekhyun hanya menjulurkan lidahnya pada Sehun dan kembali mendaratkan botol air mineral itu pada salah satu bagian tubuh Sehun, kali ini bahu lelaki tampan itu yang jadi sasarannya. Sehun kembali harus meringis sakit karena ulah Baekhyun.

"Berhenti memukulku, Byun Baekhyun!" bentak Sehun lagi. Tangannya dengan sigap mengambil botol air mineral yang dipegang Baekhyun dan menaruhnya di sisi sebelah kanan kakinya.

Sehun kembali berniat untuk melanjutkan makannya setelah dirasa aman jika Baekhyun dan Luhan tidak akan mengganggunya lagi. Namun belum sempat keinginan itu terlaksana, ia kembali harus mendengus kesal ketika—

"KURANGI PORSI MAKANMU, TUAN OH! KAU TIDAK SADAR? TINGGIMU SUDAH MELEBIHI BATAS NORMAL!"—dengan santainya Baekhyun berteriak tepat di telinga sebelah kanannya.

Sehun merasakan darahnya bergejolak. Wajahnya memerah. Kedua telinganya sudah mengeluarkan asap tidak kasatmata, ditambah napasnya yang kini memburu. Ia berusaha mati-matian menahan emosinya agar tidak meledak saat itu juga. Karena jujur, ia sudah sangat kesal dengan kekasih dan sahabatnya itu yang terus saja mengganggu makannya.

"Cih! Terserah apa katamu, Byun Baekhyun. Bilang saja kau iri padaku karena kau pendek!" balas Sehun sinis. Tangannya kembali bergerakn untuk memasukkan makanan ke mulutnya.

Baekhyun terdiam mendapat balasan seperti itu dari Sehun. Ia agak sensitif jika ada orang yang mengatakan kalau ia pendek meskipun itu orang terdekatnya.

"Kau tidak lihat jika kekasihmu, Xi Luhan, juga pendek, Oh Sehun. Dasar bodoh!" balas Baekhyun tidak kalah sinis.

Sehun mendongakkan kepalanya guna menatap Baekhyun kemudian beralih menatap sang kekasih yang saat ini sedang sibuk pada game di ponselnya—Luhan tidak ingin ikut campur dalam pertengkaran Sehun dan Baekhyun. Kembali menatap Baekhyun, Sehun kemudian tersenyum—sangat—manis. Hei! Sehun memang tersenyum manis pada Baekhyun, tetapi Baekhyun tahu maksud dari senyuman itu.

Baekhyun merasakan hawa dingin menjalar di sekitar tengkuknya.

"Kekasihku memang pendek, tetapi—" Sehun menggantung ucapannya. Ia mengambil botol air mineral yang tadi ia simpan di sisi sebelah kanan kakinya dan meminum isinya hingga tersisa setengah. Setelah itu ia kembali menatap Baekhyun dengan tatapan polosnya.

"—setidaknya ia lebih tinggi darimu, Byun Baekhyun!" lanjutnya disertai tawa yang cukup keras. Ia sangat suka mengejek Baekhyun tentang tinggi tubuhnya.

Baekhyun melotot setelah mendengar apa yang baru saja Sehun katakan. Ia merasa ada sepasang tanduk tidak kasatmata yang tiba-tiba muncul di atas kepalanya. Sepertinya Sehun benar-benar ingin mengajaknya perang.

Baekhyun mengambil napas sedalam mungkin, sebelum—

"AKU TIDAK PENDEK, OH SEHUN, IDIOOOOOOOOOOOOT!"—kembali berteriak tepat di telinga Sehun membuat Sehun kali ini harus menutup kedua telinganya setelah mendengar teriakan Baekhyun yang—ugh—sangat keras.

Sehun membuat pola seperti huruf 'O' pada kelima jari sebelah kirinya. Menaruhnya di depan mulut dan meniupkan udara ke dalamnya, kemudian membawanya ke samping telinga kirinya dan membiarkan udara—kosong—yang terdapat pada pola tangan yang sudah ia buat itu keluar dan masuk ke telinganya. Ia berharap hal itu dapat mengurangi dengungan yang ditimbulkan oleh teriakan Baekhyun tadi. Sehun terus melakukan hal yang sama selama beberapa kali.

