Ini aneh. Benar-benar aneh sekaligus merepotkan. Apakah benar gadis ini, yang konon katanya tidak berbahaya bisa mematahkan hati banyak pria berengsek seperti Sasuke dan Naruto, saudara-saudara sekalian?


Lunchbox

pororo90

Naruto ® MK

.

AU

T

.

Schoolfict/Romance

(Ini genre remaja pertama saya bro!)

.

DLDR!

Sudah diperingatkan ya.

.

Warning: OOC/ Typos/ Crackpair / Deabetes.

.

Enjoy—

...

..

.


Shikamaru memindai Hyuuga Hinata dengan seksama. Tubuh mungil, mata lebar dengan warna perak lavender yang membuatnya seperti boneka Rusia. Kulit pucat dengan rambut panjang berwarna langit malam di musim panas, hitam keunguan yang melambai-lambai ingin disentuh.

Oke.

Ini jelas makin runyam ketika gadis itu tersipu dengan senyum malu yang membuatnya kian imut. Merepotkan! Jelas Hinata adalah tipe kelinci, yang minta untuk dilindungi.

"A—ano, Shika-kun mau?"

Merepotkan kuadrat saat gadis yang katanya tidak berbahaya itu menyodorkan bentou dengan hiasan lucu berupa onigiri yang dibentuk serupa Tarre Panda lengkap dengan garnish selada, daun bassil dan juga seledri. Jangan lupakan irisan mentimun itu. Tampak segar dengan sambal yang disimpan di sebuah cawan kecil.

Arrrgggghhh!

Godaan makanan pada saat kelaparan adalah sama tingkatannya dengan jam kosong di saat tidur siang. Ekuivalen dengan game terbaru di laptopnya yang meminta perhatian. Sayang sekali, ternyata tingkat elektabilitas bentou imut bergizi Hinata jelas memenangkan semua komponen dasar Shikamaru.

Tangannya terulur untuk mengambil benda lucu di dalam lunchbox berwarna ungu itu. Ada kepala panda dengan mata terbuat dari nori. Kreatif.

Dan begitu satu gigitan jelas merakit semua variabel kemungkinan bagaimana gadis ini begitu membuatnya mudah untuk dicintai.

Merepotkan pangkat tiga. Masakannya benar-benar enak. Angka sembilan dari sepuluh dan menyingkirkan nama ibunya yang harus bercokol di angka delapan.

Shikamaru mendesah. Jelas, jebakan Hinata yang paling mematikan di antara gadis di kelasnya.

Imut, pipi tembem yang menggoda untuk dicium. Lugu dan kekanakan, serta masakannya yang luar biasa. Paket komplit menantu Mami Yoshino.

Shikamaru mengkalkulasi kemungkinan mengakuisisi Hinata dalam waktu dekat. Dan dahinya berkerut membayangkan bahwa kalkulasinya tak seperti yang ia inginkan. Terlalu jauh padahal ingin segera.

Oke, mereka masih kelas satu SMA. Hinata masih terlalu imut untuk masuk ke sekolah menengah atas. Harusnya ia masih kelas tiga SMP. Nyatanya otaknya mampu, berarti gadis itu pintar. Dan lagipula Shika sudah punya penghasilan, dengan menjadi beta untuk beberapa game. Dan hasil game yang dimenangkannya dalam empat tahun ini bisa untuk biaya membeli apartemen.

Tapi Hyuuga Hiashi adalah sandungan pertama. Hmmm... itu tentu bisa diatur. Yang harus dilakukan hanya menyingkirkan Gaara, Kiba, Sasuke dan Naruto. Ah— Shika lupa, ada Neji yang harus dikelabui lebih dahulu.

"Shika-kun kenapa?" Hinata sedikit memiringkan wajahnya, menatap Shikamaru Nara dengan matanya yang bulat dan memancarkan kekhawatiran.

Bagaimana mungkin Shikamaru Nara, yang katanya IQ-nya 200 baru menyadari hal ini? Hinata berbahaya. Lebih dari gempuran virus dan worm yang berkeliaran di komputer di dunia.

Mengalihkan perhatiannya sebentar, Shikamaru memilih untuk menghabiskan sisa onigiri di tangannya dan menatap Hinata dengan mata kopinya. "Nggak papa, cuma memikirkan satu dan lain hal—"

Perubahan gaya bicara Shikamaru yang informal membuat senyum Hinata mengembang. "Shikakun jadi ikut kelas akselerasi ya?"

Shika justru mencomot lagi onigiri dalam kotak bentou Hinata, "Enggak."

Alis Hinata berkerut, bibirnya mengerucut lucu. Kalau saja Shikamaru tidak sadar mereka masih di dalam kelas, tentu saja ia akan memojokkan Hinata dan menciumnya. Sayangnya otak Shikamaru masih jenius.

"Kenapa?"

"Karena itu merepotkan." Katanya sambil mengunyah, alih-alih menjawab seperti soalnya aku jenius dan nggak mau kalau kamu ada yang ngegebet, mending lulus sama-sama.

"Padahal itu keren." Hinata mendesah. Pipinya diletakkan di atas meja gayanya seperti idolanya baru saja mengatakan kalau keluar dari grup idol.

"Kalau kau ikut aku bisa saja mempertimbangkan ikut kelas itu."

Hinata mendesah, lagi. Karena jelas itu tidak mungkin. Karena kemampuan otaknya bisa dibilang tak secermerlang teman kelasnya kebanyakan. Ia hanya rajin dan teliti. Ia bahkan harus belajar ekstra keras untuk tetap bertahan di kelas unggulan ini. "Itu tidak mungkin."

"Mungkin saja, atau kau mau belajar bersamaku setiap hari?"

Rencana pertama mulus tanpa hambatan, eh—?

.

.

.

***tbc/end?***

...

..

.

a/n:

Saya sedang stress, makanya update cerita baru.

Diharap maklum atas kelabilan saya.

Jangan tagih utang saya ya para FictCollector sekalian.

Kasianilah saya yang tiap hari mengais waktu.

Makasih.

Poochan.