Kuroko no Basuke Fanfiction

.

Seirin Detective Bureau

Disclaimer : Kuroko no Basuke is Fujimaki Tadatoshi's mine. I don't own anything except the plotline and case.

Genre : Crime, Suspense, Mystery, Sci-Fi.

Warning : AU, Canon, Gaje, Abal, OOC, MISSTYPO(S), TYPO(S), broken analysis, fast plot, broken EYD, little bit sci-fi, etc. Kerusakan syaraf-syaraf tertentu (terutama muara syaraf yaitu otak dan indera penglihatan) tanggung sendiri (*tabokked)

Summary : Kuroko Tetsuya. Bukan, bukan Kuroko Tetsuya yang itu! Bukan Kuroko yang punya kemampuan Ignite Pass, Vanishing Drive dan lain-lain. Kuroko Tetsuya yang itu telah kembali ke alam baka seabad lalu. Ini Kuroko Tetsuya yang lain, Kuroko Tetsuya yang (akan) menjadi agen detektif, di abad 22! Penasaran? Check this out! RnR, please. Author newbie!

Don't Like Don't Read! You can press the 'back' button if you don't like this fanfic

Happy Reading, nano dayo~

.

.

.

.

.

Pemuda berambut biru pucat itu sedang menyeruput minuman kesukaannya sambil membaca buku sastra kesukaannya. Dia masih saja konsentrasi membaca padahal kondisi penerangan tempatnya membaca begitu remang. Dia tak peduli, well, sebenarnya dia tak dipedulikan. Kemampuan misdirection-nya itu benar-benar membantunya untuk kabur dari segala masalahnya, hei, itu namanya ability abuse!

Namanya Tetsuya, Kuroko Tetsuya. Stop, kita tak sedang membahas buyutnya yang sama persis dengan Kuroko. Kuroko Tetsuya itu hidup di abad 21 dan sudah meninggal kira-kira 100 tahun yang lalu.

Kini sudah abad 22, dimana ke sekolah hanya perlu membawa semacam tablet seukuran keyboard komputer dan ponsel sudah tak lagi berlaku. Abad 22, segalanya telah diatur komputer, berlayar hologram, dan shinkansen adalah kendaraan terlambat yang pernah ada. Tak bisa membayangkan? Tapi beginilah abad yang terjadi.

Sluurppp.. Perpp...

Ups, milkshake vanillanya sudah habis. Dia harus mereload ulang (readers : dikira senjata kali, 'ya?)

'Sekalian pulang,' pikirnya.

Dia menutup bukunya dan memasukkannya ke dalam tasnya dan bergerak turun ke bawah.

.

.

.

.

Sluurpp.. Perppp..

Dia terus berjalan sambil menyedot minuman kesukaannya dari sedotan dan masih membaca buku. Dia tak perlu khawatir orang akan menabraknya karena hawa keberadaannya terlalu tipis sampai-sampai orang tak menganggapnya ada.

.

.

.

Dia melintasi sebuah lapangan basket tua yang selalu dilintasinya ketika hendak pulang dari sekolah dan pergi dari rumah.

Jarang ada seseorang bermain disana. Tepatnya, tidak ada yang bermain disana. Permainan yang setiap tim harus memiliki 5 orang untuk memperebutkan sebuah bola berwarna marun untuk dimasukkan atau ditembak ke ring yang tertempel di tiang ring. Olahraga yang disebut basket ini benar-benar sudah ditinggalkan. Mereka lebih suka melakukan olahraga yang tak perlu menguras banyak tenaga fisik. seperti golf atau catur. Olahraga golf pun bukan diadakan di lapangan luas panjang berwarna hijau dan menggunakan bola dan stick nyata. Tapi dilapangan hologram, bertongkat hologram, dan tentunya, berbola hologram.

Semunya hologram. Dengan hologram kita bisa melakukan apapun di dalam ruangan. Benar-benar sungguh tak berguna.

Tak biasanya, ada orang yang bermain disana meskipun sendirian. Kuroko merasa tertarik dan segera berbelok masuk ke dalam lapangan basket. Dia duduk di atas sebuah bench tua dan menonton permainan orang itu.

Dia bersemangat. Berkali-kali pemuda berambut hitam-merah itu melakukan dunk pada bola basket yang tengah di-dribble olehnya.

Bola itu tak sengaja memantulkan diri ke arah Kuroko. Kuroko meninju bola itu, membuat bolanya kembali ke tangan si pemuda yang terlihat sangat menyukai basket itu. Pemuda itu kaget.

"AH! Sejak kapan kau ada disitu?" tanyanya garang.

"Dari tadi," jawab Kuroko dengan nada dan ekspresi sedatar televisi layar flat. "Permainanmu bagus, jarang aku melihat seseorang yang memiliki aura liar sepertimu."

"Jangan banyak omong kamu! Aku tahu kau sedang meremehkanku!" balas pemuda itu.