Setelah selesai dengan kegiatannya itu, Sehun kembali memulai aksi bertengkarnya dengan Baekhyun.

"Baiklah. Kau tidak pendek, Baek," ucap Sehun lembut. Baekhyun tersenyum penuh kemenangan setelah mendengar pengakuan dari Sehun kalau dirinya itu tidak pendek.

"Tapi katakanitu ketika kau berada di samping anak berusia 8 tahun!" lanjutnya kembali disertai tawa yang menggelegar.

Oh Sehun sialan!

Baekhyun menggembungkan pipinya dan mengerutkan kedua alisnya. Baru saja ia senang karena pengakuan Sehun, tetapi kenapa Sehun kembali mengejeknya lagi? Baiklah. Sehun memang tidak akan pernah serius jika ingin memuji seseorang.

Mengabaikan tawa Sehun yang masih saja terdengar, Baekhyun lebih memilih mengambil ponselnya dan memasangkan headset pada kedua telinganya. Mendengarkan lagu kesukaannya dari boyband terkenal Super Junior, In My Dream.

Hei! Baekhyun memang tidak pendek jika ia disandingkan dengan wanita-wanita yang ada di kampusnya! Hahahahahaha.

.

.

.

Baekhyun masih asyik mendengarkan lagu dari beberapa boyband dan girlband terkenal yang ada di negaranya. Kedua matanya melihat ke seluruh penjuru kantin, yang ternyata sudah lebih ramai daripada sebelumnya. Pandangannya terhenti ketika lagi-lagi matanya menangkap sosok yang sangat familiar baginya—kembali—bersama seseorang yang sangat ia kenal walaupun hanya dilihat dari punggungnya saja. Park Chanyeol dan Do Kyungsoo.

Kembali duduk di tempat yang sama, Chanyeol dan Kyungsoo seolah tidak terganggu dengan keramain yang terjadi di dalam kantin. Duduk berhadapan dengan sebuah gelas berukuran cukup besar—yang berisi milk shake vanilla kesukaan Kyungsoo—yang berada di tengah-tengah meja dengan dua buah sedotan yang berada di dalamnya. Kedua sedotan itu sudah berada di dalam mulut Chanyeol dan Kyungsoo. Menghisap minuman itu bersamaan (segelas berdua) dengan jarak wajah yang cukup dekat.

Chanyeol menatap wajah Kyungsoo. Mengagumi kemanisan wajah Kyungsoo jika dilihat dari jarak sedekat ini. Matanya yang indah, pipinya yang berisi—namun menggemaskan untuk Chanyeol—, kulitnya yang putih bersih, dan terakhir, bibir tebal dengan bentuk unik berwarna merah muda yang sangat menggoda untuk Chanyeol.

Chanyeol sedikit menyentuh sudut bibir kanan Kyungsoo sebelum tangannya beralih mengelus wajah halus Kyungsoo dengan sayang. Ia lantas menarik sedotan yang berada di dalam mulut Kyungsoo. Tangannya dengan cepat berpindah untuk memegang dagu Kyungsoo, menatap mata indah Kyungsoo sebelum penyatuan bibir itu terjadi. Hanya mengecup tanpa ada pergerakan apapun, karena Chanyeol tahu ini tempat umum.

Chanyeol tidak sadar. Ia tidak peduli jika sosok lelaki mungil yang duduk di sudut pojok kantin sedang menatap penuh luka ke arahnya.

.

.

.

Baekhyun menundukkan kepalanya. Berusaha menyembunyikan airmatanya yang sedikit demi sedikit sudah mulai mengalir melewati kedua pipinya. Satu tangannya ia bawa ke depan dada sebelah kirinya kemudian mencengkeramnya dengan kuat.

Ini sakit. Baekhyun merasa sakit.

Entah sudah berapa banyak sayatan luka yang Chanyeol lakukan pada hatinya. Ia tidak pernah menghitungnya. Yang ia tahu, sayatan itu sudah berubah menjadi lubang besar yang sebentar lagi akan menghancurkan hatinya menjadi beberapa bagian, atau mungkin akan hancur berkeping-keping.

