Summary: Soulmate bukan hanya romantis saja. Soulmate juga bisa ditemukan pada teman dan keluarga, meski tidak semua orang memiliki soulmate. Ini adalah 5 kisah pendek mengenai soulmate dan soulmark dengan berbagai akhir, entah bahagia atau menyedihkan. Genre: romance (TauYa), brotherhood (DaunxSolar, Kaifang, HaliGem) dan friendship (BlazexIce).

.

.

Boboiboy milik Animonsta Studios

.

.

1. TaufanxYaya, "Pink Roses" - romance.

Tanda soulmark Taufan muncul saat ia berusia 15 tahun. Tanda soulmark adalah tanda unik yang biasa muncul di tubuh seseorang, menunjukkan siapa pasangan hidupnya. Biasanya soulmark muncul di pergelangan tangan, tapi ada juga yang muncul di tempat lain seperti pundak, dada atau pinggul. Soulmark milikmu dan pasanganmu akan sama persis, terpatri juga di bagian tubuh yang sama.

Soulmark milik Taufan berbentuk seperti burung merpati yang siap terbang ke langit. Taufan senang sekali saat ia mendapat soulmarknya, tanda itu berada di pergelangan tangan seperti kebanyakan orang. Ia bertanya-tanya siapa soulmate-nya itu. Bisa jadi ia menikahinya, bisa jadi malah jadi sahabat dekat. Gempa pernah bercerita kalau temannya memiliki soulmark yang sama pada saudara kandungnya dan mereka memang erat hubungannya. Kakek Taufan juga memiliki soulmate berupa temannya, yang akhirnya terus bersahabat sampai tua tanpa terbersit rasa cinta romantis.

Singkat kata, soulmate bukan berarti kau harus jatuh cinta dan menikahinya. Hanya pertanda kalau ada satu orang di dunia ini yang akan selalu ada bersamamu apapun kendalanya dan melengkapi kelemahanmu. Soulmate adalah orang yang paling mengerti dirimu.

Taufan bersyukur ia memiliki soulmark. Beberapa orang tak memiliki soulmark sama sekali, karena itu Taufan senang ia ternyata memiliki soulmate. Ia harap ia bisa bertemu dengannya suatu saat nanti.

Taufan bertemu soulmate-nya secara tidak sengaja. Saat itu Taufan telah berumur 26 tahun dan ia sudah menjadi seorang dokter hewan di sebuah penangkaran satwa langka. Ketika ia sedang berjalan mengecek beberapa satwa, seorang perempuan berkerudung menghampirinya dan memberitahunya mengenai satwa langka yang diperjual-belikan di lokasi tertentu. Taufan segera menghubungi polisi dan tempat jual-beli itu segera ditutup. Taufan berkenalan dengan gadis itu dan namanya adalah Yaya. Ketika mereka bersalaman, masing-masing tanda soulmark mereka tersingkap dan terlihat.

Setahun mereka menjalin hubungan, lalu akhirnya mereka menikah. Mereka dikaruniai tiga orang anak, dua laki-laki dan satu perempuan. Yaya adalah pasangan cerdas yang bisa membimbing Taufan menjadi pribadi yang lebih baik, memberinya masukan tanpa menggurui. Taufan juga pribadi yang senantiasa ceria dan selalu membuat Yaya tersenyum oleh hal sederhana sekalipun. Saat mereka bertengkar Taufan tak pernah terbawa emosi, selalu saja ia yang menenangkan tanpa kehilangan senyumannya. Mereka melengkapi satu sama lain dan tak ada satupun dari mereka yang ingin menukar kehidupan mereka. Ini adalah yang terbaik dan terindah.

Semenjak mereka menikah, Taufan menanam beberapa semak mawar pink di halaman mereka. Dengan telaten ia merawat mereka hingga bunganya bermekaran banyak sekali. Yaya bertanya mengapa Taufan menanam bunga mawar sebanyak itu, Taufan hanya tertawa kecil sambil berkata kalau mereka semua untuk Yaya. Taufan ingin memberikan Yaya mawar setiap hari, tapi ia pikir jika ia hanya memberikan mawar yang terpotong dari toko bunga, Yaya hanya akan menyaksikan keindahannya sebentar saja sebelum akhirnya layu dan dibuang. Maka Taufan menanami seluruh halaman mereka dengan mawar agar Yaya bisa menyaksikan mawar-mawar segar merekah setiap hari dari tepi jendela. Mawar ini dengan rajin diurus Taufan saat waktu senggang.

