My first ff!

WARNING! terdapat banyak salah kata dan typo yang bertebaran dimana-mana hohoho

HAPPY READ!

DLDR


KITCHEN

Chapter 1


"asiiin!" Ino berlari menuju westafle meludahkan sedikit sampel yang di makannya beberapa detik lalu, lengannya memutar keran kemudian tubuhnya menunduk dan kepanya dimiringkan berusaha agar mulutnya menyambar air yang mengalir dari keran , gadis blonde ini berkumur beberapa kali namun masih terasa rasa asin yang menempel dilidahnya.

"oh my god! Lidahku!" lengannya meraih gelas dan mengisinya penuh dengan air dari keran. Tanpa ba bi bu langsung diteguknya sampai tandas. Setelah tenang dengan lidah masih merasa asin Ino mengambil sebutir permen dari kaleng yang memang sengaja disediakan, bodohnya dia baru ingat. Setelah rasa permen rasa anggur mendominasi lidahnya, Ino mulai mengingat-ngingat apa saja yang telah dilakukannya.

"padahal tahapannya benar kok, tapi kenapa asin? apa yang salah?" Ino menggaruk kepalanya yang gatal sambil berjalan menuju meja makan, diraihnya buku resep yang diikutinya tadi. Ditatapnya dengan muka masam kemudian dengan lesu membuka lembar demi lembar sampai resep yang dimaksud, dibacanya sekali lagi. "tiga sendok teh, diamkan beberapa saat sampai bumbu meresap ..." bacanya.

"damn it!" umpatnya setelah sadar apa yang telah diperbuatnya. Ino memasukkan garam sebanyak 3 sendok makan sedangkan di buku cukup dengan 3 sendok teh. Ino tertawa miris, dan melepar buku resepnya ke sembarang tempat.

"aku tidak akan memasak lagi!" ikrarnya dengan kedua tangan mengepal keatas.

~o~

"Ino?" tangannya mengetuk tidak sabar diatas meja, matanya menatap entah kemana bahkan pikirannya pun sepertinya sedang tidak berada ditempatnya. Sakura meletakkan nampan berisi makan siangnya sambil menatap Ino bingung, panggilannya sedari tadi tidak digubrisnya.

"kau gagal memasak lagi Ino?" tebak Sakura sambil menyuapkan sesendok nasi kare, Ino terkesiap mendengar tebakan Sakura,

"kau cenayang, jidat?" Ino menyesap capuccinonya dengan lesu, bahu sakura naik turun -tertawa- karena mulutnya penuh makanan hanya itu yang bisa
dilakukannya. Ino mendengus sebal melihat kelakuan Sakura. Ino merebut sendok Sakura yang sedang menyendok nasi kare membuat Sakura memelototinya. Tapi Ino pura-pura tidak tahu dan menyuapkan nasi kare ke mulutnya.

"mau aku ajarkan masak? Daripada kau gagal terus" usul Sakura setelah mendapat kembali sendoknya. Sakura memang bisa dibilang lumayan dalam hal satu ini, pacarnya yang bak robot itu selalu dimanjanya di meja makan bahkan sampai diranjang.

"mau tidak?" tawarnya lagi,

"akan aku pikirkan" jawab Ino sambil merebut sendok Sakura lagi, Sakura hanya pasrah melihat nasi karenya dipinta Ino sampai hanya sisa sedikit.

"terserahmu sajalah" tukas Sakura sambil menyuap sendok terakhir makan siangnya. Suara riuh yang sedari tadi menjadi backsound mengobrol mereka berdua perlahan berkurang, sepertinya mahasiswa/i yang sudah kekenyangan sudah mulai masuk ke kelasnya masing-masing.

"setela ini kau mau kemana Saki? aku mau ke ruang Kakashi-sensei dulu" Ino sibuk memeriksa tasnya mencari yang akan dibawanya ke ruang dosen bermasker itu.

"kau seperti mau pindahan saja membawa tas sebesar itu" Ino hanya memamerkan cengiran khasnya dan berdiri membenarkan pakaiannya yang sempat kusut dan tidak rapih.