Kuroko menggeleng. "Tidak. Aku menyukai gaya bermainmu. Aku suka basket. Bagaimana kalau one-on-one denganku?"

Pemuda itu menyeringai tajam. "Kau menantangku, huh?"

"Sebelumnya mari kita berkenalan. Aku Kuroko. Kuroko Tetsuya."

"Kagami. Kagami Taiga."

Kuroko melihat name tag yang dipakai Kagami. "Tapi disitu namamu Shigehiro Akiwara."

Taiga mencopot name tag-nya dan membuangnya. "Lupakan itu. Nama itu tidak penting. Cih, apa arti sebuah nama."

"Tanpa nama kau tak akan dikenal, Kagami-kun."

"Sudahlah, ayo mulai. Setelah berminggu-minggu aku bermain disini akhirnya ada orang yang mau bermain bersamaku," Kagami memutar bola basket di jarinya. "Basket sudah tak dianggap lagi."

Kuroko menaruh tasnya dan minumannya lalu melepas jaketnya. Dia menggulung lengan kemejanya lalu berlari ke tengah lapang.

"One-on-one!" Kagami melempar bola basketnya ke atas untuk memulai permainan.

Kuroko melompat dan tak berhasil menangkap bolanya. Kagami berhasil menangkap bolanya dan mendribble-nya. Tak sampai 5 detik, Kagami telah mencetak angka. Kuroko mendapat rebound namun cara mendribble bola telah membuat alis Kagami yang terbelah dua saling bertaut.

'Ini orang bisa main basket nggak sih?' batin Kagami.

Kagami merebut bola basket di tangan Kuroko dan melemparnya ke sembarang arah.

"Berhentilah bermain kemampuanmu hanya membuatku kesal! Nampaknya sudah tak ada lagi manusia yang bisa bermain basket di muka bumi ini selain aku!"

"Bagaimana pun juga aku suka basket, Kagami-kun."

GRAKKK!

TES...

Kagami dan Kuroko menyusut tetes cairan yang jatuh ke wajah mereka.

Bukan-bukan air hujan. Cairan ini berwarna merah kehitaman dan agak kental. Darah? Tapi darimana?

BRRAAKK!

Kagami dan Kuroko mendongakkan wajah ke arah langit bersamaan. Bola mata Kagami dan Kuroko membelalak. Keduanya segera melompat ke belakang.

BRUKK!

"Mayat!" seru Kagami berteriak. Kagami melihat jendela apartemen yang di sebelahnya. "Dari sana!"

Kagami berlari masuk ke dalam apartemen itu. Entah bagaimana Kuroko pun mengikuti. Ada perasaan tertarik untuk mengikuti Kagami.

Perasaan untuk mengungkap kasus mayat sepotong yang jatuh dari lantai paling atas sebuah gedung apartemen.

"Kalian! Kembali kemari atau aku akan memanggil polisi!" teriak penjaga apartemen.

Kagami dan Kuroko terus berlari tak peduli sumpah-serapah penjaga apartemen.

Kagami sampai lantai paling atas yang sepi.

"Kau bantu buka semua pintu apartemen ini. Cepat!" teriak Kagami sambil meayang sebuah tendangan pada pintu di sampingnya. Pintu terbuka. Kosong. Tak ada apa-apa disana.

Kuroko ikut-ikutan menendang pintu-demi- pintu sampai kakinya benar-benar sakit untuk digerakkan. Hei, ini pertama kalinya dia melakukan hal-hal berbau pengrusakan seperti ini.

Tenang saja, kepolisian Kanto City tak suka mengurusi kasus pembunuhan. Mereka lebih suka mengontrol drone-drone yang berkeliaran di jalan. Mereka seperti bukan polisi. Lagipula, kasus pembunuhan seperti ini sudah seperti banyaknya drone di jalanan. Banyak dan rata-rata tak terurus.

Kuroko menendang pintu terakhir dan melihat genangan darah dan bagian tubuh si mayat yang tersisa.

"Kagami-kun mayatnya ada disini." Kuroko masuk dengan hati-hati, menghindari sepatunya menginjak darah. Salah-salah dia bisa jadi tersangka, 'kan?

Kagami berbalik dan segera masuk.

Kagami berjongkok di depan mayat sepotong itu. "Dimutilasi."

Kuroko mengangguk. "Kau mau mencari tahu motif di baliknya?"

"Tentu saja. Aku suka hal-hal seperti ini. Aku kerja di sebuah biro dimana aku harus menyelesaikan semua kasus di muka bumi ini."

Kuroko tersenyum tipis. "Bolehkah aku gabung ke dalam biro? Kemampuan investigasi-ku tidak buruk."

Kagami menatap Kuroko jengkal demi jengkal. Dia mendecih lalu mengalihkan perhatiannya kembali ke si mayat. "Terserah kau saja!"

