Disclaimer : Masashi Kishimoto

Warning : Yaoi, Alur kecepetan, gaje, typo, OOC

Rating : M for Mature and Sexual content

Pair : Main NaruSasu

Unknown Relationship

.

By Midori Spring

.

.

(Part one)

.

.

12-11-2007. Kelas Musik, Konoha High school.

Naruto menguap lebar. Ia pandangi jam tangannya sebentar lalu beralih ke tiga orang pengganggu yang telah mengganggu waktu tidurnya itu. "Aku sedang tidak punya waktu untuk meladeni kalian." Katanya ketus.

Salah satu pria berambut nanas, menggertakkan giginya. "Kau pikir kami sedang meminta izin untuk waktumu? Dasar sombong! Kau dan Ibumu tidak ada bedanya!"

Alih-alih tersinggung Naruto malah kembali menguap, tidak perduli. "Apa yang Ibuku lakukan kepada Ayahmu itu bukan urusanku. Jika kau marah langsung datangi Ibuku saja." Katanya sembari melipat kedua tangannya dan menyandarkan kepalanya ke punggung kursi. Ia memejamkan mata siap-siap untuk tidur. Waktu tidurnya jauh lebih berharga di banding ketiga pemuda itu.

Keheningan sempat menyapa selama beberapa detik, sampai sebuah gebrakan keras terdengar diikuti oleh suara orang jatuh menghantam lantai.

"Ibumu sudah mempermalukan Ayahku!" Lanjut pemuda berambut nanas itu, "dan aku ingin kau merasakan rasa malu yang harus ditelan Ayahku sekarang!" Pemuda itu menunduk memandang pemuda blonde yang sekarang jatuh terduduk di lantai.

Naruto mengernyit, ia bangun, lalu menepuk-nepuk bagian seragamnya yang sempat menghantam lantai. Sepertinya orang-orang ini benar-benar minta di hajar. "Kau tahu berapa harga yang harus kau bayar setelah melakukan ini padaku?" Tanyanya dengan pandangan penuh ancaman. "APA KAU TIDAK TAHU AKU INI SIAPA?"

"Pewaris sah perusahaan Namikaze, " Celetuk pria bertatto segitiga terbalik, "lalu?"

"Lalu?" Naruto mengulang perkataan pria itu dengan nada penuh emosi, "KALIAN HARUSNYA TAHU AKU BISA MENGHANCURKAN KELUARGA KALIAN DENGAN MUDAH!" Habis sudah kesabaran Naruto. Awalnya ia berniat datang ke kelas lebih awal untuk tidur, tapi ketiga orang ini malah datang mengganggunya mengatakan sesuatu hal tentang harga diri. Naruto tidak mengerti itu, dan ia juga tidak perduli. Harga diri? Cih, semuanya bisa ia beli dengan uang.

"Oh ya?" Suara keras Naruto sepertinya sama sekali tidak berpengaruh dengan ketiga orang lainnya. Mereka malah tersenyum jahat seakan-akan sedang merencanakan sesuatu. "Kita lihat apa harga dirimu cukup penting dibanding menghancurkan kami. Sebagai pewaris kau tidak boleh mempermalukan nama baik keluargamukan?" tepat setelah itu si rambut nanas menjentikkan jarnya ke kedua temannya.

"Kiba, Choji."

Dua orang lainnya maju ke Naruto, seringai jahat terpasang di wajah mereka. Naruto mundur beberapa langkah, waspada. Walau ia tidak tahu apa rencana mereka , tapi ia mulai merasa tidak enak. Dia jelas kalah jumlah.

"Pegangi dia!"

Satu perintah dan kedua orang lainnya langsung menahan kedua tangan Naruto masing-masing di kiri dan di kanan.

"Mau apa kalian?" Bentak Naruto berusaha melepaskan diri. Ia berontak sekuat tenaga, tapi tenaga dua orang lainnya jauh lebih besar. "Kalian mau mati, hah! Lepaskan!"

Teriakan Naruto sama sekali tidak di gubris. "Minta tolong saja kalau kau takut." Choji, pria bertubuh gendut berkata sambil nyengir.

"Brengsek!" Umpat Naruto.

"Shikamaru cepat! Nanti anak lain keburu datang." Kiba mendesak.

Pria berambut nanas yang dipanggil Shika itu bergerak cepat kea rah Naruto. Ia meraih ikat pinggang Naruto dan menariknya terbuka.

"A-apa yang kau lakukan?" Sahut Naruto shock. Ia semakin berontak hebat ketika Shikamaru mulai membuka celananya.

