Naruto © Masashi Kishimoto
Collab Story By Yumi Murakami&Namikaze Miku
Warning: AU, OOC, OC (mungkin), Typo bertebaran, Abal, Gajje, Cerita adaptasi dari Dorama: Koizora Sky Love(Tapi tenang saya_Yumi sudah merubahnya agar berbeda dengan cerita aslinya).
Genre: Romance/Hut/Comfort/Angst
Dont Like Dont Read
.
.
Sky Of Love
.
Chap 1
-Pada waktu itu aku hidup di dunia yang amat kecil, aku bahkan tidak menyadarinya.. Aku merasa hidup dengan kekuatan ku sendiri.. Aku kira itulah diriku-
"Ngggh~" Lenguhan gadis berambut indigo itu menyambut paginya, membukakan kelopaknya menampakan iris lavender yang menenangkanseraya menggeliat melemaskan otot tubuhnya, melakukan ritual paginya. Keadaanya memang acak-acakn setelah tidur pulasnya, namun keanggunan gadis ini slalu melekat tanpa cacat, segera saja ia menghampiri jendela untuk memanjakan iris lavendernya dengan pemandangan pagi yang menarik perhatiannya untuk mengabadikan hamparan langit biru dengan sinar sang mentari tak urung niatnya untuk mengagumi lukisan Kami-Sama itu dalam jepretan HandhPhonenya, seharusnya pemandangan langit dengan arakan awan putih itu sudah menjadi hal biasa, namun tidak biasa bagi gadis beriris amesthy ini yang terus memandang kagum ke bentangan sang layar biru. Gumaman 'Sugoi' lah yang menjadi komentarnya setiap hari.
"Hinata.. Ayo bangun." Suara seseorang yang disinyalir sebagai Ibu dari gadis bernama Hinata itu memanggil.
"Iya bu, aku sudah bangun." Jawab Hinata yang langsung bergegas menuju kamar mandi yang terletak di kamarnya. Bersiap-siap. Setelah mandi, memakai seragam, berdandan seadanya ia pun turun menuju lantai bawah untuk menemui keluarganya untuk sarapan bersama.
Tampak seluruh anggota keluarganya sudah tampak, ayah, ibu, kakak dan adiknya juga sudah menempati meja makan tersebut.
Neji, kakak laki-laki Hinata memperhatikan adik sulungnya. "Hinata rambutmu berantakan." ujarnya yang sedang menyantap pancake, menunjuk dandanan Hinata yang sedikit kurang rapi.
"Biar Hanabi yang memrapikan." Hanabi, adik bungsunya membantu merapikan rambut sang sang kakak.
"Aa.. A-arigatou Hanabi-chan." Ia kira tampilannya sudah sempurna. Ternyata ada saja kekurangan dan kakak serta adiknya slalu bisa melengkapi kekurangan itu, saling melengkapi satu sama lain, melindungi layaknya sister-complex.
Hiashi, selaku kepala keluarga Hyuuga itu melirik ke Hinata yang terus menatapnya. "Ada apa Hinata?," tanyanya kemudian, merasa aneh dengan tatapan anaknya. "Apa ada yang salah dengan tou-san?."
"Tou-san, da-dasimu selalu saja miring, sini a-aku perbaiki." Ternyata dasi Hiashi yang salah. Segera Hinata mendekati sang ayah dan merapikan dasinya.
Ibunya, Hanabi dan Neji tersenyummelihat keakraban itu. "Ayah selalu saja begtu, ketika aku SMU sisa cukuran jenggot ayah masih banyak." Tertawa kecil, Hanabi mengingat bagaimana kurang perhatiannya sang ayah terhadap penampilan yang seharusnya sempurna untuk ukuran sang direktur Hyuuga.
Dan percakapan hangat terus berlanjut diantara keluarga Hyuuga itu. Sampai sarapan selesai kemudian berangkat dan memulai kegiatannya masing-masing
-Kenyataannya.. Aku berubah karena cinta.. Ya! Cinta adalah hal yang tidak bisa aku bayangkan-
Sekelompok gadis berseragam berlogo KHS atau Konoha High School itu tampak asik mengobrol disepanjang lorong sekolah menuju kelasnya. Saling menunjuk tampilannya hari ini. Kecuali Hinata yang memang tak tahu apa-apa tentang make-up yang sedang Saukra-sahabatnya itu tunjukan.
"Hinata-chan, kalau tidak mencoba hal-hal baru seperti maskara ini bisa-bisa kau tidak akan punya pacar lhoo..." Ujar Ino, gadis berambut blonde mengerling menggoda pada Hinata yang tampak polos dengan kegiatan yang sedang mereka lakukan itu.
"I-itu tidak mungkin Ino-chan!." Memanyunkan bibirnya, Hinata sedikit kesal dengan pernyataan temannya wajahnya juga ikut memerah, membuat teman-temannya tertawa gemas.
"Hey kalian tahu tidak, kenapa aku memakai maskara?," Mereka menggeleng, menjawab pertanyaan Sakura-gadis berambut bubble gum. "Ini karena.. Aku sedang menyukai seseorang." Lanjutnya, memamerkan Maskara baru di mata beriris emerlad itu.
"Siapa yang kau sukai?." Tanya TenTen, Inopun tak ingin ketinggalan obrolan yang dimulai gadis berambur bubble gum itu. Hanya bisa mendengarkan Hinata berdiam.
"Mendekatlah." Mendekat dan membuat formasi mengelilingi si pembawa berita alias si Sakura. Lama mereka menunggu tapi Sakura tidak mengatakan apapun hanya tersenyum jail. Membuat teman-temannya memandang penasaran.
"Dia..." Menggantungkan kalimatnya, menambah rasa penasaran Hinata, TenTen dan Ino. "Tidak akan ku beritahu" Langsung saja Sakura berlari yang berhasil mempermainkan teman-temannya itu. Beberapa detik kemudian barulah mereka sadar dengan apa yang sudah Sakura lakukan, segera saja mereka mengejar Sakura yang berusaha menghindari amukan(?) para sahabatnya itu -Minus Hinata yang tak mungkin memukul bukan?
Bersamaan dengan itu seorang pemuda turun dari montor Ducati Orangenya, dan pemuda itulah yang akan menjadi cinta sejati Hinata, mematahkan perkiraan Ino tadi. Jadi siapa kah dia?
-Hanya dengan jatuh cinta, warna pemandangan akan berubah.. Dan kau bisa dengar angin bertiup lembut.. Aku tidak tahu semua yang ada di dunia ini akan berubah. Yang mengajari semua ini adalah... Sosok bernama Naruto. Namun, yang mengajari ku semua itu tidak di sini lagi...-
"Ayo kesini.. Ini dia kelasnya," Setelah tertangkapnya Sakura, ia mengajak Hinata, Ino dan Tenten ke kelas XI-D "Itu dia!" Jari lentik Sakura menunjuk kearah pemuda berambut raven yang sedang bermain lempar panah bersama teman sekelasnya.
"Wah benar.. Dia sangat keren" Puji Ino melihat si pemuda yang benar-benar mempesona itu. Tak ayal Sakura menyukai si pemuda yang katanya juga disukai oleh seluruh gadis di KHS.
Pemuda yang tadi ditunjuk Sakura tampak menoleh ke arah mereka, berjalan mendekat. Merasa bahwa ia yang akan didekati, Sakura cepat-cepat merapikan penampilannya. Menampakan senyum manisnya.
