Siapa yang sangka untuk fandom yang kecil, yang review fanficku kemaren banyak juga. Yah, banyak (?) juga yang suka Boboiboy x Yaya ya? Aku sih netral aja, gak tega rasanya masang-masangin anak SD... aku yang udah umur segini aja masih jomblo *bilang aja jadi ngiri *kok malah curcol? *plak!
Fanfic ini bersetting di Season 2. Awalnya rada ragu harus masukin Fang atau gak, habis... yah sudahlah, karena karakterisasi dia paling susah ditulis buatku... Tapi ya udahlah dicoba aja. Jadi ini bersetting sebelum episode 11, itu lho, sebelum Ajo Jo dateng.
Aku bakal berusaha buat IC, cuma karena Boboiboy membelah 3 (emang dia amuba? *plak) rasanya jadi terlalu menggiurkan buat gak dibikin OOC... tapi silahkan liat aja sendiri. Entah ada yang mau baca atau gak, sudahlah. Fanfic ini jauh lebih berantakan daripada fanfic yang kemaren.
Warning: OOC, miss typo, no-pairing, friendship
Disclaimer: Animonsta, pinjem Boboiboynya ya hehe *dilempar graphic tablet
Elemental Personality
Jika ada hal yang sulit untuk dimengerti, manusia punya kecenderungan untuk tidak memikirkan hal itu. Bukannya tidak mau berpikir, tapi ada kalanya tak semua hal di dunia ini memiliki jawaban.
Mungkin itulah alasannya meski semua orang penasaran dengan Boboiboy membelah menjadi tiga, tak ada yang benar-benar menanyakannya. Selain karena sepertinya Boboiboy sendiri pun tak mengerti, karena selama ini belum pernah ada masalah yang benar-benar fatal jadi tak apalah.
Sampai hari itu tiba.
Sebenarnya hal itu hanya disebabkan oleh hal yang sepele.
"Aduh!"
"Uwaaa!"
"GUBRAK!"
"Prak!"
"Gopal! Boboiboy! Kalian tidak apa-apa?" tanya Ying khawatir, segera menuruni tangga. Kedua temannya jatuh terguling dari tangga sekolah dan timpang tindih satu sama lain. Alasannya sepele, karena Gopal tidak melihat ke depan dan tidak sengaja menabrak Boboiboy di depannya.
"Gopal... cepat minggir! Beraaat!" keluh Boboiboy yang tertindih temannya yang besar itu.
"Aduh... kepalaku...," Gopal berusaha bangkit sambil memegangi kepalanya.
Sementara Boboiboy mengelus pergelangan tangan kanannya yang terasa nyeri karena tertindih badannya sendiri, semoga tidak terkilir.
"Kau ini! Kalau jalan lihat ke depan dong!" tegur Boboiboy, memandang pergelangan tangannya yang memerah. Mungkin warnanya akan menjadi keunguan esok hari... aduh sial, tangan kanan lagi...
Ying menyodorkan tangannya pada Boboiboy untuk membantunya berdiri. Boboiboy menyambutnya dengan senang hati. Pergelangan tangannya terasa ngilu, tapi ia sudah terluka lebih parah dari ini. Jadi, rasanya tak akan ada masalah.
'Tapi, tadi sepertinya ada bunyi retak? Apa ya?' pikir Boboiboy sedikit kebingungan.
IoI
Sebuah kebiasaan cenderung tidak disadari dan susah hilang. Termasuk kebiasaan Boboiboy.
Bukan, bukan kebiasaan dia suka lupa nama orang, tapi kebiasaan yang muncul sejak dia dapat kekuatan super.
Kalau ada orang yang teriak "tolong!" dengan nada yang begitu serius (alias teriak) meski tidur pun Boboiboy akan bangun dan melompat langsung berubah jadi tiga orang (sampai kadang tak tahu tempat dan situasi di mana dia berubah sampai pernah menghantam langit-langit kamar). Termasuk hari ini.
Lagi-lagi Ochobot bermimpi buruk dan berteriak "toloooong!" tanpa sadar. Entah apa yang diimpikannya, membingungkan, kok robot bisa mimpi (apalagi Probe, bisa tidur kalau kena gas tidur).
Boboiboy yang tidur di sebelahnya pun langsung bangun dengan kecepatan cahaya dan tanpa pikir panjang berubah menjadi tiga orang.
"Boboiboy menjadi tiga!" serunya!
Seperti biasa, Boboiboy melompat dan berubah menjadi tiga orang.
Tapi namanya masih kepalang ngantuk, antara sadar dan tidak sadar alias ngelindur, pendaratan ketiganya tak mulus.
"Aduh!"
"Aow!"
"AAARRRGH!" jerit Boboiboy Tanah yang tertindih paling bawah.
"Prak!"
"Lho? Kalian ngapain pagi-pagi udah berisik begini?"
Ketiganya mengaduh kesakitan dan menoleh menatap Ochobot.
"Kan kau tadi yang teriak minta tolong!" seru Boboiboy Petir dengan mulut cemberut.