"ini gerbang kesuksesan Sakura, ingat itu! oh ya Saki, tuh Sasuke dibelakangmu. Bye .." Sakura tergelak mendengar jawaban Ino kemudian mengangguk dan membalas lambaian Ino padanya. Tubuhnya memutar kesamping, senyumnya merekah setelah menemukan orang yang dikatakan Ino. Sasuke. Kekasihnya, mendekati meja Sakura.

"ayo!" ajak sakura sambil menggandeng Sasuke menjauhi kantin.

~o~

"Kau yakin?" tanyanya dengan nada meragukan, gadis bermata seterang langit itu mengangguk dengan yakin.

"baiklah, ini dia" Ino memperhatikan setiap gerakan tangan dosen pembimbingnya yang sengaja menutup setengah wajahnya dengan masker.

"congrats, finally skripsi alias tugas akhirmu selesai. Silahkan mempersiapkan untuk sidang awal bulan depan. Pergunakan waktumu dengan sebaik-baiknya untuk memahami lebih dalam yang telah kau tulis agar kau mendapat nilai sempurna. Berjuanglah dipertarungan terakhir, Ino" Ino meneteskan air mata haru. Akhirnya semua perjuangannya selesai juga walau belum sepenuhnya selesai karena harus sidang sebagai pertarungan terakhir sebelum akhirnya wisuda.

"terimakasih banyak, sensei"

"beterimakasihlah nanti setelah kau selesai sidang, Yamanaka Ino" Ino mengangguk, kemudian keluar dari ruang dosen pembimbingnya.

"oh trims god! Just one step again! Semangat!" teriaknya dengan riang dan membuat beberapa orang yang berada disekitarnya memperhatikannya dengan bingung tapi Ino tidak peduli. Yang penting sekarang dirinya harus segera pulang dan mengabari kedua orang tuanya kabar yang menggembirakan ini.

"Yamanaka!" panggil lelaki bermarga Inuzuka itu sambil berlari menghampiri Ino.

"ada apa Inuzuka?" Kiba tersenyum lebar, dan menggenggam tangannya.

"hei!" tegur Ino karena Kiba berani-beraninya memegang tangannya.

"ah sori" katanya sambil melepas tangannya dari Ino.

"selamat ya!" lanjutnya, Ino mengerutkan keningnya bingung untungnya tidak sampai memasang wajah bodoh. Perasaan, dia belum memberi tahu siapapun perihal tugas akhirnya yang telah mendapat sign dari Kakashi sebagai dosen pembimbingnya. Si pemuda pecinta anjing ini tahu dari mana?

"selamat apa?" tanya Ino pura-pura tidak tahu. Kini Kiba yang mengerutkan kening, melihat reaksi Kiba yang juga bingung Ino menebak kalau pemuda pecinta anjing ini belum tahu perihal sign itu, ino mengelus dada lega.

"kau belum membaca pengumuman di mading, Yamanaka?" Ino menggeleng. Mading? Pengumaman? Dengan tidak sabar Kiba mengajak Ino menuju mading terdekat untuk menunjukan apa yang membuat pemuda itu mengucap selamat padanya.

"ikut aku, ayo!" mau tidak mau Ino mengekor Kiba menuju mading terdekat, bohong kalau dirinya tidak penasaran.

Sesampainya didepan mading, Ino melihat sekeliling mading. Tidak ada hal yang menarik hanya berisi pengumaman jadwal sidang, jawal pertandingan sepak bola antar fakultas dan lainnya. Ino hanya menyunggingkan senyum samar ketika melihat jadwal sidang yang akan diikutinya bulan depan.

"nah ini dia Yamanaka!" tunjuk Kiba. Seketika matanya membulat, Ino merasa apa yang dilihatnya itu hanya delusi dari harapannya yang terlalu tinggi. Ino beberapa kali mengucek matanya kemudian menatap penguman yang membuatnya melakukan hal konyol, tapi walau mengucek mata beberapa kalipun tulisan yang ada didepannya tak kunjung berganti, delusinya menjadi nyata? That's impossible!