Mereka hidup bersama hingga tua, tanpa adanya pertengkaran besar. Taufan mulai sakit-sakitan saat ia menginjak usia 74 tahun, dokter mendiagnosanya terkena gangguan jantung. Walau kesehatannya agak terganggu, Taufan yang sudah tua renta tetap merawat mawar-mawar mereka dengan baik meski dilarang oleh Yaya. Hingga suatu ketika saat Taufan mengurus tamannya ia terkena serangan jantung dan meninggal disana, diantara rimbunnya mawar merah muda.

Yaya tak pernah berhenti berduka. Semenjak kematian Taufan, taman mawar itu menjadi layu tanpa ada tuannya yang mengurus. Selama setahun penuh Yaya hidup dalam kesendirian mengamati taman yang mati itu dari tepi jendela, membayangkan Taufan dulu mengurusi mawar-mawar itu sambil tersenyum kearah Yaya. Nenek tua itu sering berbicara seolah suaminya masih mendengarkannya, seolah Taufan hanya pergi sebentar dan akan kembali lagi.

Yaya akhirnya meninggal dalam tenang ditidurnya, tak lama setelah kematian Taufan karena sakit. Anak-anak mereka menguburkan Yaya di sebelah makam Taufan, diatas makam mereka ditanami mawar-mawar merah muda.

Bunga-bunga itu terus tumbuh subur.

.

.

2. Daun dan Solar "I'm Glad I Have A Brother Like You" - brotherhood.

Solar memiliki soulmark-nya semenjak ia bayi, berada di pundaknya. Awalnya ia pikir normal memiliki soulmark semenjak bayi tapi ternyata tidak. Biasanya soulmark semenjak bayi menandakan soulmate saudara dan soulmate Solar adalah kakak kembarnya, Daun.

Daun memiliki tanda soulmark yang sama dengannya, berbentuk bunga kapas dan kilatan komet. Daun senang sekali saat ia tahu soulmate-nya ternyata Solar, sahabat dan saudaranya yang tak pernah terpisahkan. Mereka selalu bersama-sama, bahkan kelas mereka selalu sama. Tak ada kegiatan yang tidak mereka lalui bersama, bagi mereka tak ada yang perlu disembunyikan oleh satu sama lain.

Solar adalah anak yang sangat cerdas tapi agak dingin sementara Daun agak bodoh tapi ia begitu peduli dengan sesama manusia, termasuk hewan dan tumbuhan. Solar selalu memberikan analisa dan logika pada Daun agar ia tak salah langkah, yang mana Daun selalu merasa senang dengan masukannya. Daun senantiasa memberikan teguran halus pada Solar agar lebih peduli dan lembut pada makhluk lain, tidak selalu terbawa amarah bahkan ketika ia benar sekalipun. Sedikit demi sedikit mereka berdua menjadi pribadi yang lebih baik daripada sebelumnya―Daun menjadi lebih hati-hati sementara Solar menjadi lebih peduli.

Ketika mereka dewasa, Daun menikahi seorang gadis yang baik hati dan suka menolong sepertinya. Solar dalam hati menjuluki mereka sebagai duo idiot tapi ia tak berkata begitu di depan kakaknya meski ingin. Masalah pasangan hidup, Solar agak lama baru mendapatkan pasangan yang perangainya sabar menghadapinya, namun akhirnya ia menikah juga. Daun dan istrinya tidak dikaruniai anak, namun mereka bahagia dan mendirikan sebuah rumah ramah bagi satwa. Solar dan pasangannya hanya dikaruniai seorang anak namun mereka bercerai setelah 10 tahun berumah tangga. Solar tak keberatan, ia senang saja dengan hidupnya sebagai fisikawan nuklir tanpa diganggu oleh urusan keluarga.

