Warning: OC, gaje, abal, mungkin typo, alur gaje, mungkin OOC

Genre: Family, Friendship, Action, Hurt/Comfort, Tragedy

Disclaimer: Masashi Kishimoto

DON'T LIKE DON'T READ

Prolog

"Selamat Uchiha-sama, anak anda berhasil terlahir dengan selamat!" ucap seorang medic-nin yang baru saja membantu proses kelahiran.

"Syukurlah… Aku sangat senang sekali. Terimakasih sudah mau membantuku" ucap wanita yang baru saja melahirkan itu dengan wajah yang bahagia.

"Sama-sama, itu sudah tugasku sebagai medic-nin disini" balas medic-nin itu dengan senyuman.

"Kalau begitu, aku akan membawa bayinya untuk pemeriksaan. Aku permisi sebentar" lanjut sang medic-nin sambil membawa bayi yang baru saja lahir itu untuk diperiksa.

Beberapa bulan kemudian

"Ini sudah saatnya saya memberikan laporan pemeriksaan bayi kepada anda, Uchiha-sama" ucap medic-nin yang beberapa bulan lalu membantu nyonya Uchiha dihadapannya untuk melahirkan. Ia memberikan beberapa helai kertas kepada nyonya Uchiha tersebut.

Nyonya Uchiha dan suaminya mulai membaca kata demi kata yang tertulis pada kertas tersebut. Mereka tampak terkejut. Kemudian, medic-nin di hadapan mereka menjelaskan apa maksud dari laporan pemeriksaan itu.

6 tahun kemudian

Izuna's POV

Orang bilang kalau terlahir di klan elit itu beruntung. Apalagi kalau kau memiliki posisi yang cukup tinggi di klan itu. Tapi menurutku itu salah, karena aku sama sekali tidak merasa seperti itu. Menurutku, itu malah membuatku tertekan…

Namaku Uchiha Izuna. Aku adalah anggota klan elit, Uchiha. Bukannya menyombongkan klan ku, tapi memang seperti itulah kenyataannya. Dan aku juga merupakan anak bungsu dari ketua klan kami, Uchiha Tajima. Ya, orang mungkin menganggap aku beruntung, selain merupakan anak bungsu yang notabene paling disayangi, ayahku bukanlah orang biasa. Tapi ia adalah ketua dari klan elit! Selain itu, aku memiliki 4 kakak laki-laki. Ayah sangat bangga kepada mereka, terutama kakak tertua kami, Madara Uchiha. Kemampuannya sangat hebat, di atas batas normal. Ketiga kakakku yang lain juga sangat hebat, tapi Madara-nii tak bisa ditandingi.

Dengan statusku sebagai anak bungsu dari Uchiha Tajima dan juga adik dari Madara Uchiha, tentu saja membuat namaku naik juga kan? Bahkan setiap harinya aku memiliki pengawal setia yang merupakan anggota klan Uchiha. Setiap mereka melihatku di luar rumah, mereka pasti segera menghampiriku dan menemaniku kemanapun aku pergi, bahkan memaksaku pulang. Mereka tidak akan pergi sebelum memastikan bahwa aku benar-benar pulang ke rumah dengan selamat. Mereka pasti diperintah oleh Tou-san untuk mengawalku. Padahal aku tidak butuh semua itu.

Daaaaaan bisa dibilang aku yang paling dimanja di keluarga ini. Selain karena memiliki banyak pengawal, Kaa-san juga selalu mengkhawatirkanku. Berbeda dengan ke-4 kakakku yang dipaksa untuk ikut berperang, aku justru dilarang untuk ikut. Bahkan untuk latihan saja tidak boleh. Seperti hari ini…

"Kaa-san, aku juga mau ikut Nii-san latihan…" bujukku pada Kaa-san.

"Tidak usah, latihan itu melelahkan loh… Lebih baik kamu di sini saja menemani Kaa-san" Kaa-san menjawabku dengan kata-kata yang hampir sama setiap harinya.

"Tapi aku juga mau menjadi hebat seperti Nii-san. Aku bosan di rumah terus, aku mau latihaaaaaan…." Ucapku mulai sebal dengan semua aturan yang diberikan oleh orang tuaku.

"Izuna, kamu masih belum cukup umur. Saat kamu sudah lebih dewasa nanti, Kaa-san mungkin akan mengizinkanmu, ya?"