Baekhyun segera melepas headset yang dipakainya. Memasukkan headset, ponsel, dan beberapa barang miliknya dengan asal ke dalam tas. Ia langsung berlari secepat yang ia bisa—dalam kondisi kakinya yang terasa lemas—mengabaikan panggilan dari Luhan dan Sehun yang terkejut karena tiba-tiba saja ia berlari.

Baekhyun tidak peduli dengan panggilan kedua sahabatnya. Ia hanya ingin segera sampai di apartemennya dan menangis sejadi-jadinya di dalam kamar.

Baekhyun cengeng? Iya, Baekhyun memang cengeng, dan itu karena ulah lelaki bertelinga lebar bernama Park Chanyeol.

.

.

.

.

.


Ryeoby Rin


.

.

.

.

.

Baekhyun memasuki apartemennya dengan langkah pelan. Masih dengan kepala yang tertunduk, Baekhyun membawa langkahnya menuju kamarnya. Ia kemudian membuka pintu kamarnya namun belum berniat untuk masuk ke ruangan yang biasa ia gunakan untuk menghabiskan waktu ketika hari libur tiba. Matanya menelisik segala hal yang ada di dalam kamarnya. Masih sama seperti sebelum-sebelumnya.

Setelah beberapa menit Baekhyun terdiam, ia memutuskan untuk segera masuk ke kamar dan menaruh tasnya sembarangan. Langkah kakinya ia bawa menuju ke dalam kamar mandi. Menyalakan shower dan membiarkan tubuhnya yang masih terbalut pakaian lengkap basah akibat siraman air yang berada di atas kepalanya.

Baekhyun merasakan persendian kedua kakinya melemas. Ia memilih untuk duduk dan menekuk kedua lututnya sampai mengenai dadanya. Airmatanya ia biarkan turun, bersamaan dengan air shower yang masih setia mengguyur tubuh rapuhnya.

Tubuh Baekhyun lelah, begitu juga dengan hatinya.

.

.

.

Baekhyun duduk di karpet berbulu yang ada di ruang tengah apartemennya. Di depannya terdapat laptop yang sedang menyala. Ia tidak melakukan apapun terhadap laptop itu. Ia hanya menatap layar laptop dengan tatapan kosong. Ia masih mengingat dengan jelas kejadian tadi siang. Ketika orang yang ia cintai—percaya—dengan tidak tahu malunya mengecup lelaki lain di tempat umum. Di depan matanya dan di depan banyak orang. Ia tahu itu, karena begitu Chanyeol memulai aksi nekatnya, semua pasang mata yang berada di sekitarnya langsung tertuju padanya dan Kyungsoo.

Baekhyun mencengkeram dada sebelah kirinya yang lagi-lagi menimbulkan denyutan nyeri. Napasnya tercekat ketika ia berusaha untuk menahan airmatanya. Mata sipitnya ia edarkan untuk melihat ke sekeliling ruang tengahnya dan berhenti ketika melihat sebuah foto. Fotonya bersama Chanyeol. Ia tersenyum tipis saat melihat bagaimana bahagianya raut wajah mereka ketika berada di dalam foto itu.

CKLEK

Pandangan Baekhyun beralih pada pintu apartemennya yang terbuka dan menampilkan sosok kekasihnya yang saat ini sedang melepas sepatunya. Chanyeol melangkah menuju Baekhyun dan segera mengecup dahi kekasihnya. Baekhyun memejamkan mata ketika benda kenyal itu menempel sempurna di dahinya. Setelah itu Chanyeol segera masuk ke kamarnya untuk membersihkan diri.

.

.

.

Baekhyun menatap nanar ponsel yang saat ini berada di genggamannya. Itu ponsel Chanyeol. Ia meminjamya pada Chanyeol sebelum lelaki tampan itu beranjak ke kamarnya. Ketika Chanyeol bertanya untuk apa Baekhyun meminjam ponselnya, lelaki mungil itu dengan lancar menjawab jika ia ingin mengirim pesan penting pada Luhan—dikarenakan pulsanya habis—dan Chanyeol langsung memberikan ponselnya pada Baekhyun.

Ketika hendak mencari nama Luhan di kontak ponsel milik Chanyeol, tiba-tiba saja ponsel Chanyeol bergetar selama beberapa detik.