"Oh ya? Hehehe, tadi aku mimpi dikejar kucing sableng...," gumam Ochobot tertawa nervous.
Ketiga Boboiboy hanya memutar kepala dan jatuh di tempat.
"Hah... Terbalik...," keluh Boboiboy Tanah.
"Padahal kan ini akhir pekan, uuuh... bikin rusuh aja pagi-pagi," keluh Boboiby Petir, mengusap kepalanya.
"Hahaha... dasar payah," tawa Boboiboy Angin, entah apa yang lucu.
"Boboiboy? Kau sudah bangun?" tanya Tok Aba, masuk ke dalam kamar Boboiboy. Tampaknya sang kakek sudah sangat sangat terbiasa dengan sikap cucunya yang di luar batas kewajaran.
"Ya, Atok...," gumam Boboiboy Tanah lalu menguap. Sial, masih jam empat pagi, pantas lah dia masih ngantuk begini.
"Bagus... cepat bantu Atok buka toko," kata Atok penuh senyum, meski sudah tua semangatnya jauh melebihi cucunya yang masih muda.
"Aduh tok... kan masih pagi buta gini, hari minggu lagi," keluh Boboiboy Petir dengan wajah masam.
"Atok kan selalu buka lebih awal kalau akhir pekan. Jam 6!" kata Atok. Ketiga Boboiboy hanya saling pandang dengan wajah mengantuk.
"Sudah, sudah. Cepatlah siap-siap lalu turun ke bawah," kata Tok Aba kemudian keluar dari kamar Boboiboy.
"Ah... dasar sial," Boboiboy Angin tersenyum getir.
"Sebaiknya cepat bersatu lalu bantu Tok Aba," kata Boboiboy Tanah. Ia menyilangkan kedua tangannya dan mengucapkan 'mantra' untuk kembali bersatu. Namun semuanya terdiam saat tidak terjadi apa-apa.
"Eh? Kenapa ini?" tanya Boboiboy Tanah, menatap jam tangannya. Barulah ia sadar kalau ada retakan di jam tangannya itu.
Boboiboy Petir dan Angin ikut melihat jam tangan mereka. Terdapat retakan pada jam tangan mereka juga yang tak mereka sadari sebelumnya.
"Rusak ya?" tanya Boboiboy Angin, mengetuk jam tangannya yang tidak menyala.
"Apa!? Rusak!? Kenapa bisa rusak?" Ochobot histeris melihat jam tangan para Boboiboy tak berfungsi.
"Uh... sepertinya...," Boboiboy Tanah menggaruk kepalanya meski tak gatal.
"Karena jatuh dan ketindihan terus kan?" lanjut Boboiboy Petir memutar matanya.
"Kok rapuh banget sih... biasanya tidak seperti ini...," gumam Boboiboy Angin.
"Iya, mungkin karena pertarungan selama ini juga... jam tangan ini tidak pernah diservice kan?" tanya Boboiboy Tanah sambil nyengir.
"Memangnya motor!?" seru Ochobot sarkartis.
"Terus bagaimana ini? Kita tidak bisa kembali bergabung kalau jam tangannya rusak!" seru Boboiboy Tanah, baru sadar dan mulai panik.
Boboiboy Petir dan Angin saling pandang dengannya dengan wajah kebingungan.
"Oh bagus... hilang ingatan lagi...," keluh Boboiboy Petir dengan wajah muram.
"Hihihi...," Boboiboy Angin justru tertawa. Boboiboy Petir mendelik padanya.
"Kenapa malah tertawa? Apanya yang lucu?" tanya Boboiboy Petir, tak mengerti apanya yang lucu pada situasi ini.
"Habis... kan hari ini konyol sekali. Sudah tadi jatuh, terus jam tangannya rusak... lagipula kalau ingat soal hilang ingatan, jadi ingat dulu apa yang terjadi saat kita hilang ingatan, hahahaha...," Boboiboy Angin tertawa makin keras.
Boboiboy Tanah menurunkan satu alisnya namun Boboiboy Petir justru terbakar amarahnya.
"Oh maksudmu, saat aku kena tipu Adu Du itu lucu, begitu maksudmu!?" seru Boboiboy Petir merasa tersinggung.
"Hei," Boboiboy Tanah berusaha mengalihkan perhatian mereka namun tak dipedulikan.
"Iyalah! Sampai percaya kalau Adu Du membuatkanmu kejutan pesta ulang tahun! Hahaha! Konyol banget! Pakai nama Ada Da segala lagi, hahaha!" tawa Boboiboy Angin tak terkendali.
"Ah...," Boboiboy Tanah memijit dahinya. Situasinya jadi semakin runyam saja, bagaimana ini?
"Kau ini! Kau sendiri pun menangis karena nonton telenovela itu! Tentang kucing!" balas Boboiboy Petir tak mau kalah.
"Argh...," Boboiboy Tanah memutar matanya. Ia sudah tidak mengerti lagi situasi ini...
