007
disclaimer
hetalia series © himaruya hidekazu
fanfiction © pindanglicious
saya tidak mengambil sedikit pun keuntungan dari pembuatan karya ini.
warning: human names / au / drabble collection / harsh language / shounen-ai
sum: arthur percaya kalau cinta itu hanya bohong belaka.
.
saya tidak maksa anda untuk baca, jadi silakan tekan tombol back kalau tidak suka ;)
・ thorny roses ・
Arthur memberinya sekuntum bunga mawar merah yang masih segar dan berduri tajam, tanpa mengucap sepatah kata apa pun pada Antonio.
Dia menarik tangan itu dengan kasar; menunjukkan warna kulit mereka yang begitu kontras tatkala benderang kuning baskara menyorot permukaannya. Si pemuda Inggris Raya menjejal mawar berdurinya pada telapak tangan sang Spaniard. Iris hijau zambrudnya menatap tajam lensa peridot yang tersemat dalam rongga mata milik pribumi negeri matador di hadapannya.
Antonio meringis, hendak melayangkan protes bersamaan dengan menetesnya likuid merah dari celah-celah tangan mereka; jatuh ke tanah, ditarik kekuatan gravitasi. Namun entah mengapa tubuhnya tak mampu memberontak, atau untuk sekadar menampik tangan pucat Arthur. Yang ia dapati adalah; darah segarnya menyatu dengan darah si lelaki Britania Raya; bajingan yang dahulu kala pernah dibencinya.
Arthur menarik sudut bibirnya ke atas, kemudian terbuka untuk mengucap sekalimat bicara dalam bisikannya yang membunuh nyali.
"Kau milikku, Carriedo."
Ia mengeratkan genggam tangannya yang terasa semakin lengket.
"Kau ini brengsek seperti biasanya, Kirkland."
・ afternoon tea time ・
Kala petang menjelang, Antonio akan mendapati sang gentleman Inggris yang tengah menikmati secangkir earl grey tea di halaman belakang rumahnya. Ia ditemani bersama sepiring muffin dan semilir angin sore yang menerpa kedua belah pipi pucatnya.
Lelaki berambut cokelat ikal asal Spanyol itu berdiri di balik pilar taman, menyunggingkan seulas seringai jenaka di sela kegiatannya memerhatikan rutinitas si pirang dari negeri Britania.
Namun waktunya tak lama; Arthur mengalihkan atensinya pada sang Spaniard. Antonio menelan ludahnya.
"Duduklah Anthony," titahnya dingin, laksana raja-raja yang berkuasa di negaranya. Tangan berkulit pucat Arthur bergerak menarik sebuah kursi yang ada di sebelahnya.
Antonio tersenyum mengejek, lalu menghampiri Arthur yang tengah menyuap muffin-nya. Cemilan favorit yang (untungnya) dibuatkan seorang juru masak andal di rumah itu. Sang pribumi Spanyol menghempas bokongnya di kursi kayu sewarna putih tulang tersebut, kemudian menyilangkan kedua tangannya di atas meja bundar yang mereka tempati.
"Jarang-jarang kau mengajakku minum teh bersama, Arturo. Kemarin makan apa?" tanyanya jahil.
Arthur nyaris menyemburkan teh yang memenuhi rongga mulutnya. Ia mendecih dengan dahi yang berkedut kesal. Lelaki berambut dirty blonde itu menaruh cangkir porselennya kasar sambil menutup wajahnya yang memerah menahan amarah.
"Jangan mimpi kau, bloody bastard! Aku tak sudi mengajakmu minum teh bersama. Camkan itu dalam benakmu!" elak pria Inggris tersebut seraya menggebrak meja. Ia melanjutkan, "Aku hanya gerah melihatmu berdiri dengan tampang idiotmu di belakang pilar, bastard. Now shut up and enjoy your f*cking tea!"
"Pfft—" Antonio berusaha menahan ledakan gelak tawanya. Pemuda itu kemudian mengambil cangkir, dan menuangkan earl grey tea-nya sembari terkikik geli. "Apa pun katamu, sir Kirkland. Omong-omong, terima kasih banyak lho atas ajakan minum tehnya."
"Shut the f*ck up, Anthony."
"Muchas gracias, Arturo."