Namun tidak. Pemuda itu melewatinya, menuju kearah Hinata yang beridir dibelakanya. Senyum manis itupun hilang seketika.
"Ehem.. Namaku Sasuke, Mau tidak bertukar alamat email? Ano.." Ucap Sasuke kaku.
Tentu saja Hinata kaget, amesthynya melirik ke arah Sakura yang langsung berlari menjauh.
"Eh mau kemana?" Hinata yang akan mengejar Sakura menoleh sebentar kearah Sasuke.
"Go-gomen.." Melanjutkan kegiatannya, ia pun segera menyusul Ino dan TenTen yang sudah terlebih dulu menyusul Sakura.
"Teme, giliranmu.." Teriak seorang pemuda blonde menghampiri Sasuke yang menatap ke arah para gadis yang berlari menjauh. "Kenapa mereka? Tanyanya kemudian. "Naksir sama salah satunya ya?"
Tampak perempatan siku di dahinya. "Baka dobe! Tidak usah menggodaku." Kepalan Sasuke bersiap melayang ke kepala Naruto.
"Lalu mau apa mereka kesini? Dan kenapa kau minta alamat email dari mereka, playboy cap ayam.. Kau terlalu ramah untuk ukuran Uchiha sepertimu." Terus saja pemuda blonde itu menggoda Sasuke yang sedang memasuki kelasnnya.
"Diam, dia hanya gadis aneh."
"Kau yang aneh."
Ketika Hinata menoleh ke arah Sasuke, tanpa sengaja amesthy nya melihat seorang pemuda blonde bersama saphier itu ia lihat. Kenapa ini? apakah ia mulai jatuh cinta dengan pemuda itu?
.
.
.
Class XI-A
Masih saja Sakura diam, tidak menyapa sedikitpun Hinata yang kebetulan sebangku dengannya. Tentu Hinata yang tidak enakan dengan teman merasa sangat bersalah karena kejadian tadi.
"Sakura-chan.." Panggil Hinata pada Sakura yang sedang meletakan kepalanya di lipatan tangan diatas meja, menatap ke arah jendela yang hanya dijawab oleh gumaman saja.
"Sa-sasuke tidak ada ma-maksud untuk mendekatiku kok, Sakura-chan.." Gumaman lagi yang menjadi jawaban Sakura. Makin tak enak saja Hinata pada teman bubble gumnya ini.
Tak menghiraukan setiap perkataan Hinata, ia masih tetap pada posisinya. "Kau yang di-dipilih Sasuke-kun, Sakura-chan.." Mencoba untuk sedikit menghibur Sakura.
"Kalau memang aku yang dipilihnya, lalu kenapa yang dihampirinya tadi adalah kau? Bukan aku?," Sangkal Sakura, masih merasa sakit hati karena cintanya bertepuk sebelah tangan.
"Bu-bukan seperti itu.. Umm.. Se-sewaktu kau lari, tadi sebenarnya Sa-sasuke meminta alamat email mu lho, Sakura-chan.." Dusta Hinata, ini semua juga demi temannya agar tak marah padanya lagi dan perasaanya juga bisa jauh lebih baik dengan kebohongan ini. Hinata sudah siap jika kebohongannya terbongkar.
Sontak langsung saja Sakura bangkit dari mejanya, berseru kegirangan "Benarkah?" Dan teriakannya itu telah menarik perhatian seluruh isi kelasnya.
"Haruno-san," Guru Matematika yang sedang mengajarpun menegur, karena tingkahnya sudah mengganggu jam pelajarannya.
Tak mau mengambil resiko dikeluarkan kelas, Sakura kembali duduk ke tempatnya "Gomen, sensei.."
Hinata yang melihatnya terkikik. Setidaknya Sakura sudah kembali seperti semula.
.
.
.
Bel pertanda istirahatpun berdentang, seluruh murid Konoha High School keluar memenuhi koridor sekolah, menuju tempat yang bisa mereka datangi di wilayah sekolah. Termasuk ke empat gadis ini memilih untuk mendatangi cafetaria sekolah. Mengobrol sambil menikmati makanan pesanan mereka.
"Uchiha Sasuke, anak bungsu yang punya Uchiha corps itu lho.. Sudah tampan, keren, pinter.. Kyaa~ Dia itu tipe cowo sempurna." Membayangkan pemuda raven itu, Sakura bercerita pada teman-temannya bagaimana sempurnanya seorang Uchiha Sasuke.
"Benar, dia memang tampan." Ino ikut menimpali.
Ketika sedang asiknya mereka bercengkrama tiba-tiba Hinata menjerit membuat teman-temannya menoleh kearahnya.
"Maaf.." Ternyata rambutnya tersangkut jam tangan seseorang. Mengakibatkan rambutnya tertarik. Segera saja pemilik jam itu melepas jamnya dari rambut Hinata. "Kau tidak apa-apa?"
Mengangguk Hinata meyakinkan pemuda itu. Lalu pemuda itu pun pergi meninggalkan mereka dalam diam.
"Bukannya itu Sabaku Gaara ya? Anak yang katanya preman sekolah itu?." Tanya TenTen berbisik.
"Dia itu jarang berbicara di publik. Kau dengar? Dia berbicara tadi degan Hinata." Sakura menambahi tipikal pemuda yangHinata ketahui bernama Gaara itu.
"Tumben ya?." Tambah Ino.
Hinata hanya diam saja mendengarkan pembicaraan teman-temannya. Dan sebag teman mereka pasti peka dengan kediamanHinata yang terlalu diam. Ya tentu setelah ia memohon-mohon pada Sakura tadi.
Sakura yang pertama menegurnya "Kau kenapa Hinata?"
Tampak tersentak, ia pun kemudian tersenyum meyakinkan. "A-aku tak apa.."
Dan setelahnya obrolan mereka dilanjutkan, kecuali Hinata yang terdiam kembali.
.
.
.
Waktu pun beranjak sore. Murid-murid Konoha High School pulang ke rumah mereka masing-masing. Hinata seperti biasa berjalan menelusuri koridor berniat pulang bersama Ino,Sakura dan TenTen.
Teringat akan sesuatu ia pun berhenti.
"Ada apa, Hinata-chan?." Tanya Ino menoleh kearah teman indigonya.
"Ma-maaf teman-teman a-aku tidak bisa pulang bersama ka-kalian." Ucap Hinata "a-aku harus mengerjakan tugas di pe-perputakaan. Kalian duluan saja. Na-nanti kita sms-an." Tidak menunggu jawaban teman-temannya Hinat sudah berlari menuju perpustakaan.
"Oke.. Hati-hati kalau pulang.." Seru Sakura sebelum tubuh Hinata menghilang di belokan koridor.
Sebenarnya tujuan sesungguhnya Hinata bukan perpustakaan, tapi kelasnya. Sesampainya di kelas Hinata mengeluarkan tempat pensil kemudian merobek selembar kertas, menulis surat yang berisi
Aku Hyuuga Hinata, teman Sakura. Bisakah kau mengirimnya e-mail? Kurasa ia akan senang. Ini alamat e-mailnya, harunosakura .jp. Terima kasih.
Hyuuga Hinata.
Kemudian ia pergi ke kelas XI-D, ternyata dikelas itu masih ada seorang murid yang tadi Hinata lihatbersama Sasuke. Memainkan gitarnya.