"Hei! Ceritanya memang bagus! Lagipula kau harusnya berterima kasih aku suka telenovela itu, kalau tidak kau sudah pasti kalah olehku!" balas Boboiboy Angin tersenyum dengan penuh percaya diri.
Boboiboy Tanah menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Sebenarnya mimpi apa ia semalam sampai mengalami hal seperti ini ketika bangun?
"Boboiboy! Hentikan!" Ochobot panik namun Boboiboy yang tengah bertengkar tak mau mendengarnya.
"Boboiboy Halilintar!"
"Boboiboy Taufan!"
Boboiboy Tanah membuka matanya yang telah berubah menjadi kuning.
"HENTIKAAAAANNN!"
IoI
Yaya, Ying, Fang dan Gopal hanya bisa terdiam melihat keadaan yang ada di depan mereka sekarang. Bagaimana cara menggambarkan situasi yang ada ini dengan kata-kata?
Boboiboy Halilintar dan Taufan digenggam erat oleh Golem Tanah atas perintah Boboiboy Gempa.
"Lepaskan! Dia memang kurang ajar! Harus kuberi pelajaran!" seru Boboiboy Halilintar, berusaha untuk melepaskan diri namun tak bisa.
"Oh ya? Pelajaran apa? Matematika? Memangnya kau bisa?" ejek Boboiboy Taufan yang lebih tenang.
Sementara Boboiboy Gempa tengah berusaha sekuat tenaga untuk menahan mereka berdua. Wajahnya campuran antara lelah, ngantuk, pusing, kesal, dan pasrah.
Ia yang menghubungi ketiga temannya tadi, dengan susah payah. Maksudnya, membuat keributan di kamar, lalu Tok Aba datang dan ia meminta kakeknya itu untuk menghubungi teman-temannya.
Untungnya mereka mau datang meski hari masih pagi.
"Jadi...," Yaya hanya menatap Boboiboy Gempa dengan bingung, tak mengerti harus bagaimana.
"Dasar brengsek!" kilat menyambar-nyambar di sekitar Boboiboy Halilintar, namun badannya masih ditahan oleh salah satu tangan Golem.
"Hahaha... dasar pecundang! Weeek!" Boboiboy Taufan menjulurkan lidahnya.
"Ngh... Begini... aduh! Kalian! Berhenti memberontak!" Boboiboy Gempa berusaha sekuat tenaga untuk menahan kedua Boboiboy yang tampak sudah tak peduli dengan yang lain.
"Ya ampun... apakah ini pekerjaan si kepala kotak?" tanya Ying dengan wajah kesal namun juga bingung.
Fang hanya menggelengkan kepalanya, ia yang belum lama ini 'bergabung' dengan kelompok Boboiboy kadang masih bingung dengan kejadian aneh bin ajaib seperti ini.
"Ng... bukan sih, ini bukan salah siapa-siapa..., argh! Hei!" Boboiboy Gempa tak tahu harus bagaimana menjelaskan situasi membingungkan sekaligus memalukan ini. Tapi, kedua Boboiboy yang lain hanya membuat situasi makin runyam saja.
"Jam tangan Boboiboy rusak," jelas Ochobot, mengambil alih. Di tangan robotnya terdapat tiga buah jam tangan yang retak, untung tadi sempat diambil oleh Boboiboy Gempa sebelum kedua Boboiboy bertengkar.
Yaya, Ying dan Gopal mulutnya segera menganga.
"RUSAK!?" seru mereka dengan wajah syok berat.
"Tapi, kenapa mereka masih bisa menggunakan kekuatan mereka?" tanya Ying kebingungan. Bukannya kalau jam tangan itu adalah sumber kekuatan super mereka?
"Yah, sepertinya yang rusak dari jam ini cuma kemampuan mereka untuk bersatu kembali... dan lagi mereka sudah terlanjur berubah ke 'tingkat 2' sebelum jam tangan ini dilepas," jelas Ochobot.
Keempat teman Boboiboy itu hanya memandang para Boboiboy dengan kebingungan. Memang dibanding kekuatan mereka, kekuatan Boboiboy lebih kompleks. Meski hanya satu jam tangan, tapi di jam tangan itu ada lebih dari satu kekuatan super. Masih banyak misteri yang menyelimuti kekuatan bocah bertopi aneh itu.
Boboiboy Gempa berusaha menahan diri untuk tidak mendesah. Apa salahnya hari ini? Hari minggu yang indah untuk istirahat, malah jadi begini? Masih pagi pula...
Dan lagi...
"Argh! Lepaskan! Awas kau! Lepas dari sini, kusambar kau sampai gosong!"
"Hahaha! Ayo sini kalau berani! Melepaskan diri saja tak bisa kan?"
Boboiboy Gempa sendiri berusaha sebisa mungkin mengontrol emosinya agar tidak ikut terseret dengan kekonyolan yang sedang dilakukan Boboiboy yang lain. Konyol, tapi sayangnya sama sekali tak lucu!