Drrt drrt drrt

1 pesan diterima

Baekhyun bingung. Ia ingin membuka pesan itu dan membacanya, tetapi ia tahu itu perbuatan yang tidak sopan sekalipun itu pesan dalam ponsel kekasihnya sendiri. Namun jika ia tidak membuka dan membacanya, ia akan penasaran dengan isi pesan tersebut.

Setelah berperang dengan batinnya sendiri, akhirnya Baekhyun memutuskan untuk membuka pesan itu. Mulutnya merapalkan 'semoga Chanyeol tidak marah' beberapa kali seraya membuka aplikasi pesan dan segera melihat siapa yang mengirimi kekasihnya pesan.

Baekhyun terbelalak.

Pesan itu dari Kyungsoo.

From: Baby Soo

Yeollie, terima kasih untuk hari ini :*

Baekhyun semakin terbelalak.

Yeollie?Semesra itukah panggilan sayang Kyungsoo untuk kekasihnya, Park Chanyeol?

Ah! Sial! Baekhyun baru sadar jika Chanyeol menulis nama Kyungsoo dengan 'Baby Soo' di dalam kontaknya.

Baekhyun merasa matanya memanas. Tenggorakannya terasa seperti diikat kuat oleh sebuah tali tambang yang besar, membuat oksigen yang ia hirup tersendat-sendat. Dadanya kembali berdenyut nyeri. Baekhyun yakin, jika kali ini hatinya sudah lepas dari tempat seharusnya. Ia tinggal menunggu waktunya untuk mati secara perlahan-lahan.

.

From: Baby Soo

Kau sangat mesum, Park Chanyeol. Berhenti menggodaku!

.

From: Baby Soo

Aku sudah memasak makanan kesukaanmu, cepatlah datang!

.

From: Baby Soo

Kencan? Baiklah. Jemput aku jam 10!

.

From: Baby Soo

Huh? Kau sudah bercermin belum? Matamu pasti bermasalah ketika bilang jika wajahmu itu tampan. Tapi, yak au memang tampan sih :D

.

From: Baby Soo

Apa? Aku sedang kesal padamu. Harusnya kau membujukku agar tidak marah lagi padamu. Issh, MENYEBALKAN!

.

From: Baby Soo

Ne, Yeollie, aku juga mencintaimu.

.

.

.

Chanyeol sudah selesai membersihkan dirinya. Dengan pakaian rumahnya—celana training dan kaus berwarna hitam tanpa lengan—lelaki jangkung itu melangkah dengan santai, membawa kaki serta tubuhnya untuk menemui sang kekasih yang masih berada di ruang tengah. Ia berkeinginan untuk menghabiskan waktu bersama sang kekasih.

Chanyeol sudah sampai di ruang tengah. Namun tubuhnya langsung membeku ketika Baekhyun menyadari kehadirannya ditambah dengan Baekhyun yang menatapnya dengan wajah penuh airmata.

"Ba—Baek," panggil Chanyeol terbata.

Baekhyun tidak menjawab panggilan Chanyeol. Kedua matanya masih menatap Chanyeol dengan tatapan penuh luka. Airmatanya pun turut serta menatap Chanyeol, seolah memberitahukan pada lelaki jangkung itu jika airmatanya juga lelah jika harus keluar terus-menerus dari mata sipitnya.

"Ye—Yeol..." panggil Baekhyun dengan suara paraunya.

"Baek…" Chanyeol tidak menjawab panggilan Baekhyun, namun suaranya ia gunakan untuk memanggil—kembali—kekasihnya.

Dengan langkah pelan, Chanyeol mendekati Baekhyun. Ia kembali dibuat terkejut ketika Baekhyun melangkah mundur dan menghindarinya.

Baekhyun menggelengkan kepalanya kuat-kuat, membuat airmatanya semakin deras mengalir di wajah manisnya. Wajahnya sudah penuh dengan airmata. Bibirnya pun tidak kalah buruk kondisinya, sedikit berdarah karena digigit kuat oleh dirinya sendiri.

"Kau masih memiliki hubungan dengan Kyungsoo, Yeol?"

Wajah Chanyeol pucat seketika. Aliran darahnya seolah berlomba-lomba untuk segera keluar dari wajah tampannya. Napasnya tercekat, membuktikan jika ia sangat terkejut dengan pertanyaan Baekhyun.