"Oi pegangi dia!"

"Berhenti bergerak, brengsek!"

"Lepaskan aku! Beraninya kalian!"

Sreet –Celana Naruto ditarik turun ke bawah. Ia bisa merasakan hawa dingin AC menyapa kulit pahanya yang telanjang. Celana dalam adalah satu-satunya yang menitupi tubuh bagian bawahnya. Dengan wajah horror, Naruto menendang Shikamaru yang memegangi celananya.

"KEMBALIKAN, BRENGSEK KAU! KALIAN MAU MATI!"

"Heh, tutup mulutmu!" Shikamaru membentak balik. "Sekarang seret dia kedalam lemari, lalu kunci." Perintahnya lagi kepada dua orang sahabatnya.

"APA KAU BILANG! BERANINYA KALIAN MELAKUKAN INI PADAKU! LEPASKAN TANGAN KOTOR KALIAN DARIKU!"

Naruto berontak kian hebat. Dua orang yang memeganginya agak kesusahan untuk membawanya. Tidak puas, Shikamaru juga akhirnya ikut membantu. Ia angkat kaki Naruto dan membawanya menuju lemari. Karena hari ini mereka ada pelajaran musik, semua peralatan musik di keluarkan dan diletakkan di masing-masing meja, alhasil lemari jadi kosong. Alat musik akan kembali dimasukkan setelah pelajaran berakhir.

Naruto di lempar masuk kedalam lemari, lalu dengan cepat lemari di tutup dan di kunci.

Brak –Naruto memukul pintu lemari dengan keras. "APA YANG KALIAN LAKUKAN! KELUARKAN AKU!"

Ketiga pemuda pelaku pembullian itu hanya tertawa-tawa. Mereka senang rencananya sukses. "Tenang saja, akan ada seseorang yang menemukanmu. Yah setidaknya lima belas menit lagi." Salah satu pemuda berkata. Ia melirik jam tangannya dengan sumringah. Benar, lima belas menit lagi pelajaran akan dimulai. Cepat atau lambat akan ada seseorang yang menemukan Naruto.

Tentunya itu bukan hal yang bagus bagi Naruto. Apa jadinya jika mereka menemukan Naruto dalam keadaan begini? 'Pewaris Namikaze corp ditemukan dilemari setengah telanjang, disaksikan oleh teman-teman sekelasnya' Jelas, akan menjadi berita utama di semua media. Dia akan menjadi bahan olok-olokan, bukan hanya dilingkungan sekolah tapi juga dilingkungan luar. Image dirinya dan perusahaannya akan hancur.

Brak –Brak –Brak, Gedoran Naruto semakin keras. Jelas sekali pemuda blonde itu telah murkah. Ia bersumpah akan membunuh tiga keparat itu ketika ia keluar nanti. Tapi dalam hati ia juga panik, imagenya akan hancur sebentar lagi.

"BRENGSEK! BRENGSEK! BRENGSEK!" Naruto berteriak keras dari dalam lemari. Ia mengamuk semakin kuat, tapi lemari yang terbuat dari bahan kualitas tinggi itu sama sekali tidak bergeming. Dan itu membuat Naruto semakin frustasi.

"Ayo kita pergi. Aku lapar." Choji mengajak kedua sahabatnya, yang masih asyik tertawa-tawa. "Jam istirahat akan segera habis."

"Iya, iya aku tahu. " Shikamaru menyahut. "Sudah ya, Naruto. Tenang saja, nanti akan kubukakan, tapi di depan anak-anak yang lain. Hahaha… " Ketiga orang itu kembali cekikikan. Mereka berbalik dan langsung mematung.

Tawa menghilang. Tatapan mereka melebar. Rasa panik mendadak menjalari mereka. Celana Naruto yang masih berada ditangan Shikamaru bahkan tergelincir jatuh ke lantai.

"Kau?" Kiba adalah orang pertama yang bersuara.

Merasakan keganjilan ini, Naruto berhenti menggedor. Ia pasang telinganya rapat-rapat, penasaran dengan apa yang terjadi di luar sana.

Uchiha Sasuke, sang ketua Osis sedang berdiri di depan pintu. Mata Onyxnya menyapu ketiga siswa lain, lalu ke celana Naruto yang tergeletak di lantai dan terakhir ke lemari yang sekarang menjadi sunyi. Otaknya bekerja cepat dan langsung mengerti.

