Back From the Death
Judul : Back From the Death
Fandom : Bleach
Rating : T
Chapter : 1
Summary : Bagaimana, jika dia yang telah pergi, muncul dihadapanmu dengan menghunuskan senjatanya dan meminta nyawamu untuk jadi miliknya?
Warning : ada OC saya, OOC juga, Typo(s), gajeness, nyebelisasi, dan banyak hal lain yang bisa mengakibatkan serangan jantung pada anda.
Disclaimer : Bleach punya Tite Kubo.
Don't Like Don't Read!
xxxKuroyuki Akihanaxxx
Kematian...
Apa arti kematian untuk kalian?
Kematian adalah proses terpisahnya jiwa dari tubuh, menuju ke tempat lain yang lebih luas dan lebih tinggi, dari yang ada sekarang.
Tapi bagiku..., kematian adalah langkah awal untuk dapat kembali padanya.
xxxKuroyuki Akihanaxxx
Matahari bersinar terang. Seluruh Seiretei terlihat begitu menenangkan. Burung-burung berkicau dengan teratur, menyebarkan hawa positif pada seluruh makhluk yang ada di sana.
Seorang pemuda berambut merah terang terlihat tengah berjalan dengan santai, melewati deretan-deretan bangunan besar bak labirin yang selalu bisa membuat orang tersesat. Namun, karena dia telah lama tinggal di tempat itu, maka sungguh mustahil bagi dirinya untuk tersesat. Karena, dia sudah sangat menghafal tempat itu.
Sembari bersenandung, pemuda itu berbelok dengan santai melewati beberapa bangunan-bangunan. Beberapa prajurit kelas rendah juga terlihat menyapanya sembari membungkuk hormat. Pemuda itu tentunya memiliki jabatan yang tinggi, sehingga semua orang hormat padanya. Itu juga terlihat, dari lencana yang ada di lengannya, yang memiliki lambang bunga Camellia dan kanji 6, yang menjelaskan posisinya.
Pemuda itu sampai di depan sebuah pintu gerbang kayu yang besar. Di pintu itu tercetak Kanji yang sama dengan yang ada di lencananya. Kemudian, dengan sebuah perintah ringan, gerbang itu terbuka. Beberapa shinigami penjaga gerbang membungkuk hormat pada sosok itu. Yang dibalas dengan anggukan singkat yang sewajarnya.
Pemuda itu kemudian berjalan masuk ke dalam gedung divisinya. Beberapa shinigami yang berpapasan dengannya juga menyapanya. Dengan sikap yang sama seperti penjaga gerbang tadi. Terus begitu, hingga dia sampai di sebuah ruangan yang diketahui adalah ruangan atasannya.
Dia masuk ke dalam ruangan itu setelah mengetuk terlebih dahulu. Kosong. Tidak ada siapapun disana. Biasanya, ketika dia masuk, dia akan menemukan sosok pria berambut hitam panjang yang duduk dibalik meja tulis dengan kuas dan beberapa lembar paperwork diatasnya. Tapi hari ini, mejanya bersih. Sepertinya laporan beberapa bulan belakangan ini memang agak berkurang, sehingga paperwork yang didapat juga lebih sedikit, dan menjadi lebih cepat di selesaikan.
Pemuda itu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan yang tertata rapi itu. Tidak ada tanda-tanda bahwa ruangan itu baru saja dimasuki ataupun ditinggalkan. Sepertinya, sang pemilik ruangan memang belum memasukinya sejak terakhir ruangan itu ditinggalkan.
"Apa Taichou belum kembali, ya?"
Pemuda itu menghela nafas. Dengan hati-hati, dia menutup kembali ruangan itu dengan pelan dan keluar dari sana. Bisa gawat jika sang pemilik ruangan mengetahui bahwa dirinya lupa menutup pintu, sehingga ruangan itu jadi terbuka.
Nyawanya bisa melayang.
Dengan tenang dia berjalan menuju ke lapangan belakang. Daripada duduk menunggu, dia memutuskan untuk mengawasi saja latihan anggota divisinya hari ini. Mungkin saja dia bisa ikut berlatih.