・ siesta ・
Kalau sore hari di London Arthur akan menikmati suasana afternoon tea time-nya yang khidmat, di Barcelona dia punya lain cerita. Antonio memaksa pemuda Britania itu untuk tinggal di rumahnya—sampai dia kembali ke Inggris bulan depan. Walau mulanya si pirang beralis tebal tersebut menolak, akhirnya ia tetap tinggal di sana.
"Untuk sementara, Anthony! Untuk sementara! I swear to God!" ujarnya penuh penekanan. Ditanggapi dengan Antonio yang memutar bola matanya bosan dan menghela napas panjang.
Pria kelahiran negeri adu banteng itu masih sibuk membereskan kamarnya, mempersiapkan ruang tidur itu untuk waktu siesta-nya yang berharga. Dia tengah mengangkut dua tumpuk seprai dan beberapa buah bantal, sambil berjalan dengan tempo cepat.
"Ya, ya, Arturo. Terserahmu lah," desahnya tak peduli, lantaran Arthur sudah (terlalu) sering merapal kalimat itu di setiap kesempatan. Tanpa berbalik badan, lelaki bernetra hijau tersebut menambahkan dialognya. "Aku akan melakukan siesta sekarang. Kau bisa bicara nanti. Atau barangkali mau ikut tidur denganku?"
Arthur naik pitam; sumbu emosinya kembali tersulut. "Hah?" geramnya galak. "You bloody wanker! Sekarang itu waktunya afternoon tea time, bukan tidur sore bodohmu! Mana sudi aku satu ranjang denganmu!" ia menyerukan umpatan pada sang Spaniard.
Antonio menaikkan sebelah alisnya. "Aku tidak bilang kita bakal tidur seranjang lho," selanya dengan wajah tanpa dosa. Arthur sangat ingin meremas-remas muka dungu itu sepuas yang ia bisa—andai saja ia berani melakukannya.
"B-b-bukan itu maksudku!" sang invincible British gentleman menghardiknya dengan wajah memanas. Ia merutuk, lalu menarik pergelangan tangan lelaki berdarah Spanyol itu dengan kasar. Membuat Antonio kehilangan keseimbangan, dan keduanya terjatuh ditarik gravitasi ke atas permukaan lantai.
BRUK
"Duh, Arturo!"
Antonio mengaduh kesakitan seraya memegangi punggungnya yang terbentur tembok. Seprai yang dibawanya terhampar berantakan di ubin. Bantal-bantalnya ikut tergeletak. Persiapan kegiatan siesta-nya dikacaukan oleh musuh bebuyutannya dari Inggris. Kali ini kesabarannya benar-benar habis. "Kau berat sekali, bastardo! Menyingkir dari tubuhku! Ini negaraku, aku bebas melakukan kultur budayaku! Jangan menginterupsi, mierda!" makinya sambil mendorong dada sang British yang menghimpit tubuhnya.
Namun Arthur tak bereaksi; ia bergeming dengan posisi tindihannya di atas raga si pribumi negeri matador. Lensa mereka yang senada—sehijau daun pohon ek di musim panas—saling bertemu pandang. Arthur mengunci pergelangan tangan musuh abadinya dengan erat dan agak kasar. Entah sejak kapan pula dahi mereka bersentuhan, dan Antonio dapat merasakan embusan napas Arthur yang menyapu kulit pipinya.
Si rambut cokelat ikal menatapnya tajam. Ia tak mampu menyembunyikan rona tipis di pipinya.
"Arturo. Singkirkan. Tubuhmu. Sekarang. Kau berat."
Ia mencoba memberontak, tetapi cengkeraman itu jauh lebih kencang dari sebelumnya. Antonio mendecih kesal.
Alis tebal si aristokrat Britania menukik tajam. Giginya bergemelutuk akan amarah. Ia ingin menerkam pemuda Spanyol di hadapannya sekarang juga. Menghukumnya tanpa ampun.
"Aku membencimu, Anthony. Sangat membencimu," desisnya berat dengan nada membunuh.
Detik berikutnya, Arthur membungkam mulut di hadapannya itu dengan bibirnya sendiri, menekannya agak kasar. Antonio membelalakan matanya lebar-lebar; namun tubuhnya tak menolak.
Mereka tak munafik; mereka menikmatinya.