"Jadi, apa yang harus kita perbuat sekarang?" Yaya bertanya pada Boboiboy Gempa, satu-satunya Boboiboy yang kelihatan masih punya kewarasan dalam situasi ini.
"Pertama, uuh... kita harus menunggu Ochobot selesai membetulkan jam tangan kami... argh! Hei! Berhenti berkelahi bisa tidak sih!" seru Boboiboy Gempa yang kupingnya mulai panas mendengar ejekan yang dilemparkan Boboiboy Taufan dan Halilintar satu sama lain.
"Tapi, sebelum jam tangannya selesai diperbaiki, kalian bisa menghancurkan seisi kota! Atau malah...menghancurkan diri kalian sendiri!" seru Gopal dengan wajah sangat ketakutan.
"Aduh, gawat sekali!" Ying sangat panik. Bagaimana Boboiboy Gempa saja kesulitan untuk 'melerai' pertengkaran kedua Boboiboy.
"Kalian sadar tidak sih kalau ini bodoh sekali?" tanya Fang, sama sekali tak ada niatan untuk mengejek, itu jujur murni dari hati yang paling dalam. Karena, ia masih tak paham kenapa para Boboiboy bisa berkelahi satu sama lain, maklum, ini pertama kalinya ia melihat situasi seperti ini.
"Makanya... kalian harus bantu aku...," seru Boboiboy Gempa, ingin rasanya ia menangis di situasi seperti ini. Masih lebih baik bertarung mati-matian dengan Adu Du daripada seperti ini...
"Oh, bagaimana kalau kita ubah Boboiboy Taufan dengan nonton telenovela lagi?" usul Gopal.
"Aduh... tak mempan lah. Ia berubah bukan karena terlalu senang, tapi karena ingin melawan Halilintar... agh! Ngh..," Boboiboy Gempa berusaha mengepalkan genggamannya karena kedua Boboiboy memberontak makin kuat.
"Lalu... kita harus bagaimana?" tanya Yaya, tak tahu bagaimana harus menghadapi situasi ini.
"Iya! Nanti kalian jadi pelupa lalu hilang ingatan, pasti makin parah!" Ying memegangi kepalanya, ingat apa yang terjadi ketika Boboiboy Halilintar hilang ingatan.
"Makanya... mereka harus dipisah!" kata Boboiboy Gempa.
"Dipisah? Bukannya kalian nanti makin parah ingatannya?" tanya Yaya bingung.
"Masih lebih baik daripada berkelahi dan hancurkan seisi kota!" seru Boboiboy Gempa, mulai kehilangan kekuatan. Menahan kedua Boboiboy dengan kekuatan setinggi ini sekaligus memang terlalu berat untuknya.
Keempat teman Boboiboy saling pandang dan ragu. Apalagi melihat bagaimana sepertinya emosi kedua Boboiboy di tangan Golem Tanah tak terkendali.
"Selama dipisahkan... coba alihkan perhatiannya... setidaknya sampai Ochobot selesai memperbaiki jam tangan kami...," kata Boboiboy Gempa mulai terengah.
Gopal ingin jatuh pingsan rasanya. Berusaha mengalihkan perhatian Boboiboy yang emosinya seperti badai besar itu?
"Baiklah... kalau begitu, mau tidak mau, kita bagi empat kelompok. Tiga orang dari kita harus menjaga satu Boboiboy untuk tidak saling bertemu dengan Boboiboy yang lain dan tidak membuat ulah lalu yang seorang lagi membantu Ochobot membetulkan jam tangan Boboiboy, bagaimana?" atur Yaya, mulai merasa tak tega harus menyerahkan semuanya pada Boboiboy Gempa jadi ia yang ambil alih.
"Uuuuhh... bagaimana cara memisahkan mereka berdua?" tanya Ying bingung.
Yaya menoleh pada Fang. "Fang, kira-kira bayanganmu cukup kuat untuk menahan Boboiboy Taufan dan Halilintar?" tanya sang ketua kelas itu.
Fang sebenarnya ingin langsung menyahut kalau ia tak akan kalah dari Boboiboy, namun ia menutup mulutnya dan memandang kedua Boboiboy yang masih sibuk beradu mulut. Ini masalah serius dan bukan waktunya untuk adu kepopuleran. Ia melihat bagaimana sambaran kilat mengitari Boboiboy Halilintar dan pusaran angin mengelilingi Boboiboy Taufan.
"Entahlah, mungkin hanya bisa beberapa menit," jawabnya setengah ragu.
"Baiklah kalau begitu, kau bawa Boboiboy Taufan menjauh dari sini, tapi...," Yaya berhenti bicara dan menatapnya dengan tajam. Fang sedikit gelagapan, meski ini bukan di sekolah tapi ia secara insting masih takut dihukum oleh Yaya.
"Kurasa ia tidak bisa menjaga Boboiboy Taufan, pasti nanti malah bertengkar," celoteh Ying, menjabarkan apa yang dipikirkan Yaya.