Kaa-san masih sibuk dengan urusannya sampai-sampai tidak menoleh kearahku sedikitpun. Aku pun mendengus kesal.

"Mungkin… selalu saja begitu. Aku bosaaaan, setiap hari di rumaaaah terus. Tak ada yang bisa kulakukan. Sekarang ini kan sedang perang, tapi Kaa-san malah menyuruhku untuk bersantai-santai saja dirumah. Padahal Kaa-san sendiri pernah bilang kalau kita tidak bisa bersantai-santai saat orang lain kesusahan. Kalau begitu izinkan aku berlatih, supaya aku bisa menjadi hebat seperti Nii-san dan ikut berperang juga bersama Tou-san dan klan Uchiha yang lain" aku terus berusaha membujuknya agar ia mengizinkanku untuk keluar rumah.

"Itu memang benar kalau kita tidak bisa bersantai saat orang lain kesusahan. Tapi kamu harus mengerti kondisinya terlebih dahulu, Izuna. Nii-san mu itu bisa ikut berperang karena mereka sudah memiliki kemampuan yang hebat. Sementara kemampuanmu kan masih belum cukup, kalau kamu mati dalam perang bagaimana? Kaa-san akan sangat sedih… Kamu tega meninggalkan Kaa-san secepat ini?" ucap Kaa-san sambil mengelus lembut kepalaku.

"Karena itulah aku mau latihan. Aku tidak akan langsung perang kok, cuma latihan saja. Nanti kalau aku sudah hebat, baru aku akan ikut perang. Boleh ya…" bujukku lagi.

"Di luar itu berbahaya Izuna. Kamu tahu sendiri kan kalau sekarang ini sedang perang. Tempat paling aman itu ya di rumah. Bahkan di rumah sekalipun tidak begitu aman. Tapi setidaknya di sini ada banyak orang yang menjagamu. Dan rumah itu tidak luas dibandingkan dunia luar, kamu gak mungkin hilang di dalam rumah. Kalau kamu di luar, kamu bisa diculik, bahkan dibunuh. Di luar itu kondisinya mengerikan…" Kaa-san terus saja menakut-nakutiku.

"Lalu kenapa Nii-san boleh berlatih? Mereka kan juga pergi keluar. Bukankah berbahaya?" tanyaku sebal.

"Nii-san mu itu sudah bisa melindungi diri mereka sendiri. Mereka juga lebih tua darimu. Mereka lebih berpengalaman soal pertarungan. Tolonglah kamu mengerti itu… Kamu itu berbeda dengan mereka" jelas Kaa-san.

"Berbeda apanya? Kita semua sama-sama anggota klan Uchiha, dan juga sama-sama anak Kaa-san dan Tou-san. Atau jangan-jangan, aku ini anak pungut?" ucapku asal.

"Hush! Jangan bicara seperti itu. Kaa-san begini karena Kaa-san sangat menyayangimu. Kalau kamu anak pungut, kamu mungkin akan Kaa-san biarkan pergi keluar sana dan menghadapi bahayanya perang. Untuk apa capek-capek mengurus anak yang setiap hari merengek dan tidak mau mendengarkan Kaa-san. Padahal yang Kaa-san lakukan ini juga untuk kebaikkanmu…" ucap Kaa-san yang sudah mulai kesal dengan semua rengekanku.

"Kalau Kaa-san sayang padaku, biarkan aku latihan…" pintaku lagi.

"Kalau Kaa-san membiarkanmu keluar, sama saja membiarkan anak yang sangat Kaa-san sayangi terbunuh dalam perang. Sudahlah, kamu dirumah saja menemani Kaa-san. Mengerti itu?" omelnya padaku.

"Tapi aku mau la-"

"Pokoknya tidak! Sekarang cepat masuk ke kamarmu saja. Baca saja buku-buku yang baru Tou-san berikan padamu!" potong Kaa-san sebelum aku menyelesaikan perkataanku.

"Aku sudah membaca semuanya…" ucapku pelan karena aku agak takut dengan omelannya.

"Kalau begitu hapalkan!" ucapnya asal sambil merapikan meja.

Aku kesal karena hari ini aku gagal juga membujuk Kaa-san. Mau sampai kapan begini terus? Aku merasa seperti dikurung di rumah. Aku tidak pernah boleh ikut latihan. Keluar pun hampir tidak boleh. Aku bahkan tidak punya teman. Sangat sedikit orang yang kukenal. Jangankan yang berasal dari klan lain, yang berasal dari klan sendiri saja aku belum tentu kenal.

