Disclaimer : Masashi Kishimoto
Summary : Namaku, Sakura. Aku selalu berdebat dengan ... siapa lagi? Sasuke! Oh Tuhan, aku benci dia. Haruskah setiap hari aku berdebat dengannya? Hingga masalah cinta pun aku masih selalu berdebat dengannya.
Warning : typo(s), abal, gaje, alur kecepetan, dll
Pair : SasuSaku
.
.
.
if you dont like, dont read !
happy reading (^,^)
Bukankah hebat? Tidur di kasur selama dua hari berturut-turut, hanya ditemani bantal dan guling kesayangan, sungguh mengerikan! Dimana-mana orang sakit itu bukannya harus diperhatiin ya? What? Seorang Haruno Sakura sakit? Ya, beginilah aku. Sedang sakit seperti ini, ibu tetap harus bekerja begitu juga ayah sehingga aku selalu di tinggal sendiri. Malang sekali ...
Di rumah keluarga Haruno, sendirian, tak ada siapapun, merawat diri sendiri, oh Kami-sama kenapa hidupku seperti ini? Di tempat tidur ini aku selalu merutuki diriku sendiri yang dengan seenaknya tidak menjaga kesehatan tubuh.
Kadang aku berpikir, sehat itu akan terasa berharga kalau kita sedang sakit, dan benar saja. Kalau sudah sakit begini repotnya minta ampun, tapi kalau lagi sehat? Hnn ... bayangkan saja bagaimana orang-orang mengabaikan karunia Kami-sama yaitu sehat yang telah dianugerahkan kepada kita dengan sia-sia? Bagus sekali.
Sakit itu menyenangkan juga sih. Loh? Kenapa? Karena berarti Kami-sama masih sayang sama kita, dan kita bisa terbebas dari banyaknya ocehan-ocehan atau tugas dari guru, tapi lebih tepatnya bukan terbebas sih namun semua itu bertumpuk dan tumpukan itu akan menimpa kita jika kita telah sembuh. BRAAAKKK!
So, aku tidak pernah mau seperti itu, makanya aku tetapkan sakitku hanya 2 hari saja. Eh? Bisa dijadwal ya? Ngga sih, ya kalau lebih rutin menjaga pola makan dan mengkonsumsi obat pasti cepet sembuh. Dan ini lah aku sekarang, sudah melawan semua penyakit itu. Kyaaa~
Tapi aku harus bertanya, mengapa aku harus sembuh tepat pada saat hari Sabtu? Bukankah setelah itu hari Minggu? Hah? Tanggung banget! Sehari lagi.
Dan dengan semangat yang tentu saja bisa dibilang pas-pasan akhirnya hari Sabtu ini aku beranjak dari tempat tidur, mempersiapkan diriku untuk berangkat ke sekolah tercinta Konoha Senior High School, tak lupa aku diantar sahabatku yang terkenal konyol dan bodoh, siapa lagi coba? Naruto. Meski orang-orang menganggapnya seperti itu, tapi gini-gini dia baik dan perhatian juga lho! Bukan maksud membela sih, tapi fakta.
Dengan sigap, ia menungguku di depan pintu gerbang rumahku. Di sampingnya, terdapat mobil mewah yang didominasi warna silver cerah. Aku yang sudah berkemas dan siap berangkat lekas menghampirinya. Dan seperti biasa, dia membukakan pintu mobilnya untuk mempersilahkanku masuk.
Dalam perjalanan, aku dan dia sering mengobrol tentang hal yang tidak penting sampai hal yang sangat tidak penting. Jelas saja, suara tertawaan terdengar sangat nyaring dari dalam mobil.
"Hey, Sakura terimakasih sudah mau berangkat bersamaku," ucapnya seraya tersenyum penuh, wajahnya juga tertoleh ke arahku, dengan sedikit menatapku dan jalan secara bergantian.