Daun kerap ingin mengunjungi Solar, meski Solar sering berkata kalau ia sangat sibuk harus sering keluar negeri. Daun bilang tak apa meski hanya lewat telepon mereka harus tetap menjalin komunikasi. Solar setuju saja, karena setiap telepon dan teks pesan dari Daun selalu membuatnya tertawa kecil. Ada saja yang Daun katakan hingga saudaranya merasa ringan hati dan kembali baik perasaannya. Daun juga pendengar yang baik meski ia sering kurang paham apa yang diocehkan Solar, tapi ia tetap mendengarkan dan menyemangatinya. Solar pikir ia sangat beruntung memiliki saudara dan soulmate sepertinya.

Saat itu Daun tengah berjalan menyusuri trotoar. Seseorang yang agak mabuk dan bersenjata api menodongnya agar ia memberikan uang dan ponselnya, karena sifat Daun yang suka mengalah maka ia memberikannya dengan syarat Daun mencabut dahulu kartu SIM dan memorinya karena dua benda itulah yang berharga. Si penodong menghardiknya agar ia cepat memberikan barangnya, namun ada seseorang yang melihatnya dan berteriak memperingatkan. Si penodong menjadi panik dan menembak yang berteriak tadi. Karena Daun menyaksikan ia menembak seseorang, maka Daun pun terkena imbasnya pula. Si penodong lantas menembaknya dan lari dari sana tanpa pernah berhasil ditangkap polisi.

Daun segera dilarikan ke rumah sakit oleh warga sekitar. Solar yang mendengar kabar naas itu segera memesan tiket pesawat tercepat dan segera pulang dari kunjungannya di Swiss. Esoknya Solar sudah tiba di rumah sakit dengan rasa takut yang begitu besar, ia mendapati Daun dalam kondisi koma. Istrinya duduk di sampingnya sambil menangis.

Daun terus berada dalam koma selama bertahun-tahun. Solar selalu mengunjunginya, ia tidak lagi mengadakan kunjungan ke luar negeri karena merasa berat saat berjauhan dari saudaranya yang koma. Rasa kalut selalu menyelimutinya, ia tak pernah lagi tersenyum pada apapun. Kesedihannya semakin bertambah saat istri Daun dikabarkan meninggal karena pneumonia, menambah rasa berduka Solar yang sudah berteman dengannya. Tahun-tahun itu begitu berat, dan Solar hanya bisa menunggu Daun kembali dari tidurnya tanpa kepastian. Daun akan kembali padanya, seberapa lamapun ia memutuskan untuk tidur.

Selama 13 tahun Daun tertidur dalam komanya, Daun akhirnya membuka mata dan melihat Solar duduk di sebelahnya, tampak jauh lebih tua dari yang Daun ingat. Keriput dan uban menghiasi fitur wajah Solar, wajahnya penuh garis-garis usia dan kesedihan. Daun tersenyum padanya.

"Aku bersyukur memiliki saudara sepertimu," ujarnya lemah.

Solar hanya tertawa sambil menangis bahagia. Ia memeluk saudaranya dengan erat.

"Selamat datang kembali, Daun."

.

.

3. Kaizo dan Fang "Death is Only A Door" - brotherhood.

Kaizo memiliki soulmark-nya saat ia berumur 9 tahun, bertepatan ketika ibunya melahirkan adiknya,Fang. Fang memiliki soulmark yang sama dengannya, soulmark mereka sama-sama berbentuk simbol bulu burung merak dan topeng masquerade. Simbol itu terpatri pada dada mereka, tepat di daerah jantung.

Ketika Fang kecil ia selalu menempel pada kakaknya, dan selalu menganggap apa yang dilakukan Kaizo adalah sesuatu yang luar biasa. Ia sangat mengidolakan kakaknya. Kaizo juga selalu protektif terhadap adiknya dan selalu berusaha membuat Fang senang―namun begitu mudah bagi Kaizo membuat adiknya senang karena Fang selalu merasa demikian bila menghabiskan waktu dengan Kaizo. Sesederhana apapun permainan mereka, sedederhana apapun topik percakapan mereka, Fang dan Kaizo merasa hal tersebut terlalu berharga untuk dilewatkan. Mereka hidup bersama hingga Kaizo berumur 17 tahun dan lulus SMA.