Kagami berdiri. "Aku akan memeriksa mayat di bawah, kau cari petunjuk!" Kagami menggeser jendela dan melompat.

Tenang, cuma 3 lantai kok. Dia nggak bakalan mati. Palingan patah kaki, ralat, kaki tegang tapi Kagami itu pasti membal.

Kuroko mengangguk. Apa yang bisa dijadikannya sebagai petunjuk? Ruangan disini bersih, maksudnya tak ditemukan barang-barang seperti kasur atau yang lainnya. Kosong.

Kuroko menatap langit-langit diatasnya. Bersih. Lalu darimana?

Kasus pembunuhan tertutup.

Itu lah yang terjadi.

Tapi apa yang bisa dijadikan petunjuk. Lihat yang ada dalam kamar ini hanya setengah bagian tubuh si mayat yang terbagi dua dari atas sampai kebawah.

Kuroko nggak takut? Jijik? Ngeri?

Ck, lupakan itu. Kuroko itu menganggap segala yang dilihat olehnya adalah keadaan atau fenomena biasa.

Tapi sebuah pertanyaan melintas di benak Kuroko. Kenapa Kagami begitu peduli dengan kasus seperti ini?

Mungkin kah?

Kuroko menggelengkan kepalanya mengusir jauh-jauh persepsi-nya. Mana mungkin. Kuroko tahu siapa Kagami. Well, sebenarnya tadi dia benar-benar tahu siapa Kagami. Kagami itu biang kerok di sekolahnya. Dia cuma pingin kenal saja.

"Kuroko!" teriak Kagami dari bawah. Kuroko menyibakkan salah tirai dan menggeser jendelanya lalu menengok ke bawah, ke tempat Kagami sedang mencari petunjuk di lapang basket.

"Apa?" tanya Kuroko.

"Kau menemukan petunjuk?" Kagami balik bertanya.

Kuroko menggeleng. Kagami berdecak lalu mengibaskan tangannya, menyuruh Kuroko untuk kembali mencari petunjuk.

Kuroko berbalik dan kembali melihat mayat itu.

Potongan separuh mayat dihadapan Kuroko terbaring terlentang sementara separuh mayat lainnya jatuh tertelungkup.

Sebelum mayat itu jatuh, Kagami dan Kuroko juga terkena beberapa tetesan darah.

Kuroko menatap mayat itu dan berjongkok di depannya. Kuroko masih bisa melihat rambut hitam yang agak panjang dan iris coklat keabuan itu. Pupil matanya mengecil dan bola matanya membulat, kentara sekali kalau dia saat dibunuh sangat kaget.

Serangan mendadak? Bisa jadi.

Kuroko kembali menatap jendela, tak peduli tatapan tajam Kagami dari bawah. Dia meremas tirai hitam yang menutupi jendela. Ada tali!

Kuroko menarik tali itu. Berat! Kuroko butuh tenaga besar untuk menarik tali ini!

"Kagami-kun!" teriak Kuroko memanggil Kagami. Gila, ini pertama kalinya dia berteriak.

Kagami mendongakkan kepalanya dan menatap Kuroko.

"Aku punya petunjuk!"

Kagami langsung berlari ke arah apartemen.

BRAK! Kagami masuk dengan cara menendang pintu sampai jebol.

Oh... Kagami, entah apa reaksi pemilik apartemen ketika melihat kerusakan yang kau timbulkan. Terlebih kau bukan penghuni apartemen ini.

"Apa? Mana petunjuknya?!" tanyanya sambil menatap Kuroko nyalang sekaligus penasaran.

"Ini," Kuroko menunjuk tali di depannya.

"Kau pikir seutas tali ini bisa membelah seorang manusia menjadi dua?!" Kagami berteriak keras, membuat Kuroko tuli sesaat. Kagami mengurut-ngurut keningnya.

"Tidak. Tapi coba tarik dulu,"

Kagami memutar matanya dan mencoba menarik tali itu. Berat.

Kagami mengerahkan seluruh tenaganya dan menarik tali itu.

GRRAKKKK!

Jendela itu tertarik ke atas sedikit demi sedikit.

Jendela itu berhenti berderak ketika Kagami telah menarik tali itu sampai habis.

"Oke, sekarang aku tahu bagaimana mayat itu bisa jatuh. Tapi," mata Kagami menyipit. "Bagaimana caranya mayat ini termutilasi?"

Kuroko menatap Kagami. Ya, mereka berdua punya pertanyaan yang sama.

Kuroko menarik tirai untuk menutup jendela.

"Kagami-kun," Kuroko menarik lengan baju Kagami, "lihat."

Tirai sebelah kiri terbagi dua.

Kagami mendekati tirai itu dan merabanya. Jarinya menggosok pinggiran tirai yang terbagi dua. Ada abu hitam yang tertempel di jari Kagami. "Ini dibakar."

