"Ah!" lelaki itu jatuh dan meringis ketika merasakan panas yang luar biasa pada pahanya akibat kopi yang baru saja ia beli tumpah karena seseorang menabrak dirinya. Walaupun masih terlindungi dengan celana bahan, namun tetap saja kopi panas yang tumpah. Ia merintih kesakitan dan berniat mencaci seseorang yang menabraknya jika saja mata tajam itu tidak mengintimidasi dirinya.
"Kau! Sekertaris Min! Kau kemanakan matamu ketika berjalan!" tanya lelaki itu sangar sambil mencoba berdiri dan membersihkan celananya yang terkena kopi.
Pria itu hanya menatap dirinya dengan tatapan tajam dan menyelipkan kedua tangannya ke dalam kantong celananya.
"Idiot."
.
.
.
SkyBaby1504 present..
.
.
.
IDIOT
"Sekertaris Park, mana berkas yang harus di persentasikan nanti?" Direktur Kim. Pemilik perusahaan GALAXY itu bertanya pada sekertaris pribadi yang sudah hampir 5 tahun bekerja dengannya. Lelaki itu membenarkan letak dasinya yang agak sedikit miring dan juga memperhatikan penampilannya dengan setelan jas berwarna abu misty yang terlihat mahal.
"Sudah saya siapkan semuanya di meja anda Direktur." Jawab lelaki yang dipanggil sekertaris Park itu tenang.
Direktur Kim berbalik dan menanyakan penampilannya kepada sekertarisnya. "Bagaimana penampilanku? Apakah ada yang kurang?" tanyanya sambil memutar badan, tidak lupa memberi gerakan seperti menembak dan mengedipkan sebelah matanya.
Sekertaris Park memutar matanya malas. Kebiasaan direkturnya yang suka melakukan hal-hal aneh‒menurutnya‒itu sudah biasa. "Saya rasa akan lebih menarik jika Direktur menyematkan korsase kecil di bagian atas dada." Jawabnya sambil berusaha membuat direkturnya tidak curiga.
Direktur Kim sedikit berpikir sambil memandang cerminnya. Ia mengambil korsase kecil bunga mawar berwarna hijau muda di laci aksesorisnya dan menyematkannya di tempat yang di sarankan sekertarisnya itu. Dan voila! Sang Direktur tersenyum puas atas saran sekertarisnya.
"Park Jimin, hari ini kau terlihat sangat cantik!" puji sang Direktur sambil memegang kedua lengan sekertarisnya dan tersenyum penuh kepuasan. Di kecupnya pipi gembil sang sekertaris dengan gemas.
"Ya! Kim Namjoon! Aku ini lelaki. Le-la-ki!" sekertaris lelaki yang bernama lengkap Park Jimin itu terkejut dan relfek menjitak kepala Direkturnya.
"Aouh, Park Jimin. Aku hanya bercanda! Kenapa kau menjitak kepalaku keras sekali? Ya ya kau seorang lelaki, tapi kau seorang carrier, ingat? Ishh sakit sekali.." Namjoon mengelus-elus kepalanya sambil menggerutu.
Jimin hanya bisa memajukan bibirnya, "Kebiasaan burukmu itu tak pernah hilang hyung. Sudah ku bilang dari awal jangan macam-macam denganku atau kau akan merasakan akibatnya. Aku tahu aku seorang carrier, tapi bukan berarti aku lemah." Jimin mengambil tas dan beberapa dokumen perusahaan dari atas meja pribadi Direkturnya. "Ayo lekas, jangan kau kira menjadi Direktur kau bisa melakukan hal seenaknya hyung." Kata Jimin sambil melenggang pergi dari apartemen Namjoon.
...
Sebuah mobil Audi berwarna hitam berhenti tepat di depan Namjoon. Jimin keluar dari kursi kemudi dan membukakan pintu untuk Direkturnya, namun pada saat ingin membuka pintu bagian belakang, tangannya di tahan oleh Namjoon. "Kali ini aku yang menyetir, kau duduk dengan manis saja."
"Dibelakang?" tanya Jimin polos.
"Di sampingku, bodoh. Kau kira aku supirmu."
Jimin hanya tersenyum lucu dan mengangguk patuh kemudian masuk ke dalam mobil. "sekali-kali tidak ada salahnya seorang Direktur melayani sekertarisnya bukan?"
Namjoon tersenyum penuh teka-teki. "Kau.. ingin kulayani seperti apa, Nona Park yang cantik?" tanya Namjoon dengan nada menggoda sambil mencolek bawah dagu Jimin.