-Sempat selama beberapa saat aku terpesona dengan apa yang kulihat. Rambutnya yang cerah terlihat indah dengan latar belakang mentari terbenam di sampingnya. Tanpa aku sadari, senyuman terlukis di wajah ku-
Ia mendekatinya. "Ma-maaf apa Sasuke-kun belum pulang?."
Menurunkan kaki yang tadi ia angkat dan ditaruh di atas meja. Pemuda it berhenti memetik gitar ia menoleh kearah Hinata yang berdiri disampingnya. "Mau apa mencari dia?."
Menyerahkan selembar kertas, Hinata sedikit membungkuk. "Tolong sa-sampaikan ini ke Sasuke."
"Kau menyukai Sasuke ya? Dijama seperti ini masih memakai surat menyurat, eh?"
"Bu-bukan seperti itu.. Tapi.. Mmph.."
-Kenapa kau memberikan hadiah dadakan itu? Sungguh mengejutkan. Ciuman tiba-tiba. Perkataan ku jadi terpotong karena ulah mu yang tiba-tiba itu-
Amesthynya melebar ketika pemuda dihadapannya tiba-tiba bangkit dan menciumnya. Segera saja ia mendorong tubuh Naruto lalu berlari keluar. Meninggalkan pemuda itu disana.
Bersandar dan memegangi bibirnya, Hinata tampak tak percaya dengan apa yang telah dilakukan pemuda itu. Ciuman pertamanya. Telah diambil oleh seorang lelaki yang sama sekali tidak ia kenal.
-Dia selalu saja seperti itu.. Mendadak menangkapku.. Dan meninggalkan perasaan yang kacau di hati ku.. Bagaikan arus deras yang membawa apa saja yang di laluinya...-
Dikamar yang penuh dengan warna ungu, tampak gadis berambut indigo menghadap cermin sedang mencoba memakai lipgloss.
Sedang sibuknya ia memakai lipgloss, tiba-tiba suara teriakan yang berasal dari arah jendela. Membuatya tersentak dan langsung meletakan lipglossnya dia tas meja rias.
"Hinata-chan.." Seperti biasa, Sakura sudah sering masuk ke kamar Hinata lewat jendela. Karena kebetulan rumah mereka berdekatan.
Hiashi yang melihat Sakura hanya bisa geleng-geleng kepala saja. Kebiasaan tidak sopan dari kecil. Ingin ditegur tapi mau bagaimana lagi? Keluarga Haruno juga sudah dekat dengan keluarga Hyuuga. Nanti kalau mereka sudah dewasa pasti Kebiasaan buruk itu hilang.
Terkaget, Hinata memanggil nama sahabat pinknya itu, "Sakura-chan?," Berbalik dan duduk di samping kasur yang sudah ditempati dulu oleh Sakura untuk tidur-tiduran
Giok Sakura seperti menangkap adanya perbedaan pada diri Hinata, iapun semakin memperhatikannya "Whoaa.. Kau memakai lipgloss ya? Ahahaha kau ada kemajuan." Bisa dilihat Sakura, bibir ranum Hinata tampak berwarna cerah sekarang. Sedikit kekuning-kuningan.
"Ahh.. Bu-bukan.. I-ini karena minyak tempura mungkin." Ujar Hinata menyangkal. Mengalihkan pembicaraan Hinata bertanya tujuan Sakura menemuinya saat ini.
"Aa.. Kau tahu? Sasuke tadi mengirim email padaku.. Kyaa.. Senangnya" Emeraldnya tampak berbinar menceritakan kejadian yang terjadi pada gadis pink itu. Hinata menanggapinya juga dengan bahagia. Surat yang ia titipkan tersampai juga.
"Syukurlah kalau suratnya sampai," Gumamnya yang terdengar oleh Sakura. "Ada apa Hinata?" Tanya Sakura merasa ada sesuatu yang di katakan Hinata tadi.
"Hah? Na-nanimonai."
Diluar kamar Hinata tampak Hiashi dan istrinya sedang duduk di sofa depan televisi. Menikmati waktu sore dan waktu juga waktu luang Hiashi dari kerjanya sebagai pemilik perusahaan Hyuuga.
"Sakura itu.. Lagi-lagi memanjati kamar Hinata. Apa tidak bisa lewat pintu utama saja dengan baik-baik? Dari kecil tidak pernah berubah." Selagi mengganti channel Hiashi mengomentari kebiasan buruk teman anaknya itu.
Istri Hiashi hanya tertawa pelan mendengar komentar yang lebih tepatnya gerutuan suaminya itu, "Biarkan, nanti kalau sudah besar juga pasti Sakura akan berubah sendiri. Kau juga tahukan dari Kizashi, kalau Sakura itu sangat keras kepala."
Setelahnya Hiashi tampak diam, mengerti dengan perkataan istrinya yang memang ada benarnya.
.
"Apa?!,"
Teriakan Sakura membuat Hinata berjengit, "Sstt.. Ja-jangan keras-keras.." Telunjuk Hinata diletakan di depan bibir dan bibirnya dimajukan. Mungkin seisi rumahnya akan mendengar teriakan kencang Sakura ini. Ada-ada saja sahabat satunya ini.
Emerald Sakura membelalak, apa katanya? "Dia menciummu?."
Mengangguk Hinata membenarkan perkataan Sakura. Saat ini Hinata sedang menceritakan kejadiannya tadi sore sewaktu pulang sekolah. Tentu saja Sakura tidak menyangka, teman Sasuke itu mencium bibir sahabatnya itu secara tiba-tiba.
"Maksudmu Naruto?." Tanya Sakura memastikan.
Lagi, Hinata mengangguk, "Ja-jadi namanya Naruto?"
"Iya, namanya Namikaze Naruto. Dia putra tunggal pemilik Namikaze-UzuCorps. Kau tahukan bagaimana besarnya NamikazeCorps itu? Kekayaannya setara dengan kekayaan Uchiha. Perusahaan tingkat internasional. Dia yang membawa montor ke sekolah, kadang dia juga bawa mobil ke sekolah. Dia cukup keren dan sebanding denga Sasuke-kun." Jelas Sakura panjang lebar dan Hinata terus memperhatikan. "Tapi.." Semakin penasaran tentang penciumnya, Hinata mendekat mencari tahu kelanjutan cerita Sakura. "Dia sudah punya pacar, anak kelas XII."
Seketika Hinata merasa sangat kecewa mendengar kelanjutan cerita Sakura tadi. Dan gelagatnya diperhatikan oleh Sakura.
"Kenapa?," Tanyanya.
"Ti-tidak tidak.. Hehehe.. Umm.. Berarti aku dipermainkan? Lalu a-apa maksudnya menciumku ka-kalau dia bahkan sudah punya pacar? Pa-padahal itu ciuman pertamaku." Mengusap bibirnya yang terdapat lipgloss dengan kasar, wajah Hinata berubah murung.
Hanya bisa prihatin dengan keadaan Hinata, mengusap pundaknya Sakura menenangkan temannya. Memang sih, perlakuan pemuda bernama Naruto itu sungguh keterlaluan terhadap Hinata.
.
.
.
Keesokan harinya Hinata tak mengikuti pelajaran kelasnya, dan ini pertama kali baginya yang seorang pelajar teladan. Itu juga dikarenakan perasaanya yang tidak karu-karuan, mengikuti pelajaran pun rasanya percuma. Tidak akan dimengerti olehnya.
