Aku benci mengakuinya, tapi aku bersyukur, Hinata.

a KageHina fanfic by Varnatsu

(Boy x Boy story)

.

.

Enjoy

Matanya mengerjap pelan, tidak terlalu silau karena ruangan itu memang gelap. Saat pertama kali ia membuka mata, yang terpantul di bola matanya adalah sosok si bocah kepala jeruk yang tengah tertidur setengah telungkup dengan mungilnya.

"Hinata? Kenapa dia…."

Ucapnya dalam hati yang terhenti karena kesadarannya sendiri kalau mereka sedang menginap untuk camp pelatihan. Dan bocah mungil itu tidur tepat di sebelahnya.

Kageyama bangun dari tidurnya dengan mata yang sedikit berat sambil menguap pelan. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, hanya untuk menambah daya sadarnya. Ia mencari-cari handphonenya untuk melihat jam.

"Jam 1 pagi. Tumben aku terbangun secepat ini."

Setelah mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan dan mendapati semua sedang tertidur dengan pulasnya, matanya kembali beralih ke bocah kecil di sampingnya. Dia tertidur dengan posisi setengah telungkup, kedua tangan dan kakinya meringkuk berdekatan, persis seperti bayi dalam kandungan. Sesaat Hinata bergumam, alisnya menyerit, tapi tak terbangun. Kageyama melihat selimut Hinata tersingkir dari badannya. Bocah mungil itu kedinginan rupanya. Ia menggigil pelan.

"Bodoh, kau bisa demam kalau kau tidak pakai selimut." Gumam Kageyama dalam hati, dan dengan refleks yang tak disadarinya, ia membetulkan selimut itu.

Dan dilihatnya tidak lama kemudian, alis yang mengkerut itu mengendur dan ia tidur dengan tenang.

"Mungil sekali badannya, benar-benar di luar dugaan memang kalau dia bisa melompat setinggi aku. Bahkan kuakui, lompatannya lebih tinggi dari lompatanku." pikirnya saat melihat seluruh tubuh Hinata yang tengah meringkuk itu.

"You just like a shit baby, and Im fucking love it although I don't wanna"

Dengan pelan Kageyama berdiri dan mencari-cari mesin penjual minuman yang pernah ia lihat saat pertama datang ke penginapan itu. Setelah membeli susu kotak favoritnya yang untungnya ada di mesin itu, Kageyama duduk dan meminumnya dengan tenang.

Sambil setengah memainkan kotak susunya, pikirannya menjelajah dengan cepat. Mengingat masa SMPnya yang hancur karena keegoisannya sendiri. Ia sendiri tidak mengerti kenapa ia begitu egois waktu itu. Ia hanya merasa pendapatnya benar, tindakannya wajar, ia marah membentak dengan alasan yang sewajarnya, dan memang hanya cara itu yang ada dipikirannya untuk mengalahkan musuh. Bahkan ia tak sadar kalau dia tidak mementingkan kelompoknya sama sekali. Sekelebat ingatan tentang toss terakhir saat set point musuh pertandingan terakhirnya di SMP mendadak muncul, ia kesal seketika dan berdecak "CIH!"

"Kageyama, kau di sana?"

"Eh" refleks Kageyama menoleh, "Ennoshita-san?"

"Ahahaa benar. Gampang menebak kau ke mana." Ennoshita muncul dari kegelapan, berjalan mendekati Kageyama yang sedang memasang muka sedikit kaget. Sosoknya semakin jelas saat ia semakin dekat dengan mesin minuman yang ada di sebelah kiri kursi Kageyama. Senyumannya menghangat di udara malam itu.

"Ennoshita-san sendiri? Kenapa malah ke sini? Tidak tidur?"

"Sebenarnya aku terbangun sebelum kau. Aku tidak mengajakmu bicara karena kupikir kau akan langsung tidur lagi. Begitu kau bangun dan pergi baru aku menyusulmu."

Kageyama hanya mampu menjawab dengan Oh pendek.

"Aku melihatmu membetulkan selimut Hinata." Kata Ennoshita sambil tersenyum jahil.

"E-eh…." spontan muka Kageyama memerah.

"I, itu hanya ….." dia kebingungan menemukan kata yang tepat "Aku hanya merasa kerepotan kalau dia mendadak sakit flu dan tidak bisa ikut latihan, ini kan camp memang untuk pelatihan."

Ennoshita tertawa renyah, lalu berjalan ke mesin penjual minuman dan memasukkan koin receh ke dalamnya.

"Aku boleh bertanya sesuatu padamu?"

"Silahkan."

Ennoshita membungkuk mengambil jus yang sudah jatuh dari mesin minuman.

"Kau senang ada di Karasuno?"

Kageyama sedikit banyak terkejut dengan pertanyaan itu, mengingat mereka tidak terlali akrab satu sama lain, dan juga pertanyaan 'langsung tanpa ba-bi-bu nya Ennoshita' yang mendadak bisa diucap dengan santainya.