"oh god! I don't believe it!" gumam Ino yang masih tercengang dengan tulisan yang tertera di karton pengumuman itu, dengan terburu-buru Ino mengambil karton pengumuman itu dari rekatan selotip dan membawanya pulang untuk diperlihatkan pada sahabatnya.

"aku ambil ini, jangan bilang kesiapa-siapa Inuzuka!" Kiba hanya mengangguk sebelum Ino berlari meninggalkan pemuda itu yang hanya menatapnya sampai menghilang dari pandangannya.

Help me Sakura, aku dalam masalah besar!

~o~

Sakura menatap Ino dengan ekspresi tidak terbaca, Ino menatap balik dengan dahi berkerut. Ino sudah tidak sabar apa yang akan dikatakan Saki perihal isi dari pengumuman itu.

"lebih baik kau mengundurkan diri saja Ino..." Ino terdiam mendengar perkataan Sakura yang menghujam jantungnya. Jlebbb..

"kau belum bisa memasak, mungkin mereka khilaf" lanjutnya.

Sakura meraup keripik kentang dan menyalakan televisi membiarkan gadis bersurai kuning pucat itu mencerna perkataannya.

"oh ayolah Saki, tadi kan kau menawarkanku untuk mengajariku memasak? Kau tidak ingat?" bujuk Ino setelah sadar dari keterkejutannya. Saki hanya melihat Ino dari ujung matanya tanpa berniat menatap langsung. Berbahaya jika langsung bertatapan, puppy eyes nya tidak akan mampu dilawannya.

"iya aku memang menawarkanmu untuk belajar memasak tapi bukan berarti untuk kontes tapi untuk dirimu sendiri"

"aaaaaa, Sakuraaaa" rengeknya. Sakura tetap diam ditempatnya dan fokus dengan acara yang tengah ditontonnya.

Ino berguling-guling di atas kasur Sakura, mengacak-ngacaknya sambil merengek seperti anak kecil yang ingin dibelikan mainan sekarang juga. Sakura kadang heran dengan sahabatnya ini, apa tampangnya saja yang berumur 21 tahun? Ataukah ini anak SD yang meminum obat pemberian doraemon agar cepat besar? Aarggghhh Sakura benar-benar tidak mengerti! Dan kalau Ino sudah merengek seperti ini, Sakura seperti ibu-ibu beranak banyak dan tidak mampu membelikan mainan untuk anaknya.

"hentikan Ino-pig! Kau menghancurkan kasurku! Kau minta saja pada sepupumu itu, siapa namanya? Nato?"

"Naruto, Sakura!" koreksinya sambil bangkit duduk dan mengusap air matanya. Ino sudah lelah merengek sepertinya. Rambut ino yang asalnya terikat pony tail kini tergerai dan acak-acakan sama dengan tempat tidurnya.

"terserahlah, dia kan koki terkenal. Kenapa kau tak minta tolong saja padanya?"

"sekarang dia lebih senang bermain dengan berkas-berkasnya dibanding memasak, Saki. He's busy man!"

"yasudah, berarti keputusannya kau akan mengundurkan diri dari kontes itu. Aku akan membuat surat pengunduran dirinya besok sekaligus mengirimkannya" Ino hanya tertunduk lesu dan mengangguk menurut. Sebenarnya dia tidak rela kalau harus mengundurkan diri begitu saja, itu sama dengan menyerah sebelum perang kan? Tapi ucapan Sakura juga ada benarnya, dia belum mahir memasak. Ino berjanji pada dirinya sendiri akan mengikuti kontes itu lagi setelah berlatih memasak dengan lebih tekun dan menarik perkataannya semalam yang tidak akan memasak lagi.

"Sakura Sakura Sakura" panggilnya dengan nada ceria, sepertinya Ino sudah kembali kedirinya lagi. Cepatnya.

"apa?"

"skripsiku sudah diterima oleh kakashi-sensei dan bulan depan, aku akan ikut sidang" tuturnya. Sakura mendengar cerita Ino dengan mulut terbuka seperti orang bodoh, dia terlalu terkejut.

"serius Ino?!" Ino mengangguk dengan senyum bahagia.