Ketika kepala indigonya memperhatikan keadaan sekitar atap gedung sekolahnya, amesthy miliknya menangkap sosok yang ia ketahui Naruto yang ternyata sedang mencium gadis berambut kuning pudar. Hinata tahu gadis itu, karena ia senior dalam ekskul Martial Arts nya, Shion.
Melihat itu hati Hinata terasa sakit, hancur seketika. Lama-lama matanya mengabur karena genangan air mata yang siap keluar. Ternyata apa yang diceritakan Sakura benar, Naruto sudah mempunyai kekasih.
Segera saja ia menjauh dari kawasan itu untuk menhindari pemandangan yang membuatnya hancur ini. Ketika ia sedang ingin tenang tentang pemikirannya pada pemuda itu, malah pemuda itu menambah lubang dihatinya.
.
.
.
Liburan musim panas tiba... Hinata tidak ikut dengan teman-temannya berlibur, memilih untuk bermalas-malasan di rumah sambil menikmati ice cream atau mengobrol dengan ibu, kakak dan adiknya.
"Kaa-san, a-pakah sebelum pacaran de-dengan tou-san, kaa-san pernah pa-pacaran juga? Atau tou-san adalah ci-cinta pertama kaa-san?." Tiba-tiba saja Hinata menanyai hal itu, membuat ibu, kakak dan adiknya yang sedang mengobrol sedikit kaget.
"Kenapa kau bertanya seperti itu?." Tersenyum ibunya menanggapi.
Hinata ikut tersenyum menggoda, "Berarti benar kan? Tou-san cinta pertama kaa-san?."
Neji, kakak laki-laki Hinata yang sedang bermain game dengan Tablet PCnya menoleh, "Apanya yang benar?." Merasa bingung ia ikut dalam pembicaraan adik dan ibunya.
Menoleh lalu menatap mata yang sama dengannya disebrang ia duduk. "Ka-kalau otou-san adalah cinta pertama kaa-san." Terkikik Hinata menjawab kakaknya.
Neji hanya mendengus geli, ibunya tertawa sedangkan Hanabi yang baru sadar karena sibuk denga PSPnya menatap keluarganya bingung. "Apa?,"
Ketika sedang asik-asiknya Hinata bercengkrama dengan keluarganya, tiba-tiba Hpnya berbunyi. Segera ia pamit menjauh untuk menerima telepon yang dari name contact nya bertuliskan 'Sakura-chan'
"Moshi-moshi," Ujarnya menjawab panggilan tersebut.
"Hinata-chan," Jawab suara diseberang telepon. "Bagaimana jika kita keluar nanti malam sambil menonton kembang api?." Tawarnya.
Mengehal nafas Hinata menjawab, "Gomen, Sakura-chan. Aku se-sedang malas keluar."
"Ayolah.. Aku tahu kau sangat menyukai kembang api bukan?."
Hinata sedikit berpikir kalau ia memenuhi tawaran Sakura ia pasti akan bertemu dengan Naruto di festival itu. "Nanti ketemu Sa-sasuke bagaimana?," Ujarnya mencari alasan.
"Aku tahu kau takut bertemu dengan Naruto kan?." Tepat sekali nona Sakura, dan kau sudah membuat Hinata menengang kaget dengan pernyataan temannya yang tepat itu. "Tenanglah, akan kupastikan kau bertemu dengan seseorang yang bukan dia."
"Ta-tapi Sakura-chan.."
"Oke, aku tunggu di tempat festival ya? Sampai jumpa nanti malam.. Jaa~" Perkataan Hinata segera dipotong dan sambungan langsung diputus oleh Sakura.
Sepertinya ia tak berhasil meyakinkan sahabatnya itu, terpaksa ia datang ke festival..
.
.
.
Malam pun tiba, Hinata sudah siap dengan yukata lavender, warna sama dengan matanya.
Hanabi dan ibunya yang membantu ia berdandan tampak terkaget dengan penampilan gadis di depan mereka itu. Sungguh cantik. Neji pun yang melihatnya terkagum.
"Cantik sekali kau malam ini, Hinata," Ujarnya bersedekap menatap adiknya dari atas sampai bawah, tentu Hinata yang diseperti itukan wajahnya langsung memerah.
"Lalu kau mau pergi dengan siapa?." Tanya Hiashi ikut berkumpul mengagumi anaknya.
"Sakura-chan, tou-san. Ta-tapi dia menungguku disana."
"Baiklah biar Neji yang mengantarkanmu." Perintah Hiashi. Hinata tahu, menentang keinginan ayahnya sama saja mati. Jadilah ia hanya menurut.
"Kalau saja aku tak ada acara pasti aku akan ikut.." Keluh Hanabi mengundang perhatian orang tua dan kakak-kakaknya.
Menepuk kepala Hanabi, tersenyum Neji menjawab, "Nii-san hanya mengantar Hinata-nee, imouto. Nii-san juga ada acara dengan teman-teman kakak.. jadi kita senasib"
"Aahh.. yaya." Sekejap saja Neji seseorang yang terkenal dingin diluar ternyata hangat terhadap keluarganya sudah bisa membuat adik bungsunya tersenyum lagi.
"Ahaha.. Berarti nanti Neji akan jalan bersama dengan Hinata, apa tidak takut dengan TenTen, Neji?." Goda ibunya menyenggol pundak Neji
Terasa sakit Neji mengusap pundaknya, "Apa sih bu?"
"Aah ya.. Sepertinya nanti TenTen ada di festival, Neji-nii." Hinata ikut menggoda kakaknya yang sudah nampak memerah.
"Sudah lah.. Ayo.."
Segera saja Neji menarik lengan adiknya keluar dari rumahnya, sebelum ia habis di goda oleh ibu yang dibantu oleh adiknya itu.
"Jangan tertawa Hinata. Atau kau akan ku tinggal disini saja?." Ancam Neji lengkap dengan tatapan tajamnya yang membuat Hinata terdiam seketika.
"Gomen ne Nii-san.." Menunduk tak berani menatap mata kakaknya.
Mereka putuskan untuk jalan kaki menuju tempat acara festival itu, sekalian untuk melihat pemandangan sepanjang jalan dan menikmati udara malam yang terasa sejuk ini.
Ketika di dalam perjalanan tanpa sengaja matanya melihat sebuah papan nama depan sebuah rumah yang cukup megah di daerah itu bertuliskan 'Namikaze'. Mungkin ini rumahnya Naruto.
Tiba-tiba saja sebuah mobil Mercedes Benz hitam berhenti disampingnya. Membuat Hinata dan Neji menoleh. Kaca mobil itu terbuka. Menampakan seorang wanita yang berkisar 20tahunan, mirip dengan Naruto.
"Hei kau.. Sepertinya aku pernah lihat kau di HP adikku.." Ujar wanita itu.
Hinata dan Neji saling pandang bingung dengan perkataan wanita berambut pirang panjang itu.
"Kau pacar baru Naruto ya?" Ujarnya kemudia sampai membuat Hinata terkejut. Alis Neji saling bertaut.
"Nee-chan, cepat masuk atau tidak! Atau aku tutup lagi gerbangnya?" Teriak sesorang dari arah gerbang.
Wanit itu menoleh, "Chotto.. Kau tidak mas- lho kemana dia?" Menengok ke kanan kiri mencari sosok itu ternyata ia sudah tidak ada. "Kemana dia?"