Tentu saja hal itu membuat Kageyama bingung menjawabnya, yang akhirnya dia menjawab dengan setengah menggigit sedotannya "Yah.. bisa dibilang aku tidak membencinya."

"Haha, jangan memaksakan jawaban begitu."

Kageyama berkikuk sebentar, tapi ia tidak merasa memaksakannya.

"Tapi syukurlah ya."

"Eh?"

"Syukurlah kau ditolak oleh Shiratorizawa." kembali Ennoshita tersenyum jahil, kali ini ditambah dengan sebuah tawa yang tersendal sekali.

"Apa maksudnya itu?" Kageyama berbicara dengan nada sedikit kesal.

"Hahahaha. Tidak, maksudku kalau kau ada di Shiratorizawa kau tidak akan bisa bertemu Hinata."

Kageyama terdiam. Bayangan bocah mungil yang sedang tertidur ala bayi tadi kembali muncul di kepalanya.

Pemuda kelas 2 berambut polos itu duduk di sebelah Kageyama. Ia meminum jusnya pelan. Sebenarnya ia tahu kalau Kageyama sedari tadi melihatnya menunggu kata-kata yang akan ia ucapkan lagi. Tapi ia memilih diam. Hingga akhirnya Kageyama berhenti memandangnya dan meneruskan kegiatannya menikmati susu yang sedarin tadi bertengger ringan di genggamannya menunggu untuk dihabiskan.

"Karasuno dulu bukanlah kelompok yang kuat, juga bukan kelompok yang lemah. Tapi kami masih dibilang begitu jauh untuk mencapai kejuaraan nasional. Kami menginginkan pemain kuat datang, atau malah lebih bagus kalau kami lah yang berubah menjadi kuat. Kemudian muncul berita pasti kalau kau datang ke sini."

Dia menyedot jusnya sejenak, "Aku lega, tapi sepertinya lain halnya dengan yang lain."

Kageyama tahu kemana arah perkataan itu tertuju.

"I know who am I, don't give me a shit thing"

"Daichi-san dan Sugawara-san sempat khawatir kalau kau nantinya akan jadi pengha-…." kata-kata Ennoshita terhenti, sadar kalau dia hampir mengatakan hal yang akan menyakitkan Kageyama. "Eh… maksudku… "

"Penghalang ya?" Kageyama menyahut, Ennoshita terkejut.

"Tidak apa-apa. Karena aku sendiri juga punya ketakutan yang sama. Aku juga takut akan terjadi hal yang sama dengan sewaktu aku di smp." Kageyama memandang susu kotaknya.

"Aku sering mendengarnya. Bisik-bisik orang-orang itu: 'Raja lapangan' dan 'Raja egois'. Kesal sih pasti. Hanya saja aku mulai terbiasa dengan itu. Tidak semarah dulu. Dan menurutku wajar-wajar saja kalau menganggapku sebagai gangguan, kalau sudah tahu masa SMPku."

"Ahaha" Ennoshita tertawa sungkan. Tapi kemudian berbicara lagi dengan normal "Aku sendiri tidak tahu detailnya, tapi aku sering mendengar berita tentangmu. Terlebih saat kau masuk ke sekolah ini." Ia memandang Kageyama sesaat. Begitu tahu Kageyama sedang memperhatikannya dengan serius, ia pun melanjutkan.

"Rasa khawatir muncul, maaf, aku tidak bisa mengelaknya. Lebih tepatnya, tidak ada yang bisa mengelaknya. Kami akui kami khawatir. Apalagi belum-belum kau sudah ada masalah dengan Hinata."

"Itu karena dia memang menyebalkan."

"Yah, tapi justru karena ada masalah itu kan semuanya jadi bermulai?"

Mulut Kageyama sedikit manyun, ia terlihat benci mengakuinya. "Iya sih."

"Saat pertandingan sabtu itu, kami ingin melihat seberapa solidnya kau akan berhubungan dengan teman-teman se tim-mu. Gawat pikirku, saat melihat sikap Tsukishima padamu, Tsukishima secara tidak terduga membeberkan cerita itu kepada yang lain, termasuk Hinata. Saat itu aku berpikir kalau Hinata akan berubah pikiran padamu, dan menyebabkan kalian lebih terpecah lagi. Jujur saja aku sedikit pesimis kalian akan menang setelahnya."

Kageyama melihat Ennoshita menyunggingkan bibirnya " Tapi ternyata Hinata malah bereaksi sepolos itu. Haha"

"Dia memang bodoh." Kageyama menyedot habis susu kotaknya dan membuangnya ke tempat sampah.

"Aku melihat Hinata waktu itu dan aku paham." Ennoshita meneruskan kalimatnya.