"Tidak!" Chanyeol menjawab tegas. Raut wajahnya berubah datar. Nada bicaranya pun lancar, namun terkesan dingin.

"Tetapi mereka bil—"

"Kau lebih percaya pada ucapan mereka daripada aku? Kekasihmu sendiri?" Chanyeol memotong ucapan Baekhyun masih dengan nada bicaranya yang terkesan dingin. Matanya menatap tajam mata sipit milik Baekhyun, seolah menegaskan jika ia tidak suka dengan apa yang akan Baekhyun katakan.

"Aku percaya padamu," Baekhyun menjawab lembut pertanyaan Chanyeol. Tidak lupa senyum manis terulas di bibir tipisnya. "Pada awalnya," lanjut batin Baekhyun.

Chanyeol pun ikut tersenyum mendengar jawaban yang terlontar dari bibir kekasihnya. Kedua tangannya terangkat ke udara, hendak merengkuh Baekhyun ke dalam pelukan hangatnya sebelum suara Baekhyun yang masih terdengar parau menyapa kembali indera pendengarannya.

"Tapi—" Baekhyun menggantung ucapannya seraya menundukkan kepalanya, menyembunyikan airmata yang lagi-lagi kembali mengalir dari kedua matanya.

Chanyeol mengerutkan dahinya. Tidak mengerti dengan hal yang terjadi saat ini.

"Orangtuamu tidak pernah mengajarimu untuk berbohong, kan, Yeol?" lanjut Baekhyun, masih tetap pada posisinya semula.

Chanyeol semakin tidak mengerti.

"Maksudmu?"

Baekhyun menarik napas dalam. Mencoba menghirup oksigen sebanyak mungkin. Napasnya benar-benar terasa sesak. Tali tambang tak kasatmata itu kembali mengikat tenggorokannya dengan kuat.

"Kau… masih mencintai Kyungsoo, kan?" tanya Baekhyun seraya menatap Chanyeol dengan tatapan yang sama. Penuh luka. Bibirnya berusaha untuk tersenyum manis. Namun gagal, karena yang terbentuk adalah senyum miris Baekhyun.

Chanyeol gugup. Matanya menatap ke sekeliling ruangan, menatap apapun yang dapat dijangkau oleh indera penglihatannya asal jangan menatap wajah Baekhyun. Jujur, ia merasa sakit melihat wajah Baekhyun yang seperti itu.

"Tidak, Baek!" kembali, Chanyeol menjawab dengan tegas pertanyaan yang Baekhyun ajukan padanya. Matanya masih setia menatap sekeliling ruang tengah, belum berani untuk menatap wajah sang kekasih.

Baekhyun masih menatap Chanyeol dengan sendu, dengan penuh luka yang sangat terlihat di wajah manisnya. Tangannya bergerak untuk meraih wajah Chanyeol, membawa wajah tampan itu untuk menatapnya. Chanyeol sempat menolak, namun Baekhyun tidak menyerah hingga akhirnya Baekhyun berhasil membawa wajah Chanyeol ke depan wajahnya.

Jarak wajah mereka tidak begitu jauh. Cukup dekat karena mereka dapat merasakan deru napas masing-masing. Baekhyun memejamkan matanya, membawa wajahnya semakin dekat dengan wajah kekasihnya dan bibir keduanya pun menempel dengan sempurna.

Baekhyun melepaskan ciumannya pada bibir Chanyeol setelah beberapa menit terlewati. Ia menjauhkan wajahnya dari wajah Chanyeol dan melepaskan tangannya yang tadi ia gunakan untuk menangkup wajah Chanyeol.

Baekhyun kembali menatap Chanyeol dengan sendu. Setetes airmata kembali menemaninya ketika menatap wajah sang kekasih. Chanyeol pun kembali mengalihkan pandangannya.

"Kumohon, jujurlah padaku, Yeol," pinta Baekhyun memelas. Ia tidak ingin apapun. Ia hanya ingin Chanyeol jujur padanya. Itu saja.

Chanyeol mundur beberapa langkah. Menatap Baekhyun sebentar, sebelum menundukkan kepalanya dalam-dalam.