"Nara Shikamaru, Inuzuka Kiba, Akamichi Choji." Katanya dengan nada tenang. Ia buka buku hitamnya dan menulis ketiga nama itu disana. "Telah melakukan aksi pembullian."

"I-ini bukan urusanmu Uchiha! Pergi sana!" Shikamaru mengusir. Ia memelototi Sasuke dengan mengancam. Walau begitu keringat dingin mengalir dipelipisnya.

Sial, kenapa dia malah muncul di saat-saat begini! Batinnya panik.

"Hukuman kalian akan diumumkan nanti. Kurasa aku harus membicarakannya dulu kepada kepala sekolah." Balas Sasuke kalem. Ia menutup bukunya dan bergerak mendekati tiga penghuni lain.

Spontan ketiganya mundur dengan wajah pucat. Ketua Osis ini sedang mengancamnya. Berurusan dengannya jelas bukan ide yang bagus. Dengan tampang pucat ketiga orang itu saling lirik, lalu berlari sekuat tenaga keluar kelas. Meninggalkan Sasuke, yang kini sedang memungut celana Naruto dalam diam.

Naruto di dalam lemari sama sekali tidak melakukan pergerakan apapun. Ia menjadi kaku dan hanya berdiri dengan was-was. Ketua Osis? Uchiha? Dia tidak tahu siapa orang itu. Biasanya ia tidak perduli dengan kehadiran orang lain yang tidak begitu berpengaruh dalam hidupnya.

Klik –Sasuke memutar kunci lemari, lalu menariknya terbuka. Tatapan penuh kebencian dari Naruto adalah hal pertama yang dilihatnya. Jemari pemuda blonde itu penuh dengan bekas goresan hasilnya menggebrak lemari.

"Milikmu." Kata Sasuke sembari melemparkan celana Naruto ke dalam lemari. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia berbalik dan pergi. Meninggalkan Naruto yang hanya balas menatapnya tanpa mengatakan apapun.

Dengan mata merah, Naruto menyambar celananya dan langsung memakainya. Pikirannya kalut dan sulit untuk berpikir logis. Harga dirinya sepertinya terkoyak-koyak. Hal memalukan ini tidak akan pernah ia lupakan seumur hidupnya.

.

13-11-2007, Ruang Kepala Sekolah, Konoha High School

"Uchiha Sasuke?" Kepala Sekolah berambut silver itu mengulang nama yang disebutkan Naruto tadi. "Untuk apa kau mencarinya?"

"Urusan pribadi." Jawab Naruto.

Pagi-pagi sekali Naruto datang dan langsung menuju ruang Osis, tapi alih-alih menemukan pencariannya, ia hanya mendapatkan jawaban "belum datang" dari sekretaris Osis. Saat jam istirahat, Naruto kembali ke ruang osis, dan kembali mendapatkan jawaban yang tidak memuaskan "Kurasa dia tidak masuk."

Kesal, Naruto langsung menyerbu ruang kepala sekolah untuk meminta alamat ketua osis itu.

"Apa kau begitu kepepet? Kau bisa menemuinya besok." Kepala Sekolah bernama Hatake Kakashi itu terlihat sedikit penasaran dengan tingakah sang Namikaze hari ini.

Naruto menghela nafas. Ia bukan tipe penyabar, tapi pria dewasa ini terus menerus menguji kesabarannya. "Cukup berikan saja alamatnya. Aku ingin bertemu dengannya."

Satu alis Kakashi sedikit terangkat. Ia semakin penasaran, tapi membuat kesal pewaris Namikze corp bukanlah hal yang baik untuknya. Jadi pada akhirnya ia menuliskan alamat Sasuke dalam secarik kertas dan memberikannya kepada Naruto.

Tanpa mengatakan terima kasih, Naruto beranjak dan langsung pergi.

.

13-11-2007, Kediaman Uchiha.

Naruto berdiri tepat di depan pagar hitam salah satu rumah besar di kompleks itu. Mungkin, sudah sepuluh kali Naruto mencocokkan alamat yang tertera di tembok pagar itu dengan alamat di secarik kertasnya. Kedua alamat itu sama, tapi ada sesuatu yang mengganggunya.

Papan bertuliskan 'Rumah ini disita' apa benar seharusnya ada disana?

Beberapa orang berpakaian seragam terlihat keluar masuk dari dalam rumah itu. Mereka memasukkan perabot rumah tangga, seperti kursi, meja, bahkan televise kedalam Truk besar.

"Ini rumah uchiha, kan?" Naruto bertanya kepada salah satu pria yang berjalan melewatinya.