Kaizo ketika lulus tidak mendaftar ke perguruan tinggi karena ia ditawari oleh badan intelijen negara untuk dididik sebagai mata-mata. Badan intelijen itu sudah mengawasi perkembangan Kaizo yang dianggap sangat cemerlang. Kaizo menerimanya karena ia tertarik. Maka ia mengikuti pendidikan akademi mereka dan meninggalkan Fang yang saat itu berumur 8 tahun sendirian.

Kaizo pikir ia akan bisa tetap mengunjungi adiknya, namun ternyata tidak. Ia hanya diperbolehkan menelpon seminggu sekali, bahkan Kaizo juga tidak diperbolehkan untuk memberitahu dimana ia berada sekarang. Semua percakapan mereka disadap dan diawasi, takut Kaizo membocorkan sesuatu.

Kaizo tidak suka ini. Ia berusaha mengundurkan diri, tapi ia tak bisa karena diancam oleh kontrak yang mengikatnya. Sekali kau masuk ke badan intelijen, maka seumur hidup kau disana. Maka Kaizo meneruskan pendidikannya dan akhirnya ia lulus dengan nilai yang sangat mengagumkan, bahkan ia dipuji-puji oleh kepala kesatuan badan intelijen itu. Ia pun mulai diberikan misi mata-mata, dan ia harus sering keluar negeri. Kaizo merasa berat semakin jauh dari adiknya, tapi tetap ia jalankan karena perasaan rindunya itu tidak sepenting keamanan negara. Sekarang ia bukan Kaizo lagi, ia adalah pion negara dan politik. Ia tak bisa lagi berhubungan dengan keluarganya seperti dulu. Badan intelijen menjamin keselamatan Fang dan keluarganya, asalkan Kaizo fokus dengan misinya. Kaizo setuju.

Sudah bertahun-tahun semenjak kepergian Kaizo saat Fang masih kecil dan Fang tak pernah lagi melihat kakaknya seperti apa sekarang. Namun meski begitu, setiap ulang tahun Fang selalu ada paket berisi ucapan selamat dan hadiah yang menarik dari Kaizo. Kakaknya itu pribadi yang efisien dan efektif, karenanya ia selalu mengirimkan hadiah yang bermanfaat. Fang pernah mendapatkan 20 voucher buku gratis dari toko buku kesayangannya, Fang senang sekali mendapatkannya. Kaizo juga pernah mengirimkan tiket darmawisata selama seminggu ke Kroasia mengunjungi berbagai situs budaya, sudah termasuk akomodasi dan hal-hal lainnya. Fang senang menerimanya tapi ia ingin menghabiskan waktu dengan Kaizo, bukan paket-paket ini. Meski begitu Fang menghargainya dan menggunakan sebaik-baiknya.

Fang terus menunggu kepulangannya tanpa putus harapan.

Fang kini telah berusia 25 tahun. Ia sudah bekerja sebagai arsitektur sekaligus desainer interior. Ia tengah sibuk mengurus rancangan proyeknya ketika pintu apartemennya diketuk.

Fang bangkit dan membukakan pintunya. Di balik pintu itu ada seseorang yang tidak Fang kenali. Orang itu adalah anggota badan intelijen yang mengabarkan kalau Kaizo telah gugur di Kroasia dan jenazahnya bisa ditemui di rumah sakit militer. Orang itu juga bisa mengantarkan Fang kesana.

Fang segera ikut bersama orang itu. Disana, di kamar mayat ia melihat kakaknya setelah 17 tahun berpisah tak bertatap muka. Fang hampir tak mengenalinya, tapi ia memang Kaizo. Pria dewasa rupawan yang berwajah sendu itu adalah Kaizo yang Fang kenal. Kaizo tampak menyedihkan dengan tubuh penuh luka. Pertemuan pertama mereka adalah mimpi buruk bagi Fang―Fang terus menunggu bertahun-tahun bukan untuk mendapati Kaizo sudah menjadi mayat dengan kondisi mengenaskan seperti ini.

Ia meratapi kematian saudaranya di sana, dengan api kesedihan yang tak kunjung padam hingga bertahun-tahun kemudian.