"Maaf, Baek. A—aku… a—aku memang masih mencintai Kyungsoo…"

Akhirnya. Akhirnya Baekhyun mendapatkan jawabannya. Chanyeol sudah jujur padanya. Tetapi, perasaannya semakin tersayat-sayat mendengar pengakuan Chanyeol. Ia tidak menyangka jika hatinya masih dapat hidup setelah sekian lama menerima sayatan luka secara perlahan-lahan.

Baekhyun tersenyum pahit.

"Sejak kapan?" tanyanya dengan suara yang kembali terdengar parau.

"…"

Hening

Selama beberapa detik tidak ada tanda-tanda Chanyeol akan menjawab pertanyaan Baekhyun. Namun di detik setelahnya, suara Chanyeol yang terdengar pelan kembali menyapa indera pendengaran Baekhyun.

"Sejak awal kau menyatakan cinta padaku," jawab Chanyeol pelan. Hatinya semakin sakit ketika mendengar suara isakan makhluk manis dan mungil yang sekarang berada beberapa jarak dari tempatnya berdiri.

Baekhyun mengangguk. Airmatanya semakin deras ketika mendengar pengakuan secara langsung dari sosok yang begitu ia cintai. Ia tidak menyangka jika hubungan yang sudah dua setengah tahun dijalaninya bersama Chanyeol harus hancur seperti ini.

Chanyeol benar. Memang dirinya-lah yang lebih dulu menyatakan cinta pada lelaki tampan itu. Hal itu terjadi karena ia sudah tertarik pada sosok Chanyeol sejak awal pertemuan mereka di sebuah halte. Tetapi—

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"LALU KENAPA KAU MEMINTAKU UNTUK MENJADI KEKASIHMU SAAT ITU?!" Baekhyun berteriak frustasi. Ia sudah tidak bisa lagi menahan emosinya. Ia kecewa, marah, kesal, dan ia merasa bodoh.

Ya, itu benar. Memang Chanyeol-lah yang meminta Baekhyun untuk menjadi kekasihnya tepat pada tanggal 6 Mei 2015 dan Baekhyun langsung menerima Chanyeol sebagai kekasihnya tanpa membiarkan kepalanya berpikir untuk menerima Chanyeol atau tidak.

Chanyeol menjatuhkan tubuhnya ke lantai dingin yang sejak tadi dipijaknya. Ia menyangga beban tubuhnya dengan kedua lututnya yang menempel pada lantai. Ia bersimpuh, dengan kepala yang masih menunduk. Bedanya, airmatanya kini berhasil lolos dari mata tajam miliknya.

"Maaf, Baek, a—aku…" suara Chanyeol terdengar parau. Ia berusaha menetralkan suaranya agar tidak terdengar aneh di telinganya maupun di telinga kekasihnya.

Baekhyun hanya diam menatap Chanyeol yang bersimpuh di depannya. Napasnya masih sedikit memburu akibat berteriak. Wajahnya memerah padam karena emosi masih melingkupi dirinya. Namun lagi-lagi airmatanya kembali muncul dan mengalir di wajahnya.

"Maaf, sayang…" Chanyeol kembali meminta maaf.

Baekhyun masih terdiam.

"Maaf…"

"…"

"Maaf.."

"…"

"Maaf..."

"…"

"Maaf…"

"…"

"Maaf..."

"…"

"Maaf…"

"…"

Chanyeol mengucapkan kata 'maaf' berulang-ulang, namun Baekhyun tak kunjung merespon ucapannya. Lelaki bersuara emas itu masih bertahan pada posisinya. Diam, diam, dan diam.

"Kau tahu—" Baekhyun bersuara.

"Telingaku tidak tuli untuk mendengar desas-desus berita kedekatanmu bersama mantan kekasihmu itu, Yeol. Mereka yang mengenalku dan mengenalmu bahkan mengenal Kyungsoo pun dengan berbaik hati memberikan informasi padaku jika kau kembali menjalin hubungan dengan Kyungsoo. Bahkan, sahabatku pun—Luhan—melakukan hal yang sama," dengan tenang, Baekhyun melanjutkan ucapannya.

"Aku sempat terkejut, tetapi aku percaya padamu, Yeol. Aku percaya pada kekasihku, karena aku mencintainya."