Kagami mundur beberapa langkah. "Dibakar dengan apa sampai bisa membelah tirai dengan rapi?"

Kuroko berpikir. "Kalau laser?"

Kagami meledak tertawa. Tawanya bergema kencang di kamar apartemen ini.

"Jangan bercanda, Kuroko. Laser tak bisa di dapatkan semudah itu," tawanya tiba-tiba mereda, "kecuali jika pelakunya adalah pelaku laser show setahun lalu."

"Laser show?"

"Konser salah satu robot android yang terkenal sejak abad 21, pelakunya belum ditemukan." jelas Kagami.

"Kau detektif?"

Kagami menatap Kuroko tajam. "Berjanjilah kau tak akan memberi tahu siapa pun."

"Aku janji."

"Aku Kagami Taiga. Agen dari Seirin Detective Bureau atau disingkat SDB bagian Operasi Balistik. Kita satu sekolah."

"Keren," puji Kuroko tapi tetap saja dia memasang wajah dataranya. "Bisakah aku masuk dan menjadi agen disana?"

"SDB membutuhkan agen baru dan aku juga butuh partner kerja."

"Jadi?" Kuroko bertanya dengan nada datarnya tapi Kagami tahu kalau pemuda yang memiliki umur yang sama dengannya itu memaksanya. Ck, Kuroko sepertinya kau tak bisa membodohi Kagami itu dengan nada bicara dan ekspresi datar seperti itu.

"Hei, jangan memaksaku. Setelah ini kau bisa ikut aku kembali ke markas dan kau bisa bertanya pada Riko, Kiyoshi dan Hyuuga. Titik."

"Baiklah."

GRRAKKK!

Secara tiba-tiba jendela itu kembali ke posisi semula dan ganjal jendela yang harusnya menempel vertikal dengan jendela, jatuh dengan posisi horizontal dan memukul tangan Kagami.

"Shit, tangan kananku hampir terjepit dan tangan kiriku dihantam ganjal ini. Sial sekali!" umpat Kagami sambil mengusap tangannya bergantian.

"Kagami-kun," Kuroko kembali berjongkok di depan mayat. "Kurasa aku tahu bagaimana caranya orang ini terbunuh."

Kuroko tak peduli dengan sepatunya yang kini telah menginjak genangan darah. Dia merobek jersey hijau-hitam yang dikenakan pria itu dan menatap lekat-lekat pinggiran tubuhnya yang terpotong.

Pinggiran tubuh itu menghitam. Kuroko tak peduli dengan amis dari darah, lalat, dan belatung-belatung yang mulai menggerayangi organ dalam si mayat.

"Luka bakar. Bisa kupastikan bahwa ini luka akibat dilaser."

Alis Kagami yang terbelah dua itu naik sebelah, bingung. Dia sudah 3 bulan kerja dan tinggal di biro tapi baru pertama kali dia menemukan kasus- biasanya dia diberi kasus oleh Riko atau Kiyoshi atau Hyuuga.

"Coba jelaskan padaku." Kagami meminta penjelasan. Jujur, dia tak mengerti.

Kuroko berdiri. "Err, Kagami-kun, aku butuh bantuanmu."

"Apalagi?"

Kagami benar-benar ingin tahu apa yang bisa menyebabkan pria ini bisa terbunuh. Sekalipun dia agen, tetap saja kemampuan analisanya kurang. Kalau bertugas dia paling sering dipasangkan dengan seniornya, Mitobe yang selalu diam, dan partner-nya, Furihata yang cerewet.

BIPP.. BIPP.. BIPPP..

Jam tangan yang melingkar di tangan kiri Kagami berkedip-kedip dan mengeluarkan suara. Kagami melirik jam tangannya dan melakukan gerakan menggeser pada layar dengan jari telunjuknya.

Lampu toska tak kasat mata pada jam tangan Kagami membentuk sebuah layar.

"Agen Kagami," kata seorang wanita berambut coklat pendek yang pada poninya di jepit oleh dua buah jepit. "Ada kasus pembunuhan di apartemen XXXXXX di jalan XXX no. 31 blok C2."

"Aku sedang ada di TKP, Riko," jawab Kagami. "Kau terlambat."

Wanita yang dipanggil Kagami dengan sebutan Riko itu memutar bola matanya. "Pokoknya, cepat selesaikan. Kirim laporan suara padaku."

Hologram itu menghilang.

"Kagami-kun, punya kain bersih?" Kuroko bertanya mengangetkan Kagami yang asyik dengan jam tangan android-nya.

Kagami melotot. Bagaimana tidak? Kuroko sedang membersihkan darah-darah di badan si mayat layaknya seorang ahli forensik. Dengan ekspresi wajah dan tatapan datar, dia asyik membersihkan bagian kepala mayat yang cuma sebelah.