Ternyata ketika wanita berambut jingga itu berpaling, Neji telah menarik lengan Hinata pergi.
.
.
.
Kedua Hyuuga bersaudara itu telah tiba di lapangan festival itu. Mereka sedang berjalan-jalan mengelilingi stand yang ada di sana ketika tiba-tiba telepon Neji berbunyi. Segera saja lelaki berambut coklat panjang itu berpamita pada adiknya untuk menerima telepon.
10 menit kemudian Neji kembali, "Maaf spertinya aku hanya bisa mengantarkan dan menemanimu sampai disini. Nanti sepulangnya telepon aku ya," Pesan Neji pada adik pertamanya itu. Yang dijawab dengan anggukan kepala. "Oke, hati-hati ya.. Kalau ada apa-apa cepat-cepat hubungi aku."
Setelah mengusap pelan rambut indigo adiknya Neji melangkah menjauh dari acara festival tersebut.
Penasaran dengan keadaan sekitarnya yang sudah nampak sangat ramai tanpa sengaja amesthy yang tadinya sedang melihat-lihat menangkap sosok bertato kanji 'Ai' sedang berdiri tepat dibelakangnya.
Pandangan antara jade dan amesthy itu tak terlepas sebelum getaran Handhphone mengusik adegan itu.
From: Sakura-chan
Gomen Hinata-chan, aku tak bisa datang karena tiba-tiba aku ada acara dengan keluargaku. Dan satu lagi, hal yang baik untuk melupakan masalah dengan Naruto tentu saja cinta. Selamat bersenang-senang dengan Gaara.
Begitulah isi dari pesan Sakura, tanpa ada niatan untuk membalas Hinata memasukan kembali HandhPhonenya ke lipatan kantung yukatanya.
"Menyebalkan.." Keluhnya
"Aku menyebalkan?," Tanpa Hinata sadari pemuda itu sudah berada dihadapannya membuat ia berjengit kaget.
"Umm.. Bu-bukan begitu ma-maksudku.. Bukan kau yang menyebalkan." Ujar Hinata membela dirinya. Gaara-nama pemuda bertatao kanji itu hanya ber'oh'ria. Dan Hinata menghela nafas lega.
Gaara tak menanyakan hal yang aneh-aneh lagi dan bisa saja hinata harus berbohong. Padahal berbohong bukanlah ahlinya.
"Ngo-ngomong-ngomong apa yang ka-kau lakukan disini?" Tanya Hinata langsung.
Untuk lebih mudah untuk mengobrol Gaara mengajak Hinata duduk di bawah sebuah pohon yang nampak berguguran.
"Aku disuruh Sakura kemari, katanya aku harus menemanimu. Tapi entahlah.." Jawab Gaara.
Hinata manggut-manggut saja, "Me-memang kau kenal dekat ya dengan Sakura-chan?"
Menggeleng Gaara menjawab, "Kami satu ekskul dan tiba-tiba saja dia memintaku kemari. Ya seperti yang tadi aku katakan, aku disuruh menemanimu disini."
"Be-begitu ya?"
"Sakura sudah banyak membicarakanmu."
"Eh?" Dengan cepat Hinata menolehkan kepalanya menghadap pemuda disebelah, "Dia ce-cerita apa saja tentangku?"
"Katanya ciuman pertamamu dengan ayahmu ketika kau berumur satu minggu."
Seketika penjelasan Gaara membuat Hinata tertawa. Alis Gaara mengkerut, "Ada yang salah?" Tanyanya.
"Ti-tidak.." Sambil berusaha menghentikan tawanya.
Dhuuar..
Kedua kepala itu nampak menengadah, memandang langit malam yang terhias oleh kembang api. Hinata merasa malam ini beban masalahnya dengan Naruto lenyap dengan adanya Gaara walau terkenal dingin tapi ternyata memiliki selera humor yang memang terlewat jujur.
Ditambah dengan pemandangan kembang api, ya walau itu bukanlah kembang api utama dalam acara ini.
"Mau jalan-jalan?" Ajak pemuda beriris jade itu, Hinata membalasnya dengan anggukan.
Mereka berjalan-jalan disekitar lapangan itu, melihat setiap isi stand yang ada. Menikmati permainan berdua, dan akhirnya mereka membeli takoyaki untuk dimakan bersama.
"Hahh.. Itadakimasu." Ucap mereka bersamaan sebelum menyantap takiyaki mereka.
"Hinata," Panggil Gaara tiba-tiba mengalihkan pandangannya dari takoyaki ke arah pemuda berambut red dark itu.
"Ya?"
Jari Gaara terulur menuju sudut bibirnya, sudah takut Hinata tetapi hanya untuk mengusapnya saja, "Ada saus di sudut bibirmu itu." Lembut jari itu membersihkan noda saus disana.
Srakk.. Brak..
Bugh..
"Aww.. Apaan sih kau hah?! Brengsek!" Tiba-tiba saja tubuh Gaara jatuh dari bangku setelah wajahnya mendapat pukulan keras. Kotak takoyakinya dan milik Hinata terjatuh, lebih tepatnya milik Hinata lah yang dibuang paksa oleh si pelaku.
"Kau yang brengsek!" Pelaku pemukulan langsung menarik tangan Hinata menjauh dari situ, "Jangan pernah ganggu milikku, Sabaku" Desisnya sebelum meninggalkan Gaara yang masih terjatuh di tanah.
"Hei!" Namun Gaara kalah cepat, pemuda itu dan Hinata sudah tak terlihat oleh sekumpulan manusia. Untung saja kejadian ini tak menarik perhatian para pengunjung.
.
Sepanjang perjalan menjauh dari kawasan festival, Hinat terus-terusan memberontak pada pemuda yang sedang menyeretnya itu.
"Le-lepaskan Naruto-kun.." Berusaha melepaskan genggaman pemuda bernama Naruto yang sungguh menyiksanya. Bukan genggaman, tapi mungkin tepatnya adalah cengkraman karena rasanya sakit. Berhasil melepaskan cengkraman Hinata menjauh dari pemuda itu sambil mengurut pergelangan tangannya yang memerah, "Ke-kenapa sih kau hobi sekali berbuat seenaknya? Be-belum cukup dengan a-apa yang kau lakukan ke-kemarin? Sekarang kau me-merusak kebahagiaanku!" Pertama kalinya Hinata berteriak di depan seseorang.
Lama-kelamaan terdengar isakan dari gadis bersurai indigo itu yang kini menunduk. Perasaan bersalah menyelimuti Naruto sekarang. Diangkatnya dagu Hinata menghadap wajah tan itu.
"Maaf, tapi aku melakukan ini semua karena aku menyukaimu, Hinata." Ungkapnya menerkejutkan Hinata.
Tidakkah kau berpikir bagaimana perasaan Hinata? Menahan sakit yang berlarut-larut semenjak mengenalnya, ketika rasa sakitnya berkurang dan hampir dilpakan, tiba-tiba penyebab masalahnya muncul kembali dan membuka lama yang mulai terobati. Amesthynya tak kuat lagi menahan tangis. Aliran deras telah melewati pipi chuubynya membuat Naruto sedikit panik.
"Kau ini ha-hanya mempermainkan aku saja atau apa? Bi-bilang saja kau mengejekku. A-aku tahu kau su-sudah punya pacar, jadi ja-jangan terus-terusan be-bertindak seenaknya terus. A-aku sudah tahu semuanya, me-melihatmu berciuman dengan Shion di atap sekolah, kau pikir aku tak ta-tahu?"