Baekhyun tersenyum.

"Tetapi, seiring berjalannya waktu, berita itu semakin gencar memasuki indera pendengaranku. Saat itu aku lebih memilih berpura-pura tuli. Aku tidak menghiraukan apa saja yang mereka katakan padaku, tentangmu danKyungsoo. Aku masih percaya padamu, Yeol…"

Baekhyun melepas gelang yang tersemat di pergelangan tangan kirinya dan melemparkannya ke hadapan Chanyeol. Chanyeol tersentak.

"Dan kepercayaanku mulai goyah ketika berita itu bertambah parah setiap harinya. Tetapi, lagi-lagi aku percaya padamu. Oh, tidak! Lebih tepatnya aku berusaha percaya padamu, Yeol. Ponselmu yang berisi pesan-pesan mesra darinya. Kencan yang kau lakukan dengannya secara sembunyi-sembunyi. Alasan adanya urusan di kampus ketika kau ingin berkunjung ke rumahnya. Dan terakhir—"

"—kau berciuman dengannya di kantin. Di tempat umum. Di depan banyak pasang mata yang melihat dan di depan mataku!" Baekhyun menghentikan ucapannya dan mengusap kasar airmatanya.

Chanyeol masih tetap dalam posisinya. Airmatanya semakin mengalir di wajah tampannya.

Ia sudah ketahuan.

Baekhyun berbalik, hendak melangkahkan kedua kakinya keluar apartemen. Namun baru beberapa langkah ia berjalan, langkahnya terhenti ketika sebuah tangan besar dan kokoh sudah mendarat mulus di lehernya. Hembusan napas hangat seolah menggelitik lehernya.

"Maaf, Baek, maafkan aku…" ucap Chanyeol memohon.

Baekhyun berusaha melepaskan pelukan Chanyeol di lehernya. Namun tenaga Chanyeol yang jauh lebih kuat dengan telak menggagalkan usahanya.

"Maaf, Baek, maafkan aku…" ucap Chanyeol kembali memohon. Tangannya semakin memeluk leher Baekhyun dengan erat dan bibir tebalnya ia gunakan untuk mengecup tengkuk Baekhyun.

Baekhyun memejamkan matanya seraya kembali menahan sesak di dadanya. Pikirannya kembali memutar moment-moment indah yang ia lewati bersama Chanyeol. Tertawa bersama. Menghabiskan waktu berdua ketika akhir pekan. Mendengarkan segala keluh kesah Chanyeol. Menjahili Chanyeol.

Airmata kembali mengalir di kedua pipinya.

"Lepas," desisnya pelan.

Chanyeol menggelengkan kepalanya dan semakin mengeratkan pelukannya. Tidak peduli pada Baekhyun yang merasa risih dengan perbuatannya.

"Maaf, Baek…"

"Kau pikir—" Baekhyun kembali berucap dengan nada bicara yang terdengar semakin dingin di telinga Chanyeol.

"—dengan kata maafmu itu dapat menyembuhkan luka yang dengan sengaja kau goreskan di hatiku? Dapat mengembalikan rasa kepercayaanku padamu yang dulunya penuh, hingga akhirnya lenyap tidak bersisa?" dan dalam sekali hentakan Baekhyun berhasil melepaskan pelukan Chanyeol pada lehernya.

Ucapan Baekhyun telak menohok ulu hati Chanyeol, membuat lelaki jangkung itu semakin merasakan bagaimana sakitnya ketika hatinya tersayat-sayat dengan ribuan pedang tak kasatmata.

Baekhyun kembali berniat melangkahkan kakinya. Ia sudah tidak tahan berada di sini. Ia ingin segera pulang ke rumahnya. Namun lagi-lagi gerakannya terhenti saat Chanyeol kembali menahannya. Kali ini pergelangan tangannya yang dipegang erat oleh Chanyeol.

"Maaf, Baek, maafkan aku. Aku mohon, beri aku kesempatan sekali lagi. Aku berjanji akan berubah, aku berjanji!"

Chanyeol sangat kacau. Wajah dan matanya memerah, airmatanya pun masih turut serta menuruni kedua pipinya. Sesekali isakan kecil terdengar dari bibirnya.

Chanyeol menyesal, sungguh!