"Apa? Mana mungkin, begini-begini aku tahu saat aku harus serius," kilah Fang. Namun ketiga orang temannya hanya memandangnya dengan tatapan tak percaya. Mereka kemudian menatap Boboiboy Taufan yang masih ditahan Golem.
"Weeek! Pecundang! Ke sini kalau berani! Hahahaha!"
Mereka semua lalu menggeleng kepala. Tak mungkin, Fang termasuk orang yang cepat tersinggung, tak mungkin bisa tahan dengan Boboiboy Taufan yang kalau bicara menusuk hati. Apalagi dengan Boboiboy Halilintar? Itu sih seperti mempertemukan bom dengan bom.
"Baiklah, kau pisahkan Boboiboy Taufan dari sini, lalu kau bantu Ochobot," kata Yaya dengan wajah tegas. Fang terlihat ingin protes namun melihat wajah Yaya yang begitu serius, ia hanya mendesah dan membuang wajah.
"Sekarang kita bertiga harus memilih, Boboiboy mana yang harus ditangani," kata Yaya. Ying dan Gopal menunjukkan wajah syok.
"Ya ampun, bagaimana caranya 'menjaga' Boboiboy yang seperti itu!?" seru Ying pusing sendiri.
"A-aku boleh menjaga Boboiboy Gempa saja?" tanya Gopal dengan senyum nervous.
"Hei! Curang! Aku juga mau menjaga Boboiboy Gempa!" sahut Ying keras.
Yaya hanya memutar matanya. Memang dari ketiga Boboiboy sekarang yang masih punya kewarasan hanya Boboiboy Gempa saja. Tak heran Ying dan Gopal berebut seperti itu. Tapi, yang terpenting untuk 'dijaga' justru Boboiboy Taufan dan Halilintar...
"Ying, sebenarnya aku berat untuk mengatakan ini... tapi... kira-kira kau bisa menjaga Boboiboy Taufan?" tanya Yaya. Ying menoleh padanya dengan mulut menganga.
Bukannya apa-apa, tapi kekuatan Gopal tak ada pengaruhnya untuk Boboiboy Taufan. Apalagi sifat Gopal yang seenaknya dengan Boboiboy Taufan yang sangat-sangat semaunya, apa jadinya nanti?
"Uuuuh... baiklah...," jawab Ying, menyerah.
"Kalau aku?" tanya Gopal ketakutan. Tak mungkin kan Yaya setega itu menyuruhnya menjaga Boboiboy Halilintar?
"Kau jaga Boboiboy Gempa. Biar aku yang jaga Boboiboy Halilintar," kata Yaya dengan wajah berat.
"Iyeeei!" Gopal segera melonjak ke udara sementara para gadis hanya berwajah muram.
Kenapa selain Boboiboy, cowok-cowok lain tidak bisa diandalkan? Dasar payah...
"Maaf ya teman-teman...," gumam Boboiboy Gempa, merasa tak enak hati.
"Makanya, lain kali jangan berbuat bodoh seperti ini lagi," sindir Fang. Boboiboy Gempa menahan diri untuk tidak berkomentar balik, tidak mau keadaan makin runyam.
Dalam hati ia sangat setuju dengan keputusan Yaya menempatkan Fang untuk membantu Ochobot. Boboiboy Gempa sendiri pun tak yakin bisa menahan amarah bila harus dijaga Fang. Apalagi semakin ia hilang ingatan, semakin susah ia mengontrol emosi...
"Baiklah, semuanya! Mari kita laksanakan rencana ini!" seru Yaya. Berusaha memompa semangat.
IoI
"Ah... kenapa aku harus dibawa ke sini? Merusak kesenangan saja...," keluh Boboiboy Taufan cemberut.
Ying hanya memijit dahinya. "Kau mau hancurkan seisi kota ya? Atau mau menghancurkan diri sendiri?" omelnya.
Siapa juga yang mau membawa Boboiboy Taufan ke rumahnya seperti ini? Tapi, mereka tak punya pilihan lain. Ying tahu seharusnya ia bersyukur, setidaknya ia tidak harus menjaga Boboiboy Halilintar yang meledak-ledak itu.
"Omong kosong, aku hanya mau tunjukkan saja kalau aku lebih kuat dari Halilintar," kata Boboiboy Taufan. Ying hanya mengernyitkan dahi. Tak mengerti kenapa Boboiboy Taufan menyebutkan Boboiboy Halilintar seperti dia itu orang lain saja.
"Aku tak paham kenapa kalian bertengkar, biasanya bisa kerja sama dengan baik," kata Ying. Boboiboy Taufan memutar matanya.
"Dia itu orangnya kaku dan pemarah, tak bisa diajak bercanda," jawab Boboiboy Taufan, sang gadis keturunan Cina itu masih bingung mendengarnya.
Apa mungkin karena Boboiboy Taufan dan Halilintar itu menggunakan emosi yang bertabrakan satu sama lain? Boboiboy Halilintar kekuatannya bersumber dari kemarahan, sedangkan Boboiboy Taufan bersumber dari kesenangan? Karena emosi itu bertabrakan, seperti negatif dan positif, jadinya mereka sebenarnya sulit untuk akur?
