Fanfic 'Mianhae, Taehyung'

Chapter 1 'First Meet'

Main cast : Kim Taehyung and Jeon Jungkook

Support cast : All member BTS

Rated : T, school life, romance, hurt, sad, GS for uke, drabble flicet

Lenght : Chapter maybe, This is Vkook fanfic, slight MinYoon.

Summary :

Maafkan aku, Taehyung. Atas semua yang telah aku lakukan terhadapmu. Tapi, terima kasih atas semua yang telah kau berikan padaku. Saranghae, Jeongmal saranghae Kim Taehyung. – Jeon Jungkook. Nado, saranghae, Jeon Jungkook. Jeomal saranghae. Kau tak akan pernah tergantikan. Aku akan terus bersamamu, melindungimu dengan segenap jiwaku, apapun yang terjadi. Meskipun itu harus mengambil nyawaku. Aku akan tetap bersamamu. – Kim Taehyung.

DLDR! Kalo ada typo mian. Ini cerita punya saya. Kalo ada kesamaan mungkin hanya ketidak sengajaan. No Plagiat!

All is Jungkook P.O.V

Kubuka buku putih bergambar kartun kelinci berpita itu, dan mulai menggoreskan tinta di atasnya.

Dear, diary Jeon Jungkook

Senin, 20 Maret 2016. 09.00PM: KST

Yey...hari ini adalah hari pertamaku masuk SMA. Apalagi aku masuk ke SMA yang paling aku inginkan, SMA di Seoul yang paling diinginkan oleh kebanyakan temanku di Busan. Bangtan Senior High School. Yah, bisa dibilang aku masuk kesini butuh perjuangan yang panjang dan bisa dibilang susah. Tapi aku senang, karena semua usahaku selama ini terbalaskan. Dan ditambah kata Appa jika aku diterima, aku bisa tinggal sendiri dan Appa menjanjikan sebuah apartement minimalis di dekat Bangtan SHS, mungkin sekitar 20 menit jika berjalan kaki. Hari ini adalah masa orientasi. Dan aku kebetulan masuk kelas 10A. Dibilang senang ya aku senang kelewat senang bahkan, hanya saja aku masih belum memiliki teman, mungkin hanya sekedar teman sekelas yang kebetulan ramah padaku dan mengajakku berbincang sebentar, Aku punya teman seperjuangan dari Busan, namanya Park Jimin. Ia adalah namja aneh temanku sejak SD. Oh, ya. Hari ini aku duduk di bangku yang tersisa terakhir dan diduduki seorang namja yang sifatnya dingin, pendiam, dan memiliki tatapan tajam. Pertama kali aku melihatnya aku sedikit merinding sebenarnya, tapi setelah menjalani satu hari dengan duduk di sebelahnya? Kurasa tidaklah buruk. Mungkin hanya saja dia sedikit susah diajak mengobrol, bahkan saat aku panggil. Dia tidak bergerak sama sekali dari tempatnya. Dia tetap membenamkan kepalanya di atas tangannya. Dia namja yang unik, entahlah hanya firasatku saja atau apa. Tapi aku penasaran dan ingin kenal lebih dalam dengannya. Kurasa hanya itu yang bisa aku bagi denganmu diary. Aku sudah mengantuk. Bye.

Pertanda

Jeon Jungkook


Malam yang panjang, dingin, dan sunyi itu telah berganti dengan pagi yang cerah, indah, dengan matahari yang dengan tanpa malu membagi sinarnya kepada penduduk bumi, dengan daun yang basah akibat embun, burung-burung yang berkicau dengan riangnya, angin yang berhembus menyapa setiap orang yang keluar dari tempat huniannya yang nyaman, beberapa ruas jalan yang masih sedikit tertutup salju. Aku pun bangkit dari ranjang untuk bersiap mengawali hari sebagai siswi Bangtan SHS yang resmi, yah bisa dibilang begitu, setelah melalui masa orientasi 3 hari yang lalu selama 3 hari dan pembagian kelas di masa orientasi hari ketiga. Aku telah resmi menjadi peserta didik di Bangtan SHS. Menghadapi berbagai macam tugas, dan berkutat dengan buku-buku. Semua sudah siap, baju sudah lengkap, buku sudah, Semua sudah. Aku melangkahkan kakiku keluar dari apartementku yang indah dan nyaman ditemani dengan syal katun merah kesayanganku yang melingkar indah di leherku ke wilayah yang dingin tapi tidak dingin, panas juga tidak panas. Well, bisa dibilang sejuk. Yup, hari adalah awal Musim Semi. Aku paling suka musim ini, dimana semua bermekaran, kanan kiri jalan dipenuhi oleh deretan bunga yang indah dan baunya sangat harum. Hari ini, akan menjadi permulaan yang bagus untukku.