"Bukan lagi, nak sekarang rumah ini milik bank. Mereka sudah bangkrut." Pria itu berbicara dengan enteng, lalu bermaksud kembali melanjutkan pekerjaannya.

Sedikit blank, Naruto menahan pria itu untuk pergi. "Tunggu," tahannya, "Kau tahu dimana mereka sekarang."

"Entahlah, mungkin mereka di rumah sakit, atau di pemakaman. Ku dengar tadi malam Uchiha Fugaku meninggal dalam kecelakaan di pabriknya." Terang pria itu. "Kau jangan disini, nanti kau bisa terluka."

Naruto tidak bergeming. Ia mematung di tempatnya. Mata birunya kembali memandang ke rumah bekas kediaman Uchiha itu. Mendadak mata Onyx Uchiha Sasuke kembali muncul di pikirannya. Mata indah itu memandang ke arahnya tanpa ekspresi. Dan Naruto seperti rela melakukan apa saja untuk mengetahui apa yang ada dipikiran pria bermarga Uchiha itu.

Hutangku ini akan tetap ku bayar… Uchiha Sasuke.

.

M

I

D

O

R

Y

.

Desember, 2014. Halte Bis

Dingin. Duduk di halte bis pada pukul 11 malam, di akhir bulan desember, sepertinya bukan ide yang bagus. Seberapa gelisahnya Sasuke saat ini, rasa dingin masih tetap bisa di rasakannya. Bahkan ketika ia ingin berkonsentrasi total untuk memecahkan masalahnya, ia juga tetap harus meringkuk untuk menghangatkan diri. Cuaca sama sekali tidak mendukung perasaan kalut Sasuke malam itu.

Dalam hati, Sasuke mulai merasa menyesal dengan perbuatannya beberapa jam yang lalu.

Flashback

"Uchiha Sasuke, Sabaku no Gaara, dan Hyuuga Neji, kalian pergilah ke kamar 208. Tamu kita menginginkan kalian." Kabuto yang merupakan manajer di sebuah klub malam tempat ke tiga pelayan tersebut bekerja, memberikan perintah.

Dua orang diantaranya mengangguk patuh, hanya satu yang menunjukkan ke engganan.

"Untuk apa?" Sasuke yang sama sekali tidak ingin pergi ke ruangan itu menunjukkan keberatannya. Tentu agak aneh baginya, sekian banyak para pelayan perempuan yang cantik-cantik, kenapa tamu meminta dirinya yang jelas-jelas lelaki untuk menemani. Ia tahu betapa mesumnya tempat ini.

Kabuto menghela nafas. Pelayannya satu ini memang hobi mengeluh. Seandainya tampangnya tidak menarik hati para pengunjung untuk datang, ia pasti sudah menendangnya dari tempat ini. "Tidak perlu bertanya Uchiha Sasuke, tamu bebas meminta apa saja. Ini demi nama baik tempat kita. " Katanya tegas.

Sasuke masih enggan, tapi melihat wajah keras Kabuto, ia akhirnya patuh juga. Ia mengikuti kedua temannya yang berjalan di depan. Mereka berhenti di sebuah ruangan bertuliskan 208. Sasuke sedikit bernafas lega, ia tahu ini ruang karaoke VIP, bukan kamar yang memang dipersiapkan untuk bercumbu.

Tanpa berlama-lama Sasuke dan dua kawannya masuk kedalam. Hantaman musik yang sangat keras langsung meninju gendang telinga Sasuke. Sedikit mengernyit, ia tutup telinga kirinya dengan telunjuk.

"Mereka datang!" Sambutan sebuah suara menyapa mereka. Sasuke melihat seorang pria berjas tanpa dasi dengan rambut blonde yang diikat ekor kuda, sedang bertepuk tangan penuh semangat.

"Ayo duduk-duduk." Pria lain atau lebih tepatnya seorang tua bangka –bagi Sasuke– berteriak keras sambil menepuk kedua sisinya. Kedua pelayan wanita, yang sebenarnya telah duduk di kedua sisinya, sedikit bergeser dengan wajah cemberut.

Karena dipaksa untuk bersikap professional, Sasuke mengikuti temannya berojhigi 90 derajat. Sekali lihat Sasuke tahu, pria-pria ini dari kalangan atas. Uangnya pasti banyak. Pantas Kabuto melayani mereka dengan begitu special.

"Hei, kau yang berambut merah, duduk disampingku. " Pria pirang itu kembali berkata. Tangannya menarik Gaara untuk duduk di sampingnya.

