Disclaimer :
Kuroko no Basuke © Fujimaka Tadatoshi
Akuma no Riddle © MINAKATA Sunao & KOUGA Yun
Warnings : AU/OOC/Bad language/Gore/Violence/Lime in later chaps
a/n : Fic dengan setting Anime Akuma no Riddle—tapi dengan plot yang sedikit berbeda.
"..Slit the throat of reason and reality
Cut myself and scream for their insanity. "
[—One Reason, Fade and D.W.B
Deadman Wonderland Opening Theme—]
.
.
devreme
[ rebirthia - prolog ]
.
.
.
Senja.
Ya—senja.
Lelaki itu sedang menatap senja—mata kristal berbeda warnanya berkilat terang menampilkan pantulan dari langit kemerahan yang kini mulai menampakkan matahari terbenam. Awan-awan putih yang tadinya menemani—sekarang telah menggulung pergi, dan sempat meninggalkan jejak. Semilir angin menerpa rambut Scarlet-nya tiap kali ia mengadahkan kepalanya ke atas. Keringat lelah menuruni pelipisnya—menandakan bahwa dirinya terlihat lelah. Apalagi jika dipandangi dari baju latihannya yang sudah setengahnya basah.
Di kepalan tangannya terdapat tiga pisau yang terselip di sela-sela jarinya yang pucat. Hanya pisau kecil—namun dengan barang sekecil itu mampu membunuh lawannya. Giginya bergesekkan pelan saat penampakkan awan kini mulai menghilang. Menit kian menit—tubuhnya tidak bergeming sama sekali dari posisinya sejak tadi.
"Akashi-cchi...?"
Di tengah lamunannya, tibalah suara cempreng yang merasuki gendang telinganya—dan ia sudah tahu suara siapa itu. Sebenarnya tidak perlu mendengar suara tersebut—Akashi bisa mengetahui sumber suara itu dengan merasakan aura yang berbeda di sekitarnya. Namun setelah dipanggil seperti itu—Akashi tidak menoleh sama sekali. Kedua manik dwiwarnanya masih terus memandang ke atas langit—tidak memperdulikan seorang Kise Ryouta yang baru memanggilnya tadi.
"Akashi-cchi...!"
Ia tidak punya alasan untuk menoleh ke arah laki-laki bersurai kuning seperti buah-buahan itu. Akashi tahu betul lelaki yang berada di belakangnya itu memanggilnya hanya untuk berbasa-basi—mengutarakan hal yang tidak penting ataupun—
—Mengajaknya bertarung.
"Akashi-cchi!"
"…."
"AKASHI-CCHI!"
Akashi dengan sigap menoleh ke belakang dan menahan tangan Kise yang hampir saja mau memukul wajahnya—menahan pergelangan tangan lelaki itu dengan kuat di sisi kepalanya. Namun—karena tangan kanannya kini menangkap pergelangan Kise, ketiga pisau yang tadinya tersimpan di sela-sela jarinya—terjatuh begitu saja ke bawah.
Lelaki bersurai merah itu kini menadahkan kepalanya ke atas—namun Kise tidak bisa melihat kedua matanya dengan jelas karena terhalang oleh poninya yang cukup panjang. Tapi Kise tahu benar bahwa manik hetromatik itu sedang menatapnya tajam—dan jika tatapan itu bisa membunuh—Kise bisa terbunuh saat itu juga.
"Ryouta." Suaranya terdengar parau, "Jangan memulai."
"Hee~ Tapi kukira Akashi-cchi tidak mendengarnya~" Kise menyeringai—namun jika ada orang yang baru pertama kali melihatnya, itu adalah senyum biasa yang mungkin bisa membuat orang terpesona padanya. Namun seiring dengan itu, nada suaranya berubah rendah, "—kau membuatku kesal. Apa tidak boleh kuhancurkan saja kepalamu itu—" Ia tersenyum lagi, "—ssu?"