"selamat Ino! Aku merasa payah dikalahkan olehmu yang punya IPK pas-pas-an" ucapnya dengan ekspresi pura-pura sedih.

"sialan kau Sakura!" raung Ino sambil mengambil bantal dan melemparkannya kearah Sakura sambil tertawa. Sakura juga ikut tertawa dan melempar balik. Sore itu keduanya menghabiskan dengan berperang bantal dan mengobrolkan tentang tugas akhir sampai Ino lupa harus memberi tahu orang tuanya dan Sakura melupakan ponselnya yang bergetar dan berkedip di sela kursi tanda ada panggilan masuk.

Pukul 11 keduanya merebahkan tubuhnya dengan lelah, tapi masih teredengar tawa dari keduanya

"kau sudah tahu siapa dosen yang akan membimbingmu di sidang nanti?" tanya Sakura di sela tawanya. Ino menoleh dan menggeleng.

"mungkin besok atau minggu depan keluar pengumumannya, semoga saja bukan Kabuto-sensei dan Tobi-sensei" harapnya.

~o~

Matanya bergerak mengikuti orang yang dipanggil Itachi itu, sedari tadi kakaknya hanya mondar-mandir dengan gelisah. Sesekali kepalanya melihat jam ditangannya dan menengok keluar jendela seperti dikejar sesuatu.

"kau sedang apa sih, kak? Aku pusing melihatmu terus mondar-mandir tak jelas seperti itu" keluh Sasuke sambil menyesap kopi pahitnya. Itachi memandang adiknya sekilas cuek, lalu melihat jam tangannya lagi.

"bilang ayah aku pergi ke rumah Tobi, ok?!" ucapnya sambil menyambar mantelnya dan berlari keluar. Sasuke mengikuti Itachi sampai menghilang dari pandangan.

Sudah kedua kalinya Itachi meninggalkannya sendirian dirumah semenjak kakaknya itu menjadi head chef di salah satu restoran bintang lima di Konoha. kakaknya jadi sering keluar dan beralasan macam-macam seperti 'bilang ayah aku ke rumah Tobi' seperti barusan. Tapi ku yakin Itachi bukan pergi ke rumah orang yang dipanggil Tobi itu. Dengan gontai Sasuke menuju kamarnya merebahkan diri, tangannya meraba-raba ke bawah bantal mencari ponselnya. Ditatapnya benda persegi panjang dengan berwalpaperkan kekasihnya, Sakura. Tanpa ragu Sasuke mendial nomor Sakura. Dia rindu dengan kekasihnya itu tapi setelah nada panggil yang ke 3 belum juga tanda akan diangkat.

"sialan! kemana sih kau, Sakura?" raut cemas tergambar jelas di wajah yang selalu berekspresi dingin itu.

~o~

"Kau kemana saja semalam?" cegat Sasuke di koridor fakultas kedokteran, Sakura yang tengah mengobrol asyik dengan Ino terkejut dicegat oleh Sasuke dan ditanyai dengan nada seperti polisi yang sedang mengintrogasi pelaku.

"aku ada dirumah semalam bersama Ino" Sasuke menatap Sakura dengan penuh selidik tidak mempercayai ucapan gadis berambut pink itu begitu saja. Ino menepuk bahu sasuke, meminta perhatian.

"dia berkata jujur Uchiha Sasuke, semalam dia bersamaku sampai malam mengobrolkan berbagai hal" jelas Ino sambil menatap wajah tampan Sasuke dengan serius.

"benarkah? Tentang apa?" Ino mendelik malas menjelaskannya.

"just girl's talk, beneran deh"

"tapi kenapa kau sampai tidak mengangkat telponku?" Sasuke mengembalikan tatapannya pada sakura. Sakura mengernyit, dia tidak sempat mengecek ponselnya bahkan dia tidak tahu dimana ponselnya berada sekarang.

"aku lupa menyimpan ponselku dimana, aku memformat ponselku 2 hari yang lalu mungkin dia hanya bergetar karena belum aku setting ulang. Maafkan aku Sasuke, aku tidak tahu kau menelponku semalam" Ino menatap kedua sejoli itu, oh kemesraan mereka berdua membuat Ino cemburu!