Sementara Neji duduk di samping lelaki tua bangka yang rambutnya sudah putih semua. Sasuke melirik ke kedua tamu yang tersisa. Seorang tamu berambut raven sedang dituangkan minum oleh gadis di sebelahnya. Matanya sedikit melirik Sasuke, ujung bibirnya membentuk senyuman. Tidak tertarik, Sasuke mengalihkan pandangannya ke tamu yang lain. Pemuda blonde lain terlihat sedang duduk tepat di depan pemuda raven tadi. Ia tidur sambil bersandar ke sofa dengan kedua tangan membuka di kanan kirinya. Tidak ada wanita disisinya, pria itu tertidur tanpa gangguan.

Tanpa berpikir panjang, Sasuke duduk di samping pria blonde itu dengan hati-hati. Jangan sampai ia terbangun. Ia harus terus tertidur sampai Sasuke bisa kembali ke pekerjaan sebenarnya.

Sementara ketiga tamu merasa puas di layani oleh setiap pelayan, Sasuke merasa lebih tenang. Ia menepuk tangannya sambil sedikit bernyanyi mengikuti lagu. Tubuhnya bergerak pelan ke kiri dan kanan. Tidak buruk juga, ini lebih mudah dari yang dia bayangkan. Setelah ini selesai, ia harus meminta bonus ke Kabuto, bagaimanapun juga ini bukan bagiannya.

"Dasar Naruto! Sudah susah-susah mengajaknya kemari, ia malah numpang tidur." Sang pria tua berkata, wajahnya memandang ke pemuda blonde di samping Sasuke dengan kesal. "Hei, kau bangunkan dia!" katanya pada Sasuke.

Sasuke membeku di tempatnya. Ia melirik Pemuda blonde yang tertidur benar-benar nyenyak itu. Lalu kembali memandang pria tua sedikit tidak enak.

"Jangan takut, bangunkan saja. Kami semua datang kemari karena dia." Katanya.

Sasuke mengernyit. Siapa yang takut? Katanya dalam hati. Ia merasa akan lebih baik jika pria ini terus tertidur untuk selamanya.

"Tidak apa-apa. Bangunkan saja." Pria raven yang duduk di depan Sasuke berkata.

Tidak ada pilihan lain, Sasuke menelan ludah. Ia pandangi pemuda yang tertidur itu. "Tuan?" Panggilnya. Tidak ada pergerakan. Bukan sesuatu yang aneh, suara musik yang begitu besar saja tidak cukup untuk membangunkannya, apalagi suara 'enggan' Sasuke.

"Goyangkan dia." Pria tua itu kembali memerintah.

Mengikuti sarannya, Sasuke mendekatkan dirinya lalu menggoyangkan pundak pemuda itu.

"Sudah cium saja langsung." Pemuda pirang lain berteriak sambil tertawa. Sasuke melemparkan death glarenya ke pria yang sudah mabuk total itu. orang kaya memang selalu bikin repot, Keluhnya dalam hati. ia kembali menggoyangkan tubuh pemuda pirang bernama Naruto itu. Lalu dalam sekejap mata biru terbuka, memandang ke Sasuke tanpa ekspresi. Pemuda onyx itu langsung membeku.

Onyx bertemu safir. Dan selama beberapa detik Sasuke melihat biru safir itu membesar karena terkejut.

Tanpa bisa membaca apa yang sedang dipikirkan pemuda pirang itu, Sasuke merasakan satu tangan pemuda itu mendekap tubuh Sasuke dan mendorong kepalanya mendekat.

Ga-gawat! Jantung Sasuke mulai dag dig dug. Apa-apaan ini baru bangun sudah main serang! Sasuke kalut. Kedua tangannya turun ke dada Naruto, sedikit mendorongnya.

"Tu-tuan?" tegurnya ketika bibir Naruto semakin mendekat. Ia sedikit merinding mengetahui apa yang sebenarnya diinginkan pria ini.

"Ssshhh." Balas Naruto. kedua matanya terlihat tidak fokus. Entah dalam keadaan sadar atau tidak, Sasuke tidak tahu, tapi setelah menetapkan hatinya bahwa itu hanya ciuman. Sasuke merelakan bibirnya menjadi sasaran sang pemuda blonde. Demi pekerjaan, ia harus melerakannya. Apalah arti sebuah ciuman, Sasuke sering melakukannya kepada para mantannya dulu.