Aku merasa sepertinya orang tuaku tidak menyayangiku. Masa' aku dikurung di rumah setiap hari. Sementara ke-4 kakakku boleh pergi keluar untuk latihan. Kan aku juga mau seperti mereka. Sekali saja tidak boleh. Bahkan untuk menonton latihan mereka saja tidak boleh. Selama ini aku selalu mendengar omongan orang-orang tentang Madara-nii , banyak yang mengatakan dia itu sangat hebat. Tapi aku sendiri pun belum pernah melihat kemampuannya. Cih, aku kesal dengan semua ini. Kaa-san bilang aku belum cukup umur. Padahal seingatku, saat Shiro-nii seumuran denganku yaitu 7 tahun, ia sudah boleh ikut perang. Kenapa aku tidak boleh. Padahal umurku sudah 7 tahun sekarang. Kenapa aku dibedakan dengan Aniki ku. Memikirkannya membuatku semakin kesal. Aku segera membaringkan diriku diatas kasurku. Aku melirik kearah buku-buku yang baru saja diberikan Tou-san 2 hari yang lalu.

"Kalau kau benar-benar tertarik dengan perang, baca saja buku-buku ini! Ini ringkasan perang yang pernah klan kita lalui"

Itulah yang dikatakan Tou-san saat aku membujuknya untuk mengizinkanku latihan dengan alasan bahwa aku juga ingin ikut berperang.

"Baca saja buku-buku yang baru Tou-san berikan padamu!"

"Aku sudah membaca semuanya…"

"Kalau begitu hapalkan!"

Aku jadi teringat omelan Kaa-san tadi.

"Padahal aku juga sudah menghapalnya…" gumamku. Ya, karena aku sangat sangat sangat bosan, aku menghapal seluruh isi buku itu. Habisnya aku tidak memiliki pekerjaan lain.

"Aaaaaah, aku benar-benar bosaaaaaaan" teriakku di kamar.

Skip Time

Aku melewati hari-hariku seperti biasanya. Yah, selalu saja diam di rumah. Karena orang tuaku tak pernah megizinkanku untuk keluar rumah jika itu tidak mendesak. Kalaupun aku keluar, seperti biasanya, para pengawal setia akan segera menghampiriku dan akan mengikutiku kemana-mana.

Sekarang ini aku sedang menyantap hidangan makan siangku. Aku pun menyantap makananku dengan malas. Sebenarnya makanannya enak. Tentu saja, masakan Kaa-san selalu enak! Tapi, aku sebal karena tidak boleh keluar. Meskipun aku tidak pernah lelah untuk membujuk Kaa-san, tapi ia juga tidak pernah lelah untuk melarangku.

"Tadaima…" terdengar suara Aniki beberapa saat setelah terdengar suara pintu terbuka.

Aku langsung berlari kearah pintu depan. Aku ingin menyambut Tou-san dan keempat Aniki ku yang baru saja pulang dari latihan.

"Okaeri…." Teriakku sambil memeluk Tou-san.

Kaa-san pun menyusulku.

"Okaerinasai, Kaa-san sudah menyiapkan makanan untuk kalian. Mau makan dulu, atau mandi dulu?"

"Aku mau mandi dulu…" ucap Tou-san sambil melepaskan pelukkanku dan berjalan kearah belakang rumah.

"Kalau begitu, kalian berempat makan dulu ya. Sambil menunggu Tou-san selesai mandi. Kalau Tou-san sudah selesai, kalian bergantian mandi ya…" ucap Kaa-san sambil tersenyum kearah keempat Aniki ku.

"Baik Kaa-san" ucap mereka serempak sambil berjalan menuju ruang makan.

Aku pun dengan semangat menyusul mereka. Aku ingin tahu tentang latihan mereka hari ini.

"Pasti seru…" gumamku.

Aku segera duduk di tempatku makan tadi. Di hadapanku, masih ada sepiring makanan yang baru sedikit kumakan. Sekarang ini aku jadi memiliki semangat untuk makan lagi. Sementara Kaa-san menyiapkan makanan untuk Aniki ku.

"Nii-san, Nii-san, bagaimana latihan hari ini?" tanyaku pada mereka dengan semangat.