"tak apa Sakura, yang penting kau sudah menjelaskannya padaku" Sasuke tersenyum kecil walau hanya sekilas, Ino sampai harus mengangkat alis melihat kejadian langka itu rasanya ingin dia photo dan dipajang disuatu tempat.

Ino menggelengkan kepala, sekarang dia benar-benar akan menjadi lalat pengganggu. Kedua sejoli didepannya berciuman! Tak tahukah masih ada Ino disini?

"eheeemm ..." deheman Ino membuat sepasang kekasih yang sedang saling melumat dihadapan Ino gelagapan dan langsung melepaskan diri. Sakura memamerkan giginya tanda minta maaf.

"sepertinya aku harus pergi, have fun Sakura Sasuke. Daaa ..." tukas Ino cepat dan mengedipkan sebelah matanya sebelum Sakura memotong perkataannya dan meminta tetap menemaninya. Ino tidak mau merusak kemesraan mereka berdua. Ino berlari menjauh menuju gedung fakultasnya, fakultas keguruan TK/LB.

~o~

Seseorang dengan surai hitam sepanjang punggung memandangi mading dengan intens, tangannya menyusuri daftar nama yang berderet mecari sebuah nama. Tangannya naik turun keatas dan kebawah. Sesekali tangannya mengusap dahinya putus asa, Ino mendekati lelaki yang tengah kebingungan itu. Sebelum bertanya Ino melirik terlebih dulu apa yang sedang dilihat orang disampingnya. Mata Ino terlihat berbinar saat membaca judul dari pengumuman itu dengan semangat Ino menyisir dari atas ke bawah mencari namanya. Tak lama lengan Ino berhenti, ekspresi wajahnya berubah mendung.

"sudah menemukan namamu, nona?" Ino menoleh kearah suara, dia melupakan tujuan utamanya datang ke mading. Ino mengangguk,

"sudah menemukan nama yang anda cari, tuan?" tanya Ino balik, terlihat lelaki yang lebih tinggi 10 cm darinya itu menggeleng.

"boleh aku membantumu mencarinya?" tawar Ino,

"jika itu tidak merepotkanmu, dengan senang hati dan aku akan berterima kasih sekali"

"baiklah, siapa namanya?" Ino bersiap mencari nama yang akan dikatakan lelaki yang belum diketahui namanya itu.

"Uchiha Sasuke" Ino termenung sesaat mendengar nama pacar sahabatnya itu disebut. Ino baru sadar orang yang didepannya itu sedikit mirip dengan kekasih sobat gula-gulanya. Senyumnya masih terpatri diwajahnya, berharap banyak padanya.

Ino menoleh kearah lelaki yang mirip Sasuke itu. Dan berkata dengan sesal.

"sepertinya aku tidak akan menemukan nama Uchiha Sasuke disini" raut wajahnya berubah kecewa, Ino buru-buru menjelaskan,

"Sasuke berbeda fakultas denganku, jadi namanya ada di mading fakultasnya" lelaki itu menepuk kepalanya seperti baru mengingat sesuatu.

"ya ampun, berarti aku salah melihat papan pengumaman. Aku kira semuanya sama" kekehnya menertawakan kelakuan bodohnya.

"ah tidak juga kok tuan, semua orang yang baru menginjakkan kaki di kampus kami pasti seperti itu"

"jangan panggil aku tuan, aku belum setua itu kok. Uchiha Itachi, panggil saja Itachi" Ino mematung melihat senyuman yang dipamerkan Itachi padanya. Ino terpana. Aah tidak-tidak dia ayahnya Sasuke, Ino!

"tapi anda kan ayahnya Sasuke, tidak sopan memanggilmu hanya dengan sebuta nama" Itachi terbahak mendengar penuturan polos gadis berambut pirang itu. Sampai-sampai Itachi harus memegang perutnya yang sakit dan dadanya yang terasa sesak hampir kehabisan nafas. Ino menatap bingung dengan tingkah Itchi.

