Disclaimer : Hajime Isayama

Totally *AU*

.

.

.

Shinkasen jam malam sudah sepi dari padatnya pekerja yang pulang kantor, ini adalah jalan tercepat ke rumah bibi yang minta Mikasa untuk datang karena ada hal penting yang akan disampaikan. Malang, Mikasa sedang hari kedua datang bulan hingga tenaganya terkuras menahan sakit. Badannya menggigil menahan rasa nyeri berpusat di perut. Sialan! Kenapa harus sekarang? Umpatnya kesal pada diri sendiri.

Dia menegakkan tubuh saat shinkasen tujuannya terlihat. Tubuhnya terhuyung-huyung menahan beban di pundak, dia melangkah pelan. Ketika kesadarannya hampir hilang dia menyambar tiang sekedar untuk menopang tubuhnya yang tidak bisa dibilang mungil. Semua tempat duduk terisi, dia dan beberapa orang lainnya berdiri di pinggir-pinggir dekat pintu. Sebenarnya ada beberapa gerbong yang tersisa masih kosong, namun laju kereta dan sakit kepala Mikasa menahan dia pergi lebih jauh.

Orang jepang dengan prinsip 'none your business' mengabaikan Mikasa yang bermandikan peluh. Napasnya berubah jadi hembusan-hembusan keras beruap. Kakinya gemetar. Bertahan Mikasa, bertahan. Ucapnya menyemangati diri sendiri.

Grep

Tangan kurus kokoh melingkari pinggang Mikasa, dia terlalu lemah untuk menolak. Samar-samar terdengan suara pria membentak penumpang yang duduk di depan tiang besi Mikasa bersandar.

"Oi, kau buta ya? Goblok sekali tidak mempersilahkan wanita yang terlihat sakit ini duduk! Minggir!"

Entah bagaimana Mikasa mendapat tempat duduk. Terasa ada tangan kurus membimbingnya bersandar. Kenapa sandarannya janggal begini? Pendek dan kurus, tidak enak.

Mikasa perlahan membuka mata saat seseorang menyodorkan air padanya. Lelaki di sampingnya tak lebih dari telinga Mikasa tingginya. Wajahnya selalu terlihat berkerut dan muram. Jika dia tidak tepat di samping Mikasa, Mikasa tidak akan percaya orang ini yang menyelamatkannya dari rasa malu jika harus pingsan di kereta.

"Arigatou …"

"Baka! Seharusnya kau tidak perlu naik shinkasen jika perutmu bermasalah, merepotkan sekali."

Tidak salah yang Mikasa dengar? Dia dimarahi? Ternyata penampilannya yang angkuh bukan bualan atas sikapnya, keduanya terjalin erat. Sialan, kenapa harus orang aneh begini?

.

.

Gadis oriental bersurai hitam yang duduk tegak menahan sakit itu kini memincingkan mata pada pemuda menyebalkan di sampingnya. Pemuda itu seakan tidak peduli Mikasa menatapnya. Mikasa mengepalkan kuat tangannya hingga kukunya menusuk teapak tangan.

"Apa?" kening Mikasa berkedut kesal, sejak menolong Mikasa dan memberikan gadis itu minum, lelaki di sampingnya terus mengelap tangannya dengan sapu tangan seolah baru menyentuh benda paling menjijikan di dunia.

"Katakan kenapa kau mengelap tanganmu? –aku tersinggung."

Lelaki ini membuatnya kesal. Wajahnya tidak jauh dari ekspresi berkerut, memincing dan seolah semua di hadapannya hanya angin lalu. Tiba-tiba dia menguap.

"Kau bermasalah dengan itu, heh?" tentu saja itu bermasalah, benar-benar bagai hidup dari planet mars.

"Kau mau aku pergi dengan tanganku yang penuh bakteri setelah menyentuhmu?"

Bakteri? Bakteri? Maksudnya makhluk tak kasat mata yang membelah diri itu? Mikasa?

Aura dingin dari kedua orang yang baru saja bertemu membuat perjalanan terasa sangat panjang. Mikasa tidak pernah ingin bertemu orang aneh macam ini lagi. Sekalipun dia harus pingsan dan tersaruk dalam kereta. Dia berjanji pada dirinya untuk bersikap baik, setidaknya orang ini telah menolongnya.

Pemberhentian berikutnya adalah tujuan Mikasa. Dia memutuskan berdiri dan mengucapkan salam terimakasih sebelum mendekati pintu.

"Tidak perlu bersikap manis, aku tidak mengharapkan balasan dari anak kecil."

Sialan!

.

.

To be Continue

Ps: Saya revisi biar jelas ok..