Warning : OOC, Typo, Yaoi, gaje, alur kecepetan!

.

.

Enjoy!

Never cross my mind it all it's what i tell myself

What we had has come and gone you better of with someone else

For the best you know it is

But i see you sometimes i try to hide

What i feel inside and i turn around

You with 'her' know, i just can figure out

.

.

.

.

.

"Aku pergi, Hao!"

.

"Jangan pergi, ge!"

.

"Aku akan segera kembali, ka-"

.

"Bohong! Kau tidak akan kembali!"

.

"Kau tunggu saja suatu saat aku pasti akan kembali padamu, karena aku sangat mencintaimu, Hao,"

.

SLAP

.

Minghao mendadak terbangun dari mimpinya. Ia langsung bangkit dari tidurnya dan mengusap wajahnya kasar, keringat dingin terlihat membanjiri sekujur tubuhnya. Napasnya juga terengah - engah.

.

'Mimpi itu lagi!'

.

Ia menarik napas dan menghembuskannya perlahan, berusaha untuk menenangkan dirinya sekaligus perasaannya yang terasa sedikit sesak.

Dan ketika matanya terpejam, semua kenangan akan masa lalunya kembali terngiang. Masa lalunya bersama orang itu, orang yang sangat berarti baginya, orang yang dulu selalu ada bersamanya. Orang yang sudah lima tahun ini pergi meninggalkannya untuk menempuh pendidikannya di luar negeri.

.

'Junhui-ge!'

.

Hampir setiap malam selama setahun ini ia selalu memimpikan Jun. Selalu dengan mimpi yang sama. Jun akan pergi meninggalkannya, mengatakan akan kembali, dan Minghao akan meragukan namja itu. Selalu seperti itu.

Jun tidak pernah mengabarinya selama lima tahun ini. Jangankan telepon, pesan singkat yang selalu dikirimkan Minghao pun tidak pernah dibalas oleh Jun.

.

Lalu apakah Minghao tidak pernah mencari kabar tentang namja itu?

.

Sudah.

.

Sudah berkali - kali ia mengecek keberadaannya di akun media sosialnya, di weibo, SNS, namun hasilnya nihil. Jun tidak pernah meninggalkan jejak di akun medsosnya selama lima tahun terakhir ini.

Di kampusnya, Minghao juga selalu bertanya tentang Jun pada teman - teman kampusnya yang baru saja pulang dari Amerika -negara tempat Jun kuliah. Tetap saja ia tidak pernah mendapat jawaban yang pasti.

.

Hingga akhirnya Minghao memutuskan untuk menyerah dan tidak pernah mencari kabar tentang Jun lagi. Membiarkan hatinya yang terasa kosong.

Namun ia tetap percaya jika suatu saat kekasihnya itu pasti akan kembali dan bersama dengannya lagi. Dan ia akan terus menunggu sampai kapanpun.

Tapi entah mengapa Minghao jadi meragukan pendiriannya setelah mengalami mimpi aneh tersebut selama setahun belakangan ini.

Mungkin akan sangat terlambat jika ia baru meragukan Jun sekarang, karena sudah jelas namja itu tidak pernah mengiriminya kabar, tapi Minghao masih mau menunggunya.

Jangan salahkan Minghao, tapi salahkan saja perasaannya pada Jun yang teramat begitu dalam.

.

Minghao menoleh ke meja nakas di samping tempat tidurnya. Di situ ada sebuah foto kecil berpigura kayu yang menampilkan seorang namja yang sedang merangkul namja lain yang lebih kecil. Mereka saling berpandangan dan tersenyum bahagia. Potret dirinya dengan Jun.

Dan ia menghela napas lagi. Berusaha untuk menyingkirkan segala pikirannya tentang Jun. Karena terlalu pagi baginya untuk bersedih.

.

.

.

"Gwenchana? Kau terlihat murung dari tadi,"

Minghao mengangkat kepalanya untuk menatap wajah Wonwoo yang memandangnya khawatir. Seulas senyum terukir diwajah imutnya berusaha untuk meyakinkan namja yang juga tengah duduk hadapannya itu.

"Aku baik - baik saja," ucapnya. Tangannya secara perlahan bergerak memilah - milah bunga yang ada di atas meja.

Selain menjadi mahasiswa semester akhir di fakultas seni, Minghao juga bekerja part time di toko bunga 'SVT Florist' milik sahabat baiknya di kampus, Wonwoo.

Yeah, hidup seorang diri di Korea membuatnya harus pintar - pintar memutar otak agar ia bisa terus membiayai kuliahnya. Karena ia tidak mau merepotkan kedua orang tuanya di China.