・ a piece of 'hate' letter ・
Satu waktu Antonio mendapati secarik kertas yang terselip di dalam kopernya. Ia membuka lipatan kertas itu, dan membaca baris-baris tulisan yang tertera di sana.
aku membencimu
aku membenci matamu yang sehijau bentang permadani rumput di sabana
aku membenci senyummu yang sebenderang cahaya baskara
aku membenci tubuh tegapmu yang kerap disegani setiap nyawa (tapi aku tidak)
aku membenci eksistensimu yang mengusik kehidupanku di dunia
aku membencimu yang singgah sejenak dan pulang tanpa mengucap kalimat 'sampai jumpa'
aku membencimu
yang memusatkan seluruh atensiku padamu
yang selalu terbayang dalam mimpiku dengan senyum tololmu
aku membencimu
yang membuatku jatuh dalam rengkuhmu
・ embroidery ・
Di waktu senggangnya, Arthur akan mengambil sebuah pembidang, kain, satu set jarum, dan beberapa varian benang, lalu dia mulai menyulam.
Kadang hobinya yang kelewat konyol itu selalu mengundang tawa Antonio. Karena buatnya, menyulam adalah kegiatan yang biasa dilakukan kaum perempuan. Tapi ia baru tahu kalau sosok gentleman semacam Arthur pun suka melakukannya. Tapi kadang pula ada saat di mana Antonio akan berdecak kagum melihat hasil karya kawannya yang kelewat menakjubkan. Lelaki itu sangat detil menyulam motif-motif rumit.
Sedangkan dirinya sendiri cuma bisa merangkai mawar untuk dijual ke toko-toko bunga pinggiran sebagai pekerjaan sampingan. Bukan talenta yang amat spesial seperti tangan ajaib Arthur si sorcerer wannabe.
Selembar sapu tangan yang diberikan Arthur padanya adalah hasil karya hastanya sendiri. Motifnya lucu, pohon tomat. Antonio ingat bagaimana si gentleman Inggris memberinya dengan cara kasar; dilemparkan ke wajahnya.
"Aku membuatnya hanya untuk mengelap ingusmu. Kau itu jorok dan aku tahu itu, Anthony. Jadi jangan salah paham."
Begitu Arthur berujar saat sapu tangan sulamannya melayang jatuh di wajah Antonio, sambil memalingkan wajah ke sembarang arah. Sementara lawan bicaranya memanyunkan bibir berpura-pura marah. "Kau ini sama sekali tidak manis, Arturo. Masa memberi hadiah kecil saja sampai dilempar ke mukaku?"
"Aku tidak sedang memberimu hadiah, bloody git!"
・ cooking time ・
Antonio tak pernah mengizinkan Arthur menyentuh barang-barang yang ada di dapur. Entah itu alat-alat yang berhubungan dengan masak memasak, atau bahan-bahan makanan yang tersedia di dalam lemari es atau tempat penyimpanan lainnya. Di rumah tempatnya tinggal maupun di kediaman si alis tebal. Dia tak pernah mau Arthur nekat bereksperimen di sana.
Si pemuda berambut dirty blonde itu seringkali berseteru dengannya kalau urusan dapur.
"Yang ada di pikiranmu cuma tomat, tomat, dan tomat, sialan! Kaupikir lidahku dari apa, hah?!"
"Setidaknya aneka olahan tomat lebih baik daripada masakan-masakanmu yang ajaib, alis tebal!"
"—darn you, retard! Berani sekali kau menghina masakan seorang gentleman!"
"Hmph. Itu bukan masakan tapi racun berwarna absurd, estupido."
Kalau sudah seperti ini, Antonio si chef andal dari Spanyol akan menyunggingkan senyum penuh kemenangan, sedangkan chef (ber)andal dari Inggris tak mau mengakui kekalahan telaknya.
"Sudahlah, bastardo. Kau diam dan duduk manis di sana saja di situ. Tenanglah, tempatku tak menyimpan busby's chair buat mengutukmu," ejek sang Spaniard seraya mengenakan apron kuningnya. Arthur mendengus kesal dengan raut angkuhnya seperti biasa. Antonio terkikik geli melihatnya. "¡Si, aku akan buatkan fish and chips buatmu. Kasihan kau diare karena kebanyakan dicekoki tomat."