Jimin menghela napas panjang dan menghapus jejak tangan Namjoon dari dagunya. "Kau benar-benar harus menikah, hyung. Dan berhenti memperlakukanku seperti wanita." Ia geleng-geleng kepala.
"Ya! Tanganku tidak sekotor itu Park!" jawab Namjoon ketus.
"Aku serius hyung, kau benar-benar harus segera menikah."
"Aku belum siap. Dan juga..." JImin menoleh dan melihat wajah Namjoon dari samping. Rahang yang tegas serta hidung yang sebenarnya tidak terlalu mancung namun menarik, rambut berwarna coklat kayu, dan mata yang sedikit sayu itu terlihat sangat sempurna. "Kau tau alasannya, Jim."
Jimin menghela napas pendek. "Justru itu hyung-nim, kau harus segera mencari penggantinya. Itu akan lebih baik daripada kau terus menebar feromon terhadap semua karyawan, oh mungkin semua wanita dan pria di dunia ini kalau boleh ku bilang." Ia menyisir rambutnya kebelakang. "Lagipula, sepertinya tidak akan ada wanita ataupun pria cantik yang menolak lamaranmu kok."
Namjoon tersenyum, ia memutar kemudi untuk menepi dan kemudian berhenti. "Ada kok." Jawabnya singkat.
"Siapa?"
"Kau."
Jimin menatap Namjoon tanpa ekspresi. "Jangan bercanda. Dan berhenti mengatakan hal-hal konyol seperti itu!"
Namjoon tertawa kencang, hingga bahunya ikut naik turun.
"Astaga Namjoon hyung, aku tidak tahu bagaimana jadinya jika sekertarismu bukan aku." JImin menepuk jidatnya dan menggeleng heran. Dan Namjoon pun masih tertawa tanpa suara. "Ya! Sudah, Kau mau apa?" Namjoon menghentikan tawanya dan menghapus jejak air mata dari tepi matanya. "Yang biasa, ukuran large, ekstra caramel."
"Hmm, baiklah."
"Kali ini kita akan bekerjasama dengan perusahaan GALAXY, Direktur Kim. Mereka menawarkan kerjasama yang cukup baik. Hasil keuntungannya akan dibagi 50:50"
"Hmm, baiklah. Kapan mereka akan datang untuk mempersentasikannya?" tanya Direktur Kim pada sekertarisnya.
"Mereka bilang akan datang pukul 9 pagi." Jawab sekertaris Min santai sambil memainkan smartphonenya.
"Sepagi itu?" tanya Diretkur Kim sambil menguap dan berjalan ke arah dapur. "Ku kira sore nanti, dia menelponku semalam soalnya."
"Eoh? Tapi sekertarisnya bilang jam 9 pagi, apa ada perubahan?" sekertaris Min balik bertanya sambil memasang tampang bodoh. "Seharusnya kalau ingin merubah jam rapat dia memberitahuku dulu dong."
Direktur Kim tersenyum tipis dan menuangkan pancake dengan toping madu yang masih hangat keatas dua piring kecil sambil membawanya ke meja makan. "Kau seperti tidak tau sekertarisnya saja, Yoongi-ya." Ia mengambil pisau kecil dan garpu. "Kau di kerjai. Tau?"
Min Yoongi. Sekertaris dari Direktur perusahaan CLOVER, Kim Seokjin hanya bisa membulatkan matanya terkejut dan merasa di bodohi. Suara yang mengusik tampang bodohnya adalah ketika layar smartphonenya tertulis GAME OVER.
"Ah! Sial!"
.
.
.
"Jin Hyung! Aku keluar dulu." Kata Yoongi sambil menghela napasnya.
"Kau mau kemana?" Seokjin yang masih berkutat dengan dapur bertanya. Lelaki itu sedang membuat saus yang terbuat dari beberapa bahan yang dia ambil di kulkas. Hari ini ia bertekad untuk membawa bekal sendiri untuk di kantornya nanti.
"Ke kedai kopi biasa. Kau mau nitip apa Hyung?" Yoongi berjalan mendekat ke arah dapur, ia mengambil beberapa buah strawberry segar dari dalam kulkas. Dan memakannya dalam satu kali suapan besar.
"Aku titip Green tea saja, dan.. oh juga tiramisu dan croisant cokelat satu."
"Ada lagi?" satu lagi suapan besar strawberry masuk kedalam mulut Yoongi.