"Jungkook! Itukah kau?"

"Yoongi? Kau Yoongi, kan? Temanku waktu SD? "

"Iya. Ini aku Min Yoongi, mana mungkin kau lupa? "

"Yah...kau kan tahu sendiri. Aku baru mengenalmu saat kelas 3, lalu pertengahan kelas 4 kau pindah ke Daegu. "

Aku tidak menyangka aku akan bertemu dengan Yoongi, temanku saat SD. Yah, bisa dibilang kami ini dekat saat SD dulu tapi hanya untuk kurun waktu 1 tahun karena Yoongi harus ikut ayahnya dinas ke Daegu. Waktu itu, aku menangis ketika mengetahui kalau Yoongi akan pindah. Ah...itu adalah kenangan memalukan. Aku menangis di depan gerbang rumah Yoongi sambil membawa karton yang bertuliskan 'KAJJIMA' saat sehari sebelum perpindahan Yoongi. Aku berjam-jam berjongkok di depan pagar. Sudah, tak usah di ingat itu adalah bagian dari masa lalu, dan saat itu aku masih SD, itu artinya kau masih kecil. Jadi wajar, kan?

Di koridor kami terus membicarakan hal sewaktu kami kecil, sesekali Yoongi menceritakan perbedaan Busan dengan Daegu, dan bagaimana rasanya hidup tanpaku. Aku sampai terbahak mendengarnya. Semua yang ia ceritakan membuatku tertawa, bingung, dan terkejut. Tapi yang paling terkejut adalah saat.

"Hah?! Kau? Pacaran dengan Jimin?! Jimin si namja aneh, bantet, sipit itu?!" pekikku hampir berteriak, sampai semua pasang mata di koridor tertuju padaku. Aku langsung membungkuk meminta maaf. Aku malu sekali, tapi aku juga sangat terkejut.

"Pfft...Ne, Jungkookie... " kulihat Yoongi mencoba menahan tawa dengan menutup mulutnya sambil sesekali melirikku. Aku hanya menatapnya datar.

"Yak! Jangan begitu..! sejak kapan? "

"Eum...sejak 1 tahun yang lalu mungkin. Dia mengajakku bertemu dari social media saat akhir musim dingin tahun lalu. Dan dia mengajakku jadian di Namsan Tower. "

"Wah...Daebak. aku tidak menyangka kalau anak seaneh itu, malah bisa seromantis itu. "

"Ya..entahlah. kau kelas mana? "

"10A. Kau? "

"Daebak. Kita satu kelas. Tapi aku tidak melihatmu dari kemarin, kau kemana memang? "

"Aku dikelas. Tapi mungkin kau tidak melihatku karena tempat dudukku di belakang. Oh, ya. Bukannya Jimin juga satu kelas dengan kita. Tapi aku tidak melihat dia?"

"Ya. Dia kemarin demam." Jawab Yoongi yang hanya kujawab dengan kata 'oh'. Setelah aku berbincang lama sekali dengan Yoongi, Jimin datang dan memeluk Yoongi dengan posesif.

"Yak. Jungkook-ah, kau tak berusaha untuk menghasut Yoongi-ku, kan? "

Aku hanya memiringkan kepala "Maksudmu? Menghasut apa? "

"Maksudku, kau tak mencoba menghasut Yoongi untuk memustuskanku, kan? " Jelas Jimin yang kulihat mendapat sikutan dari Yoongi.

Aku mengernyitkan dahi "Eh? Untuk apa aku melakukannya? Memang apa untungnya untukku? "

"Mollayo, mungkin saja, kan? Kau suka padaku dan mencoba balas dendam dengan menghancurkan hubunganku dengan Yoongi? Itu mungkin terjadi, kan? " jawab Jimin yang kulihat langsung mendapat pelototan Yoongi.

"Aish...enak saja. Aku tidak akan mau padamu. Kau jangan terlalu PD jadi orang. You're not my type. Lagi pula, kau agak aneh, Yoongi. Kenapa mau dengan Jimin, sih? Dia kan aneh? "

"Yak...Jungkook! kau ini tak berubah ya sejak dulu. Kau tetap menjengkelkan."