"Terserah kau, bajingan. Perutku terlalu sensitif untuk mencerna olahan tomat-tomat busukmu," balas pria bermata emerald itu sengit.
"Ahahaha. Kau ini mirip sekali dengan Lovi,"
—hening sejenak.
Arthur Kirkland menaikkan sebelah alis tebalnya heran. "Lovi?" tanyanya bingung. Antonio berbalik badan sebentar dan melempar senyum yang dirasanya berbeda; senyuman hangat. Membuat invincible British gentleman di hadapannya menelan ludah penasaran.
"Putraku."
"Hah?!"
Arthur tergelak, matanya membelalak cukup lebar. Ia merasa ada sesuatu yang agak mengganjal ketika perkataan itu keluar dari bibir sang Spaniard. "Kupikir kau masih lajang—bloody hell, umurmu 'kan masih dua puluh lima tahun, bastard. Jangan melawak," semburnya sambil mengacak rambut.
Antonio kembali sibuk berkutat dengan pisau dan sayur mayur, memunggungi Arthur yang tengah dilanda kebingungan. Hatinya tertawa laksana iblis. 'Tuh 'kan reaksimu benar-benar tak disangka,'
"Santai, Arturo. Dia anak angkatku. Tenang saja, aku masih belum menikah," ungkapnya diiringi hela napas lega dari lawan bicaranya. "Kenapa, eh? Jangan bilang kau malah jatuh cinta padaku dan patah hati saat aku bilang Lovi itu anakku? Pfft—kau itu lucu sekali, Arturo!"
"B-B-BUKAN BEGITU, CREEPY BLOODY MORON!"
"Ahh iya, Arturo. Tak apa, mencintaiku itu wajar sekali. Benci dan cinta 'kan dekat,"
"ANTHONY!"
・ bed sharing ・
"Kasurku basah. Basah. Aku tidak sudi tidur seranjang denganmu tapi langit-langit kamar tamu bocor, sialan. Geser atau kubuang kau ke laut Karibia!"
Malam hari di mana hujan turun deras, Arthur Kirkland datang dengan tampang serampangannya ke kamar Antonio Hernandez Carriedo, menumpahkan sumpah serapah dan amarah. Lelaki pirang itu tak mengetuk atau bersikap lembut, tapi mendobrak pintu kamar minimalis tersebut dengan kasar.
Kalau saja sumbu kesabaran Antonio pendek, dia pasti sudah menonjok berandal di hadapannya ini sampai babak belur.
"Arturo bastardo. Apa ibumu mengajarimu sopan santun? KETUK DULU PINTUNYA, IDIOTA!" teriak pemuda berdarah Spanyol itu seraya melempar bantalnya.
Arthur yang tak mau pusing menanggapi argumennya berjalan gontai ke arah ranjang kecil itu dan menghempaskan tubuhnya di sana. Antonio mendecak sebal, karena baru kali ini sikap si rubio bastardo-nya bersikap empat kali lipat lebih menyebalkan. Ia mengubah posisinya berbalik badan, memunggungi sang British yang tidur di sampingnya.
"Aku benci padamu, Anthony."
Kalimat itu kembali terdengar di dekat telinganya; Antonio merasakan bulu romanya bergidik ngeri.
"Diam dan tidurlah! Ini sudah mal—hmph!"
Dari belakang, Arthur menggerakkan tangannya untuk membekap mulut berisik Antonio. Ia menenggelamkan wajah rupawannya di bahu berkulit kecokelatan itu, menghirup dalam-dalam aroma sitrun yang menguar dari sana. Sementara Antonio memejamkan matanya kuat-kuat, wajahnya memanas ketika deru napas hangat menyapu kulit luarnya.
"Heh. Kau yang mengomporiku soal cinta, sekarang kau sendiri yang kena batunya, 'kan? You bloody pathetic jerk."
—bisikan berat itu sukses membuat seorang Antonio Hernandez Carriedo menutupi seluruh mukanya yang benar-benar memerah padam.
.
end
karena uk/spain itu otepe tercinta si sayah :") /kabur
dibikin per-prompt collection, ada 7 prompt yang dipake, jadi judulnya 007 karena saya clueless /ditabok
walau saya gak yakin berapa banyak orang yang ngeship pairing amazing ini, tapi semoga suka hahaha :")