Wonwoo terus saja memandang wajah Minghao yang kembali tertekuk.

"Kau... " Wonwoo memulai dengan sedikit hati - hati, takut kalau pertanyaannya nanti akan melukai hati namja imut tersebut.

"Memikirkan... orang itu?"

Gerakan tangan Minghao seketika terhenti dan kembali menatap wajah Wonwoo. Ia tidak terlalu bodoh untuk menafsirkan siapa orang yang di maksud namja emo itu.

"Aniya! Untuk apa aku memikirkannya," Ia kembali melanjutkan kegiatannya.

.

'Cih, kau tidak pandai menyembunykan ekspresimu jika di depanku, Hao'

.

"Tapi aku hanya ingin memberitahumu satu hal, kau tidak seharusnya terus memikirkannya, Hao. Dia bahkan tidak pernah memikirkanmu. Untuk apa kau terus menunggu seseorang yang tidak pernah jelas keberadaannya saat ini? Selama lima tahun ini... Hm?"

Minghao diam saja mendengar ucapan Wonwoo barusan. Tapi dalam hatinya ia juga membenarkan apa yang diucapkan hyungnya itu.

.

KLING - KLING

.

"WONWOO-HYUNG!"

Sapaan yang terlampau rusuh membuat kedua namja yang sedari tadi berada disana menutup kedua telinga mereka.

.

"Berisik, Gyu," omel Wonwoo.

.

Namja bertaring yang tadi berteriak hanya tertawa cengengesan.

.

"Hehe, mian!"

.

"Kau sedang apa?"

.

"Apa matamu tidak bisa melihat apa yang sedang aku lakukan?"

.

"Jahat sekali," Mingyu merajuk ketika mendengar jawaban yang telampau sadis dari mulut kekasih galaknya. Membuat Wonwoo seketika merasa ilfeel.

.

Ck, ck, tingkah dengan tampang benar benar - benar tidak sinkron.

.

"Kenapa kau kemari?"

.

"Ish, apa aku tidak boleh bertemu dengan kekasihku sendiri? Salahkah kalau aku merindukannya?"

.

"Apa - apaan itu? Tadi pagi kau juga bertemu denganku di kampus, Gyu!"

.

"Ya biar!"

Mereka terus saja bercanda tanpa mempedulikan seseorang yang sedang menatap malas ke arah mereka berdua.

"Ku harap kalian tidak lupa kalau kalian tidak hanya berdua di sini,"

Keduanya mengehentikan kegiatan mereka, dan menoleh menatap Minghao yang sedang memasang ekspresi indolent khasnya.

"Ehehe, mianhae, Hao. Aku tidak tahu jika kau ada di situ,"

.

"Tentu saja kau tidak tahu jika yang ada di matamu hanya Wonwoo hyung saja!"

Sahutan tajam dari Minghao, membuat Mingyu nyengir tanpa dosa.

"Sudahlah. Hei, Mingyu, kau duduklah dan bantu kami!" Pinta Mingyu sambil menarik kekasih tiangnya untuk duduk di sampingnya.

.

Mereka mengerjakan pekerjaan itu dengan perlahan diselingi dengan tingkah usil Mingyu yang terus saja menggoda Wonwoo, entah itu dengan mencolek dagunya atau dengan menyelipkan setangkai bunga di salah satu telinganya. Dan akan dibalas oleh pukulan kasar di bahu Mingyu dari yang bersangkutan.

Sementara Minghao hanya bisa menatap adegan di depannya itu dengan perasaan iri. Ia iri pada teman sekaligus atasannya yang bisa sangat beruntung mendapatkan kekasih seperhatian Mingyu. Walau Minghao akui jika Mingyu itu sedikit gila, tapi tetap saja ia merasa iri pada hyungnya yang satu itu.

.

.

.

.

Minghao hanya tertawa ketika mendengar lelucon yang di lontarkan oleh Soonyoung, sahabat kampusnya yang bermata sipit.

Sore ini ia bersama kesebelas orang sahabatnya tengah berkumpul di sebuah cafe yang terletak di pinggir jalan Seoul. Sebenarnya Minghao tidak ada niatan untuk menerima ajakan Jeonghan -yang kebetulan sedang berulang tahun- untuk berkumpul bersama, tapi ia tetap berakhir di sini juga setelah di seret oleh Jisoo dengan mengatakan jika mereka sudah jarang berkumpul karena kesibukan masing - masing.

Dan memang tidak ada ruginya saat Jisoo memaksanya tadi, karena Minghao bisa kembali tersenyum dan tertawa dengan lepas setelah selama beberapa tahun ini senyum di bibirnya jarang sekali terlihat.