Baekhyun menoleh ke belakang, melihat pergelangan tangannya yang dipegang erat oleh Chanyeol. Sebenarnya ia merasa sakit melihat keadaan Chanyeol saat ini. Namun ia sudah tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Ia ingin segera mengakhiri semuanya.

"Kau tidak bisa berjanji untuk sebuah perubahan jika hatimu sendiri tidak pernah berniat untuk mengubahnya. Kau tidak sadar? Semenjak aku yakin jika kau mengkhianatiku, sejak saat itu aku memberimu sebuah kesempatan. Aku berpikir... kau akan berubah nantinya dan ya… ternyata itu hanya pikiranku saja, karena fakta yang ada, kau masih saja melakukan kesalahan yang fatal. Dua tahun lebih kita menjalin hubungan, aku tidak tahu sudah berapa banyak kesempatan yang aku berikan padamu, Yeol. Yang aku tahu, kau tidak pernah berniat untuk memperbaiki kesalahan yang sudah kau perbuat," ucap Baekhyun sinis.

"Maaf, Yeol, aku tidak bisa!" dan Baekhyun melangkah keluar apartemen Chanyeol setelah sebelumnya berhasil melepaskan pergelangan tangannya dari cengkeraman tangan Chanyeol.

Chanyeol meraung-raung di posisinya. Meneriakkan nama Baekhyun sekeras-kerasnya, berharap dengan teriakan itu Baekhyun dapat kembali padanya. Namun sayang, hingga Chanyeol lelah dan meringkuk di sudut ruang tengahnya... Byun Baekhyun—sosok mungil dan menggemaskan, yang beberapa waktu lalu masih menjadi kekasihnya—tidak akan kembali lagi.

.

.

.

Sementara itu—

.

.

.

Baekhyun masih berdiri di posisinya. Kedua matanya menatap nanar pintu apartemen Chanyeol yang sejak beberapa bulan lalu menjadi tempat tinggalnya. Setelah keluar dari dalam apartemen, Baekhyun belum juga beranjak dari pintu apartemen tersebut. Ia mendengar dengan jelas suara Chanyeol yang meneriakkan namanya dengan keras seraya memintanya untuk kembali. Bohong jika ia tidak merasakan sakit ketika orang terkasihnya seperti itu. Tetapi, luka yang Chanyeol buat jauh lebih sakit dibanding ketika melihat keadaan Chanyeol yang kacau.

"Aku mencintaimu, Chanyeollie…" gumam Baekhyun seraya berlalu pergi.


.

.

.

Kepercayaan merupakan sebuah pondasi dalam sebuah hubungan.

Baekhyun sudah membangun pondasi kepercayaan itu dengan kokoh.

Menjaganya dengan baik ketika ada yang mencoba untuk merobohkannya.

Namun tanpa Baekhyun duga, sang terkasih-lah yang merobohkan pondasi kepercayaan itu.

Hingga hancur berantakan…

.

.

.


End


.

.

.


Cerita di atas merupakan cerita debutku di FFN yang kupublish pada tanggal 12 Agustus 2014 dengan pairing KaiSoo. Aku sengaja mengeditnya menjadi pairing ChanBaek karena aku sedang badmood. Mohon maaf kalau penulisanku masih kacau karena cerita di atas tidak aku edit secara keseluruhan, hanya nama tokohnya saja, jadi kurasa wajar saja kalau masih berantakan, hehehe. Ide dan alurnya pun pasaran banget, ya, tapi itu satu kejadian yang pernah aku alami, diselingkuhi orang yang kusayang/mendadak sedih/ tapi yaudah ya, itu hanya masa lalu. Jika cerita di atas mendapat respon yang cukup baik, aku akan tetap menyimpannya di list storiesku, tetapi kalau tidak, mungkin beberapa hari setelahnya aku akan menghapusnya. Ini hanya hasil dari aku yang tidak tahu harus melakukan apa saat sedang badmood. Huh.

Ya, sudah. Semoga kalian menikmati tulisan pertamaku ini, ya ^^

.

.

.

Yang berkenan dan ikhlas…

Bisakah memberikan reviewnya untukku?

Kritik dan saran diterima dengan lapang dada dan tangan terbuka :*

Terima kasih ^^