"Yak...Park Jimin Pabbo. "

"Sudahlah kalian ini. Kalian sudah SMA tapi masih saja seperti anak kecil. Terutama kau, Jimin. Kenapa kau punya pikiran begitu? Kan Jungkookie teman kita sejak SD. Dia mana mungkin melakukan itu pada kita. Kalau kau melakukan ini lagi...Kita putus, lho. Aku tidak mau kau menyakiti Jungkookie. Jungkookie itu sudah ku anggap adik. Sekarang minta maaf pada Jungkookie. Kau juga Jungkook, minta maaf pada Jimin dan jangan memancing kemarahannya."

"Yah...Yoongi-ya jangan begitu. Iya-iya, aku minta maaf. Mianhaeyo, Jungkook-ah." Aku melihat Jimin membungkuk, lalu mengulurkan tangannya. Langsung saja kuterima dan membalas ucapannya dengan anggukan.

"Nah...begitu itu baru Park Jimin, namjachingu-ku. " ucap Yoongi lalu mencium bibir Jimin singkat. "Ya sudah, Jungkookie. Kami duluan, ya. " aku hanya mengangguk sebagai jawaban. Aku menatap mereka sebentar lalu melanjutkan jalanku menuju kelas sambil bersenandung kecil.

Sesampainya di kelas. Aku langsung menuju ke bangkuku yang ada di pojok, berada di sebelah Kim Taehyung yang menyanggakan kepalanya pada tangan. Aku yang baru saja datang hanya memberikan senyuman yang hanya dibalas oleh tatapan matanya yang sedikit kosong. Setelah merapikan tempat dudukku, tak lama kemudian Yeon Seongsaengnim datang membawa tumpukan tugas untuk dikerjakan. 'Ini akan menjadi hari yang berat' batinku. Yeon saem langsung menjelaskan tugas yang harus dijelaskan. Secara rinci tanpa ada yang terlewat. Setelah semua materi tersampaikan, beliau menyuruh Jin eonnie, sang ketua kelas untuk membagikan kertas itu. Ketika aku menerima kertas itu, aku langsung memindai soal dari atas sampai bawah. 'Kurasa ini tak terlalu sulit. Mungkin tak sesulit yang kukira. ' batinku.

"Anak-anak...rumus yang saya tuliskan di papan ini, kalian cata dibuku terlebih dahulu baru kalian bisa mengerjakan tugas itu. Paling lambat dikumpulkan nanti siang. Baiklah, kalian saya tinggal dulu. Saya ada rapat penting. Annyeong."

"Annyeong, Yeon seongsaengnim." Jawab kami serempak. Setelah kulihat Yeon saem jauh dari pandagan, aku langsung membuka buku catatanku untuk mencatat rumus. Ketika kubuka tasku aku menemukan bukuku, tapi aku tak menemukan kotak pensilku. 'Kotak pensilku dimana? Aku lupa, dimana ya Aku menaruhnya.' Batinku sambil mencoba mengingat. Seketika mataku langsung membulat 'OMO! Kotak pensilku ada meja belajar. Aigoo! Jungkook kenapa kau seceroboh ini, sih?! Aku lupa, aku menaruhnya disana dan tak ku masukkan kedalam tas lagi setelah menulis diary. Otteokkae? '.

"Yah...Otteokkae? Bagaimana caraku menulis kalau begini caranya?!" ucapku frustasi sambil mengusak rambut belakangku. Tiba-tiba ada sebuah pulpen yang tersodor dari sebelah kananku, siapa lagi kalau bukan Kim Taehyung.

"Ini. Pakai saja ini. Aku masih punya satu lagi. Kembalikan kapan pun kau mau. " ucapnya meski dengan nada dingin sambil tetap mengulurkan tangannya yang memegang pulpen sambil menunggu responku. Aku hanya bisa melihat kearah pulpen dan kearahnya secara bergantian. Kaget? Tentu saja.

"Kau tak butuh? Ya, sudah. " ucapnya dan mulai menarik tangannya namun terhenti.

"Ani, eh maksudku, Ne. Aku butuh. Sangat. Tapi...apa kau tak keberatan? Maksudku..aku tak ingin merepotkanmu. "

"Ani, aku tak merasa keberatan. Kau juga tak merepotkan. " ucapnya lagi meski tetap dengan nada dinginnya. Dengan sedikti takut-takut, aku mengambil pulpen dari tangannya. Lalu kulihat dia tersenyum, senyum yang sangat sangat sangat tipis, sampai-sampai jika kau tidak jeli maka kau takkan melihatnya. Ini pertama kalinya aku melihat dia tersenyum, meski hanya senyum yang sangat kecil. Entah kenapa, aku merasakan ada rasa panas menjalar di pipiku, ada gerakan aneh di dadaku, dan aku juga merasakan sensasi aneh menggelitik perutku. Aku tak mengerti, apa yang terjadi padaku. apakah aku...ah lupakan. Aku harus menyelesaikan tugas dan catatanku.