"Bukan urusanmu" jawab Madara-nii dingin seperti biasanya.

Aku mendengus pelan karena merasa sebal akan respon Madara-nii yang selalu saja begitu.

"Latihan hari ini cukup melelahkan, Izuna" ucap Hisashi-nii sambil tersenyum dan mengelus pelan kepalaku.

Hisashi-nii memang selalu baik padaku. Ia membuat semangatku jadi naik lagi.

"Tapi pasti seru kan? Ya kan Nii-san?" tanyaku semakin antusias.

"Yaaa, begitulah… Kami belajar jurus baru dan−" sebelum ia menyelesaikan seluruh ucapannya, Madara-nii tiba-tiba memotong pembicaraan kami.

"Hisashi, kau sudah terlalu sering menceritakan latihan kita padanya. Itu akan membuatnya semakin ingin latihan. Kau mau merepotkan Kaa-san? Kau tau, Kaa-san selalu kerepotan untuk melarangnya pergi keluar, jangan kau tambah lagi bebannya" omel Madara -nii.

Kami semua langsung terdiam. Tak ada yang berani membantah omelan Madara-nii kecuali Tou-san. Karena keduanya memang menyeramkan saat marah.

Sebenarnya aku kesal karena Madara-nii mencegahku untuk mengetahui tentang latihan mereka. Tapi yang dikatakannya ada benarnya juga. Kaa-san memang sudah kelelahan dengan semua pekerjaannya. Ditambah lagi mengurusku yang terus saja merengek setiap hari. Dan semakin aku mendengar cerita tentang latihan Nii-san, semakin aku bersemangat untuk berlatih juga. Jadi menurutku bukan Madara-nii yang salah. Tapi mau bagaimana lagi kan? Aku sudah bosan berada di rumah terus. Dan lagipula aku tidak merasa bahwa keinginanku ini adalah keinginan yang salah.

"Izuna…" tiba-tiba Madara-nii memanggilku, aku pun segera menoleh kearahnya.

"A-apa? Nii-san?" tanyaku agak gugup. Sangat jarang sekali aku mendapat kesempatan untuk bicara dengan Madara -nii. Karena selama ini dia tidak pernah merespon perkataanku.

"Berhentilah merepotkan Kaa-san! Jadilah anak baik dan diam saja di rumah" ucapnya dengan aura menyeramkan.

Aku tidak bisa berkata-kata. Aku merasa antara senang dan sedih. Aku senang karena aku bisa bicara dengan Madara-nii tapi aku juga sedih karena kata-katanya sangat menusuk perasaanku.

"Tapi… tapi aku ingin latihan…" ucapku lirih.

"Nanti ya, kalau kau sudah cukup umur" hibur Hisashi-nii.

Aku memilih untuk diam dan melanjutkan makanku. Aku tidak bisa menyetujui apa yang dikatakan Aniki. Karena impianku adalah menjadi seorang shinobi yang hebat seperti mereka. Lalu aku ingin mengakhiri perang ini. Tapi kalau aku bersantai terus di rumah, bagaimana bisa aku menghentikan perang?

.

.

.

Beberapa bulan berlalu, aku masih terus berusaha membujuk Kaa-san agar memperbolehkanku untuk latihan. Tetapi Kaa-san tetap tidak memperbolehkanku.

"Perang saat ini sudah semakin memburuk Izuna. Kondisi di luar jauh lebih berbahaya daripada sebelumnya" ucap Kaa-san menasihatiku.

Perkataannya memang benar sih. Biasanya Aniki tidak sampai maju ke medan perang, paling hanya berjaga-jaga di sekitar wilahyah Uchiha agar tidak ada musuh yang berani masuk. Tapi untuk beberapa hari ini berbeda, 3 Aniki ku ikut berperang bersama Tou-san. Itu artinya bahkan kekuatan anak-anakpun di butuhkan.

"Kaa-san, apakah klan Uchiha kekurangan pasukan? Sampai-sampai anak kecil juga harus ikut perang…" tanyaku penasaran.

"Ya begitulah… Musuh kita semakin kuat akhir-akhir ini. Kita kesulitan untuk mengalahkan mereka semua…" jelas Kaa-san sambil merapikan buku-buku.

"Kalau begitu, aku juga mau ikut. Aku juga mau membantu klan Uchiha!" ucapku dengan semangat.