"Bukankah aku yang harus berterimakasih karena kau mau mengantarku?" aku pun membalas senuman sahabatku ini.
"Haha iya, tapi tidak masalah."
Kebiasaan dia selalu nyengir dengan lebarnya setelah mengajakku mengobrol atau sekadar basa-basi. Sahabat kecilku, sahabat anehku, dan sahabat bodohku. Ckck~ harusnya kau lebih dewasa Naruto.
Setelah beberapa menit dalam perjalanan, akhirnya sampai. Aku turun dari mobilnya dan dengan sedikit kesabaran aku menunggu Naruto keluar. Dan lagi-lagi dia nyengir saat keluar dari mobil, lalu anehnya cengirannya itu selalu saja ia tunjukkan saat ia menatapku. Kenapa sih? Melihatnya seperti itu, aku lekas melangkahkan kakiku tak peduli dengan Naruto yang masih tertinggal di belakang. Dia bisa menyusulku, 'kan? Tentu saja!
TAP TAP TAP
Aku melangkah melewati sederetan kelas yang berjejer di samping kiri dan kananku. Tak jarang ada segelintir murid yang menanyakan keadaanku, atau memberi selamat karena kesembuhanku. Terlepas dari semua itu, aku mulai memasuki kelas 1-A, ya itu kelasku. Sebelumnya, aku gulirkan mataku menatap sekitar dan hanya terdapat 4 orang di sana, maklumlah ... ini masih terlalu pagi, dan jelas saja hanya ada beberapa anak rajin disana, misalnya sahabatku Ino, Tenten, Shikamaru dan ... apa? si rambut Pantat ayam itu! Siapa lagi kalau bukan Sasuke?
Haruskah sepagi ini aku bertemu dengannya di sini? Tanpa berpikir dua kali, lekas ku langkahkan kaki menuju tempat dudukku. Aku harus cepat,jangan sampai aku lihat dia, nanti bisa sial. Aku jadi ingat perkataan Ino.
"Sakura seharusnya kau merasa beruntung, seorang Uchiha bungsu selalu memperhatikanmu! Jarang sekali dia bersikap seperti itu."
Lalu? Memang ngefek gitu untukku seorang Haruno Sakura? Aku rasa tidak! Bahkan Ino salah. Aku malah tak pernah mau diperhatikan olehnya, oleh si Pantat Ayam itu! Dia itu menyebalkan, sok keren, bersikap dingin, berbicarapun dia selalu irit kata, bahkan dia juga tidak peka!
"Hey, Jidat! Kau sudah sembuh?" seru si pantat ayam itu setelah melihatku masuk ke dalam. Tentu saja aku tak menjawabnya, untuk apa? Pasti dia juga sudah tau mengapa aku sekolah, ya pasti karena aku sudah sembuh, atau jangan-jangan dia terlalu bodoh untuk menyadari hal itu? Pantas saja.
"Hey Jidat! Aku tanya kau sudah sembuh?" dia menaikkan volume bicaranya, membuatku menutup kedua telingaku. Kenapa tidak sekalian pake toa aja sih? Berisik amat dia. Aku menghentikan langkahku lekas menatap tajam ke arahya.
"Menurutmu bagaimana, heh? Pantat ayam!" jawabku tak kalah kerasnya dari volume bicaranya tadi.
"Eh? Aku bertanya baik-baik jidat!"
"Terserah."
Aku melengos pergi menuju sudut meja paling depan tak memperdulikan respon si Pantat Ayam itu, dan di samping tempat dudukku Ino telah menunggu. Senyuman ramah mengawali perjumpaanku dengannya.
Aku meletakkan tasku di gantungan khusus tas yang berada di samping meja, tak diragukan lagi aku lekas duduk disana. Masih dengan tersenyum aku menyapa sahabatku itu, dan dia pun meresponnya dengan sangat baik. Detik selanjutnya, kebiasaannya sebagai ratu gosip telah dimulai.