SRET...

SRET...

SRET...

Yeah, akhirnya aku selesai juga mengerjakan tugas dan catatanku. Tapi ini semua takkan berhasil tanpa Taehyung yang meminjami aku pulpennya. Teringat soal Taehyung, aku langsung malu sendiri, dan muncul sensasi aneh di perutku. Aku melirik ke sebelahku, aku memperhatikan dirinya mengerjakan. Sesekali di amengacak-acak rambutnya. Aku rasa dia kebingungan.

"Butuh bantuan? " tanyaku sambil memberanikan diriku menoleh ke arahnya. Kulihat dia hanya diam menatapku, lalu menatap bukunya lagi.

"Tak usah sungkan. Anggap saja ini sebagai balasan dan ucapan rasa terima kasihku padamu. " Perlahan dia menoleh dan mengangguk kecil. Aku tersenyum melihatnya. Dia terlihat lucu, dia ternyata tak seburuk yang kubayangkan.

"Geuraeyo. Yang mana yang kau merasa susah? "

"Em...nomor 3, 7, 8, 12, 14, 18, 20, 28. Aku rasa hanya itu. " ujarnya sambil memperhatikan bukunya dengan jari yang bergerak mencari soal yang susah.

"Oh, begini. Nomor 3 itu. Jika kau mencari ini. Kau harus mengalikannya dengan yang ini dulu, setelah kau mengalikannya, kuadratkan, setelah itu bagi 2, lalu tambah ini dan akarkan pangkat 2. Dan untuk nomor 7 itu caranya... " Aku mendekat dan aku mulai menjelaskan dengan jelas, sejelas-jelasnya. Memberikan cara penyelesaian yang bisa dengan mudah dia mengerti. Sesekali aku melirik ke wajahnya, wajahnya tampak serius mendengarkan. Dahinya yang berkerut jika ia sedikit tidak paham, matanya yang hanya tertuju pada buku dan gerakan tanganku, caranya menanyakan cara yang tidak dia mengerti, sungguh membuat dia terlihat lucu dan tampan sekaligus. Hangat itu kembali menjalari pipiku. Ya, ampun apa yang terjadi padaku apa aku menyukainya? Kurasa iya. Akhirnya aku sampai pada cara nomor terakhir. Sebenarnya dia anak yang pintar, dia mudah sekali memahami suatu hal dengan cepat. Dan aku pun selesai menjelaskan semua cara padannya. Dia mengucapkan terima kasih dengan nada yang sedikit datar namun tak ada kesan dingin didalamnya. Aku hanya menjawabnya dengan senyuman.

"Kan sudah kubilang. Anggap saja ini sebagai balasan dan ucapan rasa terima kasihku padamu. " Dia hanya mengangguk. Semuanya menaruh buku mereka di bangku Jin. Aku lupa menaruhnya.

"Oh ya, Tae-ssi. Kita harus mengumpulkan bukunya. Biar aku saja yang mengumpulkannya. " Ucapku sambil menyodorkan tangan, dia hanya mengangguk dan memberikan bukunya. 'Dia benar-benar namja yang tak banyak bicara, ya.' Batinku.

"Jin-ssi. Ini bukuku dan Taehyung-ssi. Gamsahamnida, ne. "

"Ne, cheonmayo. Jungkook-ssi. " Aku segera kembali ke bangkuku. Saat aku kembali aku melihatnya sudah membenamkan wajahnya dengan headset menempel ditelinganya. Aku tak ingin mengganggunya. Aku hanya duduk dan mengambil buku novel yang sengaja aku bawa untuk bacaan.


KRINGGG...

Bel istirahat berbunyi dengan nyaring membuat seluruh penghuni kelas bersorak gembira. Mereka langsung melarikan diri ke luar kelas, mereka menyebar entah kemana, ada yang ke kantin, ke perpustakaan, ke kamar mandi, ke mana sajalah yang penting selain ke kelas. Terkecuali aku. Aku lebih menghabiskan waktuku di kelas dengan membaca novelku. Aku berada di kelas sendiri, sebenarnya aku tidak sendiri. Taehyung masih ada di sampingku, tertidur seperti bayi besar. Aku sesekali melirik kearahnya, memperhatikannya. Tiba-tiba Taehyung bangkit dari tidurnya.

"Uh..lapar. " gumamnya kecil meski masih bisa kudengar karena suasana sekitar yag sepi. Aku berusaha menahan kekehanku. Aku meliriknya yang mulai berjalan lunglai.