Yah hanya ciuman, sama sekali tidak special bagi Sasuke. Oleh karena itu ia membiarkan bibirnya di lumat oleh bibir yang serasa anggur mahal tersebut. Sasuke memejamkan matanya lalu membuka sedikit mulutnya ketika lidah sang lawan memaksa untuk ciuman yang lebih dalam. Lidah kenyal Naruto langsung masuk ke dalam mulutnya, menyapa setiap tempat yang bisa di jangkaunya. Naruto melepaskan ciumannya ketika desakan kebutuhan oksigen tidak bisa lagi di tahannya. Tidak berselang lama, Naruto menjilat bibir bawah Sasuke, membuat Sang pemuda raven bergidik, dan memalingkan wajahnya, menutup akses Naruto untuk kembali ke bibirnya. Tapi Naruto sudah melupakan bibir Sasuke, karena leher putih Sasuke menjadi santapan yang lebih memikatnya selanjutnya.

Di ciumnya leher Sasuke, tangannya mulai bergerak membuka kemeja hitam Sasuke, memberikan akses luas baginya untuk mencumbu kulit sang raven.

"Ah!" Sasuke tersentak ketika Naruto menggigit lehernya, Memberikan tanda kemerahan di kulit putihnya.

Ga-gawat! Dia keterusan! Sasuke panik.

Naruto semakin menarik tubuh Sasuke mendekat, sambil sesekali mengecap rasa manis kulit putih susu itu dengan lidahnya.

Sasuke memalingkan wajahnya. Sulit baginya untuk mengontrol diri sementara Naruto menggigit lehernya dengan menuntut.

Seluruh penghuni tempat yang lain, sepertinya telah lupa dengan tujuan mereka datang kemari. Semuanyan menatap ke Sasuke dan Naruto yang saling bercumbu. Tatapan heran sekaligus kepengen.

"Hentikan!" Sasuke akhirnya berontak. Wajahnya memerah karena malu jadi pusat perhatian. Ia dorong tubuh Naruto berusaha menjauhkannya dari dirinya. Tapi tidak berhasil, tenaganya habis entah kemana. Ia menjadi lemah.

Naruto melepaskan Sasuke, tapi tanpa bisa di cegah ia kembali melumat bibir sang raven. Mencumbunya lebih dalam secara paksa. Sasuke meremas baju Naruto, berusaha menariknya untuk melepaskan bibirnya. Ia berusaha untuk tetap dalam kendali, melukai seorang pelanggan bukanlah jalan keluar yang tepat.

Tangan Naruto telah melepaskan seluruh kancing kemeja Sasuke. tanpa menunggu lama, tangannya semakin turun ke celananya, berusaha mencari korsletingnya. Sasuke semakin panik. Sepertinya Naruto bermaksud menelanjanginya di sini. Dengan sekuat tenanga ia menahan tangan Naruto.

Tatapan bernafsu penghuni lain seakan-akan bisa di rasakan Sasuke. Sepertinya pertunjukkan eksotis itu, sudah berhasil menarik gairah mereka.

Tidak bisa! Aku tidak boleh membiarkannya! Benak Sasuke berteriak. Tanpa berpikir lagi ia sambar gelas anggur terdekat lalu menghantamkannya ke kepala Naruto, keras-keras.

Prang!

"Naruto!"

Naruto membeku. Sasuke langsung mundur, tapi karena kakinya masih gemetar, ia terjatuh ke lantai. Sesaat ia membeku menatap mata biru Naruto yang balik memandangnya, nyalang. Terlalu mengerikan dan seperti ingin membunuh. Tepat di saat tamu lain bergerak ke tempat Naruto, memastikan keadaannya, Sasuke segera berlari sekuat tenaga.

Persetan dengan pekerjaannya. Nyawanya jauh lebih penting. Sasuke berlari secepat yang ia bisa. Tidak perduli seberapa banyak orang yang di tabraknya, ia terus berlari sejauh-jauhnya.

End flashback

Sekarang Sasuke terdampar di halte bus. Masih belum memutuskan arah tujuan mana ia harus berlabuh.

Pulang ke rumah sama saja dengan bunuh diri. Kabuto pasti sudah memberikan alamat rumahnya ke orang-orang itu. Mungkin sudah ada seseorang yang menunggunya di rumah. Jadi lebih baik ia tidak pulang. Tapi selain rumah, ia tidak punya tujuan lain. Ia juga tidak ingin berboros-borong untuk menginap di hotel. Dan jika ia bertahan di sini, tinggal menunggu waktu saja sampai ia di temukan.