"Ya! Min Yoongi! Habisakan dulu yang ada di mulutmu baru berbicara!" Seokjin menutup mulut Yoongi dengan tangannya. Yoongi berusaha untuk melepaskan tangan Seokjin dan berbicara dengan mulut penuh berisi dengan strawberry. "Ya! Habiskan makananmu dulu!" Seokjin tersenyum jahil.
"Haahh.." Yoongi menghirup napas dalam-dalam setelah kurang lebih 1 menit Seokjin menutup mulutnya dan membuat ia tidak bisa bernapas dengan baik."Sudah habis hyung! Puas kau."
Seokjin nyengir, matanya terlihat semakin kecil dan membentuk bulan sabit yang lucu. "Sudah sana cepat, aku mau green tea hangat saja. Oh, dan juga aku mau croisant yang masih hangat."
"Baiklah. Tunggu 15 menit Direktur Kim yang terhormat." Ucap Yoongi formal sambil membungkuk 90 derajat.
Pagi itu di kedai kopi ARMY lumayan ramai, banyak pegawai kantoran dan anak sekolah yang hendak berangkat berhenti sejenak hanya sekedar untuk mengisi perut mereka sebelum mengawali hari.
Bunyi bel yang memang sengaja di gantung di atas pintu masuk untuk menandakan kedatangan tamu terus saja berbunyi tak berhenti. Park Jimin, salah satu pelanggan yang selalu datang ke kedai ini masuk dengan langkah yang sedikit tergesa. Tubuh minimalis yang pernah bermimpi sebagai model internasional itu masuk dan langsung antri menuju kasir untuk membeli pesanan Direktur dan dirinya. Suasana di kedai itu ramai, suara berisik khas obrolan pagi hari menjadi lantunan musik semangat mengawali hari.
"Selamat datang, selamat pagi Jimin." Sapa sang pria di balik meja kasir dengan senyum.
Jimin membalas senyumannya. "Pagi hyung. Aku pesan seperti biasa tapi kali ini aku ingin tambahan sandwich salmon 2."
"Baik. Pesanan Jiminie seperti biasa ditambah sandwich salmon 2!" pria di balik mesin kasir itu sedikit berteriak kepada rekannya untuk menyiapkan pesanan Jimin. "Nah, totalnya jadi 20ribu won, Jimin-ah."
Jimin menyerahkan sebuah kartu kredit berwarna hitam kepada pria kasir tersebut. "hyung, siapa yang jadi barista hari ini?" tanya JImin. Bukannya mendapat jawaban, sang pria di balik meja kasir tersebut hanya melirikkan matanya sambil sedikit menaikkan sebelah alisnya kepada orang dia maksud. Jimin melirik sekilas, senyumnya merekah ketika melihat siapa pria di balik apron coklat yang sedang menyiapkan pesanannya. "Ahh.. Seulong hyung.." ucapnya pelan hampir tak terdengar.
"Seulong-ah! Dapat salam dari Jiminie!" teriakan itu sukses membuat mata Jimin melotot tajam ke arah si pria kasir. Matanya yang kecil membesar maksimal dan terlihat sangat lucu. "Ya! Lee Changmin! Tutup mulutmu!" bentak Jimin kesal. Sedangkan pria di balik kasir yang bernama Changmin itu hanya tersenyum geli, dia tahu kalau Jimin diam-diam sering memperhatikan 'adik' nya itu.
"Berhenti meneriakiku dan cepat tulis nama Kim Namjoon disini." Changmin menyerahkan sebuah Ipad kepada Jimin. Lelaki itu menulis nama Direkturnya dengan perasaan malu dan kesal yang bercampur aduk. Bibirnya tak henti mengucapkan sumpah serapah yang ditujukan untuk Changmin, pipinya sudah seperti tertutup blush on warna pink dan nampaknya sudah tak bisa tersamarkan lagi. Dia benar-benar malu. "Sudah? Silakan menunggu pesanannya di sebelah sana ya Jiminie." Changmin mempersilakan Jimin bergeser menuju meja tunggu, namun Jimin tahu dari senyum yang di tampakkan Changmin adalah senyum jahil yang selalu ingin membuatnya malu.
Jimin menggeserkan tubuhnya dengan malas, ia malu bila bertatapan langsung dengan Seulong hyungnya. Apalagi Seulong tahu jika ia menyukainya.
''Hai Jiminie, selamat pagi. Ini pesananmu, dan ini Americano mu oh iya aku juga menambahkan satu ekstra sandwich salmon untuk makan siangmu nanti." Seulong menyerahkan sebuah kantong berwarna coklat kedepan Jimin, dan sukses membuat wajah Jimin lagi-lagi memerah padam.