"Kau tak ke kantin? " tanyanya datar ketika dia sampai di sebelahku. Aku hanya menggeleng pelan.

"Wae? Tak lapar? " tanyanya lagi masih datar. Lagi-lagi hanya kujawab gelengan.

"Oh. Ya sudah. " lalu dia berlalu pergi ke kantin. Meninggalkanku sendiri di kelas. Waktu istirahat adalah 30 menit, cukup lama untuk bersanatai-santai melepas penat setelah duduk berkutat dengan buku. 5 menit berlalu setelah kepergian Taehyung ke kantin, aku melihatnya kembali dengan sepotong roti, sekaleng kopi Americano, dan sekotak susu vanilla. Setelah dia berjalan semakin dekat denganku, aku langsung mengalihkan pandanganku darinya dan beralih ke arah buku. Dia mendudukkan diri di kursinya dan menyodorkan sekotak susu vanilla.

"Ini. Ambillah. Aku yang traktir. Aku tau kau lapar. Mian, hanya ini yang bisa kuberi. " Ucapnya dengan datar namun tersirat setitik perhatian didalamnya. Aku menerimanya, kugumamkan terima kasih. 'Dia tau saja perutku baru saja kekurangan asupan. ' kelas masih sangat sepi. Wajar saja. Istirahat baru saja mulai sekitar 10 menit yang lalu.

"Jungkook-ssi, buku apa yang kau baca? " Terkejut?. Tentu aku terkejut. Aku tak menyangka, dia bisa juga memulai pembicaraan dengan orang lain.

Aku menyeruput susu vanilla itu "Oh, ini. Ini buku 'Summer In Seoul', Wae? Kau tau?"

"Tidak juga. Aku tidak terlalu suka membaca novel. " ucapnya sambil mengunyah rotinya. Aku memperhatikannya sebentar, lalu kembali pada bukuku.

"Aku tak menyangka. Kau bisa memulai perbicaraan dengan orang lain, Taehyung-ssi. " Kekehku sambil meliriknya, kulihat ia mengernyitkan dahi.

"Maksudmu? Kau pikir aku tak bisa berbicara dengan orang lain begitu? "

"Bukan begitu. Maksudku, biasanya akulah yang memulai mengajakmu bicara yang tidak pernah kau jawab, mungkin kau jawab hanya dengan deheman atau dengungan. " ujarku sambil terkekeh kecil. Kubatas novelku, kututup, kumasukkan ke dalam tas dan mulai menghadapnya. Aku meminum susu vanilla itu sedikit demi sedikit.

"Yah, bukan begitu maksudku hanya saja. Eungh...bagaimana ya mengatakannya. Hanya sedikit malas saja. Terkadang orang yang aku ajak bicara tidak bisa aku mengerti arah pembicaraannya. Tapi, kau berbeda Jungkook. Kau sedikit mudah kumengerti. Yah, bisa dibilng kau berbeda. "ujarnya menatapku sambil memperlihatkan senyum tipisnya yang kini sedikit lebih lebar.

Blush...

Aku terpaku, mataku membulat sempurna. Kenapa aku jadi begini? Aku ingin berkedip saja tidak bisa. Aku seperti ingin melihatnya tersenyum terus menerus. Rasa hangat itu berulang kali menjalar dipipiku setiap kali aku berbicara dengannya. Ya ampun, ada apa ini?

"Apa hanya kita berdua di kelas? kemana yang lain? kenapa mereka tak kembali? Jungkook? Jungkook-ah? " dia melambai-lambaikan tangannya didepan wajahku. Dia menatapku bingung. Seketika aku tersadar, beberapa kali aku kedipkan mataku.

"Eh..Oh.. . Mereka mungkin masih menikmati makanan mereka, lagipula mereka jarang sekali menghabiskan waktu istirahat di kelas, mungkin mereka pikir, dikelas tidak ada gunanya saat jam istirahat. Aku pun tak tau. "

"Ah...padahal banyak yang bisa dikerjakan dikelas. Seperti kau, membaca komik, novel, atau apapun. Bisa mengobrol dikelas, entahlah. Itulah yang membuatku malas berbicara dengan mereka. Jalan pikiran mereka sulit kumengerti. "

"Yah, entahlah. Tae-ssi, pikiran setiap orang berbeda. Jangan salahkan mereka. " aku sedikit bingung sebenarnya. Kenapa dia menjadikan ku sebagai contohnya? Padahal kesukaan setiap orang berbeda.