Sasuke mengacak-acak rambutnya frustasi. Kenapa hari ini aku sial sekali! Kenapa juga tadi aku memutuskan untuk duduk di samping pria mesum itu! Keluhnya kalut.

Mendadak Sasuke merindukan Ibunya. Ibu lemahnya yang masih terbaring di rumah sakit dalam keadaan koma. Sungguh malang, sekarang ia akan semakin sulit melunasi biaya rumah sakitnya. Ditambah lagi dengan biaya operasinya yang jelas tidak murah. Ibunya tidak akan bisa bertahan jika tidak cepat-cepat di operasi.

Sasuke menggelengkan kepalanya cepat. Mengeluh tidak akan menyelesaikan masalah. Bis terakhir berhenti tepat di depan Sasuke. Tanpa memutuskan apa-apa lagi, ia langsung masuk dan duduk di kursi paling ujung.

Ya, Suigetsu pasti bisa membantunya.

.

.

Namikaze corporation merupakan perusahaan nomor satu dan paling di segani di Jepang. Perusahaan besar itu didirikan langsung oleh keluarga Namikaze dari bawah hingga sebesar sekarang. Sejak kematian Namikaze Minato pada musim semi tahun lalu, Namikaze Kushina, yang merupakan istri dari Minato, resmi mengambil ahli kepemimpinan perusahaan. Ada isu yang mengatakan bahwa tidak lama lagi perusahaan itu akan di wariskan ke tangan sang anak semata wayang pada waktu yang sudah di tentukan. Namikaze Naruto pewaris sah dari seluruh kekayaan Namikaze.

"Mau apa kau?" sapaan tidak bersahabat dari Naruto dilayangkan langsung ke sahabat baiknya, Sai.

Sai yang baru memasuki ruang kerja Naruto, hanya mengernyit. "Aku mengkhawatirkanmu. Apa kepalamu baik-baik saja?" balasnya. Sebenarnya ia tidak terlalu berharap mendapatkan sapaan hangat dari sahabatnya itu.

"Ya, kurasa tidak apa-apa. Hanya sedikit lecet." Jawab sang pewaris.

"Jadi?"

"Apa?"

"Kau sudah menghubungi Sakura? Ku dengar ia akan kembali ke Jepang."

Topik yang salah, karena Naruto langsung terlihat bad mood mendengarnya. "Nanti saja, aku sibuk."

Tawa kecil keluar dari bibir Sai. "Oh ya, aku lupa. Kau sudah bukan bocah bandel yang hanya tahu tentang menghabiskan uang. Sekarang kau sudah punya pekerjaan yang mengikatmu." Cemooh Sai.

"Diam Sai!" Bentak Naruto, "jika kedatanganmu kemari hanya untuk membuatku kesal. Lebih baik kau pergi saja."

"Aku kemari karena mengkhawatirkanmu, bukankah aku sudah mengatakannya?" Sai membela diri. "Aku baru saja mengantar Jiraiya-sama ke bandara dan dia menitipkan salamnya kepadamu. Dia berterima kasih atas tontonan yang menyenangkan tadi malam." Seringai lebar terpancar di wajah Sai. Naruto hanya memutar kedua bola matanya.

"Aku tidak tahu kalau kau senang dengan hal-hal seperti itu. Seharusnya kau bilang kalau waktu itu kau sedang horny, kita tidak akan membawamu ke tempat karaoke." Lanjut Sai.

"Saat itu aku sedikit mabuk, jadi tidak bisa berpikir dengan baik." Naruto membela diri.

"Jadi pada saat kau sedang mabuk kau punya kebiasaan menyerang siapa saja yang ada di hadapanmu? Kasihan pemuda itu, dia pasti kaget sekali sampai menghantam kepalamu dengan gelas segala."

"Bukan begitu, hanya saja…" Kata-kata Naruto terhenti, ia berusaha mengingat kejadian malam itu, "hanya saja, ketika aku melihat ke mata Onyxnya, aku langsung ingin melakukannya. Wajah itu…"

Alis Sai berkerut tapi setelah mengingat wajah pelayan pria di tempat karaoke itu, ia jadi lebih mengerti. Sesungguhnya pemuda itu juga sedikit menarik perhatiannya. "Yah sesungguhnya pemuda itu punya keindahan tersendiri. Ia tampan dan mungkin… hmmm manis? Entahlah bahkan di mata pria pun dia terlihat menarik."