"Dia bukan tipe orang yang peduli dengan masa lalu orang lain. Dia hanya paham kalau kalian nantinya satu tim, dan oleh karena itu dia harus membiasakan diri denganmu. Hanya itu."

"Dia berpikir ringan. Lepas dan tanpa beban. Dan justru itu yang membuatnya tetap bisa menyesuaikan diri denganmu."

Kageyama mau tak mau mengakui pemikirkan Ennoshita saat itu. Dia bisa mengingatnya sendiri, padahal sudah berkali-kali ia menghina dan merendahkan bocah kepala jeruk itu tanpa ampun. Bocah itu memang marah, tapi itu tak pernah berlangsung lama. Setelahnya dia tetap meminta toss, bahkan tidak jarang tetap dengan lepasnya Hinata memuji Kageyama kalau Kageyama melakukan sesuatu yang hebat. Mata lebar bocah itu berbinar kagum dan langsung memandang tepat ke arahnya.

Kageyama menghela nafas. Semakin dipikir Kageyama semakin merasa kalau Hinata itu memang benar-benar bodoh.

"Kau beruntung bisa ada orang seperti Hinata di sampingmu."

Kageyama melihat Ennoshita beranjak dari tempat duduknya. "Satu hal lagi."

"Eh?"

"Kalau kau pergi ke Shiratorizawa, kau tidak akan bisa berteriak 'Lebih cepat lagi, dasar bodoh!' sepertinya yang selalu kau lakukan pada Hinata" Ennoshita pun tertawa ringan melihat ekspresi Kageyama setelah mendengar kata-katanya.

Ennoshita membuang kotak jusnya yang sudah habis dan memunggungi Kageyama, "Yah, aku akan tidur. Kau juga tidurlah, kau tidak ingin kalah dengan Hinata dalam hal bangun pagi'kan?"

"Eh, ah, … iya. Senpai silahkan duluan."

Lima belas menit ia butuhkan untuk berpikir malam itu. Antara memikirkan kata-kata Ennoshita, juga secara setengah hati ia menerima fakta kalau memang dirinya bersyukur. Dia bersyukur bertemu Hinata di pertandingan SMP, ia bersyukur mengalami penolakaan sewaktu SMP, ia bersyukur ditolak oleh Shiratorizawa, ia bersyukur masuk ke Karasuno, Ia bersyukur bertengkar dengan Hinata dan mendapat hukuman dari Daichi, ia bersyukur mendapat pasangan seperti Hinata. Ia bersyukur Tuhan mempertemukannya pada Hinata. Ia bersyukur Tuhan menciptakan Hinata.

"SHIT!"

Pikirannya mengacau sejenak, mendadak ia ingin kembali melihat bocah berambut jeruk itu. Kageyama segera berdiri dan berjalan masuk ke kamar.

Posisi Hinata berubah, lengannya melonggar dan kakinya lebih terbuka. Mungkin karena ia tak merasa kedinginan lagi.

Kageyama mendekatinya, mengamati setiap senti wajah mungil Hinata dan pundaknya yang bergerak turun-naik karena bernafas dengan pelan. Wajah itu begitu polos. Tak bisa dipungkiri Kageyama menyukai wajah yang tertidur itu.

Sial, mendadak Kageyama malu sendiri mendapati dirinya sedang berbetah-betahan memandangi wajah bocah yang menurutnya paling menyebalkan itu.

"Baik kuakui, dia memang manis sekali sewaktu tidur, tapi besok begitu bangun dia pasti akan menyebalkan dan bodoh seperti biasanya" Kageyama berjuang keras meyakinkan dirinya sendiri.

Dengan cepat Kageyama menarik selimutnya dan berbaring, dengan refleks, menghadap ke arah Hinata. Ia tidak tahan untuk mendiamkan tangannya agar tidak menyentuh rambut Hinata yang selalu tak beraturan itu. Digosok-gosoknya pelan, membuat Hinata bergumam di tidurnya.

Dia kesal dengan dirinya sendiri yang menyukai Hinata.

"Cih!"

Kageyama berbalik arah. Menutupi mukanya dengan selimut berjuang untuk tidur, karena kalau dia bertahan lebih lama menghadap Hinata, ia tidak yakin akan bisa menahan keinginannya memeluk Hinata atau tidak.

"Hinata, you such a dumbass"

.

.

.

Fin

A/N :

Baru lihat namaku? Okeh, memang ini pertama kalinya aku membuat fanfic dan langsung tertuju pada pasangan volleydork Raven shit hair Kageyama Tobio my BAE, dan Shrimp Orange Head Hinata Shouyou, orang yang sangat kuiklaskan untuk menjadi pasangan mahonya Kageyama.

mungkin untuk beberapa fanfic ke depan ya isinya cumin KageHina doang.

Aku mengagumi mereka.
sangat.

Don't request any other pairing. I don't give a fuck (slap).

Thanks for reading, Yoroshiku onegaishimasu.