Kagami mengambil kain yang cuma sebelah yang sudah dibasahi darah pada seluruh serat kainnya dan membawanya ke wastafel terdekat. Kagami mencuci kain itu. Kagami menguceknya layaknya tukang cuci profesional (author : *di-dunk ke ring basket) dan mendapati kanji Hana pada bagian atas kain itu. Kagami memeras kain itu dari air yang menempel. Kagami tahu kalau kain itu bagian dari jersey basket.

Kagami memasukkan kain yang telah dicucinya ke dalam plastik zip lock yang selalu di bawanya kemana-mana dan memasukkan potongan jersey itu.

Kagami kembali pada Kuroko yang tengah memeriksa bagian kepala. Kagami menggeleng, sungguh dia kagum pada pemuda yang baru ditemuinya setengah jam lalu. Dia sama sekali nggak jijik sama mayat.

Kagami berjongkok di depan Kuroko dan melihat wajah Kuroko.

Kagami harus menarik kembali kata-katanya. Rupanya Kuroko menahan napasnya sampai-sampai wajah menjadi biru.

"Oi, Kuroko," panggil Kagami, "bernafaslah."

Kuroko membuang nafasnya lewat mulut dan menarik napasnya lalu menahannya kembali. Kagami menghela nafas.

"Kau masih hutang penjelasan padaku, Kuroko," kata Kagami sambil berdiri. Kakinya bergerak ke depan, sesuai dengan keinginannya untuk melangkah dan berjalan ke depan. "Beritahu aku jika kau sudah siap memberikan penjelasan."

"Aku menemukannya!" Kuroko berseru walaupun bernada datar. Ampun deh, Kuroko. Berekspresilah sedikit... Mana ekspresinya? w('o')w (author : *slapped)

Kagami segera berbalik dan menatap Kuroko intens. Salah-salah, mata fujoshi bisa menganggap itu adalah tatapan lain (readers : Ck, kenapa jadi ngelawak sih?! Serius dong).

"Kagami-kun, coba lihat goresan hitam di dinding itu," Kuroko menunjuk garis hitam di dinding bercat gading dan dilapisi oleh kertas dinding berwarna hitam. Kagami berjalan mendekat pada garis vertikal pendek yang ditunjuk Kuroko dan mengangguk, mengiyakan. Buset, mata Kuroko jeli banget.

"Lalu?" Kagami bertanya sambil menatap Kuroko lagi.

"Orang ini kemungkinan besar bertinggi kurang dari 180 centi. Dia mengarahkan lasernya pada pria ini namun ketinggian jadi lasernya mengenai tembok-"

"Aku tidak setuju!" potong Kagami. Kuroko balas menatap Kagami dengan tatapan yang seakan-akan bertanya 'kenapa?' ala iklan biskuit yang sekarang nge-tren itu.

"Kau lihat posisi jatuhnya! Keduanya menghadap dan membelakangi jendela! Satu terlentang dan satu lagi tertelungkup," Kagami menjelaskan setengah berteriak. "Menurutku, pria ini sedang berdiri di depan jendela dengan kondisi jendela terbuka sempurna seperti tadi lalu seseorang membelahnya dengan laser. Orang itu lalu mendorong sepotong mayat untuk jatuh dan menunggu tali ini kembali dengan sendirinya lalu ganjal jendela ini mendorong separuh tubuh lainnya."

Kuroko mengeluarkan pose berpikirnya. Dia berdiri dan melihat kusen jendela. Bersih tak ada sisa darah disana. Jangan itu kaca jendelanya saja bersih.

"Apa yang kau harapkan, hah?" Kagami sekali lagi menarik tali jendela itu. "Karena jika posisi jendelanya seperti ini, tak ada bercak darah yang tersisa."

Betul juga, batin Kuroko.

Kuroko melihat garis lain yang aneh. Ada bekas bakar yang membentuk garis miring kecil dan garis-garis lain.

Kuroko menarik tirai itu sampai copot dari relnya. Sebuah lampu CAS* toska kecil berkedip-kedip. Alat sensor.

"Hito," gumamnya.

"Eh? Apa maksudmu?" Kagami yang mendengar gumaman Kuroko bertanya.

"Apa ini kasus pertamamu, Kagami-kun?" Kuroko balik bertanya.

"Bukan sih," Kagami menggaruk belakang kepalanya. "Tapi ini pertama kalinya aku mendapatkan kasus dengan korban seorang pria."

"Biar kusimpulkan," Kuroko berdehem. Bukan. Dia bukan sok-sok-an tapi hari ini dia cukup banyak berbicara sampai-sampai tenggorokannya gatal.

"Pelaku pertama-tama membuat garis disini lalu kesini. Dia menarik garis lurus dan membelah pria dan membuat garis disini untuk membentuk kata 'Hito'," jelas Kuroko. Sorot matanya berubah. "Aku setuju dengan penjelasanmu yang sebelumnya dan kurasa penjelasanmu yang sebelumnya mungkin benar adanya. Oh ya, aku berikan masukan sedikit. Jendela ini akan tertutup saat tak respon sensor yang terdeteksi."

