Seorang pemuda tampan terlihat sedang memakai sepatunya tergesa-gesa, salahkan saja pada alarm di ponselnya yang tidak menyala sehingga membuat pemuda tampan itu terlambat membuka mata tajamnya. Umpatan sukses meluncur dari bibirnya saat melihat pada jam yang melingkar di tangannya menunjukan bahwa limabelas menit lagi kelasnya akan dimulai, jika saja bukan karena tugas dari dosen terkillernya mana sudi pemuda itu terburu-buru seperti ini.

Setelah selesai mengikat tali sepatunya, pemuda tampan itu berlari menuju motor kesayangannya yang terletak di basemen apartemen. Tetapi di tengah perjalanannya, pemuda tampan itu tak sengaja menabrak tubuh seseorang hingga terjatuh.

"Maafkan aku, aku sedang terburu-buru. Sekali lagi maafkan aku." Ucapnya tanpa menoleh sedikitpun.

Tanpa menunggu jawaban dari orang yang ditabraknya, pemuda tampan itu langsung melaju menuju ke kampus dengan motor kesayangannya. Tanpa ia ketahui seseorang yang tak sengaja ditabraknya bergetar ketakutan.

.

.

.

.

Jimin nama pemuda tampan itu, ia anak dari keluarga sepasang suami istri Park Chanyeol dan Park Baekhyun. Jimin mempunyai seorang kakak lelaki bernama Park Seokjin. Jimin dan Seokjin sering bertengkar jika bertemu, tapi mereka juga saling menyayangi satu sama lain.

Jimin berada di semester tujuh jurusan Arsitektur, ia bermimpi membangun rumah impiannya yang akan di tempatinya di masa yang akan datang. Hanya rumah minimalis, tetapi di setiap sudutnya menyimpan begitu banyak kebahagiaan, karena ia tak akan membuat pasangannya merasakan kesedihan. Ia hanya ingin keluarganya di penuhi oleh kebahagiaan. Sebentar lagi Jimin akan lulus Universitas, maka Jimin akan segera mewujudkan mimpinyaa setelah ia menemukan seseorang yang menyempurnakan hidupnnya.

Sedangkan Seokjin—kakak lelakinya- yang terpaut tiga tahun darinya telah bekerja di salah satu Rumah Sakit Jiwa di Seoul. Seokjin akan pulang minimal satu minggu sekali untuk melepas rindu dengan orangtuanya. Apalagi eommanya yang cerewet itu pasti akan mengomel jika Seokjin tak pulang.

Jimin sesekali ikut pulang bersama Seokjin. Tetapi waktunya lebih sering tersita di apartemennya untuk membuat tugas dari dosen-dosen yang sepertinyaa berniat 'balas dendam' dengan mahasiswanya. Bagaimana tidak berniat 'balas dendam' jika tugas yang harus dikumpulkan tidak boleh terdapat coretan sedikitpun, kertas tidak boleh 'cacat', kertas tidak boleh kotor, garis yang harus tepat dan tidak boleh terlewat bahkan hanya 0.1 ml. Pokoknya kertas harus benar-benar bersih dan gambar tanpa 'cacat'.

Belum lagi jika tugas akhir merajalela, Jimin akan kehilangan jam tidurnya. Sehari Jimin hanya dapat tidur dua sampai tiga jam. Benar-benar membuat fisik dan pikirannya kelelahan.

Jimin dan Seokjin tinggal secara terpisah, karena jika Jimin tinggal bersama Seokjin jarak apartemen milik Seokjin dan kampus cukup jauh. Dan apartemen milik Jimin pun jaaraknya juga cukup jauh dari tempat Seokjin bekerja. Maka dari itu Seokjin memilih membeli apartemen yang lebih dekat dari tempatnya bekerja daan Jimin memilih tinggal di apartemen yang jaraknya cukup dekat dengan kampusnya.

Toh Seokjin ingin adiknya itu belajar mandiri, bangun tidur saja masih harus mendobrak pintu kamarnya. Seokjin ingin adiknya itu dapat mengurus dirinya sendiri, mengurus diri sendiri saja masih belum becus bagaimana kalau dirinya berkeluarga, yang ada dirinya akan dibuat pusing.