"Kau melihatnya?," Tatapan Naruto melembut seraya memberikan senyum hangat pada gadis di depannya. Menghela nafas ia melanjutkan "Ya, aku menciumnya karena dia tidak mau putus kalau aku tidak menciumnya." Menangkupkan kedua tangannya di wajah Hinata.
"Kau menciumnya ka-karena untuk berpisah dengannya? I-itu sama se-sekali tak bisa dijadikan alasan. La-lagi pula aku juga lihat, ka-kau mempunyai gantungan Hp ya-yang sama dengannya. I-itu tandanya kau me-memang mencintainya bukan?"
Naruto tertawa lepas mendengar penuturan Hinata yang dirasa gadis adik dari Hyuuga Neji itu tidak ada yang lucu. Sambil menahan tawanya, tangan yang tadinya ditangkupkan ke pipi Hinata ia turunkan menuju pundak.
Tersenyum lebar untuk menenengkannya Naruto menjelaskan, "Haha.. Kau lupa ya? Aku tetap menyimpannya walau ini milik mantanku, ya agar aku selalu mengingatmu. Karena di gantungan HP ini," Mengeluarkan Hpnya ia tunjukan gantungan berbentuk kodok hijau pada Hinata. "Ada sesuatu yang berhubungan denganmu."
"De-denganku?" Tanya Hinata menunjuk dirinya sendiri.
Mengangguk membenarkan pertanyaan Hinata, membuat Hinata memutar memori yang mungkin pernah ada sangkut pautnya dengan maksud Naruto tadi.
Akhirnya, ia ingat sekarang. Kejadian ketika mereka masih kelas 1. Di perpustakaan.
Flashback
Saat itu baru satu bulan dan Hinata putuskan untuk jalan-jalan sekitar sekolah. Saat itu ia sedang duduk melihat langit, padahal di depannya terdapat buku yang menunggu untuk dibaca.
Tapi kegiatannya terganggu ketika ia mendengar suara HP berbunyi, menelusuri setiap rak buku ia mencari asal suara tersebut. Akhirnya lama mencari ditemukannya juga sebuah HP yang terjatuh di bawah rak. Tanpa buang waktu segera didekatkannya HP itu ke telinga nya untuk menerima telephone yang mungkin si pemilik HP.
"Ha-halo?."
"Halo, kau menemukan HP ku dimana?" Bisa sangat jelas dengan suara pria yang sedikit cempreng.
"Di-di perpustakaan." Jawab Hinata tergagap.
"Siapa namamu?"
"Hi-hinata, Hyuuga Hinata"
"Souka, ano.. Hp yang kau pegang itu HP ku. Bisaka kau letakan Hpnya di tempat aman? Sementara aku ke perpustakaan." Ucap pria itu lagi.
"Aa.. Wa-wakatte.. Demo, a-aku harus meletakannya dimana?" Tengak tengok mencari tempat yang memungkinkan aman untuk menyimpan HP ini.
"Letakan saja di rak buku favorite mu, aku tahu dimana itu."
Tanpa berpikir aneh dan merasa curiga, Hinata segera meletakan HP pria itu ke rak buku yang menjadi tempat favoritenya maksud dari pria itu. "Ya, aku ta-taruh di rak kedua setelah rak yang te-terbesar."
"Oke.. Arigatou."
"Douite," Setelah itu sambungan terputus, ketika meletakan HP itu tanpa sengaja matanya melihat gantungan boneka kodok yang sedikit rusak. Iseng ia mengeluarkan benang dan jarum yang kebetulan ia bawa hari ini, berniat untuk memperbaiki sedikit robekan di beberapa bagian.
Dengan telaten ia menjahitnya sembari menunggu si pemilik HP tapi sampai jahitannya selesai pemuda itu tak kunjung tiba. Akhirnya Hinata pulang karena takut kena omelan kakaknya. Dan tanpa disadarinya si pemilik HP itu melihat semuanya.
"Kau tahu, jahitanmu itu jelek," Ledek Naruto menunjukan senyum lima jarinya "Tapi aku menyukainya. Maka dari itu aku tidak membuangnya begitu saja." Tangannya nampak sedang memetik bunga disamping ia berdiri kemudian menyerahkannya pada Hinata.
"Hei, na-nanti bunganya mati ka-kalau kau memetiknya seperti ini. Kalau ingin tak ma-mati harusnya dijabut hingga akarnya"
"Eh?"
Kejadian ini juga sama dengan sebuah memori yang pernah terjadi antara dia dan pemuda berambut blonde itu. 1 tahun yang lalu, memori yang langsung ia buang ketika tahu bagaimana sifat seorang Naruto.
Dan sekarang, adegan itu terulang kembali, sama persis malah. Mngingat itu semua mengukir senyum pahit di wajah manis Hinata.
"A-aku ingat sesuatu dan ingatan i-itu telah kubuang lama sekali. Mungkin kau su-sudah lupa, aku se-sebenarnya juga sudah lupa. Ta-tapi ingatan itu kini muncul lagi," Air mata sudah menggenang di pelupuk amesthynya. "Ka-kau tahu, dulu aku berharap ketika SMA na-nanti aku akan menjalani kisah cinta yang menakjubkan.. Di-dimulai dari saling menyukai sedikit demi sedikit, membuat ke-kenangan indah bersama, jalan bersama be-beriringan, saling mengatakan hal ya-yang disukai, lalu be-bergandengan tangan dan be-berciuman untuk pertama kalinya. D-dan itu semua aku sangat menghargainya saat-saat tersebut." Tanpa Naruto sadari, Hinata sudah sesenggukan sendiri.
Merasa bersalah menjalar dalam dirinya melihat Hinata yang mulai menangis, panik segera saja ia menangkupkan kedua pipi Hinata agar bisa dilihat wajahnya sekarang, "Hei.. Jangan menangis."
"Kau mengahancurkan semuanyaa" Seru gadis bersurai indigo itu memukul dada bidang Naruto pelan.
"Maafkan aku.." Mensejajarkan wajahnya dengan wajah Hinata yang mulai menangis deras. Kemudian sontak Hinata berbalik kemudia berlari menjauh tidak mendengarkan teriakan Naruto yang memanggilnya dan meneriakan "Yukata mu bagus
.
.
.
Sesampainya dirumah Hinata langsung mengurung diri di kamar, tidak menghiraukan panggilan ibunya. Membuat istri dari Hyuuga Hiashi itu sedikit khawatir dengan keadaan anaknya yang satu itu.
"Dia kenapa ya?."
"Biar Neji yang urus bu.." Berniat untuk mengurangi kekhawatiran ibunya, Neji menyusul ke kamar adiknya di lantai 2 untuk mencari tahu keadaan sang adik pertamanya.
Tok tok
"Hinata, boleh kakak masuk?"
Diam sebentar, lalu pintu pun terbuka sedikit yang hanya menampakan wajah kusut Hinata dari celah pintu. Menatap kakaknya sedikit takut.
"Aku tidak ingin memarahimu imouto.. Kau selalu menganggapku jahat ya?" Neji menghela nafas panjang melihat adik sulungnya yang slalu menilai Neji galak, dan takut pada kakaknya sendiri.
Pintu terbuka lebih lebar seperti menyilahkan Neji masuk tanpa kata, ia mengerti kemudian memasuki kamar adiknya yang gelap dan hanya penerangan dari lampu di halaman.