Kuroko menunjuk lampu CAS. Kagami tersenyum meskipun terlihat seperti sedang menyeringai.

"Jadi, menurutmu bagaimana ciri-ciri pelakunya?" tanya Kagami.

"Kurasa dia masih ada hubungannya denganmu dan orang ini."

"Aku?" Kagami menunjuk dirinya sendiri. "Aku tak kenal dengan orang lain selain anggota SDB, kau, dan beberapa ekor polisi."

Kuroko menautkan alisnya.

"Jangan tanya aku kenapa. Itu masa laluku dan sepertinya aku tak perlu memberitahukannya padamu. Sungguh."

"Kagami,"

Kuroko dan Kagami menoleh ke arah sumber suara. Seorang pemuda berambut hitam dengan bentuk mata tajam. Pemuda itu membawa sebuah kamera pocket yang jika shutter dipencet akan berubah menjadi kamera dengan pilihan lensa bermacam-macam.

"Izuki," ucap Kagami. "Sudah lihat mayat di bawah?"

CKREK! CKREK! CKREK!

"Sudah. Bahkan fotonya telah kukirim pada Riko." jawab Izuki sambil terus memotret dari segala arah dan sudut.

Izuki melepas kameranya dari hadapan matanya. Keningnya berkerut dan alisnya bertaut. "Sejak kapan ada mayat sebersih ini? Kau membersihkannya? Sejak kapan kau mau bersentuhan dengan mayat? HUWAHHHHH?!"

Sebuah (?) wajah tiba-tiba nampak di depan lensa, membuat Izuki kaget dan hampir melempat pocket camera supernya. Sekejap kemudian bayangan itu lenyap. Bulu kuduk Izuki meremang. Di zaman dimana android telah menguasai bumi seperti ini hantu nggak ada, 'kan? NGGAK ADA, 'KAN? #capslockjebol

"Orang ini yang membersihkannya." jawab Kagami sambil menunjuk Kuroko. Alis Izuki semakin bertaut. Bulu kuduknya meremang lagi. Dia mengaktifkan mata elangnya. Tidak ada. Bahkan mata elangnya tak bisa menangkap apa-apa. Siapa sih orang yang dimaksud Kagami?

"Siapa?" tanya Izuki.

"Apa kau tak bisa melihat orang ini!" Kagami berteriak sambil menunjuk-nunjuk Kuroko yang posisi membelakangi Izuki.

"Eh, oh, doumo," sapa Kuroko datar sambil berbalik lalu membungkuk. "Kuroko desu. Yoroshiku."

Izuki terlonjak kaget dan melotot. "Apa?! Sejak kapan kau ada disitu?!"

"Dari tadi. Bahkan Izuki-san sudah melewatiku dua kali saat memotret mayat pria ini. Oh mungkin, aku terpotret beberapa kali."

Izuki membuka folder foto dalam pocket camera supernya. Ada! Ada beberapa foto dimana Izuki memotret wajah Kuroko yang datar. Izuki bergidik ngeri. Sungguh, dia tak menyadari kehadiran Kuroko disitu. Hawa keberadaannya sangat-sangat tipis. Bahkan, eagle eye benar-benar tak bisa melihatnya. Duh...

"Kagami, kau dapat darimana manusia seperti itu?" tanya Izuki horror.

"Entahlah. Dia tiba-tiba muncul dan mengajakku one-on-one." Kagami mengedikkan bahu.

"Terus kenapa kau melibatkan sipil ke dalam kasus, Kagami?"

"Kurasa dia cocok menjadi partner-ku. Sungguh, aku tak tahan dengan Furihata. Dia benar-benar sulit diajak untuk investigasi. Terlalu banyak bertanya."

Izuki tertawa kecil. "Kuroko, kau akan jadi detektif dia SDB- Kagami sudah memberitahu tentang biro, 'kan?- jika Riko, Kiyoshi, dan Hyuuga mengizinkanmu," ucap Izuki sambil menepuk-nepuk Kuroko. "Jadi, bagaimana kasusnya?"

Kagami dan Kuroko saling bertatapan.

"Siapa dari antara kalian yang akan memberitahuku soal hasil investigasi?"

"Biar aku saja, Kagami-kun," kata Kuroko dan Kagami hanya menggerak-gerakkan tangannya, mengisyaratkan 'Silahkan saja.'

"Sebenarnya kita tak tahu apa motifnya tapi dilihat dari segala bukti yang kita temukan bisa dipastikan kalau pelaku kasus ini adalah orang dari riset senjata laser."

Kagami melotot. Kuroko baru bilang soal ini! Seenaknya saja dia menambahkan laporan!