"Ne, arraseo. " ku lihat dia mulai meneguk habis kaleng kopi itu. Lalu, dia kembali menatapku.

"Oh ya, Jungkook. Kau tinggal dimana? "

"Eh? Aku tinggal di apartement kecil dekat sini. Wae? "

"Ani, gwenchana. Oh ya, kudengar kau berasal dari... mana itu? Ish...mana ya? "

Aku melihat dia berusaha mengingatnya, sambil menjentikkan jari. Euh...lucu sekali "Busan. " aku tersenyum kepadanya. Dia menatapku.

"Ah ya...Busan. Mian, aku lupa tadi. " aku hanya mengangguk.

"Tae, kau ini kenapa? Aku tak biasa melihatmu seperti itu? Kau..berbeda dari biasanya. Kau..entahlah, kita menjadi akrab seketika hanya dalam waktu sekejap. Aku bahkan tak pernah melihatmu seperti ini sebelumnya. "

Dia hanya diam tak merespon, kulihat dia hanya memegangi keningnya dengan ibu jari dan telunjuk. Aku bingung, dia ini kenapa? Beberapa saat setelahnya...

"Entahlah...hanya saja aku lebih nyaman didekatmu daripada yang lainnya. Mengobrol denganmu itu lebih nyaman. Oh ya, Jungkook. Maukah nanti pulang bersama? " aku hanya terdiam terpaku. Apa-apaan tadi? Dia? Nyaman denganku? Oh tidak. Ingatkan aku cara bernafas, aku merasa tenggorokanku tercekat. Aku sulit mengucapkan apa yang ingin kukatakan. Otteokhae? Jantung...kumohon jangan berdetak terlalu cepat. Oh tidak. Ini buruk, aku merasakan panas menjalar ke pipi sampai telingaku. Jangan..jangan merah. Akku memegang pipiku agar ia tak melihat semburat di pipiku.

"Em...euh...itu, t-tapi kau b-bagaimana? Tidak pulang? " Gugup, sungguh aku gugup. Kalau diingat aku pernah bilang kalau aku menyukainya. Mungkin bukan menyukainya, mungkin tertarik. Tapi tidak mungkin tertarik sampai seperti ini.

"Yah, aku hanya ingin tau dimana rumahmu. Yah, jangan berpikiran yang aneh-aneh tentangku. Aku tak akan mencelakaimu. Kau tak melihatku seperti Om-om pedovil, kan? " apa ini? Dia terkekeh. Dia...dia tampan sekali ketika seperti ini.

"N-ne, Geuraeyo. Nanti kita pulang bersama. " dia tersenyum. Senyum yang sangat lebar, memperlihatkan deretan giginya. Bisa dibilang cengiran, cengiran yang unik. Kotak. Aku ikut tersenyum, lalu menyeruput susu vanillaku sampai habis.

"Jungkook-ah, aku ingin tidur. Nanti jika ada tugas tolong bangunkan aku, ne? " aku mengangguk dan memperhtikannya dalam diam. Aku menarik nafas dalam. Aku melihat ke arah jam tangan di lenganku, ternyata 30 menit sudah berlalu. Satu per satu siswa memasuki kelas. lalu, setelah siswa terakhir, bel masuk pun berbunyi. Hyeo seonsaengnim masuk dan mulai mengajar. Tidak ada tugas, mungkin hanya mencatat. Aku takut membangunkan Taehyung. 'Ah, nanti saja saat pulang aku beritahu dia.'

KRINGGG...

"Geuraeyo, murid-murid. Silakan berkemas. " semuanya berkemas, aku mulai memasukkan buku-bukuku ke dalam tas. Menaruh pulpen Taehyung di sampingnya. Aku memegang lengan Taehyung pelan.

"Berdiri... " itu Jin yang berbicara.

"Beri salam. " aku dan teman-teman membungkuk pada Hyeo saem. Setelah Hyeo saem hilang dari pandangan semua keluar kelas satu per satu. Aku hanya memperhatikan mereka yang keluar kelas. Aku menengok ke sebelahku, dia masih setia pada posisinya. Perlahan tapi pasti, aku mengulur ke arahnya. Kutepuk pelan lengannya.

"Taehyung...ireona. Ini sudah waktunya pulang. Kajja, kita pulang. " dia mulai mengangkat wajahnya. Kulihat matanya masih memejam, rambutnya berantakan. Lucu dan tampan. Aku tersenyum.

"Ne, sudah pulang? " suaranya sungguh dalam dan serak. Yak, aku bisa-bisa meleleh.