Tapi, kenapa? Biasanya mereka bisa bekerja sama dengan baik, kan sama-sama Boboiboy...
Hah... membingungkan...
"Ah, di sini tidak asyik. Aku pergi saja," kata Boboiboy Taufan.
"Aduh! Jangan!" Ying berseru.
Alamak... hari ini sepertinya akan menjadi hari yang panjang.
IoI
"Kira-kira... mereka bisa tidak ya?"
Gopal menoleh pada Boboiboy Gempa yang tampak khawatir.
"Sudahlah, Yaya kan kuat. Ying juga cepat, mereka pasti bisa! Jadi, kita santai saja! Oh ya, aku belum sarapan? Kau sudah?" tanya Gopal, berusaha mengalihkan perhatian Boboiboy Gempa. Meski kuat dan tangan tanah berwarna hitam itu tampak menakutkan, namun secara sifat ia yang paling mendekati Boboiboy yang biasanya. Hal itu membuat Gopal lebih tenang, berbeda dengan Boboiboy yang lain...
"Belum sih... tapi...," Boboiboy Gempa masih merasa khawatir. Bukannya ia tak percaya kekuatan teman-temannya, tapi sebagai Boboiboy ia mengerti bagaimana kuatnya Halilintar dan Taufan bila sudah hilang kendali.
Biasanya saat mereka berubah menjadi tiga, akan ada sebuah tujuan untuk dilakukan. Mulai dari hal berat seperti bertarung melawan alien sampai hal sepele seperti memasang papan nama kedai Tok Aba. Selama mereka punya satu tujuan, Taufan dan Halilintar bisa bekerja sama dengan baik.
Tapi, pagi ini, mereka membelah jadi tiga tanpa tujuan apapun. Tidak sengaja gara-gara Ochobot berteriak. Kalau tak punya tujuan, maka seperti tadi, Halilintar dan Taufan suka lepas kendali... Terlebih, semakin lama mereka menggunakan kekuatan membelah tiga ini, secara pribadi masing-masing dari Boboiboy semakin kuat. Dari segi kekuatan elemental, pola pikir maupun kepribadian...
"Oh ayolah, sini, duduk dulu," kata Gopal, menarik Boboiboy Gempa ke meja makan.
Boboiboy Gempa menurut dan duduk, namun matanya sama sekali tak melirik makanan yang tersedia.
"Kau kan tadi sudah memberitahu Yaya dan Ying untuk menelepon ke sini kalau terjadi sesuatu pada Boboiboy yang lain, tenang saja lah," kata Gopal berusaha menenangkan. Ia mengambil nasi lemak di meja dan mulai memakannya.
Boboiboy Gempa mengangguk. Mungkin ia hanya sedikit terlalu paranoid ya? Maklum, ia selalu merasa punya kewajiban untuk mengontrol Boboiboy lain. Soalnya, tingkat kewarasannya yang paling tinggi sih.
"Benar juga ya... terima kasih ya Gopal," katanya sambil tersenyum. Ia menutup matanya dan membiarkan 'sarung tangan' hitamnya yang terbuat dari tanah lepas dari tangannya.
"Oh, itu bisa dilepas ya?" tanya Gopal heran. Boboiboy Gempa tertawa kecil.
"Hehe, bisa dong," jawabnya enteng.
"Mari makan!"
IoI
"Jadi, buat apa kita ke sini?"
Yaya hanya tersenyum pada Boboiboy Halilintar, meski yang bersangkutan tak berkenan membalasnya.
"Untuk bermain lah. Melepaskan amarah!" kata Yaya dengan semangat. Sebenarnya ia sedang berusaha sekuat tenaga untuk tidak merasa terbebani menjaga Boboiboy Halilintar. Daripada dibawa pusing, mungkin lebih baik untuk dibawa senang saja.
Boboiboy Halilintar melirik toko yang ada di depannya. Atau bisa kah tempat ini disebut toko?
Game center.
"Lebih baik aku kembali, aku masih ada hutang ke Taufan-"
"Eits, jangan pergi! Ayolah, Boboiboy Halilintar," Yaya menarik lengan Boboiboy Halilintar.
"Ayolah apa!?" tanya Boboiboy Halilintar, mulai kesal.
"Hehe... temani aku main di sini. Aku traktir deh, main sepuasnya!" bujuk Yaya. Boboiboy Halilintar hanya membuang muka. Api kemarahan masih berkobar hebat di matanya. Bagaimana bisa Boboiboy Taufan mengejeknya habis-habisan seperti itu? Sebenarnya ia juga kesal pada Boboiboy Gempa yang malah menghalanginya, setelah Boboiboy Taufan, si pengendali tanah itu giliran selanjutnya!
"Buat apa?" tanyanya dengan dingin, ia bersiap menekuk kaki untuk pergi dari sana.