.

.

.

Setelah sampai di kampus, Jimin segera berjalan menuju kelasnya untuk mengumpulkan tugas dari dosen.

"Jimin!" Teriak Taehyung. Salah satu teman terdekatnya. Bisa dibilang Taehyung itu sahabatnya.

"Ada? Dosen Kang belum datang kan?" Jawab Jimin.

"Hei, dude kau tak tau kalau dosen Kang izin hari ini, istrinya melahirkan sehingga beliau tak mengajar hari ini."

"Sial, percuma saja aku aku maraton." Umpatnya.

Mendengar jawaban dari Jimin, Taehyung tertawa kelas, salah Jimin sendiri selalu bangun terlambat.

"Sudahlah Jimin, tak baik mengumpat di pagi hari. Lebih baik kita ke kantin, aku tau kau belum sarapan." Ajak Taehyung.

"Kau saja sendiri, aku mau pulang. Aku tidur seharian." Kemudian Jimin pergi seenak jidatnya tanpa menoleh kea rah Taehyung. Mengabaikan wajah melas yang terliat bodoh milik Taehyung. Bahkan Jimin mengabaikan teriakan dari teman seperjuangannya itu.

Setelah melarikan diri dari Taehyung, Jimin mengambil handphone yang berada di sakunya dan menghubungi seseorang.

"Yeoboseyo Jimin-ah aku sedang bekerja bodoh, kau ini mengganggu saja." Ucap seseorang di seberang telepon.

"Maafkan adikmu yang tampan ini hyung, tapi adikmu ini hampir mati kelaparan jadi bisakah kau memberikanku makanan sebelum adikmu ini mati kelaparan." Jawabn Jimin percaya diri.

"Mati saja sana! Sudah kubilang belajar mandiri Jimin mandiri!"

"Ya ya ya ya, santai saja hyung adikmu ini akan tetap tampan walaupun tidak mandiri."

"Dasar sinting! Di apartemenku masih terdapat makanan, kau makan saja, jangan lupa panaskan dulu."

"Kau memang yang terbaik hyung. Aku mencintaimu Seokjin hyung."

"Menjijikan. Sudah jangan ganggu aku bekerja."

"Guma- tut… tut… tut…

Sebelum Jimin menyelesaikan ucapannya, sambungan telepon dengan Seokjin sudah dimatikan secara sepihak. "Dasar uke" batin Jimin. Jangan tanya bagaimana Jimin dapat masuk apartemen Seokjin sesuka hatinya, karena mereka memang sepakat untuk bertukar kode apartemen satu sama lain. Hal itu untuk berjaga-jaga jika terdapat kondisi terdesak.

.

.

.

Jimin langsung menuju ke apartemen Seokjin untuk mencari makanan, cacing-cacing di perutnya sudah berdemo sejak tadi. Maklum saja dari semalam Jimin belum sempat memasukan makanan apapun ke dalam perutnya, salahkan saja dosennya yang memberikan tugas yang menumpuk seperti gunung.

Sesampainya di apartemen Seokjin, Jimin berjalan menuju dapur dan langsung memanaskan makanan yang berada di lemari pendingin. Selesai dengan makanannya Jimin melesat ke ruang tengah untuk menonton televisi, Jimin mencari tontonan yang menurutnya menarik. Tetapi setelah beberapa lama mencari Jimin tak menemukan satupun acara yang yang menurutnya menarik. Karena bosan, Jimin menuju ke ruang perpustakaan kecil milik Seokjin. Disana terdapat beberapa buku yang terkadang menarik perhatiannya, terutama buku-buku tentang masalah Psikologi manusia, lumayan untuk menambah ilmu pikirnya.

Jimin terlalu asik di dunianya sehingga tak menyadari bahwa ia sudah berada di apartemen Seokjin menjelang sore hari. Karena terlalu lama membaca membuat matanya sedikit lelah, dan Jimin memutuskan untuk istirahat sejenak di kamar Seokjin. Aroma kamar Seokjin membuatnya tenang, hingga Jimin terbuai sampai alam mimpi.

.