.

Tapi senyum bahagia di bibir itu sepertinya hanya akan terjadi sementara, karena tiba - tiba saja Seungkwan yang duduk di sampingnya menepuk bahunya...

"Hyung, lihat itu!" Ucapnya dengan heboh sambil menunjuk ke arah SmartTV yang terpasang di dinding cafe itu.

Semua orang -kecuali Seungkwan- menoleh ke arah yang ditunjuk.

Di TV tersebut tengah memberitakan sebuah fakta yang membuat dunia Minghao kembali terasa gelap.

.

"Perfect Couple to Wed in 30 Day's"

"Wen Junhui, penyanyi Amerika berkebangsaan China akan segera melangsungkan pernikahan dengan Yoon Sojin seorang aktris muda Korea yang rencananya akan di laksanakan bulan depan.

Mereka secara diam - diam telah bertunangan tahun lalu setalah menjalin hubungan selama dua bulan di Amerika dan rencananya akan melaksanakan resepsi pernikahan tersebut di Korea yang mana merupakan tempat Sojin dilahirkan dan dibesarkan."

.

Apa - apaan ini?

.

Pantas saja Jun tidak pernah menghubunginya selama ini.

Pantas saja Minghao selalu mendapat mimpi yang sama tentang Jun selama setahun ini.

.

Minghao hanya terdiam dengan pandangan kosong membuat teman - temannya memandangnya dengan ekspresi khawatir.

"Kau tidak apa - apa, Hao?" Jeonghan memegang tangannya, yang langsung di tepis oleh Minghao dengan lembut.

.

"Aku permisi!"

Sambil berkata begitu, Minghao langsung berdiri dari duduknya dan melangkah keluar dari cafe tersebut, meninggalkan teman - temannya yang terus memanggilnya.

Bahkan ia tidak mempedulikan Wonwoo dan Mingyu yang mengejarnya sambil memanggil - manggil namanya.

.

"Minghao, tunggu!"

"..."

"Ya! Xu Minghao! Dengarkan aku!"

.

Mingyu yang larinya lebih cepat dari Wonwoo berhasil mengejarnya dan menarik tangan Minghao untuk menghentikan langkahnya, hingga posisi mereka saat ini berhadapan.

"Lepaskan aku!" Minghao berusaha memberontak.

"Dengarkan aku dulu, Hao,"

.

"Apa yang harus aku dengarkan darimu, Gyu! Aku tidak mau tahu lagi, aku sudah muak dengan semuanya!" Mingyu memandang namja di hadapannya itu dengan perasaan yang menggelegak.

Minghao yang Mingyu kenal memang bukanlah seorang yang pemarah. Tapi seseorang telah merampas sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya. Dan sangat wajar jika namja ini berekspresi dengan segunung lahar api.

"Memang benar apa yang di katakan Wonwoo-hyung waktu itu, tidak seharusnya aku memikirkan orang yang sudah pasti tidak akan memikirkanku. Percuma saja aku menunggunya jika ternyata dia sudah bahagia dengan kehidupannya yang sekarang. Seharusnya aku mendengarkan ucapan Wonwoo-hyung!"

Wajah Minghao memerah menahan tangis. Membuat Mingyu dan Wonwoo yang melihatnya jadi tidak tega.

"Aku yang terlalu bodoh! Karena aku masih tetap mencintainya meskipun perasaannya padaku sudah jauh dia buang!"

Mereka berdua terdiam saat mendengar perkataan dari Minghao barusan. Tidak mengerti apa yang harus di lakukan.

.

Mingyu menghela napas dan memandang ke trotoar yang sejalur di depannya.

.

"Aku ta-Ya Tuhan! Inikah yang di sebut takdir?"

.

.

.

TBC

.

.

Review juseyo! #bow

Haiii!

Bosen ngga ketemu saya? Bilang ngga aja, biar nyenengin saya. Hehehe..

Saya lagi belajar bikin fic chap! Ngga tau kenapa jadinya malah kayak gini... ancur banget! Dan ini bener - bener susah ternyata. Saya sampe guling - guling di bawah kolong ranjang buat nyari ide.

Sebenernya awal mula saya bikin fic ini karena terinspirasi setelah habis nonton salah satu iklan di youtube. Pas selesai nonton, feelnya kebawa sampai lamaaa banget. Tapi pas ngetiknya kok malah ngga kerasa sama sekali ya feelnya#plak

Jadinya malah absurd banget... T_T

Udah gitu alurnya mudah banget di tebak...

Semoga ngga mengecewakan ya...

Akhir kata, kritik dan saran! Please!

Thanks! XOXO!