"Eits, nanti aku tulis namamu di buku pelanggaran," ancam Yaya, terpaksa menggunakan cara terakhir. Boboiboy Halilintar mendelik padanya.
"Apa maksudmu? Ini kan bukan di sekolah!" seru Boboiboy Halilintar kesal.
"Oh... tapi, aku tahu kau sudah melanggar banyak pelanggaran lho. Aku cuma membiarkanmu saja selama ini," kata Yaya dengan senyum penuh ancaman.
"Apa!?" seru Boboiboy Halilintar tak percaya.
"Ya, waktu itu kau pernah lupa piket, lalu kau juga pernah lupa bawa buku pelajaran. Belum lagi sering sekali bertengkar dengan Fang di lingkungan sekolah!" seru Yaya, kadang kagum dengan sifat pelupa Boboiboy. Kalau soal Fang, jujur saja Yaya juga tidak tahu harus menyalahkan siapa. Tapi, keduanya memang salah kok.
Boboiboy Halilintar tak berkutik. Memang sifat lupanya itu sudah turun temurun di keluarganya... Dan dasar Fang sial, tidak ada di sini pun tetap saja membuatnya susah.
"Waktu itu, karena kau masih murid baru, aku masih biarkan itu semua. Tapi, sebenarnya itu pun tak boleh. Peraturan tetap lah peraturan. Makanya, sekarang kau kuberi kesempatan. Kalau kau bertengkar lagi dengan Boboiboy yang lain hari ini, kuhukum kau membersihkan toilet selama seminggu!" ancam Yaya.
Boboiboy Halilintar syok menatap Yaya yang kini merasa menang.
"Masih baik kuajak kau main ke sini, bahkan akan kutraktir. Kurang baik apa sih aku?" tambah Yaya dengan wajah kecut.
Boboiboy Halilintar menggeretakkan giginya namun kemudian menyerah. "Uh... baiklah, terserah kau saja!" serunya dengan kesal, namun menyerah atas ancaman Yaya.
"Yeii! Ayo kita masuk!"
Boboiboy Halilintar hanya menunduk dan masuk bersama Yaya, tak tahu bagaimana harus melampiaskan rasa marah yang berkobar di dadanya. Dasar sial!
IoI
"Ah... film ini tidak seru!"
Ying menatap Boboiboy Taufan dengan tatapan malas. Entah bagaimana caranya mengalihkan perhatian Boboiboy yang satu ini, ia tidak mengerti.
"Kau maunya film apa? Kusuruh nonton film drama tak mau, film komedi pun tak mau!" omel Ying padanya.
"Film action dong! Yang banyak berantem dan tembak-tembakannya!" kata Boboiboy Taufan. Ying memutar matanya, dasar anak cowok...
"Ada film Papa Zola: Melawan Kejahatan, mau?" tanyanya.
Boboiboy Taufan hanya menampar mukanya. "Ah! Itu tidak seru! Membosankan!" kata Boboiboy Taufan. Ying menghela napas. Ia sih, dia juga sebenarnya tak suka.
"Ya sudah, tunggu sebentar," katanya dan Ying pun segera mengaktifkan kekuatannya. Ia berlari secepat kilat dan kembali sebelum Boboiboy Taufan menyadarinya.
"Ini, aku sudah pinjam dari rental. Film action terbaru!" kata Ying, secepat kilat sudah kembali ke hadapan Boboiboy. Boboiboy Taufan melihatnya dengan pandangan kagum.
"Ok! Ayo nonton!" katanya semangat. Ying hanya tersenyum.
Entah sampai berapa lama ia bisa mengalihkan perhatian Boboiboy Taufan, tapi semoga setidaknya cukup sampai Ochobot selesai memperbaiki jam tangan Boboiboy.
IoI
"Hiat! Ayo, ke sana Boboiboy!"
"Aih... game ini susah banget sih...," keluh Boboiboy Gempa yang tengah bermain game Papa Zola 6 bersama Gopal.
"Memanglah susah! Namanya juga game Papa Zola! Ayo, kita hampir selesai stage satu nih!" kata Gopal, menggerakkan controller gamenya dengan semangat.
"Ah! Yah! Nyawaku tinggal satu...," keluh Boboiboy Gempa.
"Aduh, nyawaku tinggal satu juga nih!" seru Gopal panik.
"Baiklah, ayo kita gabungkan kekuatan!" seru Boboiboy Gempa.
"Baiklah, ayo!" seru Gopal.
"HIAAAAT!"
...
"GAME OVER!"
"Alamak... sudah hampir stage satu padahal...," keluh Boboiboy Gempa, menatap layar TV bertuliskan game over.
"Yah... dan kau tahu, sebelum sampai stage satu, tidak ada save pointnya lho...," kata Gopal sambil tertawa nervous.
"Apa!? Kita harus main dari awal lagi!?" tanya Boboiboy Gempa tak percaya.
"Iya... aku main game ini seminggu, stage satu pun tak sampai...," kata Gopal menggaruk kepalanya yang tak gatal.