"Tidak Izuna, Kaa-san sudah bilang kan kalau di luar kondisinya sangat berbahaya. Di tambah lagi, sebagian besar pasukan yang biasanya berjaga di sekitar wilayah Uchiha ikut pergi ke medan tempur. Jadi selain bahaya yang semakin besar, tingkat penjagaan di sini juga semakin kecil. Lagipula, 3 Aniki mu itu juga sudah cukup membantu. Uchiha bukan klan yang lemah, Izuna" ucap Kaa-san tanpa menoleh sedikitpun.

"Iya aku tahu, aku juga percaya pada kekuatan klan ini. Tapi, kalau pasukannya lebih banyak malah akan lebih baik kan?" aku mengatakannya dengan percaya diri.

"Memangnya kamu bisa apa? Yang ada kamu malah merepotkan yang lain karena harus bertarung sambil menjagamu" ucap Kaa-san yang membuatku pundung.

"Itukan karena aku tidak boleh latihan! Kalau saja dari dulu aku latihan, pasti aku bisa membantu perang!" omelku.

"Kau belum cukup umur Izuna!" balas Kaa-san.

"Dari dulu, selalu saja seperti itu. Kau belum cukup umur, di luar berbahaya, kau di rumah saja, di sini lebih aman, selalu saja itu yang Kaa-san katakan. Aku bosan berada di rumah terus, aku mau keluar dan membantu orang-orang"

Kaa-san tidak menjawab perkataanku. Ia memilih untuk menyelesaikan pekerjaannya, barulah ia menoleh ke arahku. Ia kemudian berlutut di hadapanku untuk menyamakan tinggi kami.

"Izuna, Kaa-san tidak mau kau terluka. Setiap hari Kaa-san selalu mengkhawatirkanmu. Keluarga Uchiha yang lain juga begitu. Kau boleh saja bermain sepuasnya di luar. Asalkan jangan lupa untuk pulang dan jangan main terlalu jauh. Tetapi hanya pada saat perang sudah berakhir. Jadi tunggulah sampai saat itu tiba" ucapnya sambil mengelus lembut pipiku.

"Perangnya saja tidak selesai-selesai… Memangnya kapan ini akan berakhir?" gumamku kesal.

Kaa-san terdiam sejenak. Raut wajahnya perlahan berubah menjadi sedih.

"Suatu saat pasti akan berakhir…" ucap Kaa-san sembari bangkit dan berjalan menuju dapur.

Aku berjalan menuju kamarku dengan malas. Yang terpikir olehku hanyalah latihan, latihan dan latihan.

"Memangnya salah ya jika aku mau melindungi keluargaku?" batinku.

Dengan perlahan aku membuka jendela kamarku. Aku menatap keadaan di sekitar pemukiman Uchiha ini. Sangat sepi. Hampir semua orang pergi ke medan perang. Dan yang tinggal pun lebih memilih untuk berada di dalam rumah. Aku kembali menutup jendela dan membaringkan diri di tempat tidurku.

"Kenapa kenyataan berbeda dengan yang kubaca di buku cerita…"

"Padahal cerita yang kubaca tidak mengandung imajinasi yang berlebihan. Hanya cerita kehidupan orang-orang biasa sehari-harinya"

"Tapi… Kenapa di sini, rasanya kejadian dalam cerita itu hanyalah khayalan saja?"

"Kenapa aktivitas yang wajar seperti itu, di sini malah terasa mustahil untuk terjadi…"

"Aku… aku ingin bermain dengan anak-anak seusiaku… seperti di buku cerita. Aku ingin memiliki banyak teman, tertawa bersama mereka, bermain bersama mereka, belajar bersama mereka. Aku… bosan sendirian…" gumamku sambil menitikkan air mata.

.

.

.

.

"Apakah salah jika aku memimpikan kehidupan yang normal?"

Author's Note:

Fic apa ini? Gaje ya? XD Ini imajinasiku selama bertahun-tahun loh *curhat* Gimana menurut readers? *emang ada yang baca?* Maaf ya kalo ada typo, dan kebanyakan skip time, aku pengennya sih langsung ke inti cerita nya aja. Soal bahasa, ada penyebutan yang pake bahasa jepang itu mendingan begitu aja atau bahasa indonesia aja? Ditunggu reviewnya yaa, kritik & saran sangat diterima selama masih memakai bahasa dan penyampaian yang baik :)

Sekian dan sampai jumpa di chapter selanjutnya...