Sementara itu...
Pintu gerbang Divisi 1 terbuka lebar. Terlihat orang-orang yang mengenakan haori putih berjalan keluar satu persatu dari dalamnya. Sepertinya mereka baru saja menghadiri sebuah rapat dengan sang Kapten Tertinggi. Jelas sekali, karena mereka terlihat membicarakan apa yang dibahas dalam rapat itu.
"Mungkin kita seharusnya menambah anggaran untuk keamanan tempat ini. Aku bisa buatkan beberapa buah alarm keamanan yang bisa berbunyai secara serentak jika bla bla bla bla"
Toushiro memutar bola matanya. Pemuda bersurai Putih itu sebenarnya tidak mau (atau tidak berminat) untuk mendengarkan ceramah Mayuri yang ada di sebelahnya tentang sistem keamanan Seiretei. Tapi, berhubung Mayuri yang entah bagaimana caranya, sekarang ada disampingnya, maka dia harus ikhlas mendengarkan pidato kenegaraan Taichou eksentrik itu.
"Menurutku, sebenarnya sistem keamanan semacam itu kurang perlu. Karena pada dasarnya, prajurit kita telah mencukupi untuk menghandel adanya penyusup. Lagipula, sudah ada jadwal jaga malam kan?" Retsu mulai berbicara. Mungkin, dia agak riskan juga dengan ocehan Mayuri yang berkepanjangan itu.
"Dia tak kan berhenti bicara, Unohana-Taichou. Anda tidak perlu repot mengingatkannya tentang kenyataan itu." Gin menjawab dengan santai. Dibalas dengan anggukan ringan dari Kuroyuki yang ada di sebelahnya.
"Tapi, soal keamanan yang menurun drastis ini memang agak merepotkan, apakah anda juga berfikir begitu, Kuchiki Taichou?"
Keempat kapten yang tengah terlibat pembicaraan mengenai keamanan itu kemudian menoleh secara serentak pada Byakuya. Sementara, yang bersangkutan hanya memandang kosong ke depan.
"Unn... Kuchiki Taichou?"
Byakuya menoleh, kemudian dia menjawab 'apa' dengan suara yang tenang dan datar.
"Pendapat anda... Mengenai keamanan Seiretei yang menurun?" tanya Kuroyuki dengan sabar. Sang Kapten divisi 6 itu terlihat berfikir, "Sebenarnya keamanan Seiretei tidak bisa dibilang menurun. Karena pada dasarnya kita belum pernah kehilangan apapun. Kalaupun pernah, mungkin hanya beberapa tahanan. Tapi mereka pun bisa dihabisi. Tapi ya, memang benar kalau keamanan tempat ini harus ditambah."
Para kapten itu mengangguk-angguk. Memang benar, apa yang dikatakan oleh pimpinan klan Kuchiki itu.
xxxKuroyuki Akihanaxxx
-Byakuya POV-
Hisana...
Entah kenapa hari ini aku sangat memikirkan mendiang istriku itu. Bahkan, karena terlalu memikirkannya, aku ketahuan melamun di beberapa kesempatan. Saat rapat, saat berjalan dengan para Kapten lainnya, bahkan saat aku tengah berjalan sendirian menuju divisiku. Hingga tanpa kusadari, kini aku ada di depan gerbang divisi 13.
Aku terpaku sejenak, ketika melihat gerbang divisi 13 yang besar itu. Sejenak, kemudian aku menghela nafas dan hendak berbalik, ketika ada yang menegurku.
"Apa yang sedang anda lakukan disini, Kuchiki Taichou?"
Aku menoleh, dan melihat Ukitake Taichou dan Kyoraku Taichou tengah berdiri menatapku.
"Kalau kau hendak menemui Rukia, aku bisa memanggilkannya untukmu."
Mendengar tawaran itu, aku segera menolaknya dengan cepat.
"Tidak perlu repot-repot, saya hanya kebetulan lewat sini. Maaf."
Aku berbalik cepat, membelakangi Kapten divisi 8 dan 13 itu. Kemudian, berjalan tenang menuju ke divisiku sendiri.