Naruto menggeleng cepat. "Bukan begitu, Pelayan itu mengingatkanku kepada seseorang…" Seseorang yang sempat menjadi obsesinya selama beberapa tahun yang lalu.

"Kau ini bicara apa sih! Ya, dia memang berbeda atau lebih tepatnya, kalian sangat berbeda." Ungkap Sai cepat ketika ia merasa sesuatu hal yang ganjil dari ekpresi Naruto. Sesuatu yang berbahaya, yang bisa menghancurkan diri pemuda blonde itu sendiri. "Kau adalah si konglomerat yang sudah punya tunangan. Ingat itu, Naruto."

"Kau ini berisik sekali. Sudah urus masalahmu saja sana!" Naruto terlihat tidak senang dengan perkataan Sai. Dan ini membuat Sai semakin merasa tidak tenang.

"Jangan macam-macam, Naruto. Jangan ganggu pemuda itu lagi."

"Aku tidak mengganggunya, aku hanya ingin melakukan sesuatu. Sesuatu yang tidak bisa kulakukan dulu." Naruto tampak menerawang.

"Kau mengenalnya?"

"…Tidak juga."

"Kalau begitu jangan dekati dia. " Saran Sai.

Sai adalah sahabat Naruto sejak mereka di senior high school. Mereka bisa berteman karena mereka sederajat. Dan sejak saat itu, Sai tahu banyak tentang Namikaze Naruto. Orang yang sulit di atur dan selalu mendapatkan apapun yang diinginkannya. Tapi yang membuat Sai menghormati Naruto adalah sifatnya yang tidak senang berfoya-foya. Tidak perduli seberapa banyak uang yang dimilikinya, ia lebih suka menghabiskannya berdasarkan pada kebutuhan. Ia tidak suka kehidupan yang mewah. Hidup bermandikan harta dan perempuan, bukanlah sifat Naruto.

Oleh karena itu Sai agak sedikit terkejut melihat Naruto saat ini. Naruto tidak pernah tertarik dengan perempuan di sekolahnya ataupun di kampus. Mungkin karena ada Sakura, sahabatnya sejak kecil, yang telah di putuskan untuk berjodoh dengannya saat mereka kecil. Perjodohan bisnis, yang menguntungkan dua perusahaan.

Dan Naruto tidak pernah ambil pusing tentang perjodohan itu. Walau ia tidak menyukai Sakura, ia tetap mau bertunangan dengannya. Sai menganggap, ini karena tidak ada hal yang diinginkan oleh Naruto. Ia membiarkan saja hidupnya mengikuti arus. Tapi lain cerita, jika muncul seseorang yang menarik perhatiannya seperti ini.

Dan sekarang entah kenapa ekspresi Naruto saat ini membuatnya takut. Ia masih ingat kejadian beberapa tahun yang lalu, bagaimana Naruto begitu terobsesi dengan seseorang di sekolahnya. Pemuda itu mendadak hilang di telan bumi dan Naruto sama sekali tidak bisa memikirkan hal lain selain menemukan pemuda itu. Setiap ditanya mengapa ia begitu ingin bertemu degannya, Naruto hanya menutup mulutnya rapat-rapat. Sai tidak bisa menganggapnya sebagai rasa suka, karena perasaan yang di tunjukkan Naruto terlihat lebih kompleks. Sungguh memusingkan, untungnya sekarang ia sudah menyerah.

"Kau tidak berencana menemui pelayan itu lagikan?" Sai bertanya dengan sedikit was-was.

Naruto, hanya memandang Sai dengan penuh teka-teki. "Aku tidak mungkin melepaskan dia begitu saja. Kepalaku masih sedikit sakit tahu."

"Itu salahmu karena menyerangnya secara tiba-tiba. Sekali lihat saja, aku sudah tahu bahwa pemuda itu adalah tipe orang yang memiliki harga diri tinggi."

"Heh, aku berhak melakukan apapun yang aku mau." Naruto berkata dengan sinis. "Sudahlah aku harus pergi." Ia melirik jam tangannya, lalu memakai jasnya kembali.

Sai hanya diam melihat tingkah sahabatnya itu. Yah jika sudah begini apa boleh buat. Tidak ada orang yang bisa melarang Naruto, Ibunya sendiri bahkan tidak bisa melakukan apapun.

Beberapa menit setelah Naruto pergi, Sai merenggangkan tubuhnya di kursi. "Biarlah, aku juga penasaran dengan apa yang akan terjadi nanti." Katanya sambil menguap.

Tbc

Haruskah Midory lanjutkan ff ini?

Review?