Fang hidup sampai ia tua. Ia menikahi seorang gadis bernama Ying dan mereka dikaruniai seorang anak perempuan. Ying bercerita pada Fang kalau ia juga memiliki soulmate tapi mereka lebih senang berteman saja. Fang pikir betapa beruntungnya Ying jika pasangan jiwanya masih hidup, Fang merasa ia selalu dihantui kematian kakaknya. Fang selalu dihantui angan-angan hal-hal yang seharusnya terjadi, hal-hal yang seharusnya mereka rasakan seperti halnya orang lain.

Fang meninggal dalam pangkuan Ying, di usia 96 tahun karena kanker. Kamar rumah sakit itu dihadiri oleh kerabat mereka, namun Fang tak sadarkan diri. Saat di bibir maut, Fang melihat Kaizo menjemputnya dengan pakaian seperti semasa ia hidup dahulu. Fang segera berlari menghampirinya dan memeluknya dengan erat. Kaizo hanya tersenyum tipis seraya menyentuh kepala adiknya. Ia berkata.

"Kematian hanyalah sebuah pintu, Fang. Jika kau membuka pintu itu, kau akan menemuiku di baliknya."

Fang setuju. Ia lalu menggandeng tangan kakaknya, sudah siap untuk petualangan selanjutnya.

.

.

4. Halilintar, Gempa "Last Goodbye" - brotherhood.

Halilintar mendapatkan soulmark saat ia bayi, karena soulmate-nya adalah adik kembarnya sendiri yakni Gempa. Soulmark mereka berdua berbentuk seperti rantai dan pedang, terletak pada pergelangan tangan. Gempa itu memiliki perangai yang tenang dan sabar, bisa dengan mudah memadamkan amukan Halilintar melalui logika dan kata-kata halusnya. Sementara Halilintar akan selalu mengajarkan Gempa agar lebih tegas dalam menolak sesuatu, selain itu Halilintar selalu melindungi Gempa dari kejahilan orang-orang.

Halilintar takkan mengakui ini tapi Gempa memang luar biasa bisa begitu sabar meladeni semua kelakukan buruknya. Halilintar semasa remaja selalu berkelahi karena orang-orang suka sekali mencari gara-gara padanya, Halilintar beberapa kali pulang dengan luka-luka dan lebam biru. Gempa dengan sabar mengobatinya sambil agak 'mengomelinya' yang hanya dijawab Halilintar dengan gerutuan saja. Gempa akan diam sendiri dan memasakkan masakan kegemaran Halilintar agar kakaknya merasa baikan.

Begitu saja kehidupan mereka selama bersekolah. Gempa senang mengurus kakaknya, seperti membuatkan berbagai masakan dan bersih-bersih rumah. Halilintar sering menawarkan diri untuk membantunya tapi Gempa selalu menolak dan menyuruhnya istirahat saja. Saat lulus SMA Gempa mendapat beasiswa pendidikan dokter anak sementara Halilintar memasuki akademi angkatan laut. Mereka berpisah tapi selalu berkomunikasi lewat telepon atau teks pesan. Gempa selalu khawatir dengan kakaknya, sementara Halilintar selalu menganggap itu tak perlu.

Tahun berlalu cepat. Gempa bekerja sebagai dokter anak dan menikahi seorang perempuan manis berkerudung, seperti saudara mereka yakni Taufan yang menikahi Yaya. Halilintar menjadi anggota militer angkatan laut dan sering pergi berbulan-bulan tanpa kabar dalam pelayarannya, membuat Gempa cemas. Tapi ia tetap optimis kakaknya akan baik-baik saja. Halilintar itu kuat.

Hingga suatu hari Gempa mendapatkan kabar kalau kapal selam yang dinaiki Halilintar telah dua hari tidak mengirimkan sinyal apapun, hilang begitu saja di lautan bebas. Gempa terus berdoa kepada Tuhan untuk keselamatan kakaknya dan sering menangis ketakutan. Istrinya berusaha menenangkannya, namun Gempa tak bisa tenang jika kakaknya itu belum jelas kepastiannya. Ia rasa ia ingin menyelam mengarungi samudera untuk mencari dimana Halilintar.