-Byakuya POV end-
-Author POV-
Renji baru saja selesai mengemasi dokumen dari divisi 3 yang baru datang sekitar 3 jam yang lalu. Jika biasanya mereka membutuhkan kardus untuk mengemas dokumen tiap divisi, sekarang hanya memerlukan 2 lembar amplop coklat ukuran besar untuk mengemasnya.
Yah... Renji tidak pintar seperti Izuru dan Shuhei, atau teliti seperti Hinamori dan Rukia. Namun setidaknya, dia masih lebih rajin daripada Rangiku yang kerjanya hanya merecoki kaptennya setiap hari alih-alih membantu. Dan Byakuya bersyukur sekali bahwa Renjilah orang yang dipilihnya sebagai wakil.
Ketika Renji hendak mengantar dokumen itu, pintu kantor terbuka. Terlihat Byakuya berjalan masuk, tenang seperti biasa.
"Taichou sudah kembali?" tanya Renji berbasa-basi. Byakuya mengangguk, kemudian dia mengalihkan pandangannya pada amplop yang berada di tangan Renji.
"Paperwork?" tanyanya retoris. Renji mengngguk. "Tapi Taichou tenang saja, semua paperworknya telah saya selesaikan. Dokumen ini hanya tinggal diantarkan saja ke beberapa divisi."
"Hmmm... Begitu."
Byakuya berjalan menuju ke arah meja kerjanya. Dia menarik kursi dan kemudian menghempaskan diri diatas kursi kerjanya.
"Sebentar lagi hari ulang tahun Hisana-sama. Apa yang akan anda lakukan untuk merayakannya?"
Byakuya bergeming. Merasa tidak direspon, Renji menoleh ke arah Taichounya yang tengah menatap ke arah luar jendela.
"Taichou...?"
"Hmm...?"
Renji menghela nafas lega. Taichounya merespon ucapannya, berarti Taichounya tidak sedang melamun, seperti yang terjadi belakangan ini.
"Apa anda sudah mengunjungi makam Hisana-sama?" tanya Renji. Byakuya menggeleng. Renji menghela nafas, "Kalau begitu, anda harus segera kesana, Taichou."
Byakuya menatap Renji dengan ekor matanya. Yah... Yang dikatakan Renji memang benar. Mungkin akhir-akhir ini dia sering memikirkan Hisana karena dia memang belum datang ke pusara mendiang istrinya itu.
"Aku akan kesana nanti. Setelah jam kerjaku selesai." jawabnya pada akhirnya. Renji mengangguk puas, "kalau begitu, saya pamit. Saya harus segera mengirimkan dokumen-dokumen ini."
Byakuya mengangguk. Renji membungkuk, sebelum kemudian dia pamit pada kaptennya dan menghilang dibalik pintu.
xxxKuroyuki Akihanaxxx
Byakuya berjalan dengan tenang, melewati jalan setapak yang sepi. Ditangannya, sudah ada sebuket bunga Camelia, yang akan diberikannya pada mendiang istrinya.
Byakuya menghela nafas. Sudah lama sekali sejak terakhir kali dia mendatangi makam isterinya itu. Kenangan kenangan bersama istrinya perlahan lahan menyeruak, menemani setiap langkahnya menuju ke pusara milik Hisana.
Byakuya berhenti. Dia kini sudah sampai di tempat Hisana dimakamkan. Tempat itu berubah, dikarenakan renovasi setelah makam itu hancur saat perang besar melawan Quincy waktu itu. Ishida Uryuu, dan ayahnya, Ishida Ryuken, yang merasa sangat menyesal akibat peperangan yang mengatasnamakan dendam yang sebenarnya telah dilupakan oleh keduanya, (lebih tepatnya hanya ayah Ishida) bersedia merenovasi sebagian tempat yang telah 'ditata ulang' itu.