"Hey, Sakura. Kau tau? Banyak gosip terbaru hari ini, ada 4 lho!" ucapnya dengan semangat berkobar, "Dengar ya?"
"Hn," aku hanya mengagguk pelan mengiyakan pernyataannya.
"Pertama, gosip tentang Hinata telah berpacaran dengan Naruto. Kau sudah tau itu?"
"Hah?" aku tersentak kaget bukan main, "Kau serius?"
"Iya, tapi itu baru gosip. Lagi pula Naruto kan bukan tipe orang yang suka sama gadis pemalu," jawabnya dengan polos.
"Iya kau benar," jawabku seraya menenangkan diri, "Lalu, apa lagi?"
"Kedua, gosip kalau Tsunade-shisou mau mengadopsi anak," sejenak gadis berambut pirang itu menghela nafas, "Yah, aku dapat gosip ini dari Temari, katanya semua guru sudah membicarakan hal ini."
Aku hanya manggut-manggut tanda mengerti, "Apa lagi?"
"Ketiga, gosip tentang guru PKL baru dari Sunagakure," tiba-tiba saja senyum sumringah terlihat jelas dari raut wajahnya, "Aku harap guru PKL-nya tampan seperti Minato-sensei."
"Ish! Orang sombong seperti dia dipuji-puji," jawabku ketus dengan bibirku yang telah mengkerucut dan tangan yang aku lipat di depan dada, "Kau tau? Gayanya itu sok keren, jaim, dan dia lebih memilih dekat dengan siswi cantik dari pada yang jelek! Oh ayolah, aku benci dia."
"Hey, memang apa salahnya kalau aku memuji dia, hn?"
"Ah, sudahlah lupakan! Kita lanjut ke gosip yang terakhir."
"Huh, baiklah. Tapi aku kira kau akan shock mendengar gosip yang satu ini," senyuman licik pun tergurat jelas, dan matanya berbinar saat menatapku.
"Memangnya kenapa?" tanyaku heran seraya menaikkan sebelah alisku.
"Gosip ini menyangkut dirimu."
"Apa? Ma-maksudmu? Apa ada yang salah dengan aku? Atau ... atau, penampilanku? Atau ... atau ... gaya bicaraku? Atau ... atau ...," aku gelagapan sendiri karena mendengar pernyataan dari Ino, aku takut ada yang bergosip tidak enak tentang diriku.
"Bukan," jawabnya enteng seraya menggerakan telapak tangannya dari kiri ke kanan, "Ini gosip tentang ..."
"Tentang?"
"Tentang ..." ia menyipitkan kedua matanya, dan senyuman licik itu masih dapat aku lihat dengan jelas.
"Ayolah, Ino! Tentang apa?" ucapku tak sabaran.
"Tentang Gaara yang akan menembakmu."
"Huuhhh ...," aku menghela nafas panjang seraya merebahkan diri di bangku, "Syukurlah, aku kira ap- eh? Tu-tunggu dulu! Apa barusan yang kau katakan?" tanyaku dengan wajah tegang dan mata yang melotot.
"Gaara akan menembakmu."
"Apa?" aku berteriak histeris, sampai-sampai semua orang yang kini mulai memenuhi kelas menoleh ke arahku, "Gaara si Anak Pasir itu? Menembakku? Wotdehel?"
"Hahaha iya Sakura, katanya dia akan menembakmu," jawab Ino seraya terkekeh pelan melihat tingkah konyolku.
"What?"
"Kau senang kan, Sakura?"
"Ditembak? Tapi demi Kami-sama! Aku tidak suka padanya, Ino." Ucapku dengan nada memelas.
PLETAAKK! "Bodoh! Kau mau menolak pria tampan, pintar, kaya, dermawan, baik, dan setia seperti Gaara?" nada bicaranya meninggi, dan mata itu balik memelototiku.