Mata Akashi terbuka lebar saat mendengar suara aneh dari gelang hitam yang diapakai Kise—Lelaki itu sontak menyingkir sambil melepas pergelangan tangan Kise dengan cepat.
"Are~ Akashi-cchi tidak seru-ssu." Kise mengusap tangan kanannya yang terdapat gelang berwarna hitam yang tanpa kau sadari terdapat sebuah bilah tajam yang bisa muncul keluar kapan saja.
Ia mengerucutkan bibirnya, "Mou~ Akashi-cchi hidoi na! Kau terlalu keras mencengkram tanganku-ssu!"
Akashi tidak menjawab, hanya menatapnya datar. Ia sedang tidak ingin berdebat dengan orang yang cerewet ini—atau mungkin memang tidak pernah.
Seusai mengusap pergelangan tangannya yang sakit, ia memasukkan kedua tangannya di saku celananya. Tampak dilihat dari luar—Kise adalah model yang wajahnya familiar di beberapa majalah. Namun itu memang pekerjaannya—pekerjaan keduanya.
"Ada apa?"
Akashi memutuskan untuk berbicara karena ia sudah muak melihat wajah salah satu saingannya ini.
Kise menjawabnya sambil tersenyum lebar, "Kau dipanggil Nijimura-senpai. Lebih baik kau cepat-cepat ke ruangannya."
Ia sedikit kaget akan hal yang dikatakan Kise. Akashi tahu pasti akan ada berita—perintah untuk melakukan 'itu' lagi.
Akashi menghela nafas sambil mengambil kembali ketiga pisaunya dan memasukannya ke saku jaket latihannya. Ia berjalan melewati Kise—namun saat wajah mereka saling bersebelahan, Kise menepuk bahu Akashi dengan tangan kanannya sambil berbisik di dekat telinganya.
"Kau pasti bosan setelah mendengar beritanya."Meskipun tidak bisa melihatnya—Akashi tahu bahwa Kise kini tersenyum menyeringai ke arahnya, "Target kita kali ini hanya seorang gadis lemah. Pasti gampang kan untuk membereskannya?"
Akashi terdiam sebentar—ekspresi datarnya masih saja terpakai di wajahnya.
Ia lalu menutup matanya sambil melepas paksa tangan Kise dan berjalan menjauh.
"Jangan menyentuhku." Akashi mengatakannya tajam, "Baumu seperti bangkai hewan."
"NANI?! Jangan bercanda! Aku selalu pakai parfum bermerek tahu!"
"Ah. Akashi, kau terlambat 3 menit."
"Kalau kau menyuruhku kesini untuk mengomeliku, lebih baik aku pergi saja."
"Oi oi... kau ini seharusnya lebih hormat pada senpai-mu."
Akashi hanya melipat tangannya sambil bersender di dinding di belakangnya—tepat sebelah pintu masuk ruangan Nijimura.
Nijimura hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah laku bawahannya yang dingin seperti itu. Ia yang masih berada di kursinya kini menatap Akashi.
"Aku tahu kau tidak suka berbasa-basi, jadi aku langsung ke intinya saja." Lelaki bersurai hitam itu lalu berdiri bangkit dari kursinya dan mengambil beberapa lembar kertas di atas mejanya sambil berjalan ke arah Akashi. Ia lalu memberikannya dan dengan cepat Akashi membacanya.
"(Last Name)… kah?" Akashi membacanya dengan saksama, "Hmm.."
"Dia itu hanya gadis polos. Tapi—" Ia berdeham, "Entah kenapa kali ini ketua bersikap aneh ketika memberikan perintah untuk membunuh gadis ini. Sepertinya.. gadis itu.."
"—Apa?"
"Lupakanlah. Itu hanya dugaanku saja."
Akashi mengernyitkan dahinya—sesungguhnya dirinya merasa penasaran, namun ada hal lain yang membuatnya berhenti untuk memikirkannya.
"Jadi aku hanya perlu berpura-pura menjadi salah satu murid di sana dan membunuhnya, itu saja—kan?"