"Gomawo, hyung." Jawab Jimin sambil mengambil kantong coklat tersebut. Dia membawa pesanan Direkturnya dengan tangan sebelah kiri dan Americano nya di tangan sebelah kanan lalu membalikkan badannya untuk segera keluar dari kedai kopi tersebut. Namun sesaat ketika ia hendak keluar, ponselnya berbunyi. Ia segera melihat jam dengan layar sentuh di pergelangan tangan kirinya. Kim Namjoon. Tulisan itu membuat ia tak memperhatikan jalan karena ia yakin bos nya pasti mengkhawatirkannya.
30 menit hanya untuk membeli 2 buah kopi dan 2 sarapan adalah waktu yang sangat lama dan Jimin menyadari itu, lelaki itu terlalu asyik memperhatikan pria sang pujaan hati sampai-sampai ia lupa akan keberadaan Direkturnya yang menunggu di mobil mewahnya. Ia tergesa-gesa sampai tidak sadar ada seseorang didepannya yang baru saja masuk ke dalam kedai kopi tersebut ketika ia hendak keluar.
"Ah!" lelaki itu jatuh dan meringis ketika merasakan panas yang luar biasa pada pahanya akibat kopi yang baru saja ia beli tumpah karena seseorang menabrak dirinya. Walaupun masih terlindungi dengan celana bahan, namun tetap saja kopi panas yang tumpah. Ia merintih kesakitan dan berniat mencaci seseorang yang menabraknya jika saja mata tajam itu tidak mengintimidasi dirinya.
"Kau! Sekertaris Min! Kau kemanakan matamu ketika berjalan!" tanya lelaki itu sangar sambil mencoba berdiri dan membersihkan celananya yang terkena kopi.
Pria itu hanya menatap dirinya dengan tatapan tajam dan menyelipkan kedua tangannya ke dalam kantong celananya.
"Idiot."
"Siapa yang kau panggil idiot hah! Ishh.. panas.." rintih Jimin kesakitan. lelaki itu mengipas-ngipaskan tangannya pada celana bahannya.
"Jimin-ah! Are you okay?" Seulong dengan cepat segera datang dengan kain bersih ketika tidak sengaja melihat Jimin jatuh dan kopinya tumpah. "Bersihkan celanamu dulu di toilet sana, aku akan memberikan ini ke Namjoon di mobilnya."
Jimin mengangguk, ia mencoba berdiri tetapi kopi yang tumpah itu benar-benar terasa panas membakar pahanya sehingga ia agak kesulitan berdiri. Changmin yang kebetulan sedang tidak bertugas segera membantu Jimin memapah tubuhnya. "Kau sekertaris Min, entah kesalahan apa yang aku buat pagi hari ini sehingga kau membuatku seperti ini." Jimin menatap tajam Sekertaris Min penuh dengan rasa dendam, jika tadi wajahnya memerah karena malu-malu jatuh cinta, kali ini wajahnya memerah karena amarah. Ia mengigit bibir bawahnya menahan rasa perih dan panas yang tak kunjung mereda.
"Jimin-ah!" suara Namjoon yang baru saja datang membuat Jimin mengangkat wajah menatap Direkturnya. Masih berpegangan dengan Changmin, Jimin mencoba untuk tersenyum pada Direkturnya tersebut. "Ya! Bagaimana bisa ini terjadi?" tanya Namjoon dengan nada khawatir.
Jimin menghela napas kesal. "Siapa suruh menelponku pada saat aku sedang sibuk hyung!" teriaknya kencang.
Dua pria di belakang Namjoon. Sekertaris Min dan Im Seulong kaget mendengar suara Jimin yang begitu nyaring, berbeda dengan Namjoon yang tampak sudah terbiasa mendengarnya.
"Kenapa jadi kau yang marah? Mana aku tahu kau sedang sibuk Park Jimin." Jawab Namjoon tenang, walaupun sedikit ada nada kesal dalam kalimatnya.
"Aargh! Molla!" katanya garang sebelum lelaki itu pergi ke kamar mandi.
"Maaf Direktur Kim." Sekertaris Min mengeluarkan suara. "Itu.. salah saya, saya tidak sengaja menabrak Sekertaris Park ketika ia hendak keluar kedai." Jelasnya sopan.
Namjoon menoleh. "Ah, kau Yoongi." Namjoon tersenyum sambil menepuk pundak Yoongi. "Seharusnya kau meminta maaf padanya, bukan padaku."
"Ta- tapi.."