"Pelaku membentuk kanji 'Hito' dengan menggoreskan laser di sini, sini, dan sini. Lalu untuk garis lurusnya dia membelah orang ini," sambung Kuroko menjelaskan. "Pelaku sepertinya sudah paham dengan seluk-beluk kamar ini. Saat orang ini sudah terbelah, dia mendorongnya sebelah tubuh mayat ke bawah, tepatnya ke lapangan basket di bawah sana. Karena sensor jendela tak mendeteksi ada respon sensor berupa hawa atau suhu maka jendela ini akan tertutup dan ganjal akan jatuh ke arah depan yang otomatis akan mendorong sisa tubuh mayat. Itu menurut pendapatku dan Kagami-kun."

Izuki bersiul. "Wow, kalian rookie yang handal, untuk ukuran rookie."

Kagami mengutak-atik layar hologram yang muncul dari jam tangannya. "Baiklah, ayo kembali ke lapangan. Aku telah merekam penjelasan Kuroko dan telah mengirimkannya pada Riko-"

BIPP.. BIPP.. BIPP..

Kagami menggerakkan jari telunjuknya, mengangkat panggilan seperti tadi.

"BAKAGAMI!" teriak Riko. "KAU BUAT LAPORAN PAKAI SUARA SIAPA, BAKA?!"

"Riko, jangan berteriak. Kau bisa merusak setiap speaker WAP** jika kau berteriak," Izuki nimbrung tanpa kabel.

"Izuki, aku tak memintamu untuk melawak!" jawab Riko sinis. "Jelaskan padaku, BaKagami!"

"Aku menemukan seorang agen baru. Jika kau, Kiyoshi, dan Hyuuga mengizinkan, dia akan menjadi partnerku," jelas Kagami. "Aku akan menjelaskan lebih lengkap saat di markas, Riko. Aku janji."

"Kau hutang penjelasan padaku, BaKagami." ucap Riko agak mengancam sebelum menyudahi panggilan.

Hologram itu menghilang, panggilan terputus.

"Ayo kembali ke markas, aku sudah menghubungi forensik SDB untuk mengurus mayatnya." Izuki berbalik dan berjalan keluar. Kagami dan Kuroko berjalan mengekor di belakang.

Sesampainya di halaman depan apartemen itu, Izuki memanggil mobil android separuh drone miliknya dengan bantuan jam tangan super yang sama seperti yang dimiliki Kagami.

"Kau bawa mobil 'kan, Kagami?" tanya Izuki sambil membuka pintu mobilnya dan masuk ke dalamnya.

"Hm," jawab Kagami.

"Kalau begitu aku duluan. Jaa!"

"Hn, jaa!"

Kagami melakukan hal yang sama untuk memanggil mobilnya sambil berjalan kembali ke lapangan untuk mengambil barang-barangnya yang dia tinggalkan disitu.

NGINGG... BIP.. BIPP.. BIPPPP...

Itu suara detector kepolisian. Seorang polisi berkulit redup berambut biru gelap dengan warna mata senada.

"Kagami Taiga, aku sudah jengah dengan kelakuanmu! Berhentilah memboikot aksi polisi! Kau dan biromu sungguh mengganggu!" ucap si redup (author : *dor) marah.

"Ini soal kecepatan mendapat kasus, Aomine. Kami, anggota biro, jauh lebih menguasai daratan ini," Kagami melihat mobilnya yang sudah muncul. "Sudah kuduga, polisi dengan label Kiseki no Sedai seperti kalian tak ada apa-apanya dengan biro kami, Seirin Detective Bureau. Sudahlah, capek aku menjelaskan."

Polisi yang dipanggil Aomine oleh Kagami itu hampir saja meninju Kagami kalau saja Kagami tak menghindar.

"Ayo Kuroko, kita ke markas. Tak ada gunanya mengurus polisi idiot macam dia."

Kuroko mengangguk dan berjalan mengekor di belakang Kagami.

"Tetsu?"

Merasa namanya dipanggil, Kuroko menoleh ke arah Aomine. "Aomine-kun,"

Manik pale blue Kuroko menatap tajam Aomine. Yah, sebelumnya mereka sudah cukup kenal. Mereka sudah kenal sejak menginjak bangku sekolah dasar. Tapi kini Kuroko menatap tajam ke arah orang yang pernah menjadi sinarnya itu. Yap, si redup itu pernah menjadi sinar Kuroko.

"Ayo, Kuroko! Biarkan saja si dekil itu melongo seperti orang idiot disitu. Kita harus cepat! Semakin lama kita sampai, semakin gila Riko mengamuk."

Kuroko mengangguk dan tetap menatap tajam Aomine. Kuroko naik ke dalam mobil android separuh drone itu dan menutup pintunya.

"Sudah naik?"

"Un,"

"Baiklah, ayo kita ke markas!"

Kagami menginjak gas dan memutar mobilnya dan mobil berwarna merah kehitaman itu segera melesat menuju markas SDB.

.

.

.

.

Sementara itu di markas SDB...