"kau lucu sekali blonde, aku bukan ayahnya. Masa ayahnya bisa semuda ini" Itachi mengambil nafas panjang dan menyodorkan tangannya. Kalau bukan ayahnya lalu dia siapa? Ino menatap Itachi bingung.

"kemarikan tanganmu" titah Itachi, dengan ragu Ino mengulurkan tangannya perlahan. Itachi langsung menggenggam lengan Ino dan menucap namanya sekali lagi.

"namaku Uchiha Itachi, kakaknya Uchiha Sasuke" jelasnya. Cengiran masih menghiasi wajahnya. Tentunya Itachi masih geli dengan perkataan Ino beberapa menit lalu.

"maafkan aku ..." Ino malu setengah mati mengetahui siapa yang dianggap ayahnya Sasuke itu. Ino merasa sudah tidak punya muka lagi dihadapan orang ini dan Sasuke -walau Sasuke tak tau apa-apa-. Kepalanya terus menunduk menatap ujung sepatunya. Ino berusaha melepas tangannya tapi Itachi menggenggamnya erat, sepertinya Itaci belum mau melepasnya sebelum mengetahui nama gadis ini.

"jangan dipikirkan, blonde" itachi jadi merasa bersalah dan bodoh memberitahu gadis bermata seterang langit ini tentang dirinya, padahal dia bisa saja membohonginya dan menggunakannya untuk lebih dekat. Itachi bodoh! Ternyata dia tidak bisa semahir adiknya menjadi playboy.

Itachi memutar otak agar gadis didepannya ini membuka mulut dan memberitahu namanya, Itachi merasa risih harus terus memanggilnya dengan sebutan blonde pada gadis cantik didepannya.

"Hei Itachi!" panggil seseorang membuyarkan perkataan yang telah disusunnya untuk membujuk gadis blonde didepannya. Refleks Itachi melepas jabatan tangannya, tanpa ba bi bu Ino langsung melarikan diri darinya menggunakan kesempatan emas itu dari kelengahan Itachi.

"kau menggangguku Tobi!" Tobi menepuk punggung Itachi,

"kau lolicon Ita?" Tobi memasang wajah khawatir.

"tidakkah aku terlihat normal dimatamu hanya karena aku mendekati salah satu mahasiswi-mu? Heh?! Apa dia tidak terliahat seperti mahasiswi? Dan aku bukan lolicon!"

"kau tadi menggangguku berkenalan dengannya, aku jadi tidak jadi mengetahui namanya. Itu semua karena mu! Catat itu Tobi!" Tobi terkekeh mendengar Itachi yang merajuk seperti ABG,

"baiklah-baiklah, gadis mana yang ingin kau kencani? Jangan berharap yang tadi. Aku punya banyak mahasiswi cantik yang siap melayanimu"

"aku tidak mau"

"baiklah, jadi apa tujuanmu datang kesini? Bukan untuk berkenalan dengan yang tadi apalagi bertemu denganku kan?" tebak Tobi. Itachi mengangguk mengiyakan.

"aku mencari jadwal sidang adikku"

"adikmu? Kau punya adik Itachi?"

"tentu saja, dia mahasiswa tingkat akhir disini. Tapi aku lupa dia berada di fakultas mana, padahal tadi kalau saja tidak ada kau, aku sudah menuju mading yang ada nama adikku diantar oleh gadis blonde tadi"

"maafkan aku kalau begitu"

"aku tidak butuh maafmu yang tidak ikhlas begitu"

"bagaimana kalau nanti malam kita pergi ke klub? Aku akan mentraktirmu sebagai permintaan maaf" usul Tobi. Itachi menggeleng.

"mood ku hilang, mending kau antar aku menuju mading yang ada nama adikku sebelum kau aku habisi, Tobi" jawab Itachi dingin. Ekspresi Itachi yang tadinya riang berubah 180 derajat. Dingin dan arogan. Tobi hanya bisa menelan ludah jika Itachi sudah berada di mode yang paling dihindarinya.

"ikuti aku Itachi, siapa nama adikmu tadi?"


Leave a Review, Readers!

Trims~