Boboiboy Gempa segera jatuh di tempat. "Terbaik lah..."
IoI
Boboiboy Halilintar sempat kesulitan dalam menutup mulutnya saat melihat bagaimana Yaya bermain di game center.
"Yei! SS lho! SS!" seru sang gadis berkerudung pink dengan semangat. Ia menunjuk layar dimana terpampang skor terbaik kategori SS.
Siapa sangka, Yaya yang manis dan baik hati itu jago sekali main DDR? Ito lho, main game dance.
Boboiboy Halilintar sampai tak bisa komentar.
"Ayo kau main juga, tak asik kalau cuma nonton saja," kata Yaya, menariknya ke atas permainan.
Boboiboy Halilintar hanya menatap empat step yang ada di lantai game dengan bingung.
"Hihihi... kau tak bisa ya?" ejek Yaya, ups sial, keceplosan. Ia segera menutup mulutnya, lupa kalau Boboiboy Halilintar itu gampang tersinggung.
Seperti yang ia tebak, Boboiboy Halilintar mendelik padanya.
"Aku bisa!" serunya dengan nada tinggi.
Yaya hanya tersenyum padanya. Sebenarnya kalau sudah mengerti sifat dari Boboiboy Halilintar, ia tidak terlalu susah untuk dikendalikan. Cukup dengan sedikit sindiran dan ejekan, Boboiboy Halilintar mudah dialihkan perhatiannya.
"Nah, mau yang level apa? Beginner?" tanya Yaya, memilih permainan game DDR untuk Boboiboy Halilintar.
"Hah, yang benar saja, yang permainan full lah," kata Boboiboy Halilintar memutar matanya.
"Eh? Memangnya kau mengerti pola langkahnya? Susah lho!" kata Yaya meragukannya.
"Sudahlah, pilih saja!" sahut Boboiboy Halilintar. Yaya mendesah dan memilihkan level yang diinginkannya.
Boboiboy Halilintar sempat mengernyit dengan lagu yang dipilihkan Yaya. Lagu apapula ini... tapi ya sudahlah, dengan langkah petirnya, tak sulit untuk memainkan game semacam ini.
"Wow, kau hebat juga!" puji Yaya kagum, hanya beberapa step yang miss dari keseluruhan lagu hingga Boboiboy Halilintar dapat A.
"Yah, memang," katanya sambil tersenyum datar. Tapi...
"Tapi, ulang lagi," katanya pada Yaya, menunjuk pada game DDR. Sang gadis berkerudung hanya memiringkan kepalanya tak mengerti.
"Aku tak puas kalau belum mengalahkanmu," kata Boboiboy Halilintar dengan wajah jujur. Yaya hanya memutar matanya.
Ada apa dengan Boboiboy pemarah dan harga diri tinggi ini sebenarnya?
IoI
"Bagaimana Ochobot? Kau bisa membetulkannya?"
Ochobot menatap jam yang ada di tangannya. Ia memang jago dengan barang elektronik, tapi jam tangan kekuatan super ini lebih ribet daripada kelihatannya.
"Uh, coba bawakan obeng itu Fang," pinta Ochobot. Fang mengangguk dan memberikan obeng yang diminta. Sebenarnya ia agak kesal dengan keputusan Yaya, padahal kalau ia bersama dengan Boboiboy, ia bisa memanfaatkan situasi ini untuk mengejeknya habis-habisan.
Tapi, sudahlah, setidaknya ia memang senang bersama Ochobot. Meski tak mau mengakuinya, Fang punya sisi lembut terhadap robot bulat kuning ini. Mungkin karena ia sempat membuat robot ini pingsan berkali-kali jadi ia merasa agak bersalah padanya.
"Haduuuh, bagaimana cara membetulkan ini...," keluh Ochobot.
"Sesusah itu ya?" tanya Fang, menatap tiga jam tangan yang sudah dibongkar Ochobot.
"Uuh, sebenarnya lebih mudah untuk membetulkannya saat tiga jam tangan ini masih berupa satu jam tangan saja. Karena sudah membelah jadi tiga dan tiga-tiganya rusak, jadi lebih sulit...," Ochobot memperhatikan ketiga jam yang sudah ia bongkar dengan seksama.
"Dasar Boboiboy, menyusahkan saja," keluh Fang.
"Ya, semoga tak lebih parah dari ini," harap Ochobot, meski ia tahu itu cuma harapan kosong.
To Be Continued
Sebenarnya tadinya mau kubikin one-shot. Tapi kok jadinya panjang amat?
Sebenarnya lebih banyak intrik kalau Fang harus menjaga salah satu Boboiboy, cuma gak mau terjadi perang dunia ke 3, jadi biarlah dia bonding dengan Ochobot, hehehe...
Di chapter depan akan ada pertarungan para Boboiboy (lagi) ditambah dengan Yaya, Ying, Gopal dan Fang! Hehehehe! Jujur aku gak pandai nulis fic pertarungan, hah... jadi usaha nih...
Tolong review ya, supaya semangat nulisnya!