"Ne, Taehyung. Jja, pulang. " dia hanya mengangguk. Dia mulai membereskan barangnya. Memasukkan semua yang ada di meja. Setelah dia selesai. Dia menenteng tasnya.

"Jja, pulang. " aku hanya mengangguk. Kami berjalan beriringan, melalui trotoar. Kami hanya terdiam sangat lama, suasana menjadi canggung. Aku ingin berbicara dengannya, tapi apa?

"Tae? Kau..tinggal dimana? "

"Aku tinggal di sekitar sini. Oh ya, Jungkook aku ingin mampir sebentar di apartementmu boleh? "

"Ne, tentu. Oh,Tae. Tadi Hyeon saem memberi catatan. Nanti kuberi tau di apartement. " dia hanya mengangguk sebagai jawaban.

Kami hanya mengobrol ringan. Setelah menempuh waktu 20 menit. Kami sampai di apartementku. Kami menaiki lift bersama. Lalu, kami sampai di depan pintu apartementku, aku memasukkan password apartementku. Aku langsung menaruh sepatu di rak.

"Tae, sebentar ya. Aku ke kamar dulu. Kau bisa melihat televisi atau apa saja. Anggap saja rumah sendiri. " dia hanya mengangguk, dia langsung duduk di sofa dan menyalakan televisi. Aku bergegas ke kamar, segera ku ganti seragam sekolahku dengan hot pants putih dan kaos bertudung tanpa lengan. Setelah selesai aku keluar kamar dan berjalan ke dapur.

"Kau ingin minum apa? Atau mungkin kau lapar? Ingin makan? "

"Em...kopi saja. Kau mungkin bisa membuat tteokbeokki, kalau bisa buat itu saja. Aku tak terlalu lapar. "

"Arra, pesanan anda akan siap sebentar lagi, Tuan. Kkkk. "

"Pfft...ne, ne. Pallida, Chef Jungkook. " apa itu? Dia tertawa. Aigoo...baru pertama kali ini aku melihatnya tertawa. Aku langsung menggeleng pelan.

"Ne, ne. " aku mulai memasak tteokbeokki, menyeduh kopi dan teh, dan juga membuka beberapa camilan dan kue kering. Setelah semua siap tteokbeokki itu kusiram dengan saus asam manis. Siap. Kubawa nampan berisi 2 piring tteokbeokki, secangkir teh dan kopi, dan camilan.

"Ini pesanan anda, Tuan Taehyung. Hihihi " ucapku iseng sambil menaruh piring tteokbeokki itu didepannya.

"Gamsahamnida, pelayan Jungkook. Hahaha. " hah?! Apa tadi? Dia menyebutku pelayan? Tapi kenapa? Kenapa aku merasa ada rasa senang ketika dia bercanda seperti itu, pipiku bersemu lagi sepertinya.

"Yak! menyebalkan. Aku bukan pelayanmu. Aku hanya menjalankan tugas sebagai tuan rumah yang baik. " aku cemberut, mengerucutkan bibir.

"Kkk...ne, ne aku tau itu. Aku hanya bercanda. Jangan marah. "dia tertawa melihatku cemberut.

"Yak! Apa sih yang kau tertawakan? Tidak ada yang lucu. "

"Mian, mian. Hanya saja kau terlihat imut dan lucu ketika cemberut. Jja, kita makan. Selamat makan. " lagi-lagi aku merona, kenapa dia mudah sekali membuatku merona? Sebenarnya kenapa?

"N-ne, s-selamat makan. " tidak ada yang berbicara diantara kami. Hanya ada suara dentingan sumpit yang beradu dengan piring dan suara televisi yang lupa Taehyung matikan. Makanan habis, aku membereskan meja makan dan mencucinya di dapur.

"Jungkook, kau bilang ada catatan. Bolah aku pinjam? "

"Tentu, ada di atas meja di kamarku. Ambil saja. " teriakku dari dapur. Sedikit bisa kulihat dia berjalan ke arah kamar. Aku selesai mencuci piring. Aku kembali ke ruang tengah. Aku sudah melihatnya duduk manis sambil menyalin catatanku, sesekali dia menyeruput kopi yang telah kusiapkan. Kududukkan diriku disampingnya. Kuperhatikan caranya menulis, caranya membaca, sungguh lucu. Mungkin karena merasa diperhatikan dia menoleh kearahku. Menatapku dengan tatapan yang seolah berkata 'Ada apa?' aku hanya menggeleng. Lalu, dia melanjutkan menulis. Aku hanya bisa menghela nafas pelan.

"Yosh, selesai. Gomawo, Jungkook-ah. " dia menoleh. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum tipis.