Namjoon memotong. "Aku harus segera ke kantor untuk memeriksa proposal yang Jimin kerjakan untuk persentasi dengan perusahaanmu nanti sore. Aku titip Jimin, kalau kau mau meminta maaf dan merasa bersalah padanya, ku sarankan belikan dia obat gel penghilang rasa panas dan berikan padanya. Dia tidak mungkin semeledak itu jika dia tidak benar-benar merasa kesal."
"O-oh baiklah." Jawab Yoongi sedikit merasa bersalah.
"Aku pergi dulu. Sekali lagi aku titip Jimin. Hyungdeul, terima kasih kopinya, aku pergi." Pamit Namjoon sebelum pergi ke kantor.
"Yoongi-ya, kalau kau mau mencari apotek ada di blok seberang. Memang agak sedikit jauh" Seulong menunjukkan jalan. "Kau membawa mobil kan?" tanyanya kemudian.
Yoongi mengangguk. Matanya sesekali melirik ke arah toilet di pojok ruangan. Ia bertanya dalam hati apakah lelaki itu baik-baik saja atau malah pingsan di dalam. "Seulong Hyung, apa kau sibuk?" tanya Yoongi kemudian.
Seulong mengangguk, "Kau lihat saja berapa orang yang berjejer di garis kasir akibat insiden ini. Maaf Yoongi-ya"
"It's ok. Aku pergi sendiri. Tapi tolong lihat kedaan Jimin di dalam sana, aku takut dia pingsan."
"Eheii, sejak kapan kau peduli kepadanya? Atau kau begini karena rasa bersalah?" tanya Seulong jahil. "Tenang saja, akan ku suruh salah satu pegawai mengeceknya nanti."
"Sekarang Hyung."
"Wohohoho~ easy dude." Seulong tertawa renyah. "Baiklah.. baiklah.. dan sebaiknya kau segera membeli obat untuknya."
Yoongi mengangguk.
Setelah membuka celananya, Jimin hampir menangis melihat paha putihnya yang mulus berubah menjadi merah pucat. Ia tidak tahu harus bagaimana, menyentuh lukanya saja ia tak berani karena perih. Akhirnya lelaki itu masuk ke dalam salah satu bilik kamar mandi dan duduk perlahan, ia mengeluarkan smartphonenya dan mencari nama Kim Namjoon di sana. "Hello,hyung mianhae." Tanpa sadar ia mengeluarkan isakannya.
"Jimin-ah, Gwaenchanayo? Kau menangis?" tanya Namjoon dari balik saluran.
"Ani." Jawabnya singkat. "Maafkan aku, nampaknya aku tidak bisa menyiapkan rapatmu sore ini." Jawabnya lemah. "Kau bisa menyuruh Song hee untuk menyiapkannya."
"Jimin-ah, apa kau sudah di obati?"
"Belum, nanti aku akan membelinya sendiri ke apotek. Sudah dulu ya, aku hanya ingin menyampaikan itu saja." Ucap Jimin langsung menutup saluran telepon.
Jimin tak kuasa menahan tangisnya, air mata pun itu akhirnya jatuh. Ia bukan menangis karena cengeng. Bukan. Dia lelaki yang kuat, dia hanya tak kuat menahan rasa panas yang seolah membakar pahanya. Ia hanya terisak, tidak mengeluarkan suara tangis sama sekali.
"Tuan Park?" salah satu pegawai kedai memanggilnya. "Saya bawakan obat penghilang rasa sakit dan selimut untuk menutupi kaki anda, Tuan."
Jimin tidak menjawab dan hanya membuka biliknya setengah dengan malas sambil tetap menutup wajahnya yang terisak tanpa mempedulikan siapa yang mengantar obat dan selimut untuknya. "Kau bisa meletakkannya di meja wastafel sebelah sana.." kalimatnya terhenti ketika ia melihat seseorang berdiri tepat di depan pintu bilik kamar mandi yang ia duduki.
"Idiot." Jawab orang tersebut dengan tatapan tajamnya.
Jimin menghapus air matanya kasar. "Aku membencimu Min Yoongi."
.
.
.
END
enggak deng bohong. ehe.
saya lagi stuck sama WFY nih, makannya bikin yang lain.. bukan berarti gamau ngelanjutin WFY, tapi yaahh namanya ide bisa muncul kapan aja yekan XD
untuk saat ini silakan nikmati persembahan dari saya yang satu ini yah :)
dan terima kasih untuk semua yang baca, yang review yang favorite yang follow WFU.. #deep bow terma kasih juga untuk tanggapan positivenya.
regards
.Sky.