"Bukan kau saja. Tapi semua anggota Kiseki no Sedai."
Akashi mendengus pelan.
"Hm. Sepertinya kau yang akan menang duluan." Nijimura mengangkat bahunya, "Ketua sudah mengkhususkanmu untuk sekamar dengan gadis itu."
KRAK!
Nijimura hampir saja berhenti bernafas ketika melihat Akashi yang melempar gunting ke arahnya—dan dengan cepat ia menggeser badannya sehingga gunting yang dilempar Akashi menancap di dinding di belakangnya.
"Kuperingatkan sekali lagi, senpai." Akashi matanya kian berkilat merah, "Tidak ada kata 'seperti' di kamusku. Aku pasti menang."
.
.
.
Reader's P.O.V
"Eeeh?! Kau benar-benar lulus ke SMA Teikou?!"
"Hehe, iya! Aku senang sekali!" Aku tersenyum senang saat mendengar sahabatku yang kaget akan nilai ujianku yang berhasil lolos ke SMA Teikou—Salah satu SMA yang berkualitas tinggi di negara Jepang. Dan aku juga masuk ke kelas khusus—namanya Black Class. Entah kenapa dinamai seperti itu.
"Hyaa~ Senangnyaaa~ Kudengar kelas yang kau masuki itu, kelas orang-orang yang berkualitas tinggi!" Shiro lalu menyikut lenganku, "Kalau ada laki-laki tampan, kenalkan padaku ya?" Sahutnya genit sambil mengedipkan matanya.
"Mou! Yang penting itu pelajarannya tahu! Dan—" Aku tersenyum lagi, "—Dan juga teman..."
Shiro tersenyum sambil mengelus kepalaku.
"Tenang saja! Kau pasti dapat teman disana!"
"—Darah."
Aku dan Shiro tersentak ketika mendengar suara datar adikku yang sedang menatapku tanpa ekspresi dari tempatnya duduk. Bisa kulihat ia sedang bermain kartu-kartu yang tidak dapat kumengerti.
"Eh? Apa maksudmu, Miki-chan...?" Tanyaku bingung.
Kini—ia menatapku sedih—entah sejak kapan ekpresinya berubah.
"Onee-chan, " Matanya seakan berkaca-kaca, "berhati-hatilah.."
"Eh? Kenapa tiba-tiba mengatakan hal seperti itu sih...?"
Adikku menjawab pertanyaanku sambil mengangkat kepalanya.
"Jangan percaya pada seorangpun di kelas itu, Onee-chan."
.
.
.
[ to be continued ]
a/n : Wkwkwk, abis nonton Akuma no Riddle—dan saya langsung berpendapat : ITU KEREN BANGET! Nggak peduli adacoughyuricough-nya, tapi dari desainnya termasuk keren! Ehm, oke. Balik ke sini. Hahah, jadi ini Fic mungkin rada-rada nggak jelas karena emang saya harus ngelompokkin senjata buat anggota GoM. Tadinya mau pake setting Air Gear—tapi berhubung kebayang Akashi yang lari-lari di jalanan pake sepatu roda kayaknya kok hacep (?)
Daaan, soal 'sekamar', itu nggak bakalan ada apa-apa kok. Bisa jadi.. #PLAK
Biar tambah penasaran (?) saya kasih preview Chapter 1-nya aja dehh ^^ :
Preview:
"Perkenalkan, namaku Kise Ryouta! Hmm~ Darahmu manis, _-cchi~!"
"Aku tidak tertarik padamu. Dadamu tidak cukup besar untuk menarik perhatianku."
"Lucky Item-ku hari ini kapak, nanodayo."
"_-chin baumu enak~"
"Ah. _-san. Kau tidak keberatan jika aku duduk di sebelahmu, kan?"
"Kyaa! A-Akashi-kun, apa yang kau lakukan?!"
"Angkat rokmu—perintahku, mutlak."
Terima kasih yang sudah membaca.. dan jangan lupa review-nya, oke^^