"Jungkook ini sudah malam. Kurasa aku harus pulang. " aku hanya mengangguk.

"Ah, Ne. Hati-hati dijalan. " dia mulai berjalan beberapa langkah keluar pintu apartementku. Lalu, saat aku akan menutup pintu, dia berbalik.

"Mau berangkat bersama besok pagi? Aku tunggu disini jam 7 pagi, Arra? Jja, sampai bertemu besok. " aku hanya mengangguk kecil. Setelah dia hilang dari pandanganku, aku langsung menutup pintu aparetement, menguncinya dan berlari ke kamar. Langsung kucari buku diaryku, kubuka dan mulai menggoreskan tinta.

Dear, diary Jeon Jungkook

Selasa, 21 Maret 2016. 09.30PM: KST

Apa itu? Kenapa aku begitu gugup setiap kali berhadapan dengannya? Dia selalu membuatku terkejut, merona, dia selalu membuatku lupa caranya berbicara, dia selalu membuat jantungku berpacu persis seperti saat aku ikut lomba lari olimpiade dulu, bahkan lebih parah. Dia membuat aku tak bisa berkedip barang sekali. Dia seperti menyihirku. Dan dia bilang apa tadi? Dia nyaman bersamaku? Apakah itu sama dengan dia suka padaku? Argh... aku benar-benar gugup, dia itu berbeda, dan perbedaannya itu yang membuatku menyukainya. Pusing. Aku pusing, bagaimana bisa dia berubah 180saat hanya kami berdua sendirian dikelas, sedangkan saat kelas penuh dengan teman-teman yang lain dia sangat dingin terhadapku, seperti ia tidak ingin ada yang mengetahui kedekatanku dengannya. Dan ya ampun, dia emngajakku berangkat bersama? Aku senang? Tentu, tapi pertanyaannya adalah 'kenapa dia mengajakku?' apa mungkin dia juga menyukaiku? Ah, Jeon Jungkook kau terlalu berharap. Mana mungkin orang yang baru mengenalimu menyukaimu? Itu bukan tidak mungkin, sih... buktinya itu terjadi padaku sendiri, aku baru mengenalnya, baru berbicara sedikit dengannya, tapi aku sudah suka padanya. Yah, mollayo. Mungkin aku harus bisa lebih dekat dengannya besok. Aigoo...aku ini tak peka, bodoh atau apa sih?! Bukankah ini kesempatanku? Omo! Jungkookie pabbo. Kenapa kau tak memikirkannya sejak tadi? Mungkin ini efek dari aku terlalu banyak memikirkan kenapa dia berubah, ya? Baiklah, aku akan berusaha semampuku. Hwaiting! Jja, Diary, mungkin hanya ini yang bisa aku bagi denganmu. Kumohon, doakan aku ya. Agar aku bisa semakin dekat dengan Taehyung, kkk...so, good night, Diary. Oh ya, good night Taehyung...kkk...

Pertanda

Jeon Jungkook

Kututup buku itu. Menata buku ke dalam tas, memasukkan kotak pensil kedalam tas. Setelah, semua siap, rapi. Aku berjalan lunglai ke arah kasur. Kubantingkan tubuhku ke kasur sampai kasur itu terlonjak dan rambut panjangku menutupi pipi dan mulutku. Sejenak kutatap langit-langit kamarku, kugumamkan nama Taehyung berkali-kali hingga tak terasa mataku terasa berat dan mulai menutup dan aku mulai mengarungi alam mimpi dengan nyaman hingga datang esok hari.


~TBC~

Maafkan saya yang hanya bisa membuat ff abal ini but I hope you like it.

Wah...gak nyangka...bisa nulis ff segini banyak, tpi kalo menurut readersdeul kurang panjang, yah...aku minta maaf soalnya ini juga syukur bisa encer nih otak nulis segini banyak. Ini aku gak tau mau sampai chapter berapa dan Aku juga gak janji bisa update cepet, soalnya kadang otak gak ngeh,,,.Tapi mungkin, diperkirakan chapternya gak sampe 10 koq, kayaknya mungkin sekitar 5, 6 atau 7. Oh, ya readersdeul jangan lupa Review! review apaan aja deh...mau saran, kritik, atau apanpun. akan ku terima :). Jangan lupa juga FnF. Buat yang Siders, sekarang ku ampuni, aku mah syukur-syukur ada yang baca, tapi jangan jadi siders terus-terusan... Jja, see you on next chapter. Sekian dari saya. Salam dari author yang lucu, aneh, dan rada ini. Saranghae~muah :* Bye~...Bye~...