Berbalik untuk menemukan sang adik yang langsung memeluknya sambil sesenggukan, membuatnya mengernyit bingung.
"Kau kenapa?"
Setelah melepaskan pelukan sang kakak Hinata mulai bercerita seraya mengambil posisi duduk di tepi kasur kamarnya pada sang kakak.
"..dia jahat." Kata Hinata mengakhiri ceritanya.
Neji tersenyum setelah mendengarkan cerita, Hinata kira kakaknya akan mencari siapa orangnya lalu mendatanginya. Setelah itu, tinggal menunggu kabar kalau orang itu sudah masuk rumah sakit. Dan pemikiran itu membuat Hinata bergidik, kalau Naruto di seperti itukan tidan bisa ia bayangkan bagaimana Naruto nantinya.
Tapi perkirannya salah, Neji malah tersenyum seraya mengusap kepala Hinata, "Dasar anak muda.. Sudah lah tidak usah dipikirkan . Kau harus berterima kasih padanya karena dia juga memiliki perasaan yang sama denganmu."
"Pasti kakak juga pernah mengalaminya ya?"
"Hn?" Alis Neji terangkat sebelah.
"Biasanya kakak langsung maen kekerasan.."
"Haha.. Kau ini.." Mengacak rambut indigo adiknya membuat bibir sang adik memanyun. "Sudahlah ayo ke bawah, ibumu mengkhawatirkanmu tahu.. Ayoo.."
Baru Hinata ingat kalau tadi ia sudah meminta nomor telephone Gaara, segera saja ia mengambil Hpnya, mencari contact name Gaara kemudia memencet tombol Call.
Tak berapa lama sambungan tersambung, "Hallo? Siapa ya?" Yang mengangkat telephone ternyata perempuan. Pacar Gaara kah?
"Hallo.. Ini Hyuuga Hinata, bisa bicara dengan Gaara?"
"Oh Gaara, sebentar." Terdengar suara perempuan itu berteriak meneriaki nama Gaara dan sayup-sayup terdengar suara Gaara yang menjawab dengan panggilan 'Nee-san'. Sepertinya perkiraan Hinata salah, yang mengangkat telephonenya adalah kakaknya.
"Hallo?" Kini benar-benar suara Gaara.
"Hallo, Gaara.. Maaf soal yang tadi." Ujar Hinata pelan-pelan.
"Iya. Lalu kau bagaimana? Tidak di apa-apakan kan olehnya?"
"Aku tidak apa-apa kok.."
"Ya syukurlah.."
Setelah itu hening setelah Gaara kembali bersuara, "Ada yang ingin kau sampaikan lagi?"
"Aa.. Ti-tidak ada. Ya sudah ya.. Maaf mengganggumu." Tersadar dengan keheningan tadi, membuat Hinata gugup.
"Tidak apa. Selamat malam, Hinata."
"Malam.."
Sambungan akhirnya tertutup oleh Sabaku disana, mengehela nafas panjang menenangkan perasaanya yang tadi terasa gundah oleh si Sabaku yang tadi ia tinggal dengan Naruto.
Tapi kini ia sudah tenang, rasa bersalahnya sudah menguar dari hatinya. "Yokatta.." Senyum simpul terukir diwajahnya. Kemudia ia berjalan ke lantai bawah, menemui keluarganya yang tadi mengkhawatirkannya.
"Panasnyaa~" Cuaca yang sedang panas-panasnya Hinata bersepeda berkeliling komplek sendiri. Kalau terus-terusan berada di dalam rumah lama-lama Hinata jenuh juga.
Tanpa sengaja iris lavendernya menemukan sosok berambut kuning cerah yang ia ketahui adalah Naruto sedang berjalan sendiri. Penasaran akhirnya Hinata turun dari sepeda dan menuntunnya, mengikuti langkah Naruto dari belakang.
Ternyata menuju ke tempat yang tadi malam menjadi tempat pertengkarannya semalam. Mau apa Naruto disana?
Melihat tingkah Naruto yang sedang menanam bunga tadi malam yang ditolak Hinata. Padahal bunga itu sudah layu. Apa yang sedang Naruto fikirkan? Seharusnya dia tahu kalau tindakannya percuma. Bunga akan tetap mati disana.
Melihat Naruto yang berbalik lagi, Hinata segera pergi sebelum ia menemukan sosok dirinya yang membuntuti ke sini.
Sebenarnya Hinata bingung, untuk apa Naruto seperti itu? Masih banyak pertanyaan yang terngiang dalam benaknya sepanjang jalan kabur.
.
.
.
Liburan musim panas selesai menuju ke musim dingin, semua murid Konoha High School kembali ke sekolahnya seperti biasa. Walau terlihat sedikit banyak ada perasaan ogah-ogahan.
Seperti biasa sambil menunggu bel tanda masuk ia pergi ke perpustakaan dan duduk di tempat favoritenya.
Ketika sedang asyik membaca sebuah novel yang ada di perpustakaan tiba-tiba suara seseorang mengagetkannya. Sontak iapun langsung menghadap ke asal suara tadi. Untung perpustakaan masih sepi, kalau tidak mungkin saja pemuda ini akan di deathglare oleh pengunjung perpustakaan.
"Ohayo Hinata-chan.." Pemuda beriris teduh itu mengacak rambut hitamnya dengan cengiran lebar khas. Mengambil posisi ia pun duduk disamping Hinata yang sedang menahan semburat merah yang terlihat jelas di wajahnya dan merapikan rambut.
"Kau cuek sekali denganku? Bahkan kau tidak menyapaku tadi pagi?"
Kegiatan merapikan rambut berhenti ketika mendengar pernyataan Naruto tadi, ia diam tak merespon apa yang ditanyakan Naruto.
"Oke oke.. Ne ne.. Aku sudah putus dengan Shion, dan aku punya cukup banyak bukti agar kau percaya." Menyerahkan Hpnya agar diperiksa Hinata agar yang dikatakannya itu memang benar.
Menghela nafas Hinata menatap pemuda disampingnya, "Wa-walaupun begitu.. Ki-kita tidak bisa karena kita be-berbeda. Te-tetapi.. Te-terima kasih karena sudah mau menyukaiku," Meninggalkan Naruto yang masih terdiam. Mata sapphier terus memandangnya pergi meninggalkan dirinya yang masih tetap dalam posisi duduk.
Tanpa mereka sadari di balik rak terdapat seorang gadis yang mengamati kedua pasang itu.
.
Sama sekali tidak konsentrasi saat pelajaran, ia tidak mengamati buku matematika maupun memperhatikan guru yang sedang menerangkan di depan, malah asik menggambar bentuk chibi Naruto di bukunya, 'Jadi wajahnya bgini saat ia tersenyum'.
Gaara yang duduk disampingnya mengamati Hinata. Sadar sedang diperhatikan segera saja ia tutup bukunya tadi.
"Ne ne.. Gaara orang yang baik untukmu Hinata," Ucap Sakura dari sampingnya memangku kepalanya dengan sebelah tangan yang ternyata memerhatikan Hinata. "Berpacaranlah dengannya." Alis Hinata terangkat sebelah.
Menghembuskan nafas, "Akan ku coba.."
"Ganbatte.." Menyemangati Hinata dengan menepuk pundaknya dan sebelah tangan yang tadi untuk memangku kepala, mengepal.