Selama sebulan Gempa menunggu kabar dari angkatan laut tapi tak ada. Usaha pencarian terus dilakukan tanpa putus, surat kabar dan media elektronik selalu menayangkan hilangnya kapal selam itu dengan dramatis. Seiring waktu berjalan tanpa kepastian hanya membuat Gempa merasa putus asa, hingga suatu saat ia ditelepon untuk datang ke sebuah rumah sakit. Halilintar telah ditemukan dalam kondisi lemah, dialah satu-satunya yang selamat dari insiden kapal selam itu. Kapal selam itu rupanya ditembak oleh torpedo negara asing dan hancur, hanya kekerasan kemauan milik Halilintar sajalah yang membuatnya bertahan terombang-ambing di lautan bebas dengan tubuh penuh luka. Halilintar akhirnya ditemukan oleh kru kapal tanker, lantas Halilintar diselamatkan dan dirawat di rumah sakit.

Gempa segera menuju ke rumah sakit. Ia menangis prihatin saat melihat kondisi tubuh Halilintar yang lemah dan parah, penuh luka-luka yang masih basah oleh darah dan nanah. Meski begitu, dokter optimis Halilintar akan kembali sedia kala. Gempa kemudian memeluk saudaranya dan berkata dengan wajah penuh air mata.

"Kukira kakak sudah mati."

"Heh," tawa Halilintar, serak. "Kalau aku mati, siapa yang akan merepotkanmu nanti? Itu tugasku yang paling penting."

Gempa hanya tertawa kecil. Halilintar tersenyum seraya meremas bahu adiknya.

"Aku takkan mati duluan daripada kau, Gempa. Aku ingin menjagamu. Kau payah jika menjaga dirimu sendiri."

Sesuai janji Halilintar, Gempa duluan yang meninggal karena kanker limfoma di usia 47 tahun. Halilintar tidak menangis saat pemakaman adiknya, ia lega Gempa kembali ke tempat yang lebih baik daripada dunia yang buruk ini. Gempa memiliki hati yang terlalu bersih untuk terus hidup di dunia yang penuh dengan orang-orang jahat. Halilintar hanya merasa berat ia takkan bisa menemui adiknya lagi dan mendengarkan ceramahnya. Ia takkan terbiasa tanpa kehadiran saudaranya, rasa kosong itu terlalu besar untuk diisi hal lain.

Pada hari ini, Halilintar berdiri di depan makam Gempa. Tak ada siapapun di area pemakaman ini, hanya ada ia dan nisan adiknya. Halilintar tersenyum kecil.

"Jumpa lagi di kehidupan seterusnya."

.

.

5. Blaze dan Ice, "Untold Stories" - friendship.

Blaze adalah satu dari beberapa orang yang tidak memiliki soulmark. Ia terkadang bersedih, namun ia tidak ambil hati ia tak memiliki soulmate. Ia masih kecil jadi ia tak begitu memusingkan mengenai itu, ia pikir mungkin saat ia dewasa nanti barulah ia merasakan pentingnya bagaimana. Untuk sekarang, ia akan menikmati waktunya.

Blaze selalu agak dijauhi teman-teman sekelasnya karena ia memiliki masalah dalam mengontrol emosinya. Ia juga senang membakar sesuatu, beberapa kali ia ditegur dan dihukum karena membawa korek api atau membakar properti sekolah seperti kursi dan meja.

Pada suatu ketika, Blaze diam-diam hendak membakar sebuah meja di kelas kosong. Ia tak sadar kalau ada anak yang tengah tertidur di lantai tak jauh dari sana. Blaze menyiramkan sedikit bensin ke meja itu dan segera mengeluarkan korek api sambil tertawa girang. Baru saja Blaze memantik satu korek dan hendak melemparnya, ia diguyur oleh air. Seorang anak dengan jaket biru dan wajah datar menyiramnya dengan botol air. Saking terkejutnya, Blaze tak sempat marah. Anak itu hanya berkata dengan kalem.

"Jangan main bakar-bakaran."

Itulah awal persahabatan mereka.