.

.

.

.

Pemuda mungil berkulit pucat berjalan menelusuri lorong menuju apartemennya. Dirinya seorang sebatang kara, untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya pemuda mungil itu bekerja di kedai kecil persimpangan ujung jalan. Walaupun mendapat upah yang pas-pasan tetapi hal itu cukup kebutuhannya seorang diri.

Saat hampir sampai di apartemennya seorang pemuda berparas tinggi menubruk dirinya. Entahlah, mungkin dia terbu-buru. Saat pemuda yang menubruknya berbalik dan mengatakaan maaf, seluruh tubuhnya bergetar, pemuda munggil itu hanya dapat meringkuk dekat dinding dan menutupi tubuhnya dengan kedua tangan mungilnya sebisa mungkin. Pemuda munggil itu tidak mengindahkan permintaan maaf dari orang yang menabrak tubuhnya, yang ada di pikirannya hanya mencari cara untuk secepatnya berlari menuju kamar di apartemennya dan menguncinya serapat mungkin.

Pemuda mungil itu bernama Yoongi.

Min Yoongi.

Bayangan-bayangan ketakutan yang selama ini menghantuinya datang di saat yang tidak tepat. Yoongi segera mengambil tabung kecil yang selalu di bawanya kemanapun dirinya pergi dan segera menelannya tanpa menggunakan air. Butuh beberapa saat sampai obat itu bereaksi, tetapi obat yang selama ini di konsumsi Yoongi terkadang hanya berefek sedikit sehingga dirinya juga harus mengeluarkan tenaga untuk mengusir bayangan-bayangan mengerikan yang selalu menghantuinya. Yoongi selalu mengatasinya rasa takutnya seorang diri, keluarga saja Yoongi tidak punya apalagi seorang teman, bahkan seorang sahabat.

Setelah obat itu berefek, Yoongi segera berlari menuju apartemennya dan mengunci serapat mungkin. Yoongi jatuh merosot di belakang pintu, menekuk kedua lututnya dan membenamkan kepalanya di antara kedua lututnya. Yoongi menangis seorang diri, tubuhnya pun masih bergetar hebat, satu tahun ini Yoongi hidup seorang diri tanpa keluarga dan teman. Yoongi selalu menyalahkan dirinya sendiri tentang apa yang telah menimpa keluarganya dan juga dirinya, andai saja Yoongi punya sedikit kekuatan dan keberanian maka semua itu tidak akan terjadi dalam hidupnya.

"Hiks, appa hiks, eomma, aku ingin menyusul kalian. Kenapa kalian meninggalkanku seorang diri hiks… aku sangat merindukan kalian hiks. Maafkan aku appa, eomma hiks… hiks…" Ucapnya lirih pada udara dingin yang selalu menemaninya.

Karena terlalu lama menangis, Yoongi pun sudah tidak mempunyai tenaga lagi, ia membiarkan tubuhnya tergeletak di lantai dekat pintu. Bahkan jika Yoongi tidak bernafas sekarangpun dirinya sama sekali tidak masalah. Toh percuma Yoongi hidup jika hidupnya hanya seorang diri dan di penuhi oleh bayang-bayang mengerikan yang selalu menghantuinya.

Di hidupnya hanya kertas kosong yang terisi warna hitam tanpa warna lainnya. Hampa, kesepian, tanpa arah, jalan, dan tujuan.

Tapi bolehkah Yoongi berharap ada seseorang yang menariknya dari dunia gelapnya? Namun jika memang tak ada satupun orang yang datang, hal itu tak menjadi masalah bagi Yoongi, karena memang dirinya tidak pantas untuk bahagia dan mendapatkannya kebahagiannya.

.

.

.

TBC

.

.

.

Ini ff pertama kami bertemakan Minyoon/Minga, yeayyyyyy.

Destinee artinya sama dengan Destiny tapi saya ambil dalam Bahasa Perancis.

Maafkan jika terdapat typo XD

Apakah ada yang berminat? Jika ada maka akan saya lanjutkan, tapi jika tidak ada maka akan saya hapus wkwkwkwk XD

So, review please?

24.09.2017

- Romana -