"Hey, aku kan baru berkenalan dengannya 3 tahun lalu waktu di Sunagakure lagi pula meski selama itu, aku tidak terlalu dekat dengannya!"
PLETAAKK! "Ya ampun Sakura! Kau ini! Kau kan bisa mendekatinya dulu, baru bisa pacaran! Mengertilah sedikit!"
"Mengerti apa?" jawabku polos dengan tatapan heran dan alis yang terangkat sebelah, membuat sahabatku Ino menggeleng tak percaya.
Baru saja Ino hendak menjawab pertanyaanku, seseorang mencubit pipiku dari belakang. Jelas saja aku meringis kesakitan, dan lekas menatap ke belakang. Lalu lagi-lagi aku dicubit, saat aku menengadah ke atas. Tch ... ernyata si Pantat Ayam! Pantas saja tingkahnya tidak sopan.
"Heh, sakit tau!" bentakku dengan keras seraya mnegelus kedua bekan cubitannya. Dia sama sekali tidak menjawabnya, malah semakin gemas mencubit pipiku, "Hentikan, kau menyakitiku! Baka!"
"Aku merindukanmu," ucapnya dengan ekspresi datar dan sneyuman licik.
Kupingku yang salah dengar atau lidahnya yang salah bicara atau kerasukan setan apa dia? Aku hanya cengong sesaat, mengartikan perkataannya barusan yang menurutku tak ada di dalam kamus hidupku, seorang U...C...H...I...H...A mengatakan rindu padaku. Oh, yang benar saja?
"Ehm ...," Ino ber-ehm- ria disebelahku, mungkin dia mendengar perkataan si Pantat Ayam tadi tapi aku tak peduli. Aku hanya memberi deathglare pada si pantat ayam itu, dan tanganku masih mengelus pipiku yang sakit.
"Aku rindu bertengkar denganmu," ucapnya lagi.
Mataku terbelalak dengan mulutku yang menganga. Dasar bodoh! Rindu bertengkar denganku dia bilang? Memang aku ini apa? Debaters? Yang setiap saat harus berdebat dengannya begitu? Aku rasa tidak! dan berani sekali dia mencubitku, aku benci cubitan itu.
"Bodoh kau! Kalau rindu bertengkar kenapa denganku, heh? Sama Naruto saja!" jawabku seraya menepis tangannya yang hampir mencubit pipiku untuk kesekian kalinya.
"Aku rasa, lebih menarik bertengkar denganmu."
"Tch ... tidak penting!"
"Terlalu penting untukku," ia mulai duduk di bangku yang tentu saja bersebelahan dengan tempat dudukku.
"Aku tak peduli!" bentakku dengan keras seraya memalingkan wajahku darinya.
"Tapi aku peduli."
"IIhhh! Baka! Lebih baik kau pergi!"
"Kau tak berhak mengusirku, Nona Haruno."
"Astaga! Demi Kami-sama, aku bilang pergi!"
"Tidak mau," ia menekuk sikutnya yang ia gunakan ontuk menopang dagunya saat ia sedang ... eerrr! Sedang menatapku dengan tatapan yang sungguh aneh!
Aku hanya pasrah saja saat ia berada dekat denganku, saat ia menatapku seperti itu. Terkadang Ino menyikut perutku seraya tersenyum manja, membuatku menghela nafas panjang dan sangat panjang, merasa bosan dengan kelakuan si Pantat Ayam ini yang selalu menggangguku.
'teng ... tong ..." bel pelajaran pertama berbunyi nyaring dari sudut atas ruangan yang disana terdapat dua buah speaker.
Saat menyadari bel itu telah berbunyi, sang Uchiha bungsu pun beranjak berdiri dari posisi duduknya, lalu tersenyum simpul ke arahku, dan tentu saja ia mendapat deathglare dariku.
"Senang bisa melihatmu lagi, Sakura," ucapnya seraya melengos pergi.
TBC