Entah mengapa setiap kali Blaze menyelinap hendak membakar sesuatu, selalu saja ada Ice disana yang mencegahnya. Blaze tak paham mengapa ia selalu terpergok Ice, tapi mungkin karena Ice juga suka menyelinap untuk tidur dan bolos pelajaran, karenanya mereka sering berpas-pasan. Awalnya Blaze marah Ice selalu menganggu waktu 'bermainnya', namun lama-kelamaan Ice malah mengajaknya bermain agar Blaze tidak merasa bosan dan malah membakar sesuatu. Ice membawa PSP dan ia meminjamkannya pada Blaze, dengan syarat Blaze mau memberikan korek apinya pada Ice. Blaze setuju, maka dari sana perlahan Ice merubah Blaze agar kebiasaan buruknya bisa hilang.

Ice juga menawarkan sesuatu untuk diutak-atik pada Blaze agar anak itu tidak bosan dan malah ingin membakar sesuatu. Tujuan Ice agar Blaze terlalu asyik membongkar sesuatu sampai pikirannya terlupa oleh obsesi membakarnya, dan strategi Ice berhasil. Mereka menjadi sering menghabiskan waktu bersama-sama. Sambil mengutak-atik barang elektronik, Blaze selalu berceloteh tentang ini-itu yang didengarkan oleh Ice sambil membaca novel. Mereka nyaman dengan kehadiran satu sama lain.

Saat mereka lulus SMA, Blaze melanjutkan ke bidang engineering akibat pengaruh Ice yang suka memberikannya barang untuk dibongkar-pasang, sementara Ice memilih bidang sastra. Meski berbeda bidang, namun mereka tetap berada di universitas yang sama dan bahkan berbagi tempat tinggal sewaan, karena itu Blaze dan Ice masih sering bersama-sama. Blaze masih suka berceloteh kesana-kemari sambil sibuk memperbaiki benda-benda eletronik, sementara Ice membaca sesuatu dan menanggapi ocehan Blaze dengan gumaman.

Mereka menjadi dewasa. Blaze adalah seorang engineer robotika yang handal sementara Ice adalah penulis novel terkenal. Blaze pernah berkata seperti ini saat mereka tengah berlibur dari pekerjaan mereka.

"Aku tak memiliki soulmark. Tapi aku pikir jika aku memilikinya, tandaku akan sama denganmu."

Ice tersenyum simpul, dan Blaze tahu jika Ice juga memiliki pikiran yang sama dengannya. Ice sendiri juga tak memiliki soulmark, namun mereka sama sekali tak ambil pusing dengan berbagai drama soulmate di sekitar mereka. Bagi mereka, apa yang mereka miliki sekarang sudah lebih dari cukup.

Blaze tak hidup sampai ia tua. Ada ledakan besar pada tempatnya bekerja, ia adalah satu dari sekian banyak korban yang mati disana. Ice berduka dan ia menulis berbagai novel fantasi petualangan dengan tokoh utama seperti Blaze. Ice menulis Blaze berpetualang ke berbagai tempat agar Blaze yang mati terlalu cepat bisa merasakan berbagai hal yang tak sempat ia rasakan, setidaknya hanya menulis cara Ice untuk meredam amukan rasa duka yang menggemuruh di dadanya. Setidaknya dalam fiksi ini Blaze bisa terus hidup sampai selamanya.

Ice dikenang sebagai seorang penulis yang menggugah bahkan berdekade-dekade setelah kematiannya. Semua karya tulisnya dianggap sesuatu yang berbeda dan unik. Para pembacanya ingin tahu siapa inspirasinya, tapi Ice adalah orang yang tertutup dan tidak suka membicarakan sesuatu mengenai dirinya. Ia pikir khalayak ramai hanya perlu tahu mengenai karyanya saja, bukan dirinya. Biarlah Blaze terbang dalam angan-angan dan fantasi jutaan manusia yang tersentuh dalam tulisan Ice, tanpa tahu siapa dia sebenarnya.

Ice menutup mata dengan tenang di usia 102 tahun, di pondok dekat gunung dalam kesunyian dan kesendirian.

.

.

End

.

.

A/N

Aduh banjir air mata saya pas nulis masing-masing cerita pendek...

Ini hanya oneshot sih, tapi saya akan update Soaring Dragons dan A Hornet's Nest secepatnya. Habis prompt soulmate ini benar-benar menganggu saya berminggu-minggu ini, jadi akhirnya saya tulis juga.

Ada masukan dan tanggapan? Silahkan review!