Aida Riko, manager SDB, mengurut-ngurut keningnya. Dia stress. Kenapa dia bisa membiarkan Kagami kelayapan sendirian sampai-sampai dia bisa menemukan partner-nya sendiri? Oh, bukannya nggak boleh. Tapi Kagami itu menurutnya kelewatan!

Izuki Shun, si ahli komputer forensik, baru datang dan langsung menggebrak meja Riko. Hyuuga, Kiyoshi, dan Koganei melotot. Wow, si tukang banyol garing itu baru kali ini gebrak meja. Mana ekspresi-nya kayak orang yang lagi nahan boker gitu.

"Apa-apaan kau Izuki?!" tanya Riko marah sambil menunjuk-nujuk hidung Izuki.

"Aku punya kabar gembira, Riko!" Izuki tersenyum lima jari. Wew, jarang terjadi. Bahkan Hyuuga menganggap Izuki telah gangguan.

"Apa?! Kagami mendapat partner baru!?"

Riko turunkan amarahmu. Umurmu masih 25 tahun, kebanyakan marah-marah bisa bikin tua lohhh...

"Bukan!" Izuki menjawab riang.

Apa yang sebenarnya terjadi pada ahli komputer forensik yang memiliki eagle eye itu?

Riko menghela napasnya, meredakan emosinya.

"Terus apa?" tanyanya melembut.

Izuki mengeluarkan sebotol obat. "Kini kulit manggis ada ekstraknya!"

Hyuuga, Kiyoshi, dan Koganei yang sedari tadi memelototi Izuki dari belakang karena penasaran langsung mengambil benda di meja masing-masing. Bersiap memukulkannya pada si pemilik eagle eye, mereka hanya perlu menunggu aba-aba Riko.

Emosi Riko meledak. Wajahnya merah padam, rahang mengeras, tangan terkepal dan rambutnya melayang-layang tanpa sebab.

"IZUKIII!" Riko meledak marah. "HYUUGA, KOGANEI, PEGANG DIA!"

Hyuuga dan Koganei memegang tangan Izuki dan menariknya ke belakang layaknya seorang tahanan.

"Kau melakukan kesalahan besar," bisik Hyuuga.

PLAKKKK!

Izuki tepar karena kepretan kertas koran yang digulung Riko. Beruntung Hyuuga dan Koganei sempat menghindar, jadi mereka nggak ikutan dikepret manager mereka itu.

"Makan lawakan konyolmu itu!" Riko berjalan dan hendak pergi ke cafe di bawah sana.

"Aku pulang!" seru Kagami sambil menendang pintu. Riko tersentak kaget dan langsung me-round house kick Kagami.

"Jangan mengangetkanku, BaKagami!"

Riko berjalan keluar sambil menghentak-hentakkan kaki.

"Eh, Riko kenapa?" tanya Kagami sambil mengusap pipinya yang di-round house kick.

"Kesel tuh," jawab Koganei. "Kudengar kau dapat agen baru?"

"Eh, kalian nggak lihat orang ini?" Kagami mendorong pelan Kuroko yang berdiri agak bersembunyi dari badan Kagami, jadi cuma setengah badannya yang kelihatan.

Hyuuga, Kiyoshi, dan Koganei melotot. Sejak kapan pemuda pucat itu ada disitu?!

"Doumo," sapa Kuroko datar. "Hajimemashite. Boku wa Kuroko Tetsuya desu. Yoroshiku."

.

.

.

To Be Continued

.

.

.

.

Author's Line :

*CAS = Censor Android System

**WAP = Watch Android Phone

Hajimemashite, boku wa Shintaro Arisa desu. Yoroshiku onegaishimasu, minna-san! _(_ _)_

Halo, saya author baru di fandom Kuroko no Basuke! Salam kenal!

Err, nggak apa-apa nih begitu muncul udah buat fanfic dengan genre Crime, Suspense, Mystery? Gaje kah? Aneh kah? Maaf, habis ini idenya mendadak dan aku ingin sekali mencoba fandom lain selain fandom Vocaloid. Nyahahaha, habis nggak bisa romance apalagi yaoi.. hehehe ._.v

Karakter paling utama disini adalah dua rookie Seirin yang paling aku favoritin, Kagami Taiga + Kuroko Tetsuya!

This fic maybe a long fic with many cases and dizzy examination #brokengrammar.

Huff, sebenarnya ini pelampiasan rasa seneng aku lantaran masuk SMA. Readers sekalian, ada yang se-SMA sama aku nggak nih? Atau mungkin ada-ada senpai-senpai-nya? Aku tinggal di Kabupaten Bandung. Sekolahnya yang sebelahan sama Lanud itu lohh #SKSDlu!

Nggak bisa banyak bacot (readers : memang nggak usah kok!)

.

.

.

.

Mind to Review? I really need your review..

.

.

.

.

Shintaro Arisa out, nanodayo!~