Disklaimer: Your Name/君の名は。 milik Makoto Shinkai, diproduksi oleh CoMix Wave Films dan didistribusikan oleh TOHO. Plot saya ambil berdasarkan kegelisahan Taki dan Mitsuha tanpa mengambil keuntungan lain-lain.
[DI BATAS WAKTU]
oleh Kenzeira
Siapa?
Mimpi panjang, berepetisi, membangun imaji di atas kenyataan, antara dunia yang sebenar-benarnya dunia dan ilusi dari segenap ilusi; menciptakan bayangan, serupa perempuan, entah … entah siapa—ataukah apa, apa arti dari perasaan kehilangan yang ganjil, seakan sesuatu lenyap tanpa sisa—tapi … tapi, apa? Kenapa pertanyaan enggan usai, tidak ada habis-habisnya pertanyaan itu. Seperti terbangun lantas kehidupan berjalan apa adanya, benar-benar apa adanya. Tak ada yang hilang, tak ada, tak ada … tapi terasa ada.
Hati kosong-melompong, hampa, sepi. Sunyi sekali. Padahal waktu berjalan sesuai aturan takdir, berjalan terus ke depan, terus, terus, meninggalkan jejak kekosongan yang entah apa dan bagaimana bisa, tak mungkin kembali, tak mungkin dapat diputar-ulang (lagi pula, atas dasar apa ia menginginkan waktu mundur ke belakang, memperbaiki apa, untuk apa).
Ia melangkah di antara tanda tanya (seperti juga kehidupan ini yang penuh teka-teki, takdir adalah omong kosong, wawancara kerja yang tak ada hasilnya—penolakan, penolakan, penolakan!). Kegagalan tak lelah membuntuti diri, percintaan yang tak sampai (nah, benarkah ia jatuh cinta kepada Okudera?), perguliran waktu yang terasa biasa dan hambar. Dunia adalah tempat manusia menaruh harap; mengenai kebahagiaan, masa depan, masa lalu. Mimpi yang dilupakan, terlupakan, hilang … hilang. Tidak tahu penyebabnya.
Taki …
Apa kau melupakanku.
Setumpuk sketsa bangunan, puing-puing, keindahan alam ... Itomori. Komet yang meleburkan segalanya—segala-galanya. Ia jadi berpikir demikianlah keadaan hatinya kini; mendadak terasa kosong, padahal sebelumnya begitu ramai (kehidupan di Itomori yang tiba-tiba hilang, dihantam komet yang terbelah dua, menghancurkan sepertiga kota). Dalam keadaan ling-lung, ia pandangi kembali sketsa itu; indah tapi hampa. Lantas suara misterius tersebut selalu saja membangunkannya, menyebut namanya lirih.
Siapa?
Gelap jatuh pada sepasang mata; gelap yang gelap. Tak ada langit, tak ada apa pun. Hanya perempuan itu; membayang, rambut terikat tali—tali benang takdir, yang menghubungkan dua waktu; mimpi dan kenyataan. Ia usap setitik air mata hingga langit-langit kamar menjadi pemandangan selanjutnya.
Kereta, kereta … kereta membawa kehidupan, harapan, tujuan
Kenyataan seperti mimpi—mimpi seperti kenyataan
Waktu tetap melaju
Meninggalkan serpih-serpih kenangan,
perlahan-lahan terhapus
Seumpama takdir
Dan hidup yang terasa seperti mimpi kilas-balik tanpa arti
Meninggalkan kehampaan di dada
Tapi waktu tetap melaju
Menambah lebih banyak tanda tanya
Siapa?
Bunyi kereta berdogleg-dogleg, manusia berdesak-desakkan, saling menyikut mencari tempat. Dinding kaca pada pintu, dinding kaca pada setiap gerbong, meninggalkan jejak embun—napasnya, napas mereka, napas tiap-tiap napas. Lelaki itu termenung. Perempuan itu termenung. Dua anak manusia termenung; merasakan ada sesuatu yang lenyap dalam hidup. Mimpi. Suara. Dengung lebah. Dengung manusia. Pegunungan, lahan sawah, tradisi yang tak lekang oleh zaman, tarian-tarian, persembahan. Itomori.
Itomori.
Lantas sepasang mata lelaki dan perempuan itu bersinggungan.
Aku melihatmu:
Kaulah tanda tanya, rahasia, teka-teki yang dibungkam waktu
Detik terus berpacu
Aku mengejarmu
Mencari arti—makna, keping diri yang lenyap sebagian
Pada dirimu,
Pada diriku
Kemudian kutemukan kau,
Kau temukan aku.[]
1:45 AM – 23 January 2017