Byakuya menghela nafas. Sekarang, dia tengah berdiri didepan tempat yang dulunya adalah makam milik Hisana. Tempat itu bukan lagi gundukan tanah dengan batu nisan. Melainkan pohon sakura besar yang selalu mekar di sepanjang musim. Dulu, ketika dia masih bersama Hisana, mereka berdua sangat suka memandangi pohon Sakura di sebelah kamar Hisana saat mereka tengah mekar. Tapi sekarang, malah Hisanalah yang menjadi pohon Sakura itu sendiri.
Byakuya berjalan mendekati pohon yang tengah mekar itu, kemudian duduk didepannya. Dia meletakan bunga Camelia ditangannya tepat dibawah pohon Sakura itu. Byakuya tersenyum. Sebuah senyuman yang jarang ditunjukannya pada para bawahannya maupun rekan kerjanya.
"Hisana..." bisiknya pelan. "Maaf, aku jarang mengunjungimu akhir-akhir ini."
Sebuah kerinduan yang amat sangat terpancar diwajahnya. Byakuya mencintai Hisana. Sangat mencintainya. Baginya, Hisana adalah wanita tercantik yang pernah dia temui. Hisana bertubuh kecil, seperti Rukia, bahkan dia lebih ringkih dari pada adiknya itu. Mungkin itu juga karena faktor penyakit yang dideritanya.
Sejak Hisana meninggal, Byakuya tidak pernah dan bahkan tidak berniat seklipun mencari penggantinya. Walaupun para rekan kerjanya, bahkan adiknya sendiri berusaha mencarikan pengganti wanita itu, tetap saja tidak bisa. Karena bagi Byakuya, Hisana adalah sosok yang sama sekali tak tergantikan. Bahkan walaupun Rukia sangat mirip dengan Hisana.
"Hisana..." ujarnya lirih. "Rukia sudah dewasa sekarang. Dia sudah menjadi wakil Kapten, seperti yang telah kukatakan padamu. Perang berdarah telah usai, dan dia kini bisa meraih bankainnya."
"Aku bangga padanya. Dia begitu kuat. Dia berbeda denganmu, yang begitu lembut dan menyayangi semua orang."
"Hisana, aku berharap kau selalu tenang dan mendapat kebahagiaan disana. Kebaikan hatimu, dan dirimu, tak akan tergantikan. Aku mencintaimu, isteriku."
Byakuya berdoa didepan pohon sakura itu. Mengharapkan apa yang diinginkannya, dan memanjatkan doa untuk ketenangan mendiang isterinya. Hisana.
Setelah serangkaian doanya selesai, dia berdiri, memandangi pohon Sakura itu sejenak.
"Byakuya-sama."
Sebuah suara yang lembut menyapanya, masuk melalui rongga pendengarannya. Membuat pikirannya dengan cepat memproses asal suara itu. Waktu boleh saja berlalu, namun ingatannya masih belum hilang.
"Byakuya-sama."
Lagi. Kini Byakuya berusaha mempertahankan akal sehatnya. 'Ini tidak mungkin.' pikirnya. Namun, kenyataan sekan mengkhianatinya. Karena kini dia dapat merasakan reiatsu itu.
Perlahan, Byakuya menoleh, berbalik. Dan kini, sesuatu yang tak mungkin menyambutnya.
Seoraang wanita, berdiri dihadapannya. Memakai Kimono sutera hitam dengan motif bunga Camelia berwarna putih. Yang mengejutkannya adalah, wanita itu, memiliki rambut, wajah, postur tubuh, dan warna mata yang sama dengan Rukia. Namun, Byakuya tahu betul, bahwa orang didepannya itu bukanlah Rukia.
"Byakuya-sama. Apa kabar?"
"Hisana..."
Tepat saat itu, sesuatu yang keras menghantam tengkuknya, membuat sang Kapten divisi 6 jatuh dan tak sadarkan diri.
- To Be Continued -
xxxKuroyuki Akihanaxxx
Gah!
Apa ini! Bukannya nyelesaikan yang satunya malah bikin baru! XD
Maaf mina! Ide ini datang tiba-tiba. Dan karena jarang nemu yang ByakuHisa, maka saya buat sendiri, hehe...
Mind to Read...?
Review Please... ^o^/