Brak
Tiba-tiba pintu terbuka cukup keras mengalihkan pandangan para murid ke arah sumber suara yang diakibatkan pemuda bersurai blonde.
"Apa yang kau lakukan Namikaze-san?" Seru Anko sang guru yang sedang mengajar di kelas itu berkacak pinggang.
"Aa.. Aku ingin menemui Hinata," Mendekati bangku Hinata kemudian menariknya keluar kelas. Kelas menjadi hening seketika karena terpaku dengan sosok kuning yang sedang menyeret Hinata keluar. Mereka bengong, kecuali sang guru yang berteriak-teriak.
Anko yang melihat muridnya dambil paksa berteriak yang sama sekali tidak dipedulikan oleh yang dipanggil.
Hinata terus berusaha melepaskan cengkraman pemuda bernama Naruto ini yang menariknya keluar, "Le-lepaskan Naruto-kun."
Tapi pemuda bernama Naruto itu tak mengindahkan kata-kata Hinata dan terus menyeretnya keluar kelas.
"Naiklah." Ujarnya mengajak Hinata naik ke montor sport Ducati oranyenya.
"Kita ma-mau kemana? Kita t-tidak boleh seperti ini, Naruto-kun. Sama saja ki-kita bolos" Tanya Hinata seraya menaiki montor Naruto yang langsung ditancap gas pergi keluar sekolah yang gerbangnya tanpa penjagaan ketat.
"Nanti juga tahu. Sudah pegangan saja." Ditengah perjalanan Naruto menjawab yang suaranya tidak mungkin Hinata dengar karena cepatnya montor yang ia kendarai.
Entah lah pemuda pirang ini akan membawanya kemana? Dan hanya Naruto saja yang tahu kemana Hinata dan Naruto menuju.
Sesampainya di pinggir sungai jauh dari keramaian kota, montor itu berhenti. Turun Hinata mengikuti Naruto yang menggandengnya, mentautkan tangan mereka.
-Kau yg pertama kali.. Ku bayangkau kalau kita berjalan bersama, bayangan kita seolah bergandengan satu sama lain, semakin dekat seolah mengatakan masa depan kita-
Membentuk ibu jari dan telunjuknya di kedua tangan membentuk sebuah persegi panjang, mengarah pada langit dan menunjukannya pada Hinata, "Ne ne.. Ini untukmu."
Diam karena terheran maksud dari pemdua yang berdiri disebelahnya, ia hanya mendekati dan ikut melihat ke bingkai jari Naruto yang ternyata membingkai sebuah langit yang jika di beri bingkai akan membentuk dan tampak indah. Terkagum dengan pemandangan yang Naruto buat, senyum manisnya terkembang.
"Kenapa kau menyukai langit biru?." Tanya Naruto masih pada posisinya, hanya kepalanya saja yang menoleh pada Hinata.
Menjauhkan diri dari Naruto wajah Hinata menjadi tampak datar, "Ti-tidak perlu alasan untuk me-menyukai sesuatu" Masih tergagap seperti biasa. Tapi wajahnya sudah memerah, mungkin karena jaraknya dengan Naruto tadi sangat dekat. Dan hal itu baru ia sadari.
"Hinata-chan.." Berpaling mata lavender itu menatap sapphier. "Sedikit demi sedikit harapanmu saat SMA ini akan terwujud,"
Menautkan alisnya menjadi pertanyaan Hinata.
"Seperti yang pernah kau katakan tempo hari ketika festival. Berjalan bersama, saling mengatakan apa yang disukai dan lainnya. Aku tahu apa yang kau sukai, dan sekarang giliranku untuk memberitahukan apa yang aku sukai.." Lanjutnya. Tangan tan itu menarik lengan Hinata menunjuk sungai yang mengalir disamping mereka.
"Sungai adalah hal yang aku sukai, karena sungai bergerak maju dan kuat tergantung pada arusnya, juga kadang tenang. Air sungai juga menyejukan dan jernih. Birunya sperti mataku ini.." Wajah Naruto mendekati wajah Hinata yang langsung berubah merah.
-Kau benar. Kau bagaikan sungai. Kuat dan hanya menatap ke depan. Dan semakin dekat. Hal yg kau sukai dan aku sukai tampaknya kini semakin dekat-
Dari hari ke hari, sedikit demi sedikit Hinata mulai mencintai Naruto. Membuka hati untuk pemuda itu. Senyum yang terkembang antara mereka, kebahagiaan ini menyelimuti diri mereka. Tangan mereka pun menyatu, berpegangan dan masih saling pandang satu sama lain. Mengunci tatapan mereka dengan iris sappier dan amethsy itu.
-Aku mulai berubah, tidak secara pasti.. Aku mulai terbawa dengan warna Naruto... Langit yg mestinya sama seperti biasa, kini terlihat seribu kali lebih indah. Hanya karena kami memandangnya bersamaan-
Iseng Naruto lalu menarik tangan Hinata untuk bermain dengan air disungai yang sejuk, bermain bersama dengan bercipratan air. Suasana seperti ini sungguh Hinata nikmati dan tidak ingin akan terhenti, tapi akan terus berulang dengan lelaki di depannya itu yang masih setia menyipratinya. Tertawa bersama. Wajah berseri, kadang pula wajah Hinata harus bersemu merah karena digoda oleh Naruto.
Semoga saja.. Semua ini bukan mimpi.
-Dan baru ku sadari saat itu, bahwa matamu begitu indah. Memancarkan warna biru yang cerah dan hangat sesuai dengan warna rambutmu. Juga senyummu yg menghangatkan seperti sinar matahari. Saat aku melihat mata mu, seakan aku jga melihat lngit di dlm nya
A/N:
Ini hasil collab saya (Yumi Murakami) dengan si pemili akun ini (Namikaze Miku/Miku-chan) ini. Haa~ disini saya bertugas menjadi pengedit, membetulkan kata-kata, mengobrak abrik cerita, mengubah alur cerita, dan lainnya. Pokoknya saya rusuh di Fic ini. Dan si Miku-chan cuman bikin alur dan plotnya saja juga tulisan yang ditengah-tengah itu yang bercetak tebal. Dan maaf kaau terlalu panjang.. Miku yang minta padahal saya sudah ilang untuk dibagi.. Ahk dasar..Kalau mau demo, ke Miku ajah XP
Saya dipaksa mengedit Ficnya dia selama 3 hari siang malam, T.T
Demi kamu dan tanpa dibayar #pelukMikuMintaBayaran.
Padahal sudah saya paksa dia buat ikut cuap-cuap.. Tapi kata si Miku-chan ini cuman bilang_ Terima kasih pada Tuhan yang telah memberi pencerahan untuk saya *ini mah saya yang nambahin XD. Untuk para RT RW, Kelurahan,, keluarga dan lain sebagainya. *plak Cast koizora dan all Cast Naruto.
Ya hanya itu. payah dia =="
Miku: Aku dengar Yumi~
Yaya Gomen. Dan pokoknya saya cuman minta review buat mengkritik menilai dan lain sebagainya kecuali Flame. Karena si pemilik akun ini paling gak suka di Flame. Kalau saya sih santai-santai saja. Toh juga namanya orang saraf XD
Nah sekali lagi makasih yang mau baca Fic ini. Minta Review in d'mari yak~ ^.
Miku&Yumi : Arigatou Gozamaizu m(_)m
